Arsip | 04.19

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (7)

18 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

57. “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya*. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.

* Menyakiti Allah dan rasul-rasulNya, yaitu melakukan perbuatan- perbuatan yang tidak di ridhai Allah dan tidak dibenarkan Rasul- nya; seperti kufur, mendustakan kenabian dan sebagainya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman kepada orang-orang yang menyakiti dan mencela Nabi saw. ketika beliau menikahi Shafiyyah binti Huyay.

Diriwayatkan oleh Juwaibir dari adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat ini (al-Ahzab: 57) berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul dan para pengikutnya ketika memfitnah ‘Aisyah. Rasulullah saw. berkhotbah dan bersabda: “Siapa diantara orang-orang yang menyakitiku dengan jalan mencela aku dan mengumpulkan mereka (yang menyakitiku) di rumahnya?” Ayat ini (al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.

59. “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya* ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Ahzab: 59)

*Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa setelah turun ayat hijab, Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan. Ia seorang wanita yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenali orang. Pada waktu itu ‘Umar melihatnya seraya berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimanapun kami akan dapat mengenalimu. Karenanya cobalah pikir, mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa Saudah pun pulang, sementara itu Rasulullah berada di rumah ‘Aisyah sedang memegang tulang (saat beliau makan). Ketika masuk Saudah berkata: “Ya Rasulullah, aku keluar untuk suatu keperluan dan ‘Umar menegurku (karena ia masih mengenaliku).” Karena peristiwa itulah turun ayat ini (al-Ahzab: 59) kepada Rasulullah saw pada saat tulang itu masih di tangan beliau. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan engkau keluar rumah untuk suatu keperluan.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam kitab ath-Thabaqaat, yang bersumber dari Abu Malik. Diriwayatkan pula leh Ibnu Sa’d yang bersumber dari al-Hasan dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi, bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk buang hazat (buang air). Pada waktu itu kaum munafikin mengganggu dan menyakiti mereka. Hal ini diadukan kepada Rasulullah saw., sehingga beliau pun menegur kaum munafikin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya.” Turunnya ayat ini (al-Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya.

Sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (6)

18 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

52. “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu*.”
(al-Ahzab: 52)

* nabi tidak dibolehkan kawin sesudah mempunyai isteri-isteri sebanyak yang Telah ada itu dan tidak pula dibolehkan mengganti isteri-isterinya yang Telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa setelah Rasulullah saw. menyuruh istrinya antara dunia dan isinya dan segala kemewahannya dengan Allah dan Rasul-nya, terbuktilah istri-istrinya memilih Allah dan Rasul-Nya. Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 52) yang melarang Rasulullah menikah lagi dengan wanita lain atau menceraikan istri-istrinya itu.

53. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya)*, tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
(al-Ahzab: 53)

* Maksudnya, pada masa Rasulullah s.a.w pernah terjadi orang-orang yang menunggu-nunggu waktu makan Rasulullah s.a.w. lalu turun ayat Ini melarang masuk rumah Rasulullah untuk makan sambil menunggu-nunggu waktu makannya Rasulullah.

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan yang bersumber dari Anas bahwa ketika Nabi saw. menikah dengan Zainab binti Jahsy, beliau mengundang para sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan, para sahabat itu berbincang-bincang, sehingga Rasulullah memberi isyarat dengan seolah-olah akan berdiri, tetapi mereka tidak juga berdiri. Terpaksalah Rasulullah berdiri meninggalkan mereka, diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang lainnya masih terus bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas memberitahukan Rasulullah saw. Rasulullah saw. pulang ke rumah Zainab, dan ia mengikutinya masuk. Kemudian Rasulullah memasang hijab/ penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang masuk ke rumah Nabi saw. sebelum mendapat izin serta (melarang) berlama-lama tinggal di rumah Nabi.

Diriwayatkan oleh at-Tarmidzi, yang menganggap hadits ini hasan, yang bersumber dari Anas bahwa Anas pernah berkumpul bersama Rasulullah saw.. Pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi di dalam kamar itu banyak orang, sehingga beliau keluar lagi. Setelah orang-orang itu pulang, barulah beliau masuk kembali. Kemudian beliau membuat hijab (penghalang) antara Rasulullah (serta istrinya) dengan Anas.
Kejadian ini diterangkan oleh Anas kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Jika betul apa yang engkau katakan, tentu akan turun ayat tentang ini.” Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah “aayatul hijab” (al-Ahzab: 53).

