Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Juwaibir, dari adl-Dlahhak, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa akhir ayat ini (al-Kahfi: 28) turun berkenaan dengan Umayyah bin Khalaf al-Jumhi yang mengajak Nabi saw. untuk melakukan perbuatan yang dibenci oleh Allah swt, yaitu mengusir shahabat-shahabat Rasul yang fakir dan berusaha mendekatkan tokoh-tokoh Quraisy kepada Nabi saw.. Ayat ini (al-Kahfi: 28) melarang Rasulullah meluluskan permintaannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi’ bahwa Nabi saw. menghadapi Umayyah bin Khalaf dengan baik dan lupa akan apa yang diwahyukan kepadanya. Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 28) yang mengingatkan beliau untuk tidak mengikuti ajakan orang yang menyebabkan lupa kepada Tuhan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa ‘Uyainah bin Hishin datang menghadap Rasulullah saw. yang sedang duduk bersama salman al-Farisi. ‘Uyainah berkata: “Jika kami datang, hendaknya orang ini dikeluarkan. Setelah itu barulah kami dipersilakan masuk.” Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 28) yang mengingatkan Rasulullah untuk menolak permintaannya.
109.”Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.
(al-Kahfi: 109)
Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Quraisy berkata kepada Yahudi: “Berilah kami bahan untuk kami tanyakan kepada orang ini (Muhammad).” Merekapun berkata: “Tanyakan kepadanya tentang ruh.” Kaum Quraisy pun bertanya kepada Rasul. Maka turunlah ayat tentang Ruh (al-Israa: 85). (Setelah kam Quraisy menyampaikan jawabannya), berkatalah kaum Yahudi: “Kami diberi banyak ilmu dengan diberi Taurat. Dan barang siapa diberi Taurat, sesungguhnya ia diberi kebaikan yang banyak.” Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 109) yang menegaskan bahwa ilmu Allah tidak akan ada yang menyerupainya dan tidak akan habis-habisnya.
110.”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
(al-Kahfi: 110)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abin Dun-ya di dalam Kitab al-Ikhlash, yang bersumber dari Thawus. Hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim di dalam Kitab al-Mustadrak, tapi maushuul, dari Thawus, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Al-Hakim menyahihkannya berdasarkan syarat asy-syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim). Bahwa seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulallah. Aku ini tabah dalam peperangan dan mengharap ridha Allah. Namun aku juga ingin kedudukanku terlihat oleh orang lain.” Rasulullah tidak menjawab sedikitpun, sehingga turun ayat (al-Kahfi: 110) sebagai pegangan bagi orang yang mengharap rida Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid bahwa ada seorang Muslim yang berperang karena ingin terlihat kedudukannya oleh orang lain. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Kahfi: 110) yang memberikan pegangan bagaimana seharusnya untuk mencapai rida Allah.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Asakir di dalam kitab Taarikh-nya, dari as-Suddish Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas, yang bersumber dari Jundub bin Zubair bahwa ayat ini (al-Kahfi: 110) turun sebagai teguran kepada orang yang shalat, shaum, atau sedekah, yang memperbanyak ibadahnya apabila mendapat pujian dan merasa gembira atas pujian tersebut.
Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk