14. “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.”
(Baraa’ah: 14)
Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari Qatadah dan ‘Ikrimah bahwa ayat ini (Baraa’ah: 14) turun berkenaan dengan suku Khuza’ah yang membunuh Bani Bakr di Mekah.
Peristiwa ini terjadi pada waktu kaum Quraisy mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan Rasulullah saw. di Hudaibiyyah (termasuk suku Khuzanah yang menjadi sekutu Rasulullah saw.). Pada saat itu antara suku Khuza’ah dan Bani Bakr masih berlangsung peperangan, sedang kaum Quraisy secara diam-diam tetap membantu Bani Bakr, sehingga turunlah ayat yang memerintahkan kaum Mukminin agar menggempur kaum Quraisy yang telah melanggar perjanjian itu.
Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari as-Suddi bahwa yang dimaksud dengan …yasyfi shuduura qaumim mu’miniin (…serta melegakan hati orang-orang yang beriman) (Baraa’ah: 14) adalah suku Khuza’ah yang menjadi sekutu Nabi saw., yang hatinya menjadi lega karena dapat memuntut bela terhadap Bani Bakr.
17. “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.”
(Baraa’ah: 17)
18. “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Baraa’ah: 18)
19. “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim*”
(Baraa’ah: 19)
*ayat Ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum para haji dan mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah.
20. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
(Baraa’ah: 20)
21. “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,”
(Baraa’ah: 21)
22. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(Baraa’ah: 22)
23. “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Baraa’ah: 23)
24. Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Baraa’ah: 24)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada waktu ditawan dalam Peperangan Badr, al-‘Abbas berkata: “Sekiranya kalian termasuk orang-orang yang telah lebih dulu masuk Islam, hijrah, dan jihad, sebenarnya kami termasuk orang-orang yang memakmurkan masjidil Haram, memberikan minum kepada orang-orang yang naik haji, dan membebaskan orang-orang dari penderitaannya.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 17-19) yang menegaskan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid dan lain-lain, serta belum beriman itu tidak sama dengan orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud, yang bersumber dari sumber dari an-Nu’man bin Basyir bahwa pada suatu hari an-Nu’man bahwa pada suatu hari an-Nu’man bin Basyir berada disamping mimbar Rasullah saw. bersama beberapa orang sahabat lainya. Berkatalah seorang diantara mereka: “Aku tedak memperdulikan amal saleh yang lain, setelah Islam tersebar (Fat-hu Makkah), kecuali akan memberi minum kepada orang yang naik haji, ”Yang lainnya berkata: “Aku hanya akan memakmurkan Masjidil Haram.” Yang lainnya lagi berkata: “Aku hanya akan berjihad di jalan Allah. Perbuatan itu lebih baik daripada apa yang kalian katakan.” ‘Umar membenta mereka seraya berkata: “Janganlah kalian berbicara keras-keras di samping mimbar Rasullah saw.! Nanti setelah shalat jum’at, aku kan menghadap Rasullah saw. untuk meminta fatwa tentang apa yang kamu perselisihkan itu.” Turunnya ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 19) sebagai penegasan bahwa orangg yang mengkhususkan pada amal saleh tertentu saja, tidah sama kepada orng yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di Jalan-nya.
Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari Ibnu sirin. Dirwayatkan pula oleh ‘Abdurrazzaq yang bersumber dari asy-Syu’bi. Bahwa ‘Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah dan berkata kepada al-‘Abbas: “Wahai pamanku, tidakkah engkau ingin hijrah ke Madinah untuk mengikuti Rasulullah saw.?” Ia menjawab: “Bukankah aku ini suka memakmurkan mesjid dan mengurus baitullah?” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan perbedaan antara orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya berbuat kebaikan. Kemudian ‘Ali berkata kepada yang lainnya dengan menyebutkan namanya satu persatu: “Tidakkah kalian ingin berhijrah mengikuti Rasulullah ke Madinah?” Mereka menjawab: “Kami tinggal di sini beserta saudara-saudara dan teman-teman kami sendiri.” Sehubungan dengan peristiwa ini, turunlah ayat berikutnya (Baraa’ah: 24) yang menegaskan bahwa orang-orang yang lebih mencintai sanak saudara, keluarga, kawan dan kekayaannya daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta jihad fisabilillah, diancam dengan azab Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa Thalhah bin Syaibah, al-‘Abbas, dan ‘Ali bin Abi Thalib membanggakan dirinya masing-masing. Thalhah berkata: “Aku yang menguasai baitullah, dan kuncinyapun ada padaku.” Al-‘Abbas berkata: “Aku tukang memberi minum kepada jemaah haji dan mengurus mereka.” Dan ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku adalah orang pertama yang shalat menghadap kiblat sebelum orang-orang menghadap ke arahnya. Aku juga sering memimpin jihad fisabilillah.” Turunnya ayat ini (Baraa’ah: 19) menegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad fisabilillah, jauh berbeda dengan orang yang mengurus orang-orang yang naik haji ataupun yang mengurus Baitullah.
Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh