Tafsir Ibnu Katsir; Surah Al-Ikhlash (Memurnikan Keesaan Allah);
Makkiyyah; Surah ke 112: 4 ayat
Sebab turun surat ini dan keutamaannya
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa orang-orang musyrik pernah berkata kepada Nabi saw.: “Hai Muhammad, terangkanlah kepada kami nasab Rabb-mu.” Maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: qul huwal laahu ahad, allaahush shamad, lam yalid walam yuulad, walam kakul lahuu kufuwan ahad (katakanlah: ‘Dialah Allah Yang Mahaesa, Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.) Demikianlah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Jarir dari Ahmad bin Mani’. Ibnu Jarir dan at-Tirmidzi menambahkan, dia mengatakan: “Ash-shamad, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, karena tidak ada sesuatupun yang dilahirkan dan tidak ada pula sesuatu yang mati melainkan akan meninggalkan warisan. Sedangkan Allah tidak pernah akan mati dan tidak juga meninggalkan warisan.”
Walam yakul lahuu kufuwan ahad (dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya). Tidak ada yang serupa dan tidak ada pula yang sebanding dengan-Nya. Dan tidak ada sesuatu yang sama dengan-Nya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari hadits Abu Sa’id Muhammad bin Muyassar. Kemudian diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dari Abul ‘Aliyah. Lalu dia menyebutkannya secara mursal. Dan dia tidak menyebutkan: “Haddatsanaa.” Lebih lanjut, at-Tirmidzi mengatakan: “Dan ini lebih shahih daripada hadits Abu Sa’id.”
Keutamaan Surah Al-Ikhlash
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Nabi saw. pernah mengutus seseorang dalam suatu peperangan dan dia membacakan al-Qur’an untuk para Shahabatnya dalam shalat mereka, lalu dia menutupnya dengan surah qul huwal laahu ahad. Ketika mereka kembali, mereka menceritakan hal itu kepada itu kepada Nabi saw, maka beliau berkata: “Tanyakan kepadanya, untuk apa dia melakukan hal tersebut.” Kemudian merekapun bertanya kepadanya, lalu dia menjawab: “Karena ia merupakan sifat ar-Rahman, sedang aku lebih suka membacanya.” Maka Nabi saw. bersabda: “Beritahukan kepadanya bahwa Allah menyukainya.” Diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasa-i.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id bahwasannya ada seorang mendengar orang lain membaca: qul huwal laahu ahad yang dia ulang berkali-kali. Setelah pagi hari tiba, dia mendatangi Nabi saw. dan menceritakan peristiwa itu kepada Nabi saw.. Dan orang itu merasa masih terlalu sedikit membacanya, maka Nabi saw. bersabda: “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surah itu menyamai sepertiga al-Qur’an.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa-i.
Imam Malik bin Anas meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdirrahman, dari ‘Ubaid bin Hanin, dia berkata: “Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: “Aku pernah pergi bersama Nabi saw. lalu beliau mendengar seseorang membaca: qul huwal laahu ahad, maka Rasulullah saw. bersabda: ‘Wajib baginya,’ –kutanyakan, ‘Apa yang wajib?’ Beliau menjawab: ‘Surga.’” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa-i dari hadits Malik, at-Tirmidzi mengatakan: “Hadits hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Malik.” Dan telah disebutkan sebelumnya: “Kecintaanmu padanya (surat al-Ikhlash) akan memasukkanmu ke surga.’”
Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan dari Usaid bin Abi Usaid, dari Mu’adz bin ‘Abdillah bin Habib, dari ayahnya, dia berkata: “Kami merasa haus dan berada dalam gelap gulita, sedang kami tengah menunggu Rasulullah saw. shalat bersama kami, lalu beliau keluar dan memegang tanganku seraya berkata: ‘Katakanlah.’ Maka akupun terdiam. Beliau berkata lagi: ‘Katakanlah.’ Kutanyakan lagi: ‘Apa yang harus aku katakan?’ Beliau menjawab: ‘Qul huwal laahu ahad dan al-mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas) saat memasuki sore dan saat memasuki waktu pagi hari sebanyak tiga kali, niscaya akan diberikan kecukupan kepadamu setiap hari dua kali.’” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i, dari hadits Ibnu Abi adz-Dzi-b. At-Tirmidzi mengatakan: “Hasan shahih gharib dari sisi ini.” Dan juga diriwayatkan oleh an-Nasa-i melalui jalan lain dari Mu’adz bin ‘Abdillah bin Habib, dari ayahnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, lalu dia menyebutkan hadits tersebut. Dan lafalnya: “Maka ia akan mencukupi segala sesuatu.”