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ketika ‘Aisyah sedang makan beserta Rasulullah saw. masuklah ‘Umar. Rasulullah mengajaknya makan bersama. Ketika itu bersentuhlah jari ‘Aisyah dengan ‘Umar, sehingga ‘Umar berkata: “Aduhai sekiranya usul saya diterima (untuk memasang hijab), tentu tak seorangpun dapat melihat istri tuan.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (al-Ahzab: 53).

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan duduk berlama-lama di tempat itu. Nabi saw. keluar rumah sampai tiga kali agar orang itu mengikutinya keluar, akan tetapi ia tetap tidak keluar. Ketika itu masuklah ‘Umar dengan memperlihatkan kebencian pada mukanya. Ia berkata pada orang itu: “Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah saw!” Bersabdalah Nabi saw.: “Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikuti aku, akan tetapi ia tidak juga melakukannya.” ‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana sekirannya tuan membuat hijab, karena istri-istri tuan tidaklah sama dengan dengan istri-istri yang lain. Hal ini akan lebih menentramkan dan menyucikan hati mereka.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (al-Ahzab: 53).

Menurut al-Hafizh ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa tersebut dapat digabungkan menjadi asbabun nuzul ayat di atas (al-Ahzab: 53), yang semuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Oleh karena peristiwa-peristiwa itu tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi. Namun tidak ada halangan menyatakan bahwa turunnya ayat tersebut karena berbagai sebab.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b bahwa apabila Rasulullah saw. bangkit menuju rumahnya, orang-orang berebut duduk di rumah Rasulullah saw., tapi pada wajah beliau tidak tampak adanya perubahan. Oleh karena itu Rasulullah tidak sempat makan karena banyaknya orang. Turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) sebagai peringatan kepada orang-orang yang memasuki rumah Rasulullah tanpa mengenal waktu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid bahwa Rasulullah saw. mendengar ucapan orang yang berkata: “Jika Nabi wafat, aku akan kawin degan fulanah (bekas istri Rasul).” Maka turunlah akhir ayat ini (al-Ahzab: 53) sebagai larangan mengawini bekas istri Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan seseorang yang bermaksud mengawini salah seorang bekas istri Rasulullah saw., sesudah beliau wafat. Menurut Sufyan, istri Rasul yang dimaksud adalah ‘Aisyah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri-putri paman kita, padahal beliau sendiri mengawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istri beliau.” Maka turunlah akhir ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm bahwa ayat ini (al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan Thalhah bin ‘Ubaidillah yang berkata: “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini ‘Aisyah.”

Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah saw. dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Janganlah kamu berbuat seperti itu lagi.” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, ia adalah putri pamanku. Demi Allah, aku tidak berkata yang munkar dan iapun tidak berkata yang mungkar.” Rasulullah saw. bersabda: “Aku tahu hal itu. Sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah, dan tidak ada seorangpun yang lebih cemburu daripada aku.” Dengan rasa dongkol orang itu pun pergi dan berkata: “Ia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak pamanku. Sungguh aku akan kawin dengannya setelah beliau wafat.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.
Berkatalah Ibnu ‘Abbas : “Orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud tobat atas omongannya itu.”

Sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (5)

18 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

47. “ Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.”
(al-Ahzab: 47)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan al-Hasan al-Basri, bahwa ketika turun ayat…liyaghfiralakallaahu maa tagaddama min dzambika wa maa ta-akhkhor… (supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang…) (al-Fath: 2), berkatalah kaum Mukminin: “Beruntunglah tuan ya Rasulullah, kami telah tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap tuan. Namun apa yang akan Allah lakukan terhadap kami?” Maka Allah menurunkan, liyudkhilal mu’miniina wal mu’minaati jannaat… ( supaya Dia memasukkan orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam syurga…) sampai akhir ayat (al-Fath: 5) dan ayat di atas (al-Ahzab: 47) yang menjanjikan syurga bagi kaum Mukminin.

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, yang bersumber dari ar-Rabi’ bin Anas bahwa ketika turun ayat…wa maa adri maa yuf’alu bii walaa bikum… (… aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak pula terhadapmu..) (al-Ahqaf: 9) dan ayat, li yaghfira lakallaahu maa taqoddama ming dzambika wamaa ta-akhkhor…. (…supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang….) (al-Fath: 2), para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui apa yang akan diperbuat Allah terhadap tuan, tapi kami tidak mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Allah terhadap kami.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 47) yang menegaskan bahwa karunia yang besar disediakan juga bagi kaum Mukminin. Ditegaskan bahwa karunia yang besar itu adalah syurga.

50. “Hai nabi, Sesungguhnya kami Telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang Telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Ahzab: 50)

Diriwayatkan dan dihasankan oleh at-Tirmidzi, serta diriwayatkan dan disahihkan pula oleh al-Hakim, dari as-Suddi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas, yang bersumber dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib, bahwa Rasulullah saw. meminang Ummu Hani’ binti Abi Thalib, tapi ia menolaknya. Rasulullah pun menerima penolakan itu. Setelah kejadian itu, turunlah ayat tersebut di atas (al-Ahzab: 50) yang menegaskan bahwa wanita yang tidak turut berhijrah tidak halal dinikahi Rasulullah. Sehubungan dengan ini, Ummu Hani’ berkata: “Aku tidak halal dinikahi Rasulullah selama-lamanya, karena aku tidak pernah hijrah.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ummu Hani’ bahwa ayat,… wa banaati ‘ammika wa banaati ‘ammaatika wa banaati khaalika wa banaati khaalaatikal laatii haajarna ma’ak…(.. dan [demikian] pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu…)(al-Ahzab: 50) sebagai larangan kepada Nabi saw. untuk menikahi Ummu Hani’ yang tidak turut hijrah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa firman Allah , wamra-atam mu’minah…(.. dan perempuan Mukmin…) (al-Ahzab: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik ad-Dausiyyah yang menghibahkan dirinya kepadada Rasulullah saw.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Munir bin ‘Abdillah ad-Dauli bahwa Ummu Syarik Ghaziyyah binti Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah saw. (untuk dinikahi). Ia seorang wanita yang cantik. Dan Rasulullah pun menerimanya. Berkatalah ‘Aisyah: “Tak ada baiknya seorang wanita yang menyerahkan diri kepada seorang laki-laki (untuk dinikahi).” Berkatalah Ummu Syarik : “Kalau begitu akulah yang kamu maksudkan.” Maka Allah memberikan julukan Mu’minah kepada Ummu Syarik dengan firman-Nya,…wam ro-atam mu’minatan iw wahabat nafsahaa lin-nabiy…(.. dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi..) (al-Ahzab: 50). Setelah turun ayat tersebut, berkatalah ‘Aisyah: “Sesungguhnya Allah mempercepat mengabulkan kemauanmu.”

51. Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang Telah kamu cerai, Maka tidak ada dosa bagimu. yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang Telah kamu berikan kepada mereka. dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun*.

* menurut riwayat, pada suatu ketika isteri-isteri nabi Muhammad s.a.w. ada yang cemburu, dan ada yang meminta tambahan belanja. Maka nabi Muhammad s.a.w. memutuskan perhubungan dengan mereka sampai sebulan lamanya. oleh Karena takut diceraikan nabi, Maka mereka datang kepada nabi menyatakan kerelaannya atas apa saja yang akan diperbuat nabi terhadap mereka. Turunnya ayat Ini memberikan izin kepada nabi untuk menggauli siapa yang dikehendakinya dan isteri-isterinya atau tidak menggaulinya; dan juga memberi izin kepada nabi untuk rujuk kepada isteri-isterinya seandainya ada isterinya yang sudah diceraikannya.

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ‘Aisyah berkata: “Apakah wanita tidak malu bila menyerahkan dirinya (untuk dinikahi)?” Allah mewahyukan firman-Nya, turjii man tasyaa…(..kamu boleh menangguhkan [menggauli] siapa yang kamu kehendaki…) sampai akhir ayat (al-Ahzab: 51) yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk menetapkan giliran tinggal bersama istrinya. Kemudian ‘Aisyah berkata: “Aku melihat Rabb-mu mempercepat mengabulkan keinginanmu.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dari Abu Razin bahwa Rasulullah saw. pernah bermaksud menalak beberapa istrinya. Ketika mereka (istri-istri Rasulullah saw.) mengetahui hal itu, mereka menyerahkan persoalannya kepada Rasulullah saw.. Ayat ini (al-Ahzab: 50-51) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah saw. untuk menetapkan kebijaksanaan mengenai istri-istrinya itu.

Sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk