Arsip | 02.53

Asbabun Nuzul Surah Al-Kahfi (2)

23 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Juwaibir, dari adl-Dlahhak, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa akhir ayat ini (al-Kahfi: 28) turun berkenaan dengan Umayyah bin Khalaf al-Jumhi yang mengajak Nabi saw. untuk melakukan perbuatan yang dibenci oleh Allah swt, yaitu mengusir shahabat-shahabat Rasul yang fakir dan berusaha mendekatkan tokoh-tokoh Quraisy kepada Nabi saw.. Ayat ini (al-Kahfi: 28) melarang Rasulullah meluluskan permintaannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi’ bahwa Nabi saw. menghadapi Umayyah bin Khalaf dengan baik dan lupa akan apa yang diwahyukan kepadanya. Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 28) yang mengingatkan beliau untuk tidak mengikuti ajakan orang yang menyebabkan lupa kepada Tuhan.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa ‘Uyainah bin Hishin datang menghadap Rasulullah saw. yang sedang duduk bersama salman al-Farisi. ‘Uyainah berkata: “Jika kami datang, hendaknya orang ini dikeluarkan. Setelah itu barulah kami dipersilakan masuk.” Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 28) yang mengingatkan Rasulullah untuk menolak permintaannya.

109.”Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.
(al-Kahfi: 109)

Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Quraisy berkata kepada Yahudi: “Berilah kami bahan untuk kami tanyakan kepada orang ini (Muhammad).” Merekapun berkata: “Tanyakan kepadanya tentang ruh.” Kaum Quraisy pun bertanya kepada Rasul. Maka turunlah ayat tentang Ruh (al-Israa: 85). (Setelah kam Quraisy menyampaikan jawabannya), berkatalah kaum Yahudi: “Kami diberi banyak ilmu dengan diberi Taurat. Dan barang siapa diberi Taurat, sesungguhnya ia diberi kebaikan yang banyak.” Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 109) yang menegaskan bahwa ilmu Allah tidak akan ada yang menyerupainya dan tidak akan habis-habisnya.

110.”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
(al-Kahfi: 110)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abin Dun-ya di dalam Kitab al-Ikhlash, yang bersumber dari Thawus. Hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim di dalam Kitab al-Mustadrak, tapi maushuul, dari Thawus, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Al-Hakim menyahihkannya berdasarkan syarat asy-syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim). Bahwa seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulallah. Aku ini tabah dalam peperangan dan mengharap ridha Allah. Namun aku juga ingin kedudukanku terlihat oleh orang lain.” Rasulullah tidak menjawab sedikitpun, sehingga turun ayat (al-Kahfi: 110) sebagai pegangan bagi orang yang mengharap rida Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid bahwa ada seorang Muslim yang berperang karena ingin terlihat kedudukannya oleh orang lain. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Kahfi: 110) yang memberikan pegangan bagaimana seharusnya untuk mencapai rida Allah.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Asakir di dalam kitab Taarikh-nya, dari as-Suddish Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas, yang bersumber dari Jundub bin Zubair bahwa ayat ini (al-Kahfi: 110) turun sebagai teguran kepada orang yang shalat, shaum, atau sedekah, yang memperbanyak ibadahnya apabila mendapat pujian dan merasa gembira atas pujian tersebut.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Kahfi (1)

23 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

6. “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).”
(al-Kahfi: 6)

9. “atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim* itu, mereka Termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?”
(al-Kahfi: 9)

*Raqim: sebagian ahli tafsir mengartikan nama anjing dan sebagian yang lain mengartikan batu bersurat.

23. “dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,”
(al-Kahfi: 23)
25. “dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).”
(al-Kahfi: 25)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Ishaq, dari seorang alim bangsa Mesir, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Quraisy mengutu an-Nadlr bin al-Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith untuk bertanya tentang kenabian Muhammad, dengan jalan menceritakan sifat-sifat Muhammad dan segala sesuatu yang diucapkan olehnya. Kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah. Orang-orang Quraisy menganggap bahwa pendeta-pendeta itu mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda kenabian yang orang Quraisy tidak mengetahuinya. Maka berangkatlah dua utusan tadi ke Madinah dan bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi itu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum Quraisy. Berkatalah pendeta Yahudi itu kepada utusan Quraisy: “Tanyakanlah olehmu kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika ia bisa menjawabnya maka ia adalah Nabi yang diutus. Akan tetapi apabila ia tidak bisa menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang mengaku sebagai nabi. Pertama tanyakan kepadanya tentang pemuda-pemuda pada zaman dulu yang bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat menarik. Kedua tanyakan kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke masyrik dan magrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan ketiga, tanyakan pula padanya tentang ruh.” Maka pulanglah kedua utusan tadi kepada kaum Quraisy dan berkata: “Kami datang membawa sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menentukan sikap antara tuan-tuan dan Muhammad.” Merekapun berangkat menghadap Rasulullah saw. dan menanyakan ketiga persoalan tersebut. Rasulullah bersabda: “Aku akan menjawabnya tentang hal-hal yang kamu tanyakan itu.” (tanpa menyebut insya Allah). Maka pulanglah mereka semua.
Rasulullah saw. menunggu-nunggu wahyu sampai lima belas malam lamanya. Namun Jibril tidak kunjung datang kepadanya. Hal ini membuat orang-orang Mekah goyah dan beliau merasa sedih karenanya. Beliau tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada kaum Quraisy. Pada suatu ketika datanglah Jibril membawa surah al-Kahfi yang di dalamnya menegur Nabi saw. atas kesedihannya karena perbuatan mereka (al-Kahfi: 6); menerangkan apa-apa yang mereka tanyakan tentang pemuda-pemuda yang bepergian (al-Kahfi: 9-26); tentang seorang pengembara (al-Kahfi: 83-101); serta firman Allah tentang ruh (al-Isra: 85)

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahl bin Hisyam, an-Nadlr bin al-Harits, Umayyah bin Khalaf, al-‘Ashi bin Wa-il, al-Aswad bin al-Muthalib, dan Abul Bukhturi (tokoh-tokoh Quraisy) telah berkomplot melawan Rasulullah saw.. Oleh Rasulullah saw. perlawanan kaumnya terhadap dirinya dan keingkaran mereka terhadap nasehat-nasehat yang baik, dirasakan sangat berat dan sangat menyedihkan hati. Maka turunlah ayat ini (al-Kahfi: 6) sebagai teguran atas kemurungannya itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun ayat, wa labitsuu fi kahfihim tsalaatsa mi-ah… (dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus…) (al-Kahfi: 25), ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tiga ratus tahun atau bulan?” Maka Allah menurunkan penggalan ayat selanjutnya,….siniina wazdaaduu tis’aa (…tahun dan ditambah sembilan tahun [lagi]).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari adl-Dlaahhak. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi saw. pernah bersumpah tentang sesuatu. Setelah empat puluh malam berlalu, barulah Allah menurunkan ayat ini (al-Kahfi: 23-24) yang memperingatkan agar apabila bersumpah, hendaknya diikuti dengan ucapan “insyaa Allah.”

28.”dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
(al-Kahfi: 28)

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk