Arsip | 13.44

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (24)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surah al baqarah ayat 278-279“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 278) “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (al-Baqarah: 279)

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnad-nya dan Ibnu Mandah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 278-279) berkenaan dengan pengaduan Banil Mughirah kepada gubernur Mekah, ‘Attab bin As-yad, setelah fathu Makkah, tentang hutang-hutangnya yang beriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Bani ‘Amr bin As-yad: “Kami adalah orang yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena menaati hukum penghapusan riba.” Maka berkata Bani ‘Amr: “Kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami.” Maka Gubernur ‘Attab menulis surat kepada Rasulullah saw., yang dijawab oleh beliau sesuai dengan ayat di atas (al-Baqarah: 278-279).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Bahwa Bani Tsaqif ini antara lain: Mas’ud, Habib, Rabi’ah, dan ‘Abdu Yalail. Mereka ini termasuk Bani ‘Amr dan Bani ‘Umair.

tulisan arab surat albaqarah ayat 284tulisan arab surat albaqarah ayat 285-286“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Baqarah: 284) “Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (mereka berdoa): ‘Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’” (al-Baqarah: 285) “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma’aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’” (al-Baqarah: 286)

Diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Hurairah. Dan diriwayatkan pula oleh Muslim dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika turun ayat,….wa ing tubduu maa fii angfusikum au tukhfuuhu yuhasbikum bihillaah…(..dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu…) (al-Baqarah: 284), para shahabat merasa keberatan, sehingga datang kepada Rasulullah sambil berlutut memohon keringanan, dengan berkata: “Kami tidak mampu mengikuti ayat ini (al-Baqarah: 284).” Nabi saw. bersabda: “Apakah kalian akan berkata ‘sami’naa wa ‘ashainaa’ (kami mendengar, akan tetapi tidak mau menurut) seperti yang diucapkan oleh ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelum kalian? Ucapkanlah, sami’naa wa atha’naa ghufraanaka rabbanaa wa ilaikal mashiir (kami mendengar dan taat; ampunilah kami ya Rabbanaa, hanya kepada-Mu lah tempat kembali).” Setelah dibacakan kepada para shahabat dan lidah merekapun sudah terbiasa, turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 285). Kemudian mereka melaksanakan ayat tersebut (al-Baqarah: 285). Lalu turunlah ayat selanjutnya (al-Baqarah: 286).

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (23)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 257“Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 257)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Abdah bin Abi Lubabah. Bahwa awal ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 257) sampai dengan…ilan nuur…(…kepada cahaya [iman]..), ditujukan kepada mereka yang beriman kepada ‘Isa. Kemudian setelah Nabi Muhammad saw. diutus, merekapun beriman kepadanya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 257) ditujukan kepada kaum yang beriman kepada ‘Isa dan tidak beriman kepadanya. Setelah Nabi Muhammad saw. diutus, yang beriman kepada ‘Isa kufur kepada Nabi Muhammad saw, dan yang kufur kepada ‘Isa beriman kepada Nabi Muhammad.

tulisan arab surah al baqarah ayat 267“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah: 267)

Diriwayatkan oleh al-Hakim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain, yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) berkenaan dengan kaum Anshar yang mempunyai kebun kurma. Ada yang mengeluarkan zakatnya sesuai dengan penghasilannya, tetapi ada juga yang tidak suka berbuat baik. Mereka (yang tidak suka berbuat baik) ini menyerahkan kurma yang berkualitas rendah dan busuk. Ayat tersebut di atas sebagai teguran atas perbuatan mereka.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan al-Hakim, yang bersumber dari Sahl bin Hanif. Bahwa ada orang-orang yang memilih kurma yang jelek untuk dizakatkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai teguran atas perbuatan mereka.

Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Jabir. Bahwa Nabi saw. memerintahkan berzakat dengan satu sha’ kurma. Pada waktu itu datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang sangat rendah kualitasnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai petunjuk supaya mengeluarkan yang baik dari hasil kasabnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa para shahabat Nabi saw. ada yang membeli makanan yang murah untuk disedekahkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai petunjuk kepada mereka.

tulisan arab surah al baqarah ayat 272“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-Baqarah: 272)

Diriwayatkan oleh an-Nasa-i, al-Hakim, al-Bazzar, ath-Thabarani, dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ada orang-orang yang tidak rela memberi sedikitpun dari hartanya kepada keluarga yang musyrik. Ketika mereka bertanya kepada Rasulullah saw., beliau membenarkannya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 272) yang membolehkan memberi sedekah kepada kaum musyrikin.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Nabi saw. melarang umatnya bersedekah, kecuali bersedekah kepada kaum Muslimin. Setelah turun ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 272), beliau memerintahkan memberi sedekah kepada orang yang beragama apapun, dan datang meminta kepadanya.

tulisan arab surah al baqarah ayat 274“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah: 274)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim, dari Yazid bin ‘Abdillah bin Gharib, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya. Yazid dan bapaknya (‘Abdullah) adalah perawi yang majhuul (tidak dikenal). Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 274) berkenaan dengan orang-orang yang menginfakkan kudanya (untuk perang fisabilillah).

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ath-Thabarani, dengan sanad yang daif, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 274) berkenaan dengan ‘Ali bin Abi Thalib yang mempunyai empat dirham. Ia mendermakan satu dirham pada malam hari, satu dirham pada siang hari, satu dirham sercara diam-diam, dan satu dirham lagi secara terang-terangan.

Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnul Musayyab. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 274) turun berkenaan dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan ‘Utsman bin ‘Affan yang memberi derma kepada Jaisyul ‘Usrah (pasukan yang dibentuk pada musim paceklik), untuk perang Tabuk.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (22)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-Qur’an

tulisan arab surah al baqarah ayat 240“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(al-Baqarah: 240)

Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih di dalam Tafsir-nya yang bersumber dari Muqatil bin Hibban. Bahwa seorang laki-laki dari Thaif datang ke Madinah bersama anak-istri dan kedua orang tuanya, yang kemudian meninggal dunia di sana. Hal ini disampaikan kepada Nabi saw.. Beliau membagikan harta peninggalannya kepada anak-anak dan ibu-bapaknya, sedang istrinya tidak diberi bagian. Hanya saja mereka yang diberi bagian diperintahkan untuk memberi belanja kepadanya dari tirkah (peninggalan) suaminya itu selam satu tahun. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 240) yang membenarkan tindakan Rasulullah saw. untuk memberikan nafkah selama setahun kepada istri yang ditinggal mati oleh suaminya.

tulisan arab surah al baqarah ayat 241“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah[153] menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 241)

[153] mut’ah (pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Zaid. Bahwa ketika turun ayat,…wa matti’uuhunna ‘alal muusi’i qadaruhuu wa ‘alal muqtiri qadaruh…(…dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah [pemberian] kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya [pula]..) (al-Baqarah: 236), berkatalah seorang laki-laki: “Jika keadaanku sedang baik, akan aku lakukan, tapi jika aku tidak mau, aku tidak akan melakukannya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 241), yang menegaskan kewajiban suami untuk memberi bekal kepada istrinya yang telah diceraikan.

tulisan arab surah al baqarah ayat 245“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (al-Baqarah: 245)

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Kitab Shahih-nya, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa ketika turun ayat, matsalul ladziina yungfiquuna amwaalahum fi sabiilillaahi ka matsali habbah…(perumpamaan [nafkah yang dikeluarkan oleh] orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 261), berdoalah Rasulullah saw.: “Ya Rabb. Semoga Engkau melipatgandakan untuk umatku.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 245) yang menjanjikan akan melipatgandakan tanpa batas.

tulisan arab surat albaqarah ayat 256“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 256)

[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Hibban, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa sebelum Islam datang, ada seorang wanita yang selalu kematian anaknya. Ia berjanji kepada dirinya, apabila mempunyai anak dan hidup, ia akan menjadikannya Yahudi. Ketika Islam datang dan kaum Yahudi Banin Nadlir diusir dari Madinah (karena pengkhianatannya), ternyata anak tersebut dan beberapa anak lainnya yang sudah termasuk keluarga Anshar, terdapat bersama-sama kaum Yahudi. Berkatalah kaum Anshar: “Jangan kita biarkan anak-anak itu bersama mereka.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 256) sebagai teguran bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 256) berkenaan dengan al-Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi saw.: “Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (21)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 231“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka[145]. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah: 231)

[145] Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya, kemudian merujuknya sebelum habis idahnya, terus menceraikannya lagi dengan maksud menyusahkan dan mengikat istrinya agar tidak bisa kawin dengan yang lain. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 231)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 231) berkenaan dengan Tsabit bin Yasar al-Anshari yang menalak istrinya. Tetapi setelah hampir habis idahnya, ia merujuknya kembali, lalu menceraikannya lagi, dengan maksud menyakiti istrinya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Umar di dalam Musnad-nya dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Abud Darda’. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir yang besumber dari ‘Ubadah bin ash-Shamit. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan, yang haditsnya mursal. Bahwa seorang laki-laki menalak istrinya, kemudian berkata: “Sebenarnya aku hanya main-main saja.” Kemudian ia memerdekakan hambanya, tetapi tidak lama kemudian ia berkata: “Aku hanya main-main saja.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 231) sebagai teguran atas perbuatan seperti itu.

tulisan arab surat albaqarah ayat 232“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”  (al-Baqarah: 232)

[146] kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan lain-lain, yang bersumber dari Ma’qil bin Yasar. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari beberap sumber. Bahwa Ma’qil bin Yasar mengawinkan saudaranya kepada seorang laki-laki Muslim. Beberapa lama kemudian, dicerainya dengan satu talak. Setelah habis idahnya, mereka berdua ingin kembali lagi. Maka datanglah laki-laki tadi bersama ‘Umar bin al-Khaththab untuk meminangnya. Ma’qil menjawab: “Hai orang celaka. Aku memuliakan kamu, dan aku kawinkan kamu dengan saudaraku, tapi kamu ceraikan dia. Demi Allah dia tidak akan aku kembalikan kepadamu.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 232) yang melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Ketika Ma’qil mendengar ayat itu, ia berkata: “Aku dengar, dan kutaati Rabb-ku.” Ia memanggil orang itu dan berkata: “Aku kawinkan kamu kepadanya dan aku muliakan kamu.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari as-Suddi. Riwayat yang bersumber dari Ma’qil lebih shahih dan lebih kuat. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 232) berkenaan dengan Jabir bin ‘Abdillah al-Anshari yang mempunyai saudara misan, yang telah dicerai oleh suaminya dengan satu talak. Setelah habis idahnya, bekas suaminya datang kembali. Akan tetapi Jabir tidak mau meluluskan pinangannyaa, padahal si wanita itu ingin kembali kepada bekas suaminya. Ayat ini melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.

tulisan arab surah al baqarah ayat 238“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (al-Baqarah: 238)

[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari di dalam Tarikh-nya, Abu Dawud, al-Baihaqi, dan Ibnu Jabir, yang bersumber dari Zaid binTsabit. Bahwa Nabi saw. shalat dzuhur di waktu hari sangat panas. Shalat seperti itu sangat berat dirasakan oleh shahabat-shahabatnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 238) yang menyuruh melaksanakan shalat bagaimanapun beratnya.

Diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa-i, dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari Zaid bin Tsabit. Bahwa Nabi saw. shalat dzuhur di waktu hari sangat panas. Di belakang Rasulullah tidak lebih dari satu atau dua shaf saja yang mengikutinya. Kebanyakan di antara mereka sedang tidur siang, ada pula yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 238)

Diriwayatkan oleh Imam yang enam dan yang lainnya, yang bersumber dari Zaid bin Arqam. Bahwa pada zaman Rasulullah saw. ada orang-orang yang suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat mereka shalat. Maka turunlah ayat,…wa quumuu lillaahi qaanitiin (berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusuk) (al-Baqarah: 238) yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat, dan melarang bercakap-cakap.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ada orang-orang yang bercakap-cakap di waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat, ….wa quumuu lillaahi qaanitiin (berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusuk) (al-Baqarah: 238), yang memerintahkan supaya khusuk manakala shalat.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (20)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qura’an

tulisan arab surah al baqarah ayat 224“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia[139]. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 224)

[139] Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak Yatim. tetapi apabila sumpah itu Telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 224) diturunkan berkenaan dengan sumpah Abu Bakr untuk tidak memberi belanja lagi kepada Misthah, karena ia ikut memfitnah Siti ‘Aisyah. Ayat tersebut di ata sebagai teguran agar sumpah itu tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan.

tulisan arab surat albaqarah ayat 228“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 228)

[142] Quru’ dapat diartikan Suci atau haidh.
[143] hal Ini disebabkan Karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat surat An Nisaa’ ayat 34).

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Asma’ binti Yazid bin as-Sakan. Bahwa Asma’ binti Yazid bin as-Sakan al-Anshariyyah berkata mengenai turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 228) sebagai berikut: “Pada zaman Rasulullah saw. aku ditalak oleh suamiku di saat belum ada hukum idah bagi wanita yang ditalak. Maka Allah menetapkan hukum idah bagi wanita, yaitu menunggu setelah bersuci dari tiga kali haid.”

Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dan Hibatullah bin Salamah di dalam kitab an-Nasikh, yang bersumber dari al-Kalbi dan Muqatil. Bahwa Isma’il bin ‘Abdillah al-Ghifari mencerai istrinya, Qathilah, di zaman Rasulullah saw., ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah ia mengetahuinya, iapun rujuk kepada istrinya. Istrinya melahirkan dan meninggal, demikian juga bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 228) yang menegaskan betapa pentingnya masa idah bagi wanita, untuk mengetahui hamil tidaknya seorang istri.

tulisan arab surat albaqarah ayat 229-230“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 229)

[144] ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan ‘iwadh. Kulu’ yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut ‘iwadh.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Aisyah. Bahwa seorang laki-laki menalak istrinya sekehendak hati. Menurut anggapannya, selama rujuk itu dilakukan dalam masa idah, wanita itu tetap istrinya, walaupun sudah seratus kali ditalak ataupun lebih. Laki-laki itu berkata kepada istrinya: “Demi Allah, aku tidak akan menalakmu, dan kamu tetap berdiri di sampingku sebagai istriku, dan aku tidak akan menggaulimu sama sekali.” Istrinya berkata: “Apa yang akan kamu lakukan?” Suaminya menjawab: “Aku menceraikanmu, kemudian apabila akan habis idahmu, aku akan rujuk lagi.” Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah saw. untuk menceritakan hal itu. Rasulullah terdiam, sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 229) sampai kata…bi ihsaan…(…dengan cara yang baik..).

Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab an-Naasikh wal Mansuukh, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa seorang laki-laki memakan harta benda istrinya dan maskawin yang ia berikan sewaktu kawin, dan juga harta lainnya. Ia menganggap bahwa perbuatannya itu tidak berdosa. Maka turunlah ayat,….wa laa yahillu lakum ang ta’khudzuu…(… tidak halal bagi kamu mengambil kembali..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 229), yang melarang merampas hak istri.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa turunnya ayat.. wa laa yahillu lakum..(…tidak halal bagi kamu..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 229), berkenaan dengan Habibah yang mengadu kepada Rasulullah saw. tentang suaminya yang bernama Tsabit bin Qais. Rasulullah saw. bersabda: “Apakah engkau sanggup memberikan kembali kebunnya (maskawinnya)?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian Rasulullah saw. memanggil Tsabit bin Qais seraya menerangkan pengaduan istrinya yang akan mengembalikan kebunnya. Maka berkatalah Tsabit bin Qais: “Apakah kebun itu halal bagiku?” Nabi menjawab: “Ya.” Ia berkta: “Saya terima.”
Kejadian ini membenarkan seorang suami menerima kembali maskawin yang dikembalikan istrinya sebagai tanda sahnya si istri memutus hubungan perkawinan.

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.” (al-Baqarah: 230)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muqatil bin Hibban. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 230) berkenaan dengan pengaduan ‘Aisyah binti ‘Abdirrahman bin ‘Atik kepada Rasulullah saw. bahwa ia telah ditalak oleh suaminya yang kedua (‘Abdurrahman bin Zubair al-Qurazhi) dan akan kembali kepada suaminya yang pertama (Rifa’ah bin Wahb bin ‘Atik) yang telah menalak baa’in (talak yang tidak bisa dirujuk karena sudah 3 kali, kecuali kalau si istri telah kawin dulu dengan yang lain). ‘Aisyah berkata: “Abdurrahman bin Zubair telah menalak saya sebelum menggauli. Apakah saya boleh kembali kepada suami yang pertama?” Nabi menjawab: “Tidak, kecuali kamu sudah digauli oleh suami kedua.”
Kejadian ini membenarkan seorang suami yang telah menalak baa’in istrinya untuk mengawini kembali istrinya, setelah istrinya itu digauli dan diceraikan oleh suaminya yang kedua.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (19)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qu’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 221“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (al-Baqarah: 221)

Diriwayatkan oleh Ibnul Mudzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi, yang bersumber dari Muqatil. Bahwa turunnya ayat, wa laa tangkihul musyrikaati hattaa yu’minn..(dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman..) (al-Baqarah: 221) sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi saw. untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari as-Suddi, dari Abu Malik, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi, hadits ini munqathi’. Bahwa kelanjutan ayat tersebut di atas, mulai dari… wa laa amatum mu’minatun khair…(…sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 221), berkenaan dengan ‘Abdullah bin Rawahah yang mempunyai hamba sahaya wanita yang hitam. Pada suatu waktu ia marah kepadanya, sampai menamparnya. Ia menyesali kejadian itu, lalu menghadap Nabi saw. ia menceritakan hal itu seraya berkata: “Saya akan memerdekakan dia dan mengawininya.” Kemudian iapun melaksanakannya. Pada waktu itu orang-orang mencela dan mengejeknya atas perbuatannya itu. Ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 221) menegaskan bahwa kawin dengan seorang hamba sahaya Muslimah, lebih baik daripada kawin dengan wanita musyrik.

tulisan arab surat albaqarah ayat 222-223“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: ‘Haidh itu adalah suatu kotoran’. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)

[137] maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[138] ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.

Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Anas. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Barudi yang bersumber dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari ‘Ikrimah atau Sa’id, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dikatakan bahwa yang bertanya itu ialah Tsabit bin ad-Dahdah. Dan Ibnu Jarir meriwayatkan pula hadits seperti itu, yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa orang-orang Yahudi tidak mau makan bersama-sama ataupun mencampuri istrinya yang sedang haid, bahkan mengasingkannya dari rumah. Para shahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 222). Bersabdalah Nabi saw.: “Berbuatlah apa yang pantas dilakukan dalam pergaulan suami-istri, kecuali jimak.”

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 223)

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Jabir. Bahwa orang-orang Yahudi beranggapan bahwa apabila menggauli istrinya dari belakang ke farjinya, maka anaknya akan lahir bermata juling. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang membantah anggapan tersebut.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ‘Umar datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Ya Rasulullah, celakalah saya.” Nabi bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu celaka?” Ia menjawab: “Aku pindahkan ‘sudutku’ (berjimak dengan istri dari belakang) tadi malam.” Nabi saw. terdiam, dan turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang kemudian beliau lanjutkan: “Berbuatlah dari depan atau dari belakang, tetapi hindari dubur (anus) dan bilamana istri sedang haid.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Abu Ya’la, dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yasar, yang bersumber dari Sa’id al-Khudri. Hadits seperti ini diriwayatkan juga oleh al-Bukhari, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa orang-orang pada waktu itu menganggap mungkar orang yang menggauli istrinya dari belakang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang menyalahkan sikap dan anggapan tersebut.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani, di dalam kitab al-Ausath dengan sanad yang kuat, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) sebagai pemberian kelonggaran menggauli istrinya dari belakang.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa penghuni kampung di sekitar Yatsrib (Madinah), -tadinya menyembah berhala- tinggal berdampingan dengan kaum Yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum Yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala perbuatannya. Salah satu perbuatan kaum Yahudi yang dianggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istri dari belakang.
Adapun penduduk kampung sekitar Quraisy (Mekah) menggauli istrinya dengan segala keleluasannya. Ketika kaum Muhajirin (orang Mekah) tiba di Madinah, salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita Anshar (orang Madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannya, tetapi ditolak oleh istrinya dengan berkata: “Kebiasaan orang sini, hanya menggauli istri dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai kepada Nabi saw., sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang membolehkan menggauli istri dari depan, belakang, atau telentang, tetapi di tempat yang lazim.

Keterangan: menurut al-Hafizh Ibu Hajar dalam syarah al-Bukhari, sebab turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang dikemukakan oleh Abu Sa’id, mungkin tidak sampai ke Ibnu ‘Abbas, sehingga ia meragukannya. Sedang yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Umar, sanadnya sampai kepada Ibnu ‘Abbas dan masyur (terkenal sanadnya).

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (18)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 217-218“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah[134]. dan berbuat fitnah[135] lebih besar (dosanya) daripada membunuh.’ Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 217)

[134] jika kita ikuti pendapat Ar Razy, Maka terjemah ayat di atas sebagai berikut: Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan (menghalangi manusia dari) Masjidilharam. tetapi mengusir penduduknya dari Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah.” pendapat Ar Razy Ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir nabi dan sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam.
[135] fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Baqarah: 218)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabarani di dalam Kitab al-Kabiir, al-Baihaqi di dalam Sunan-nya, yang bersumber dari Jundub bin ‘Abdillah. Bahwa Rasulullah saw. mengirimkan pasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh Ibnul Hadlrami, dan terbunuhlah kepala pasukan musuh. Sebenarnya waktu itu tidak jelas bagi pasukan ‘Abdullah bin Jahsy, apakah termasuk bulan Rajab, Jumadilawal, atau Jumadilakhir. Kaum musyrikin menghembus-hembuskan berita bahwa kaum Muslimin berperang di bulan haram. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 217).
Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: “Perbuatan mereka berperang dengan pasukan Ibnul Hadlarami ini mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (al-Baqarah: 218)

tulisan arab surat albaqarah ayat 219-220“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (al-Baqarah: 219)

[136] segala minuman yang memabukkan.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa segolongan shahabat, ketika diperintah untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infak yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?” Maka Allah menurunkan ayat,….wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa…(…dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”..) (al-Baqarah: 219), yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari keperluan sehari-hari.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya. Bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: “Ya Rasulallah, kami mempunyai banyak hamba sahaya (‘abid) dan banyak pula anggota keluarga. Harta mana yang harus kami keluarkan untuk infak?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 219) yaitu,…wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa…(…dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”…).

“Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 220)

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun ayat wa laa taqrabuu maalal yatiimi illaa bil latii hiya ahsan…(dan janganlah kemu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat…) (al-an’am: 152) dan ayat, innal ladziina ya’kuluuna amwaalal yataamaa zhulmaa..(sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim..) sampai akhir ayat (an-Nisa’: 10), orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak yatim. Begit juga sisanya dibiarkan membusuk kalau tidak dihabiskan oleh anak-anak yatim itu. Hal tersebut memberatkan mereka. Lalu mereka menghadap Rasulullah saw. untuk menceritakan hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 220) yang membenarkan menggunakan cara lain yang lebih baik.

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (17)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surah al baqarah ayat 204“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (al-Baqarah: 204)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika pasukan kaum Muslimin (di antaranya terdapat ‘Ashim dan Murtsid) terdesak, berkatalah dua orang munafik: “Celakalah mereka yang terpedaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh dan akibatnya tidak merasakan hidup tentram lagi bersama keluarganya, ataupun melanjutkan tuntunan agamanya.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 204) sebagai peringatan kepada kaum Muslimin agar tidak tertarik oleh bujukan manis tentang kehidupan dunia.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa al-Akhnas bin Syariq (seorang anggota komplotan Zukhra yang memusuhi Rasulullah) datang kepada Nabi saw. mengutarakan maksudnya untuk masuk Islam dengan bahasa yang sangat menarik sehingga Nabi sendiri mengaguminya. Di kala pulang dari rumah Rasulullah, ia melewati kebun dan ternak kaum Muslimin. Ia membakar tanamannya dan membunuh ternak-ternaknya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 204), mengingatkan kaum Muslimin akan bahaya tipu daya mulut manis.

tulisan arab surah al baqarah ayat 207“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (al-Baqarah: 207)

Diriwayatkan oleh al-Harits bin Abi Usamah di dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Sa’id bin al-Musayyab. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak, dari Ibnul Musayyab yang bersumber dari Shuhaib. Hadits ini maushuul. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim yang bersumber dari ‘Ikrimah, hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim yang bersumber dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit, yang bersumber dari Anas. Dalam hadits ini lebih dijelaskan lagi ihwal turunnya ayat, dan dinyatakan bahwa hadits ini shahih menurut syarat Muslim. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah, dan dinyatakan bahwa turunnya ayat ini tentan Shuhaib, Abu Dzarr, dan Jundub bin as-Sakan, seorang keluarga Abu Dzarr. Bahwa ketika Shuhail hijrah ke Madinah mengikuti Nabi saw., ia dikejar oleh sepasukan kaum Quraisy. Ia turun dari kendaraannya dengan panah siap di tangan, ia berkata: “Wahai kaum Quraisy, kalian semua tahu, akulah pemanah ulung. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku selagi panah dan pedang ada di tanganku. Sekarang pilihlah satu di antara dua: kalian mati terbunuh atau memiliki harta bendaku di Mekah, dengan membiarkan aku hijrah ke Madinah.” Mereka memilih harta dan membiarkan Shuhaib pergi.
Sesampainya di hadapan Nabi saw., ia menceritakan apa yang telah terjadi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 207), dan Nabi pun bersabda: “Untung perdaganganmu itu, ya Aba Yahya! Enkgkau telah beruntung, ya Aba Yahya!”

tulisan arab surah al baqarah ayat 208“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 208)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Bahwa sekelompok kaum Yahudi menghadap Rasulullah saw. hendak beriman, namun meminta agar dibiarkan merayakan hari Sabtu dan mengamalkan kitab Taurat pada malam hari. Mereka menganggap bahwa hari Sabtu merupakan hari yang harus dimuliakan, dan kitab Taurat adalah kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 208), agar tidak mencampur baurkan agama.
Orang-orang Yahudi yang menghadap itu ialah: ‘Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Ibnu Yamin, Asad bin Ka’b, Usaid bin Ka’b, Sa’id bin ‘Amr, dan Qais bin Zaid.

tulisan arab surah al baqarah ayat 214“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (al-Baqarah: 214)

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 214) bersangkutan dengan peristiwa perang Ahzab. Ketika itu Nabi saw. mendapat berbagai kesulitan yang sangat hebat dan kepungan musuh yang sangat ketat. Ayat ini menunjukkan bahwa perjuangan itu meminta pengorbanan.

tulisan arab surat albaqarah ayat 215“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.” (al-Baqarah: 215)

Diriwayatkan oleh Ibu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah saw.: “Dimana kami tabungkan (infakkan) harta benda kami, ya Rasulallah?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 215).

Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Abu Hayyan. Bahwa ‘Umar bin al-Jamuh bertanya kepada Nabi saw.: “Apa yang mesti kami infakkan, dan kepada siapa diberikan?” Sebagai jawabannya turunlah ayat tersebut (al-Baqarah: 215).

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (16)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 197“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 197)

[122] ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan selainnya, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah…wa tazawwaduu fa inna khairaz zaadit taqwaa..(…berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…), sebagian dari surah al-Baqarah ayat 197.

tulisan arab surat albaqarah ayat 198“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (al-Baqarah: 198)

[125] ialah bukit Quzah di Muzdalifah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama ‘Ukazh, Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila di musim haji berdagang di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Maka turunlah, laisa ‘alaikum junaahun ang tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum..(tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia [rizki hasil perniagaan] dari Rabb-mu…) (awal surat al-Baqarah: 198) yang membenarkan mereka berdagang pada musim haji.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Umamah at-Taimi. Bahwa Abu Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu ‘Umar tentang menyewakan kendaraan sambil menunaikan ibadah haji. Ibnu ‘Umar menjawab: “Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah saw. yang seketika itu juga turun, laisa ‘alaikum junaahun ang tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum..(tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia [rizki hasil perniagaan] dari Rabb-mu..) (al-Baqarah: 198). Rasulullah saw. memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji.”

tulisan arab surat albaqarah ayat 199“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 199)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Arab wukuf di ‘Arafah, sedang orang-orang Quraisy wukuf di lembahnya (Muzdalifah). Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 199) yang mengharuskan wukuf di ‘Arafah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Asma’ binti Abi Bakr. Bahwa orang-orang Quraisy wukuf di dataran rendah Mudzalifah, dan selain orang Quraisy wukuf di dataran tinggi ‘Arafah, kecuali Syaibah bin Rabi’ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 199) yang mewajibkan wukuf di ‘Arafah.

tulisan arab surat albaqarah ayat 200-202“Apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (al-Baqarah: 200)

[126] adalah menjadi kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. setelah ayat Ini diturunkan Maka memegah-megahkan nenek moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah.

“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”[127].” (al-Baqarah: 201)

[127] inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.

“Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
(al-Baqarah: 202)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Jahiliyah wukuf di musim pasar. Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagikan makanan, meringankan beban, serta membayarkan diat (denda orang lain). Dengan kata lain, di saat wukuf itu mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 200) sampai,….asyadda dzikraa…(… berdzikirlah lebih banyak dari itu..), sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di saat wukuf.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa orang-orang di masa itu apabila telah melakukan manasik, berdiri di sisi jumrah menyebut-nyebut jasa nenek moyang di zaman jahiliyah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 200) sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di sisi jumrah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa salah satu suku bangsa Arab, sesampainya di tempat wukuf, mereka berdoa: “Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujan, tahun makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan.” Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas sampai akhir ayat (al-Baqarah: 200), sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdoa. Setelah itu kaum Muslimin berdoa sesuai dengan petunjuk dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 201), yang kemudian ditegaskan oleh Allah swt. dengan ayat berikutnya (al-Baqarah: 202).

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (15)

11 Feb

asbabun nuzul surah al-qur’an

tulisan arab surat albaqarah ayat 194“Bulan Haram dengan bulan haram[118], dan pada sesuatu yang patut dihormati[119], berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(al-Baqarah: 194)

[118] kalau umat Islam diserang di bulan Haram, yang Sebenarnya di bulan itu tidak boleh berperang, Maka diperbolehkan membalas serangan itu di bulan itu juga.
[119] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah. Bahwa pada bulan zulkaidah, Nabi saw. dengan para shahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dengan membawa kurban. Setibanya di Hudaibiyah, mereka dicegat oleh kaum musyrikin. Kemudian dibuatlah perjanjian, yang isinya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrah pada tahun berikutnya. Pada bulan Zulkaidah tahun berikutnya, berangkatlah Nabi saw. beserta para shahabatnya ke Mekah, dan tinggal di sana selama tiga malam.
Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi saw. untuk umrah pada tahun yang lalu. Allah swt. membalas dengan meluluskan maksud umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Turunnya ayat di atas (al-Baqarah: 194) berkenaan dengan peristiwa tersebut.

tulisan arab surat albaqarah ayat 195“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)

Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 195) turun berkenaan dengan hukum nafkah.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari. Menurut at-Tirmidzi, hadits ini shahih. Bahwa ketika Islam telah jaya dan berlimpah pengikutnya, kaum Anshar berbisik kepada sesamanya: “Harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali?” maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 195) sebagai teguran kepada mereka agar jangan menjerumuskan diri ke dalam tahlukah.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Abu Jubairah bin adl-Dlahhak. Bahwa kaum Anshar terkenal gemar bersedekah dengan mengeluarkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Di saat paceklik (musim kelaparan), mereka tidak lagi memberi sedekah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 195).

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih dan kuat, yang bersumber dari an-Nu’man bin Basyir. Hadits ini diperkuat oleh al-Hakim yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa tersebutlah seseorang yang menganggap bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa yang pernah dilakukannya. Maka turunlah ayat,…wa laa tulquu bi aidiikum ilat tahlukah…(..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan…) (al-Baqarah: 195).

tulisan arab surat albaqarah ayat 196“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah Karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah) korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu Telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (al-Baqarah: 196)

[120] yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda Karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji.
[121] Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.

Mengenai turunnya ayat ini (al-Baqarah: 196), terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:

1. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah. Bahwa seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian za’faran menghadap Nabi saw. dan berkata: “Ya Rasulallah. Apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?” Maka turunlah ayat…wa atimmul hajja wal’umrata lillaah..(…dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah..) (al-Baqarah: 196). Rasulullah bersabda: “Mana tadi yang bertanya tentang umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya, ya Rasulallah.” Selanjutnya Rasulullah bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung, dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan pada waktu haji.”
2. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin ‘Ujrah. Bahwa Ka’b bin ‘Ujrah ditanya tentang firman Allah.. fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk..(..maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: Shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196). Ia bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah saw. melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah…fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk…(..maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu : shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196) khusus tentang aku, tetapi berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: “Apakah kamu punya biri-biri untuk berfidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah bersabda: “Bershaumlah kamu tiga hari, atau berilah makan enam orang miskin, tiap orang setengah sha’ (1,5 liter) makanan, dan bercukurlah.”
3. Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka’b. Bahwa ketika Rasulullah saw. beserta para shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka’b bin ‘Ujran, kepalanya penuh dengan kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah lewat di depannya, dan melihat Ka’b kepayahan. Maka turunlah,….fa mang kaana mingkum mariidlan au bihii adzam mir ra’shihii fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk..(..jika ada di antaramu yang sakit atauada gangguan di kepalanya [lalu ia bercukur], maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196), lalu Rasulullah bersabda: “Apakah kutu-kutu itu mengganggumu?” Rasulullah menyuruh agar ia bercukur dan membayar fidyah.
4. Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari ‘Atha’ yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika Rasulullah dan para shahabatnya berhenti di Hudaibiyah (dalam perjalanan umrah), datanglah Ka’b bin Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena terlalu banyaknya. Ia berkata: “Ya Rasulallah. Kutu-kutu ini sangat menyakitiku.” Maka turunlah ayat,…fa mang kaana mingkum mariidlan au bihii adzam mir ra’shihii fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk…(…jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya [lalu ia bercukur], maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkurban…) (al-Baqarah: 196).

Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk;