Arsip | 06.57

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah

25 Jan

asbabun nuzul surah al-qur’an

14. “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.”
(Baraa’ah: 14)

Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari Qatadah dan ‘Ikrimah bahwa ayat ini (Baraa’ah: 14) turun berkenaan dengan suku Khuza’ah yang membunuh Bani Bakr di Mekah.

Peristiwa ini terjadi pada waktu kaum Quraisy mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan Rasulullah saw. di Hudaibiyyah (termasuk suku Khuzanah yang menjadi sekutu Rasulullah saw.). Pada saat itu antara suku Khuza’ah dan Bani Bakr masih berlangsung peperangan, sedang kaum Quraisy secara diam-diam tetap membantu Bani Bakr, sehingga turunlah ayat yang memerintahkan kaum Mukminin agar menggempur kaum Quraisy yang telah melanggar perjanjian itu.

Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari as-Suddi bahwa yang dimaksud dengan …yasyfi shuduura qaumim mu’miniin (…serta melegakan hati orang-orang yang beriman) (Baraa’ah: 14) adalah suku Khuza’ah yang menjadi sekutu Nabi saw., yang hatinya menjadi lega karena dapat memuntut bela terhadap Bani Bakr.

17. “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.”
(Baraa’ah: 17)

18. “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Baraa’ah: 18)

19. “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim*”
(Baraa’ah: 19)

*ayat Ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum para haji dan mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah.

20. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
(Baraa’ah: 20)
21. “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,”
(Baraa’ah: 21)
22. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(Baraa’ah: 22)

23. “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Baraa’ah: 23)

24. Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Baraa’ah: 24)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada waktu ditawan dalam Peperangan Badr, al-‘Abbas berkata: “Sekiranya kalian termasuk orang-orang yang telah lebih dulu masuk Islam, hijrah, dan jihad, sebenarnya kami termasuk orang-orang yang memakmurkan masjidil Haram, memberikan minum kepada orang-orang yang naik haji, dan membebaskan orang-orang dari penderitaannya.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 17-19) yang menegaskan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid dan lain-lain, serta belum beriman itu tidak sama dengan orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah.

Diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud, yang bersumber dari sumber dari an-Nu’man bin Basyir bahwa pada suatu hari an-Nu’man bahwa pada suatu hari an-Nu’man bin Basyir berada disamping mimbar Rasullah saw. bersama beberapa orang sahabat lainya. Berkatalah seorang diantara mereka: “Aku tedak memperdulikan amal saleh yang lain, setelah Islam tersebar (Fat-hu Makkah), kecuali akan memberi minum kepada orang yang naik haji, ”Yang lainnya berkata: “Aku hanya akan memakmurkan Masjidil Haram.” Yang lainnya lagi berkata: “Aku hanya akan berjihad di jalan Allah. Perbuatan itu lebih baik daripada apa yang kalian katakan.” ‘Umar membenta mereka seraya berkata: “Janganlah kalian berbicara keras-keras di samping mimbar Rasullah saw.! Nanti setelah shalat jum’at, aku kan menghadap Rasullah saw. untuk meminta fatwa tentang apa yang kamu perselisihkan itu.” Turunnya ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 19) sebagai penegasan bahwa orangg yang mengkhususkan pada amal saleh tertentu saja, tidah sama kepada orng yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di Jalan-nya.

Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari Ibnu sirin. Dirwayatkan pula oleh ‘Abdurrazzaq yang bersumber dari asy-Syu’bi. Bahwa ‘Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah dan berkata kepada al-‘Abbas: “Wahai pamanku, tidakkah engkau ingin hijrah ke Madinah untuk mengikuti Rasulullah saw.?” Ia menjawab: “Bukankah aku ini suka memakmurkan mesjid dan mengurus baitullah?” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan perbedaan antara orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya berbuat kebaikan. Kemudian ‘Ali berkata kepada yang lainnya dengan menyebutkan namanya satu persatu: “Tidakkah kalian ingin berhijrah mengikuti Rasulullah ke Madinah?” Mereka menjawab: “Kami tinggal di sini beserta saudara-saudara dan teman-teman kami sendiri.” Sehubungan dengan peristiwa ini, turunlah ayat berikutnya (Baraa’ah: 24) yang menegaskan bahwa orang-orang yang lebih mencintai sanak saudara, keluarga, kawan dan kekayaannya daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta jihad fisabilillah, diancam dengan azab Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa Thalhah bin Syaibah, al-‘Abbas, dan ‘Ali bin Abi Thalib membanggakan dirinya masing-masing. Thalhah berkata: “Aku yang menguasai baitullah, dan kuncinyapun ada padaku.” Al-‘Abbas berkata: “Aku tukang memberi minum kepada jemaah haji dan mengurus mereka.” Dan ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku adalah orang pertama yang shalat menghadap kiblat sebelum orang-orang menghadap ke arahnya. Aku juga sering memimpin jihad fisabilillah.” Turunnya ayat ini (Baraa’ah: 19) menegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad fisabilillah, jauh berbeda dengan orang yang mengurus orang-orang yang naik haji ataupun yang mengurus Baitullah.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh

Asbabun Nuzul Surah Yunus

25 Jan

asbabun nuzul surah al-qur’an

2. “Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka”. orang-orang kafir berkata: “Sesungguhnya orang Ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata”.
(Yunus: 2)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika Allah mengutus Muhammad selaku Rasulullah, orang-orang Arab mengingkarinya seraya berkata: “Bagaimana mungkin Allah Yang Maha Agung mengutus manusia sebagai Rasul?” Ayat ini (Yunus: 2) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Demikian juga surahYusuf ayat 109 yang menegaskan bahwa bukan hanya Muhammad yang diutus sebagai Rasul, tapi ada pula Rasul-rasul lainnya.
Setelah Allah berulang-ulang memberi bukti-bukti kepada mereka, mereka berkata: “Sekiranya Allah mengutus manusia membawa risalah, maka ada dua orang yang lebih berhak menjadi rasul, dan bukan Muhammad sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an (az-Zukhruf: 31). Kedua orang itu adalah al-Walid bin al-Mughirah dari Mekah dan Mas’ud bin ‘Amr ats-Tsaqafi dari kota Tha-if, yang menurut mereka lebih mulia daripada Muhammad. Sebagai bantahan atas ucapan mereka, Allah menurunkkan kelanjutan ayat tersebut. (az-Zukhruf: 32)

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Huud

25 Jan

asbabun nuzul surah al-qur’an

5. “Ingatlah, Sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad)*. Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.”
(Huud: 5)

*Maksudnya: menyembunyikan perasaan permusuhan dan kemunafikan mereka terhadap nabi Muhammad s.a.w.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada waktu itu banyak orang yang merasa malu apabila tidur telentang dan malu bercampur dengan istrinya. Maka turunlah ayat ini (Huud: 5) berkenaan dengan mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Syaddad bahwa apabila bertemu dengan Rasulullah saw. kaum munafikin suka memalingkan muka dan membalikkan badan agar tidak terlihat oleh beliau karena malu. Maka turunlah ayat ini (Huud: 5) yang menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui segala yang mereka sembunyikan.

8. “Dan Sesungguhnya jika kami undurkan azab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan. niscaya mereka akan berkata: “Apakah yang menghalanginya?” lngatlah, diwaktu azab itu datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka dan mereka diliputi oleh azab yang dahulunya mereka selalu memperolok-olokkannya.”
(Huud: 8)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ketika turun ayat, iqtaraba linnaasi hisaabuhum…(telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka…) (al-Anbiyaa’: 1), berkatalah orang-orang: “Sesungguhnya saat (kiamat) telah dekat, maka berhentilah kalian dari perbuatan menipu.” Mereka pun berhenti sebentar, namun kembali melakukan tipu dayanya lebih jahat lagi. Maka turunlah ayat ini (Huud: 8) sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.

114. “Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”
(Huud: 114)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Ma’ud bahwa seorang laki-laki, setelah mencium seorang wanita, datang menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan peristiwa tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (Huud: 114) yang menegaskan kejahatan itu dapat diampuni Allah dengan melaksanakan shalat lima waktu. Kemudian orang itu berkata: “Apakah ini hanya berlaku bagi orang yang ada sekarang saja?” Nabi menjawab: “Untuk semua umatku.”

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lain-lain, yang bersumber dari Abul Yasar bahwa Abul Yasar kedatangan seorang wanita yang mau membeli kurma. Ia berkata: “Di rumahku ada kurma yang lebih baik daripada ini.” Maka masuklah wanita itu bersamanya, kemudian ia merangkul wanita itu dan menciumnya. Setelah itu ia menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan kejadian tersebut. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Beginikah engkau apabila dititipi istri oleh suaminya yang sedang berperang?” Lama sekali Abul Yasar menundukkan kepala. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini (Huud: 114) yang memerintahkan untuk mendirikan shalat lima waktu, karena perbuatan yang baik dapat menghapus perbuatan yang tidak baik.

Keterangan: hadits-hadits seperti ini bersumber dari Abu Umamah, Mu’adz bin Jabal, Ibnu ‘Abbas, Buraidah, dan lain-lain, dan telah disebutkan di dalam kitab Turjumaanul Qur’aan.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Yusuf

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

3. “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.”
(Yusuf: 3)

Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqash bahwa setelah sekian lama turun ayat al-Qur’an kepada Nabi saw. dan dibacakannya kepada para Shahabat, mereka berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana jika tuan bercerita kepada kami?” Maka Allah menurunkan, allaahu nazzala ahsanal hadiits..(Allah menurunkan perkataan yang paling baik) sampai akhir ayat (az-Zummar: 23), yang menegaskan bahwa Allah telah menurunkan sebaik-baik cerita. Menurut Ibnu abi Hatim, para shahabat berkata lagi: “Ya Rasulullah, bagaimana jika tuan mengingatkan kami?” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Hadid: 16), yang mengingatkan banyaknya ayat yang telah diturunkan Allah agar mereka menundukkan diri kepada-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa para shahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana jika tuan mengisahkan sesuatu kepada kami?” Maka Allah menurunkan ayat ini (Yusuf: 3) yang menegaskan bahwa di dalam al-Qur’an sudah terdapat kisah-kisah yang baik sebagai teladan bagi kaum Mukminin.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Ar-Ra’d

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

8. “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang Sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”
(ar-Ra’d: 8)

9. “Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; yang Maha besar lagi Maha Tinggi.”
(ar-Ra’d: 9)

10. “Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.”
(ar-Ra’d: 10)

11. “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah*. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan** yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(ar-Ra’d: 11)

*bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.
**Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

12. “Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan dia mengadakan awan mendung.”
(ar-Ra’d: 12)

13. “Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat Karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan yang Maha keras siksa-Nya.”
(ar-Ra’d: 13)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Arbad bin Qa’is dan ‘Amir bin ath-Thufail menghadap Rasulullah saw. di Madinah. ‘Amir berkata: “Hai Muhammad. Jabatan apa yang akan engkau berikan kepadaku apabila aku masuk Islam?” Rasulullah menjawab: “Hakmu sama dengan hak kaum Muslimin, dan kewajibanmu serupa dengan kewajiban mereka.” Ia berkata lagi: “Apakah engkau akan menjadikanku pimpinan setelahmu?” Nabi menjawab: “Itu bukan urusanmu dan juga bukan urusan kaummu.”
Kemudian mereka berdua keluar. Berkatalah ‘Amir kepada Arbad: “Aku akan mengajak bicara Muhammad sehingga ia tidak memperhatikan kamu, dan saat itulah kamu penggal lehernya.” Kemudian mereka kembali lagi kepada Rasulullah.” ‘Amir berkata: “Hai Muhammad, mari kita bicarakan sesuatu.” Maka berdirilah Rasulullah saw. bersamanya dan bercakap-cakap dengannya. Pada waktu itu Arbad sudah bersiap-siap memegang hulu pedang untuk mencabutnya, akan tetapi tangannya tidak berdaya. Rasulullah berpaling dan melihat perbuatannya. Kemudian Rasulullah meninggalkan kedua orang itu, dan mereka pun pulang. Ketika sampai di kampung ar-Raqm, Allah mengirimkan petir untuk menyambar Arbad sampai mati. Allah menurunkan ayat ini (ar-Ra’d: 8-13) sebagai penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk yang masih di dalam kandungan, dan Maha Kuasa mengatur hidup dan mati makhluk-Nya.

Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dan al-Bazzar, yang bersumber dari Anas bahwa Rasulullah mengutus seorang shahabatnya kepada seorang pembesar jahilian untuk mengajaknya kepada agama Allah. Berkatalah pembesar itu: “Apakah Rabb-mu, yang engkau ajak supaya aku menyembah-Nya itu, dibuat dari besi, tembaga, perak, atau emas?” Utusan itu kembali dan melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw.. Kemudian ia disuruh kembali mengajak pembesar jahiliah itu sampai tiga kali. Maka Allah mengirimkan petir untuk menyambarnya sampai terbakar. Turunnya ayat ini (ar-Ra’d: 13) berkenaan dengan peristiwa tersebut.

31. “Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran Itulah dia)*. Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka Tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”
(ar-Ra’d: 31)

*dapat juga ayat Ini diartikan: Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab suci) yang dengan membacanya gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat bicara (namun mereka tidak juga akan beriman).

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan lain-lain, yang bersumber dai Ibnu ‘Abbas bahwa kaum jahiliyah berkata kepada Nabi saw.: “Jika benar sebagaimana engkau katakan, perlihatkanlah kepada kami nenek moyang kami yang telah mati terdahulu, agar kami dapat bercakap-cakap dengannya, dan singkirkanlah gunung-gunung kota Mekah yang menyempitkan kami.” Maka turunlah ayat ini (ar-Ra’d: 31) yang menegaskan bahwa kaum jahiliyah akan tetap kufur walaupun dipenuhi permintaannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari ‘Athiyyah al-‘Aufi bahwa kaum jahiliyah menjawab ajakan Nabi saw. dengan mengemukakan berbagai syarat, yaitu: agar Nabi dapat menyingkirkan gunung-gunung sehingga Mekah menjadi luas dan dapat ditanami, atau mempersingkat jarak di bumi ini sebagaimana Nabi Sulaiman mendekatkan jarak di bumi untuk kaumnya dengan mempergunakan angin, atau menghidupkan orang mati sebagaimana ‘Isa menghidupkan orang mati untuk kaumnya. Maka turunlah ayat ini (ar-Ra’d: 31) yang menegaskan bahwa mereka akan tetap kufur walaupun segala kehendaknya dikabulkan.

38. “Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)*”
(ar-Ra’d: 38)

39. “Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).”

*tujuan ayat Ini ialah pertama-tama untuk membantah ejekan-ejekan terhadap nabi Muhammad s.a.w. dari pihak musuh-musuh beliau, Karena hal itu merendahkan martabat kenabian. keduanya untuk membantah pendapat mereka bahwa seorang Rasul itu dapat melakukan mukjizat yang diberikan Allah kepada rasul-Nya bilamana diperlukan, bukan untuk dijadikan permainan. bagi tiap-tiap Rasul itu ada kitabnya yang sesuai dengan keadaan masanya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika turun ayat ini (ar-Ra’du: 38), orang-orang Quraisy berkata: “Kami berpendapat, kalau demikian engkau ini (Muhammad) tidak memiliki apapun dan segalanya telah selesai.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (ar-Ra’d: 39) yang menegaskan bahwa Allah-lah yang menghapuskan dan menetapkan segala sesuatunya, dan al-Qur’an itu sebagai mukjizat Muhammad.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Hijr

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

24. “Dan Sesungguhnya kami Telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada-mu dan Sesungguhnya kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripadamu).”
(al-Hijr: 24)

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ada seorang wanita yang sangat cantik shalat bermakmum kepada Nabi saw., sehingga sebagian orang maju ke shaf pertama agar tidak melihat wanita itu. Sementara sebagian lagi mundur ke shaf belakang, sehingga apabila rukuk dapat melihat wanita tersebut diantara ketiaknya. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Hijr: 24) yang menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui maksud orang-orang yang ada di shaf pertama dan di Shaf belakang.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Dawud bin Shalih bahwa Dawud bin Shalih bertanya kepada Sahl bin Hunaif al-Anshari tentang ayat ini (al-Hijr: 24), apakah turun berkenaan dengan perang fisabilillah? Sahl menjawab: “Bukan, akan tetapi turun berkenaan shaf dalam shalat.”

43. “Dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang Telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya.”
(al-Hijr: 43)

44. “Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.”
(al-Hijr: 44)

45. “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).”
(al-Hijr: 45)

46. “Dikatakan kepada mereka): ‘Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman*’”
(al-Hijr: 46)

*sejahtera dari bencana dan aman dari malapetaka.

Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi yang bersumber dari Salman al-Farisi bahwa ketika Salman al-Farisi mendengar ayat, wa inna jahannama la mau’iduhum ajma’iin (dan sesungguhnya jahannam itu benar tempat yang telah diancamkan kepada merka [pengikut-pengikut setan] semuanya) (al-Hijr: 43), secara tidak sadar ia berlari selama 3 hari menjauhkan diri dari orang-orang karena ketakutan. Kemudian ia dibawa kepada Nabi saw. dan ditanya. Ia menjawab: “Ya Rasulullah, dengan turunnya ayat ini (al-Hijr: 43) terasa putuslah jantungku.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (al-Hijr: 45) yang menegaskan bahwa bagi kaum Muttaqiin disediakan surga yang nyaman.

47. “Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”
(al-Hijr: 47)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ali bin al-Husain, bahwa ayat ini (al-Hijr: 47) turun berkenaan dengan Abu Bakr dan ‘Umar (yang rasa dengkinya dicabut Allah swt.). Ada orang yang bertanya: “Kedengkian apa?” ‘Ali bin al-Husain menjawab: “Kedengkian jahiliyyah, yaitu sikap permusuhan antara bani Tamim (Abu Bakr), bani ‘Adi (‘Umar), dan bani Hasyim (‘Ali). Ketika Abu Bakr terserang sakit pinggang, ‘Ali memanaskan tangannya, dan dengan tangannya itu ia menghangatkan pinggang Abu Bakr. Ayat ini (al-Hijr: 47) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.

49. “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”
(al-Hijr: 49)

50. “Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.”
(al-Hijr: 50)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani yang bersumber dari ‘Abdullah bin Zubair bahwa Rasulullah menegur para shahabatnya yang sedang tertawa saat beliau lewat di tempat itu, dengan berkata: “Apa gerangan yang menyebabkan kalian tertawa? Padahal surga dan neraka itu sudah diperingatkan kepada kalian.” Maka turunlah ayat ini (al-Hijr: 49-50) sebagai teguran kepada Nabi supaya membiarkan mereka tertawa, karena Allah itu ghafuurur rahiim (Maha Pengampun lagi Maha Penyayang), tetapi juga mengingatkan mereka bahwa siksa Allah sangat pedih.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari salah seorang shahabat Nabi bahwa Rasulullah saw. melihat para shahabat dari pintu Bani Syaibah, sambil bersabda: “Aku tidak ingin melihat kalian tertawa.” Kemudian beliau meninggalkan mereka. Tidak lama kemudian beliau kembali lagi sambil mundur dan bersabda: “Ketika aku tiba di Hijr (Isma’il), Jibril datang menegurku: “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: ‘Mengapa engkau memutuskan harapan hamba-hamba-Ku?” (sebagaimana firman-Nya dalam (al-Hijr: 49-50).

95. “Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),”
(al-Hijr: 95)

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabarani, yang bersumber dari Anas bin Malik bahwa, ketika Nabi saw. lewat di hadapan orang-orang kafir Mekah, mereka saling mengedipkan mata tanpa setahu Nabi. Mereka mengejek sambil berkata kepada sesamanya: “Inikah orang yang menganggap dirinya seorang nabi?” Pada waktu itu kebetulan Jibril menyertai Nabi saw.. Maka Jibril menusuk punggung mereka dengan jarinya sehingga berbekas di badan mereka sebesar kuku, yang kemudian menjadi radang dan luka-luka yang berbau busuk. Tiada seorangpun yang sanggup berdekatan dengan mereka. Ayat ini (al-Hijr: 95) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad selalu dilindungi oleh Allah swt. dari gangguan mereka.

sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah An-Nahl (3)

25 Jan

asbabun nuzul surah al-qur’an

106. “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”
(an-Nahl: 106)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika Nabi saw. hendak hijrah ke Madinah, kaum musyrikin menahan Bilal, Khabbab, dan ‘Ammar bin Yasir. ‘Ammar bin Yasir dapat menyelamatkan diri dengan jalan mengucapkan kata-kata yang mengagumkan mereka. Ketika sampai kepada Rasulullah saw., ‘Ammar menceritakan kejadian itu. Nabi bertanya: “Apakah hatimu lapang di kala berkata demikian itu?” Ia menjawab: “Tidak.” Ayat ini (an-Nahl: 106) turun berkenaan ddengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah tidak akan mengutuk orang yang dipaksa kufur tapi hatinya tetap dalam keimanan.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid bahwa ayat ini (an-Nahl: 106) turun ketika orang-orang Mekah yang beriman dikirimi surat oleh para shahabat dari Madinah agar mereka berhijrah. Mereka berangkat pergi ke Madinah, akan tetapi dapat disusul oleh (orang-orang kafir) Quraisy. Kemudian orang-orang kafir Quraisy itu menganiaya mereka, sehingga mereka terpaksa mengucapkan kata-kata kufur. Ayat ini (an-Nahl: 106) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa orang-orang yang terpaksa mengucapkan kata-kata kufur akan diampuni oleh Allah, asalkan hatinya tetap beriman.

110. “Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(an-Nahl: 110)

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam kitab ath-Thabaqaat, yang bersumber dari ‘Umar bin al-Hakam. Lihat pula surah an-Nisaa’ ayat 97. Bahwa ‘Ammar bin Yasir disiksa hingga tidak tahu apa yang mesti dikatakannya. Demikian juga Shuhaib, Abu Fukaihah, Bilal, ‘Amir bin Fuhairah, dan kaum Muslimin lainnya. Ayat ini (an-Nahl: 110) turun berkenaan dengan mereka yang telah diselamatkan oleh Allah swt.

126. “Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu*. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
(an-Nahl: 126)

*maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.

127. “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
(an-Nahl: 127)

128. “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(an-Nahl: 128)

Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dan al-Bazzar, yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah saw. berdiri di hadapan jenazah Hamzah yang syahid dan dirusak anggota badannya, bersabdalah beliau: “Aku akan membunuh tujuh puluh orang dari mereka sebagai balasan atas perlakuan mereka terhadap dirimu.” Maka turunlah Jibril menyampaikan wahyu akhir surat an-Nahl (an-Nahl: 126-128) di saat Nabi masih berdiri, sebagai teguran kepada beliau. Akhirnya Rasulullah pun mengurungkan rencana itu.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yangmenganggap hadits ini hasan, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ubay bin Ka’b, bahwa pada waktu perang Uhud gugurlah enam puluh empat orang shahabat dari kaum Anshar dan enam orang dari kaum Muhajirin, di antaranya Hamzah. Kesemuanya dirusak anggota badannya secara kejam. Berkatalah kaum Anshar: “Jika kami memperoleh kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan.” Ketika terjadi pembebasan kota Mekah, turunlah ayat ini (an-Nahl: 126) yang melarang kaum Muslimin mengadakan pembalasan yang lebih kejam dan menganjurkan supaya bersabar.

Keterangan: menurut lahiriyahnya, turunnya tiga ayat terakhir ini (an-Nahl: 126-128) ditangguhkan sampai Fat-hu Makkah. Namun, mengacu pada hadits-hadits sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa turunnya ayat-ayat tersebut dalam Perang Uhud.
Menurut kesimpulan Ibnul Hishar, ayat-ayat ini (an-Nahl: 126-128) turun tiga kali: mula-mula di Mekah, kemudian di Uhud, dan yang ketiga kalinya pada waktu Fat-hu Makkah, sebagai peringatan Allah bagi hamba-hamba-Nya.

Sumber: Asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah An-Nahl (2)

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

80. “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).”
(an-Nahl: 80)

81. “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan dia jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari panas dan Pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”
(an-Nahl: 81)

82. “Jika mereka tetap berpaling, Maka Sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang*”
(an-Nahl: 82)

*Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. tidak dapat memberi taufiq dan hidayah kepada seseorang sehingga dia beriman.

83. “Mereka mengetahui nikmat Allah, Kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”
(an-Nahl: 83)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika seorang Arab bertanya kepada Nabi saw. tentang Allah, beliau membacakan ayat, wallaahu ja’ala lakum mim buyuutikum sakanaa.. (dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal…) (an-Nahl: 80). Orang itupun mengiyakannya. Kemudian Nabi saw. membacakan kelanjutan ayat tersebut, …. wa ja’ala lakum ming juluudil an’aami buyuutang tastakhiffuunahaa yauma zha’nikum wa yauma iqaamatikum..(.. dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah [kemah-kemah] dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan [membawa]-nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim…) (an-Nahl: 80), orang itu berpaling dan tidak mau masuk Islam. Maka turunlah ayat selanjutnya (an-Nahl: 83) yang menegaskan bahwa walaupun orang-orang tahu akan nikmat yang diberikan Allah, tapi kebanyakan mereka tetap kafir.

91. “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
(an-Nahl: 91)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Buraidah bahwa ayat ini (an-Nahl: 91) turun sebagai perintah untuk mematuhi baiat pada Nabi saw. (masuk Islam).

92. “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain*. Sesungguhnya Allah Hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
(an-Nahl: 92)

*kaum muslimin yang jumlahnya masih sedikit itu Telah mengadakan perjanjian yang Kuat dengan nabi di waktu mereka melihat orang-orang Quraisy berjumlah banyak dan berpengalaman cukup, lalu timbullah keinginan mereka untuk membatalkan perjanjian dengan nabi Muhammad s.a.w. itu. Maka perbuatan yang demikian itu dilarang oleh Allah s.w.t.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Bakr bin Abi Hafsh bahwa Sa’idah al-Asadiyyah adalah seorang gila, yang kerjannya hanyalah mengepang dan mengurai kembali rambutnya berulang kali. Ayat ini (an-Nahl: 92) turun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang selalu mengikat janji, tapi tidak menepatinya.

103. “Dan Sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam*, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.”
(an-Naml: `103)

*Bahasa ‘Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik, Karena orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan Hanya tahu sedikit-sedikit bahasa Arab.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang daif, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah saw. mengajar seorang bule, ‘abid Romawi yang bernama Bal’am, di Mekah. Ia tidak dapat berbahasa Arab dengan fasih. Ketika kaum musyrikin melihat Rasulullah sering keluar masuk rumah Bal’am, mereka berkata: “Tentu Bal’am mengajarinya.” Maka Allah menurunkan ayat ini (an-Nahl: 103) sebagai bantahan terhadap pendapat kaum musyrikin itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Hushain yang bersumber dari ‘Abdullah bin Muslim al-Hadlrami bahwa ‘Abdullah bin Muslim al-Hadlrami mempunyai dua ‘abid yang bernama Yasar dan Jabr, orang Sicilia. Keduanya membaca dan mengajarkan ilmunya. Rasulullah saw. sering lewat ke tempat mereka dan mendengarkan bacaannya. Orang-orang musyrik berkata: “Muhammad belajar dari kedua orang itu.” Turunnya ayat ini (an-Nahl: 103) sebagai bantahan atas tuduhan mereka.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah An-Nahl (1)

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

1. “Telah pasti datangnya ketetapan Allah* Maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”
(an-Nahl: 1)

* ketetapan Allah di sini ialah hari kiamat yang Telah diancamkan kepada orang-orang musyrikin.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun ayat, ataa amrullaah… (telah pasti datangnya ketetapan Allah…) (an-Nahl: 1), gelisahlah hati para shahabat Rasulullah saw. maka turunlah kelanjutan ayat tersebut yaitu,… falaa tasta’jiluuh..(.. maka janganlah kamu meminta agar disegerakan [datang]nya…), sehingga merekapun merasa tenteram kembali.

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Imam Ahmad di dalam kitab Zawaa-iduz Zuhd, Ibnu Jarir, serta Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Abu Bakr bin Abi ‘Hafsh. Bahwa ketika turun ayat, ataa amrullaah.. (telah pasti datangnya ketetapan Allah..) (an-Nahl: 1), para shahabat berdiri. Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut, ….falaa tasta’jiluuh.. (maka janganlah kamu meminta agar disegerakan [datang]-nya…).

38. “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati”. (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,”
(an-Nahl: 38)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul ‘Aliyah bahwa ada seorang Mukmin yang berhutang kepada seorang Musyrik. Ketika ditagih, di antara ucapan orang Mukmin itu ialah mendoakan sesuatu bagi kehidupan si musyrik di akhirat. Si musyrik berkata: “Apakah engkau beranggapan bahwa engkau akan dibangkitkan sesudah mati? Demi Allah, aku yakin bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang sudah mati.” Ayat ini (an-Nahl: 38) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai bantahan atas ucapan si musyrik tadi.

41. “Dan orang-orang yang berhijrah Karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui,”
(an-Nahl: 41)

42. “(yaitu) orang-orang yang sabar dan Hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.”
(an-Nahl: 42)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Dawud bin Abi Hind. Bahwa turunnya ayat, wal ladziina haajaruu fillaahi mim ba’di maa dzulimuu…(dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dianiaya…) sampai, …wa ‘alaa rabbihim yatawakkaluun (.. dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakal) (an-Nahl: 41-42) berkenaan dengan Abu Jandal bin Suhail.

Abu Jandal bin Suhail termasuk Muslim yang terkena Perjanjian Hudaibiyyah (dilarang hijrah ke Madinah oleh kaum musyrikin), sehingga Rasulullah saw. sendiri menasehatinya untuk tetap bersabar (lihat: Muh. Husain Haikal, Hayaatu Muhammad, 1965, Nahdlah Mishriyyah, hal 375).

75. “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri rezki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? segala puji Hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui*”
(an-Nahl: 75)

*maksud dari perumpamaan Ini ialah untuk membantah orang-orang musyrikin yang menyamakan Tuhan yang memberi rezki dengan berhala-berhala yang tidak berdaya.

76. “Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?”
(an-Nahl: 76)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa firman Allah, dlaraballaahu matsalan ‘abdam mamluukaa… (Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki…) (an-Nahl: 75), turun sebagai perumpamaan perbedaan antara Quraisy (yang kaya dan dapat berbuat sekehendaknya dengan harta bendanya) dibandingkan budaknya yang tidak dapat berbuat apa-apa. Ayat ini juga sebagai bantahan terhadap penyamaan Allah dengan berhala.
Dan firman Allah…rajulaini ahaduhumaa abkam… (… dua orang lelaki yang seorang bisu..) (an-Nahl: 76) turun sebagai perumpamaan perbedaan antara ‘Utsman bin ‘Affan dan budaknya. Budaknhya membenci Islam, enggan masuk Islam, dan menghalang-halangi ‘Usman bersedekah dan beramar makruf.

Kedua ayat ini (an-Nahl: 75 dan 76) menunjukkan perbedaan antara Allah Yang Maha Kuasa Berbuat menurut iradat-Nya dan berhala yang justru menjadi beban penyembah-penyembahnya.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (5)

25 Jan

asbabun nuzul surah alqur’an

90. “Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dan bumi untuk kami,”
(al-Israa’: 90)

91. “Atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya,”
(al-Israa’: 91)

92. “Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami.”
(al-Israa’: 92)

93. “Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab yang kami baca”. Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
(al-Israa’: 93)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Ishaq, dari seorang ‘alim dari Mesir, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Sufyan bin Harb, seorang bani ‘Abid Dar, Abul Bukhturi, al-Aswad bin al-Muthalib, Rabi’ah bin al-Aswad, al-Walid bin al-Mughirah, Abu Jahl, ‘Abdullah bin Umayyah, Umayyah bin Khalaf, al-‘Ash bin Wa-il, Nabih bin al-Hajjaj, dan Munabbih bin al-Hajjaj (kesemuanya kafir Quraisy) berkumpul dan berkata: “Hai Muhammad. Kami belum pernah menemukan seorang bangsa Arab yang membuat kesusutan pada kaumnya sebagaimana yang engkau lakukan terhadap kaummu. Engkau mencaci maki nenek moyang, mencela agama, menganggap bodoh para cendekiawan, mencaci maki tuhan-tuhan, dan memecah belah persatuan umat. Apa yang engkau bawa ini hanya menyebabkan hubungan antara kami dan kamu menjadi buruk. Sekirannya dengan membawa hal yang baru itu engkau mengharapkan kekayaan, kami akan mengumpulkannya untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami. Dan jika engkau membawa hal-hal yang baru itu karena kerasukan jin sehingga engkau menjadi orang yang kurang ingatan, kami akan kerahkan harta benda kami untuk menyembuhkan penyakitmu itu.”
Bersabdalah Rasulullah saw.: “Tidak satupun apa yang kalian katakan itu terlintas di dalam diriku. Akan tetapi sebenarnya Allah mengutusku menjadi Rasul kepada kalian, menurunkan kitab kepadaku, dan memerintahkan supaya aku menjadi pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”
Mereka berkata: “Jika engkau tidak mau menerima tawaran yang kami ajukan tadi, tentu engkau mengetahui bahwa negeri Mekah ini merupakan negeri yang sempit dan padat penduduknya, sumber alamnya sedikit, serta penghidupannya sulit. Alangkah baiknya jika engkau memohon kepada Rabb yang telah mengutusmu agar menyingkirkan gunung-gunung yang menyempitkan kita ini, sehingga negeri kita menjadi luas; agar mengalirkan sungai-sungai di negeri kita ini seperti di negeri Syam dan Irak; dan supaya membangkitkan nenek moyang kami yang sudah mendahului kami. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakan permintaan kami ini, cobalah minta kepada Rabb-mu agar mengutus malaikat yang membenarkan ajakanmu ini, agar ia membuat kebun-kebun, harta terpendam, dan gedung-gedung dari emas dan perak. Dengan demikian, kami dapat menolong engkau menyebarkan agamamu dengan harta yang kami lihat engkaupun membutuhkannya, karena kami pun melihat engkau suka ke pasar mencari penghidupan. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakannya, runtuhkanlah langit sebagaimana anggapanmu bahwa Rabb-mu dapat melaksanakannya apabila Dia menghendaki. Kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum engkau penuhi permintaan kami ini.”
Pergilah Rasulullah saw. meninggalkan mereka, diikuti oleh ‘Abdullah bin Umayyah yang berkata: “Hai Muhammad, kaummu meminta beberapa permintaan, tapi engkau tidak mau memperkenankannya. Kemudian mereka meminta kepadamu beberapa bukti agar mereka mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, tapi engkau tidak juga membuktikannya. Kemudian mereka meminta kepadamu agar engkau mempercepat siksaan Tuhan yang selalu engkau peringatkan kepada mereka. Demi Allah, aku tidak akan beriman kepadamu selama-lamanya sebelum engkau membuat tangga ke langit, terus engka naik kesana dan aku melihatnya, lalu engkau membawa sebuah naskah yang dapat disebarkan, dan membawa empat malaikat yang menjadi saksi atas kerasulanmu sebagaimana yang engkau katakan.”
Rasulullah pulang dengan perasaan sedih. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Israa’: 90-93) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sejalan dengan ucapan ‘Abdullah bin Abi Umayyah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Hadits ini mursal, tapi shahih dan menjadi shaahiid (penguat) dan penyempurna sanad riwayat sebelumnya. Bahwa ayat ini (al-‘Israa’: 90-93) turun berkenaan dengan saudara Ummu Salamah (istri Rasulullah) yang bernama ‘Abdullah bin Abi Umayyah.

110. Katakanlah: “Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya* dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
(al-Israa’: 110)

*maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma’mum.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. shalat di Mekah dan berdoa, yang kalimatnya antara lain: “Ya Allah, ya Rahman.” Berkatalah kaum musyrikin: “Perhatikanlah orang yang murtad dari agamanya ini. Ia melarang kita menyeru dua tuhan, sementara dia sendiri menyeru dua tuhan.” Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 110) yang menjelaskan bahwa Allah itu Maha Esa, tapi mempunyai nama-nama yang terbaik.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah, yang menegaskan bahwa ayat ini (al-Israa’: 110) turun berkenaan dengan adab berdoa. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ayat…walaa tajhar bi shalaatik… (.. dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu..) (sebagian dari surat al-Israa’: 110) turun pada waktu Rasulullah saw. menyebarkan agama di Mekah secara diam-diam. Pada waktu itu, apabila Rasulullah saw. shalat bersama shahabat-shahabatnya, beliau menyaringkan suaranya pada saat membaca al-Qur’an. Apabila kaum musyrikin mendengar al-Qur’an, mereka mencaci maki al-Qur’an, Yang menurunkannya (Allah), yang yang membawanya (Nabi saw.). Ayat ini melarang Rasul, pada waktu itu, menyaringkan suaranya dalam shalat.

Keterangan: Ibnu Jarir menganggap bahwa riwayat yang menyebutkan peristiwa shalat lebih kuat sanadnya daripada riwayat yang menyebutkan peristiwa berdoa. Demikian juga menurut an-Nawawi dan yang lainnya.
Menurut Ibnu Hajar, turunnya ayat itu (al-Israa’: 110) berkenaan dengan dua peristiwa tadi, yaitu turun berkenaan dengan doa di waktu shalat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. apabila shalat di Baitullah, menyaringkan suaranya di waktu berdoa. Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 110) yang melarang menyaringkan suara waktu berdoa dalam shalat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa turunnya ayat ini (al-Israa’: 110) berkenaan dengan bacaan tasyahud.

Keterangan: riwayat ini lebih menjelaskan riwayat yang terdahulu, yaitu yang menegaskan bahwa doanya dilakukan di waktu shalat.
Menurut Ibnu Mani’ di dalam Musnad-nya yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, mereka itu menyaringkan doanya di waktu membaca, allaahummar hamnii (ya Allah, rahmatilah saya). Ayat ini memerintahkan agar jangan terlalu perlahan dan terlalu keras di waktu berdoa dalam shalat.

111. Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”
(al-Israa’: 111)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa kaum Yahudi dan Nasrani mempunyai anggapan bahwa Allah berputra. Sedangkan orang Arab beranggapan bahwa Tuhan tidak bersekutu, kecuali sekutu yang dimiliki dan dikuasai-Nya sendiri. Adapun ash-Shaabi-uun (orang-orang yang menyembah bintang) dan kaum Majusi beranggapan bahwa Allah akan menjadikan hina apabila tidak ada pembela dan penjaga-Nya. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Israa’: 111) yang menegaskan bahwa Allah tidak berputra, tidak bersekutu, dan tidak mempunyai pembela ataupun penjaga.

Sumber: asbabun nuzul, KHQ Shaleh dkk