Arsip | 04.12

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (2)

7 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

26. “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[33]. adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?.” dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,”
(Al-Baqarah: 26)

[33] diwaktu Turunnya surat Al Hajj ayat 73 yang di dalamnya Tuhan menerangkan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat membuat lalat, sekalipun mereka kerjakan bersama-sama, dan Turunnya surat Al Ankabuut ayat 41 yang di dalamnya Tuhan menggambarkan Kelemahan berhala-berhala yang dijadikan oleh orang-orang musyrik itu sebagai pelindung sama dengan lemahnya sarang laba-laba.
[34] disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan beberapa sanad, yang bersumber dari as-Suddi, bahwa ketika Allah membuat dua perumpamaan kaum munafikin dalam firman-Nya (Al-Baqarah: 17 dan 19), berkatalah kaum munafikin: “Mungkinkah Allah yang Maha Tinggi dan Maha Luhur membuat perumpamaan seperti itu?”Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 26).
Ayat ini menegaskan bahwa dengan perumpamaan-perumpamaan yang Allah kemukakan, orang yang beriman akan menjadi lebih tebal imannya dan yang hanya orang pasik yang akan semakin sesat karena menolak petunjuk Allah.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari ‘Abdulghani bin Sa’id ats-Tsaqafi, dari Musa bin ‘Abdirrahman, dari Ibnu Juraij dari ‘Atha’, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. ‘Abdulghani itu sangat daif. Bahwa surat Al-Baqarah ayat 26 tersebut diturunkan sehubungan denngan surah al-Hajj atau 73 dan surat al-Ankabuut ayat 41, dengan reaksi kaum munafikin yang berkata: “Bagaimana pandanganmu tentang Allah yang menerangkan lalat dan laba-laba di dalam al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad. Apakah ini bukan bikinan Muhammad?”

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Tafsir-nya, dari Ma’mar, yang bersumber dari Qatadah. Bahwa ketika Allah menerangkan laba-laba dan lalat dalam surah al-Hajj ayat 73 dan surah 29 al-Ankabuut ayat 41, kaum musyrikin berkata: “Apa gunanya laba-laba dan lalat diterangkan di dalam al-Qur’an?” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 26).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Hasan. Bahwa ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 26) diturunkan sehubungan dengan dengan surah al-Hajj ayat 73 dan surah al-Ankabuut ayat 41, dengan reaksi kaum musyrikin yang berkata: “Contoh macam apakah ini yang tidak patut dibuat perumpamaan?”

Keterangan: menurut as-Suyuti, pendapat yang pertama (Ibnu Jarir) lebih shahih isnadnya dan lebih munasabah dengan permulaan surah. Sedangkan yang menerangkan kaum musyrikin, tidak sesuai dengan keadaan ayat Madaniyah (yang diturunkan di Madinah).
Adapun yang diriwayatkan oleh al-Wahidi (sebagaimana telah dikemukakan di atas) yang bersumber dari Qatadah dan al-Hasan, dengan tidak pakai isnad, munasabah apabila menggunakan kata, “Berkatalah kaum Yahudi”.

44. “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
(Al-Baqarah: 44)

Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan ats-Tsa’labi, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 44) tentang seorang Yahudi Madinah yang pada waktu itu berkata kepada mantunya, kaum kerabatnya, dan saudara sesusuannya yang telah masuk agama Islam: “Tetaplah kamu pada agama yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh Muhammad, karena perintahnya benar.” Ia menyuruh orang lain berbuat baik, tetapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya. Ayat ini (Al-Baqarah: 44) sebagai peringatan kepada orang yang melakukan perbuatan seperti itu.

62. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah[57], hari Kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Al-Baqarah: 62)

[56] Shabiin ialah orang-orang yang mengikuti syari’at nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa.
[57] orang-orang mukmin begitu pula orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang beriman kepada Allah termasuk iman kepada Muhammad s.a.w., percaya kepada hari akhirat dan mengerjakan amalan yang saleh, mereka mendapat pahala dari Allah.
[58] ialah perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama islam, baik yang berhubungan dengan agama atau tidak.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Htim dan al-‘Adni di dalam Musnad-nya, dari Ibnu Abi Najih, yang bersumber dari Mujahid. Bahwa Salman bertanya kepada Nabi saw. tentang penganut agama yang pernah ia anut bersama mereka. Kemudian ia menerangkan cara shalat dan ibadahnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 62) sebagai penegasan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan berbuat saleh akan mendapat pahala dari Allah swt.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi, dari ‘Abdullah bin Katsir, yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ketika Salman menceritakan kepada Rasulullah kisah teman-temannya, maka Nabi saw. bersabda: “Mereka di neraka.” Salman berkata: “Seolah gelap gulitalah bumi bagiku. Akan tetapi turun ayat ini (al-Baqarah: 62), seolah-olah terang benderang dunia bagiku.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 62) turun berkenaan dengan teman-teman Salman al-Farisi.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (1)

7 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

albaqarah 1 copy

1. “Alif laam miin[10].”
(Al-Baqarah: 1)

[10] ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.

albaqarah 2-

2. “Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],”
(Al-Baqarah: 2)

[11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[12] takwa yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.

albaqarah 3

3. “(yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.”
(Al-Baqarah: 3)

[13] Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[14] yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang ghjaib yaitu, mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, Karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
[15] Shalat menurut bahasa ‘Arab: doa. menurut istilah syara’ ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu’, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
[16] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang Telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari’atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.

4. “Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].”
(Al-Baqarah: 4)

[17] Kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Quran yang diturunkan kepada para rasul. Allah menurunkan Kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.
[18] Yakin ialah kepercayaan yang Kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikitpun. akhirat lawan dunia. kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah dunia berakhir. yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.

5. “Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].”
(Al-Baqarah: 5)

[19] ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya.

6. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”
(Al-Baqarah: 6)

7. “Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup[21]. dan bagi mereka siksa yang amat berat.”
(Al-Baqarah: 7)

[20] yakni orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas padanya.
[21] Maksudnya: mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al Quran yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri.

8. “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian[22],’ pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”
(Al-Baqarah: 8)

[22] Hari kemudian ialah: mulai dari waktu mahluk dikumpulkan di padang mahsyar sampai waktu yang tak ada batasnya.

9. “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”
(Al-Baqarah: 9)

10. “Dalam hati mereka ada penyakit[23], lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
(Al-Baqarah: 10)

[23] yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.

11. “Dan bila dikatakan kepada mereka:’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]’. mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.’”
(Al-Baqarah: 11)

[24] kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.

12. “Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
(Al-Baqarah: 12)

13. “Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman.” mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?” Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.”
(Al-Baqarah: 13)

14. “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: ‘Kami Telah beriman’. dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.’”
(Al-Baqarah: 14)

[25] Maksudnya: pemimpin-pemimpin mereka.

15. “Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.”
(Al-Baqarah: 15)

16. “Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
(Al-Baqarah: 16)

17. “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api[26], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat.”
(Al-Baqarah: 17)

[26] orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, Karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas.

18. “Mereka tuli, bisu dan buta[27], Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),”
(Al-Baqarah: 18)

[27] walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan buta oleh Karena tidak dapat menerima kebenaran.

19. “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati[28]. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir[29].”
(Al-Baqarah: 19)

[28] keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. mereka menyumbat telinganya Karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu.
[29] maksudnya pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi orang-orang kafir.

20. “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
(al-Baqarah: 20)

Diriwayatkan oleh al-Faryabi dan Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid bahwa empat ayat pertama dari surah al-Baqarah (Al-Baqarah: 2-5) membicarakan sifat-sifat dan perbuatan kaum Mukminin, dua ayat berikutnya (Al-Baqarah: 6-7) tentang kaum kafirin yang menegaskan bahwa hati, pendengaran dan penglihatan mereka tertutup –diperingatkan atau tidak diperingatkan, mereka tetap tidak akan beriman-, dan tiga belas ayat selanjutnya (Al-Baqarah: 8-20) menegaskan ciri-ciri, sifat, dan kelakuan munafikin.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi ‘Ikrimah, dari Sa’id bin Jubair, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa firman Allah, innal ladziina kafaruu sawaa-un ‘alaihim…(sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka..) sampai.. wa lahum ‘adzaabun ‘azhiim (… dan bagi mereka siksa yang amat berat) (Al-Baqarah: 6-7) diturunkan berkenaan dengan kaum Yahudi Madinah, yang menjelaskan bahwa mereka itu, walaupun diperingatkan, tetap tidak akan beriman.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ar-Rabi’ bin Anas. Bahwa dua ayat ini (Al-Baqarah: 6-7) diturunkan di dalam peperangan Ahzab.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan ats-Tsa’labi, dari Muhammad bin Marwan dan as-Suddish Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Sanad hadits ini sangat daif, karena as-Suddish Saghir itu seorang pendusta, serta al-Kalbi dan Abu Shalih itu daif. Bahwa firman Allah, wa idzaa laqul ladziina aamanuu…(dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman…) (Al-Baqarah: 14) diturunkan berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, dalam peristiwa sebagai berikut: Pada suatu hari saat mereka bertemu dengan beberapa shahabat Nabi saw., ‘Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya: “Lihatlah, bagaimana caraku mempermainkan mereka yang bodoh-bodoh ditu.” Ia pun mendekat dan menjabat tangan Abu Bakr sambil berkata: “Selamat Penghulu Bani Taim dan Syaikhul Islam, orang kedua beserta Rasulullah di Gua (Tsaur), dan yang mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah.” Kemudia ia menjabat tangan ‘Umar sambil berkata: “Selamat Penghulu Bani ‘Adi bin Ka’b, yang mendapat gelaran al-Faruuq, yang kuat memegang agama Allah, yang mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah.” Kemudian ia menjabat tangan ‘Ali bin Abi Thalib sambil berkata: “Selamat Penghulu Bani Hasyim sesudah Rasulullah.” Setelah itu merekapun berpisah. Berkatalah ‘Abdullah bin Ubay kepada kawan-kawannya: “Sebagaimana kamu lihat perbuatanku tadi, jika kamu bertemu dengan mereka, berbuatlah seperti apa yang aku lakukan.” Kawan-kawannyapun memuji-muji ‘Abdullah bin Ubay. Setibanya kaum Muslimin (Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Ali) di hadapan Rasulullah saw., mereka memberitahukan peristiwa tadi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 14). Ayat ini membeberkan kepalsuan golongan munafik dalam menghadapi kaum Muslimin.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Shalih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, Murrah, Ibnu Mas’ud, dan beberapa orang shahabat lainnya. Bahwa dua orang munafik Madinah lari dari Rasulullah kepada kaum musyrikin. Di jalan ditimpa hujan (sebagaimana diterangkan di dalam surah Al-Baqarah ayat 19-20), hujan tersebut mengandung guruh yang dahsyat, petir dan kilat). Tiap kali ada petir, mereka menutup telinga dengan jari, karena takut memekakkan telinga, dan mati karenanya. Apabila kilat bersinar, mereka berjalan, dan apabila tiada sinar kilat, mereka tidak dapat melihat. Mereka kembali ke jalan semula untuk pulang dan menyesali perbuatan mereka. Keesokan harinya mereka menghadap Rasulullah saw. menyerahkan diri masuk Islam sebaik-baiknya. Allah mengumpamakan kejadian dua orang munafik ini kepada kaum munafikin lainnya yang ada di Madinah. Apabila menghadiri majelis Rasulullah saw. mereka menutup telinga dengan jarinya karena takut terkena oleh sabda Rasulullah yang menerangkan hal ihwal mereka sehingga terbongkarlah rahasianya, atau mereka jadi tunduk, karena terpikat hatinya. Perbandingan antara kedua orang munafik dengan munafikin Madinah adalah:
1. Kedua orang munafik menutup telinga karena takut mendengar guruh yang memekakkan, dan apabila kilat bersinar, mereka berjalan. Sedang kaum munafikin Madinah menutup telinga karena takut terkena sabda Rasul, akan tetapi di saat banyak harta, anak buah, dan mendapat ghanimah atau kemenangan, mereka ikut serta kaum Muslimin dan berkata: “Nyatalah sekarang benarnya agama Muhammad itu.” Dan mereka merasa tenteram.
2. Kedua orang munafik apabila tiada cahaya kilat, mereka berhenti dan tertegun. Sedang kaum munafikin Madinah apabila habis hartanya, anak buahnya, dan terkena musibah, mereka berkata: “Inilah akibat agama Muhammad.” Mereka kembali murtad dan kufur.

Sumber: Al-Qur’anun Karim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh;

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (9)

7 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

186. “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
(Ali ‘Imraan: 186)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir dengan sanad yang hasan, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (Ali ‘Imraan: 186) turun berkenaan dengan peristiwa Abu Bakr dengan Fanhash, tentang ucapannya: “Allah itu miskin dan kami kaya”.

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar, dari az-Zuhri, yang bersumber dari ‘Abdurrahman bin Ka’b bin Malik. Bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 186) berkenaan dengan Ka’b bin al-Asyraf yang mencaci maki Nabi Saw. dan shahabat-shahabat beliau dengan syair.

188. “Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang Telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.”
(Ali ‘Imraan: 188)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan dan lain-lain, yang bersumber dari Hamid bin ‘Abdirrahman bin ‘Auf. Bahwa Marwan berkata kepada juru pintunya: “Hai Rafi’, berangkatlah menemui Ibnu ‘Abbas, dan katakan kepadanya bahwa sekiranya orang akan disiksa karena merasa gembira dengan apa yang telah diperolehnya dan ingin dipuji atas perbuatan yang tidak mereka kerjakan, pasti kita semua akan disiksa.” Maka berkatalah Ibnu ‘Abbas: “Apa yang menjadi masalah kalian tentang ayat ini (Ali ‘Imraan: 188)? Turunnya ayat ini berkenaan dengan ahli kitab. Ketika Nabi saw. bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka menutupinya dengan memberikan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan itu. Kemudian mereka keluar dan memberitahukan kepada teman-temannya dengan gembira bahwa mereka telah dapat menjawab pertanyaan Rasul dengan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan beliau. Dengan cara itu mereka berharap mendapat pujian atas perbuatannya.”

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Abu Sa’id al Khudri bahwa apabila Rasulullah saw. pergi berjihad, beberapa orang munafik meninggalkan diri dan bergembira karena bisa tetap melaksanakan kesibukan sehari-hari, tanpa ikut jihad bersama Rasulullah. Akan tetapi apabila Rasulullah saw. telah tiba kembali dari jihad dengan membawa kemenangan, mereka meminta maaf dengan mengemukakan berbagai alasan sambil bersumpah dengan harapan perbuatan itu terpuji tanpa ikut serta berjihad. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 188).

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Tafsir-nya, yang bersumber dari Zaid bin Aslam. Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari beberapa tabiin. Bahwa ketika Rafi’ bin Khadij dan Zaid bin Tsabit sedang duduk-duduk bersama Marwan, berkatalah Marwan: “Tentang apakah turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 188)?” Rafi’ menjawab:”Turunnya ayat ini bekenaan dengan sebagian orang-orang munafik. Apabila Rasul saw. akan berangkat berjihad, mereka meminta izin karena berhalangan, dengan mengemukakan bahwa mereka sesungguhnya ingin ikut serta berjihad bersama Rasul, akan tetapi kesibukan sehari-hari tak dapat ditinggalkan. Maka turunlah ayat tersebut berkenaandengan mereka.” Marwan seolah-olah tidak percaya kepada Rafi’ sehingga Rafi’ pun merasa kaget dan gelisah. Maka berkatalah Rafi’ kepada Zaid bin Tsabit: “Demi Allah, saya bertanya kepada engkau, apakah engkau mengetahui kejadian yang aku katakan tadi?” Zaid menjawab: “Ya.”

Keterangan: menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, berdasarkan kedua hadits tersebut di atas, atas dasar tariiqatul jam’i, dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat di atas (Ali ‘Imraan: 188) berkenaan dengan kedua peristiwa yang hampir bersamaan kejadiannya.
Selanjutnya Ibnu Hajar mengemukakan bahwa al-Farra’ menceritakan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kaum Yahudi yang tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul, dengan berkata: “Kami ahli kitab yang pertama, bersembahyang dan taat.”
Dijelaskan pula oleh Ibnu Jarir bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 188) berkenaan dengan semua kejadian tersebut.

190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,”
(Ali ‘Imraan: 190)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang Quraisy datang kepada Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?” Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya.” Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “Mukjizat apa yang dibawa ‘Isa pada kalian?” Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak, dan menghidupkan orang mati.” Kemudian mereka menghadap Nabi saw. dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Rabb-mu agar gunung Shafa ini dijadikan emas.” Lalu Rasulullah saw. berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 190), sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal.

195. “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”
(Ali ‘Imraan: 195)

[259] maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, Sa’id bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ummu Salamah, bahwa Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulallah. Saya tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam al-Qur’an mengenai peristiwa hijrah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 195) sebagai penegasan atas pertanyaannya.

199. “Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.”
(Ali ‘Imraan: 199)

Diriwayatkan oleh an-Nasa-i yang bersumber dari Anas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir. Bahwa ketika datang berita kematian an-Najasi (Raja Habasyah), bersabdalah Rasulullah saw.: “Mari kita shalatkan.” Para shahabat bertanya: “Apakah kita menyalatkan hamba Habasyi?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 199), sebagai penegasan bahwa orang yang meninggal itu adalah seorang Mukmin.

Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Zubair, bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 199) berkenaan dengan an-Najasyi.

Sumber: Al-Qur’anul Karim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (8)

7 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

172. “(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.”
(Ali ‘Imraan: 172)

174. “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar[251].”
(Ali ‘Imraan: 174)

[251] ayat 172, 173, dan 174, di atas membicarakan tentang peristiwa perang Badar Shughra (Badar kecil) yang terjadi setahun sesudah perang Uhud. sewaktu meninggalkan perang Uhud itu, abu Sufyan pemimpin orang Quraisy menantang nabi dan sahabat-sahabat beliau bahwa dia bersedia bertemu kembali dengan kaum muslimin pada tahun berikutnya di Badar. tetapi Karena tahun itu (4 H) musim paceklik dan abu Sufyan sendiri waktu itu merasa takut, Maka dia beserta tentaranya tidak jadi meneruskan perjalanan ke Badar, lalu dia menyuruh Nu’aim ibnu Mas’ud dan kawan-kawan pergi ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum muslimin dengan menyebarkan kabar bohong, seperti yang disebut dalam ayat 173. namun demikian nabi beserta sahabat-sahabat tetap maju ke Badar. oleh Karena tidak terjadi perang, dan pada waktu itu di Badar kebetulan musim pasar, Maka kaum muslimin melakukan perdagangan dan memperoleh laba yang besar. keuntungan Ini mereka bawa pulang ke Madinah seperti yang tersebut pada ayat 174.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Allah swt. menanamkan rasa takut di hati Abu Sufyan pada perang Uhud, setelah mampu mencerai-beraikan pasukan Islam. Kemudian ia pulang ke Mekah. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Abu Sufyan terpukul mentalnya, ia pulang, dan Allah menanamkan rasa takut di dalam hatinya.”
Perang Uhud itu terjadi pada bulan syawal. Sebulan kemudian, yaitu pada bulan Zulkaidah, para pedagang Quraisy menuju ke Madinah dan berhenti di Badr Shugra. Di saat itu kaum Muslimin sedang menderita akibat luka-luka perang Uhud. Rasulullah saw. menyeru para shahabatnya untuk berangkat menuju ke tempat mereka. Maka datanglah setan menakut-nakuti kekasih Allah (para shahabat) dengan berkata: “Sesungguhnya musuh telah siap sedia dengan bala tentara dan bekalnya untuk memerangimu.” Sehingga para shahabat enggan mengikuti Rasul. Rasulullah saw. bersabda: “Aku akan berangkat walau tak ada seorangpun yang ikut denganku.” Maka berdirilah Abu Bakr yang diikuti ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Zubair, Sa’d, Thalhah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah bin al-Yaman, dan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah, sehingga mencapai jumlah tujuh puluh orang. Mereka berangkat mencari Abu Sufyan hingga sampai ke ash-Shafra’. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 172) sebagai pujian terhadap orang yang menyambut seruan Allah dan Rasulullah saw..

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika kaum musyrikin pulang dari perang Uhud, mereka berkata: “Mengapa kalian tidak bunuh Muhammad, dan merampas gadis Madinah? Alangkah buruknya perbuatan itu, pulanglah kalian kembali!” Hal itu terdengar oleh Rasulullah saw., sehingga beliaupun menyiapkan pasukan yang menyambut baik seruannya. Kemudian mereka mengejar kaum musyrikin hingga sampai ke Hamra-ul Asad atau Bi’ru Abi ‘Utbah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 172) sebagai pujian atas sambutan para shahabat.
Dalam hadits itu pula dikemukakan bahwa Abu Sufyan pernah berkata kepada Nabi saw.: “Hidupmu akan berakhir di musim pasar di Badr, tempat kawan-kawanku dulu terbunuh (pada perang Badr yang lalu).” Di antara para shahabat itu ada yang lesu dan enggan, terus pulang, sedang yang bersemangat bersiap siaga untuk berperang dan berdagang. Ketika Rasul dan shahabat-shahabatnya sampai di Badr (di musim pasar), tak seorangpun pasukan Abu Sufyan yang ada di sana. Merekapun berdaganglah. Maka turunlah ayat di atas (Ali ‘Imraan: 174) yang menceritakan keadaan para shahabat yang mendapat nikmat dan karunia Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Rafi’ bahwa Nabi saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib untuk memimpin pasukan mencari Abu Sufyan. Bertemulah mereka dengan seorang Badui di Khuza’ah, yang berkata: “Sesungguhnya kaum (Quraisy) telah berkumpul dan bersiap siaga menggempur kalian.” Mereka berkata: “Cukuplah Allah yang akan membela kami, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong dan Penjaga.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 174) yang memuji kaum Muslimin yang berjuang di jalan Allah.

181. “Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”. kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar”.
(Ali ‘Imraan: 181)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatimm, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa suatu ketika Abu Bakr masuk ke tempat pendidikan Taurat. Didapatinya orang-orang Yahudi sedang mengelilingi Fanhash. Ia berkata kepada Abu Bakr: “Demi Allah, hai Abu Bakr. Kami tidak butuh kepada Allah, tetapi Allah-lah yang butuh kepada kami. Sekiranya Dia kaya, tentu Dia tidak akan meminjam apa-apa dari kami sebagaimana yang dianggap oleh shahabatmu (Muhammad)” (lihat al-Baqarah: 245). Marahlah Abu Bakr kepadanya serta memukul mukanya. Fanhash berangkat menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Hai Muhammad. Lihat apa yang dilakukan shahabatmu terhadapku.” Nabi saw. bersabda: “Apa sebabnya engkau berbuat demikian wahai Abu Bakr?” Abu Bakr menjawab: “Ya Rasulallah. Ia telah berkata dengan perkataan yang sangat besar (dosanya): menganggap Allah itu miskin dan mereka kaya, tidak butuh kepada Allah.” Fanhash memungkiri dan mendustakan ucapan Abu Bakr. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 181) yang menegaskan sifat-sifat Yahudi yang keji.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Yahudi menghadap Nabi saw. ketika turun ayat , mang dzal ladzii yuqridlullaaha qardlan hasanaa…(siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik [menafkahkan hartanya di jalan Allah]…) (Al-Baqarah: 245). Mereka berkata: “Hai Muhammad. Rabb-mu itu miskin. Dia meminta kepada hamba-Nya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 181) sebagai ancaman terhadap ucapan seperti ucapan Yahudi itu.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;