Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fath (Kemenangan)
Surah Makkiyyah; Surah ke 48: 29 ayat
Firman Allah: fa ‘alima maa lam ta’lamuu faja’ala min duuni dzaalika fathang qariiban (“Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.”) maksudnya Allah mengetahui kebaikan dan mashlahat dengan keluarnya kalian dari Makkah dan masuknya kalian pada tahun itu, suatu hal yang tidak pernah kalian ketahui. Fa ja’ala min duuni dzaalika (“Dan Dia memberikan sebelum itu.”) yaitu sebelum kalian [ke kota Makkah] sebagaimana dijanjikan kepada kalian melalui mimpi Nabi saw.
Fathang qariiban (“Kemenangan yang dekat”), yakni perdamaian yang dilakukan antara diri kalian dan musuh-musuh kalian dari kalangan kaum musyrik. Setelah itu Allah berfirman seraya menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman mengenai kemenangan Rasulullah saw. atas musuh-musuhnya dan atas seluruh penduduk muka bumi.
Huwalladzii arsala rasuulaHuu bil Hudaa wa diinil haqqi (“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq.”) yakni, ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, karena sesungguhnya syari’at ini mencakup dua hal, yaitu ilmu dan amal. Ilmu syari’at itu benar, sedangkan amal syari’at itu diterima, semua berita yang dibawanya adalah haq, sedangkan semua keputusannya adalah adil. Liyudz-HiraHuu ‘alad diini kulliHii (“Agar dimenangkan-Nya atas semua agama.”) yakni, semua pemeluk seluruh agama yang ada di muka bumi ini, baik Arab maupun non Arab, ahli millah maupun musyrik. Wa kafaa billaaHi syaHiidan (“Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”) beliau adalah Rasul-Nya, sedangkan Dia adalah Penolongnya. wallaaHu a’lam.
“29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
Allah memberitahukan tentang sifat Nabi Muhammad saw. bahwa beliau adalah seorang Rasul yang benar dan tidak perlu diragukan dan dipertanyakan lagi, dimana Dia berfirman: Muhammadur rasuulullaaHi (“Muhammad itu adalah utusan Allah”) ini adalah mubtada’ dan khabar, mencakup seluruh sifat yang baik. Kemudian diberikan pujian secara khusus bagi para shahabat beliau, mudah-mudahan Allah meridlai mereka semua, dimana Dia berfirman: walladziina ma’aHuu asyiddaa-u ‘alal kuffari ruhamaa-u bainaHum (“Dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”) hal itu sama dengan firman Allah yang artinya: “..Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” (al-Maa-idah: 54)
Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan seorang Mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang antara sesama mereka bagaikan jasad yang satu. Jika ada salah satu anggotanya yang mengadu sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya akan ikut merasakan demam dan tidak dapat tidur.”
Dan sabdanya juga: “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan satu bangunan, sebagaimana memperkuat sebagian yang lain.” Dan beliau menjalinkan jari-jemari beliau. Kedua hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih.
Firman-Nya lebih lanjut: siimaaHum fi wujuuHiHim min atsaris sujuudi (“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”) ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: “Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka, itu berarti tanda yang baik.” Sedangkan Mujahid dan beberapa ulama mengatakan: “Yaitu, kekhusu’an dan sikap tawadlu.”
Firman Allah: Firman-Nya lebih lanjut: siimaaHum fi wujuuHiHim min atsaris sujuudi (“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata: “Yaitu kekhusyu’an.” Berkenaan dengan ini penulis katakan: “Aku tidak melihatnya kecuali bekas itu ada di wajah. Mungkin di hadapan dua mataku terdapat orang yang mempunyai hati yang lebih keras dari Fir’aun.” As-Suddi berkata: “Shalat menjadikan wajah mereka tampan.” Sebagian ulama salaf mengemukakan: “Barangsiapa yang banyak mengerjakan shalat pada malam hari, maka wajahnya akan menjadi tampan pada siang harinya.” Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits dari Jabir, dimana ia bercerita bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang banyak mengerjakan shalat pada malam hari, maka wajahnya akan menjadi tampan pada siang harinya.” Dan yang benar, hadits tersebut mauquf (disandarkan kepada sahabat).
Sebagian mereka mengatakan bahwa kebaikan itu merupakan cahaya dalam hati, sinar pada wajah, keluasan rizki, dan kecintaan dalam hati manusia. Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan berkata: “Tidaklah seseorang menyembunyikan suatu rahasia melainkan Allah akan menampakkannya pada wajah dan lisannya.” Maksudnya, sesuatu yang tersembunyi di dalam diri itu akan tampak pada wajah. Dengan demikian, jika seorang Mukmin mempunyai rahasia yang baik dan benar, niscaya Allah akan memperbaiki lahiriyahnya dalam pandangan umat manusia. Sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab, dimana dia berkata: “Barangsiapa yang memperbaiki batinnya, niscaya Allah akan memperbaiki lahiriahnya.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Seandainya salah seorang dari kalian beramal di dalam batu yang tertutup rapat, tidak berpintu dan tidak pula berlubang, niscaya amalnya itu akan keluar untuk umat manusia, siapapun dia.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya petunjuk yang shahih, perangai yang shalih, dan kesederhanaan itu adalah satu bagian dari 25 bagian kenabian.” Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dari ‘Abdullah bin Muhammad an-Nufaili, dari Zuhair dengan lafzhnya.
Dengan demikian para shahabat telah mentulus ikhlashkan niat dan membaguskan amal perbuatan mereka, sehingga setiap orang yang melihat mereka akan kagum terhadap tanda dan petunjuk mereka.
Malik mengatakan: “Telah diberitahukan kepadaku bahwa jika orang-orang Nasrani melihat para shahabat yang telah membebaskan kota Syam [Syria] maka mereka mengatakan: ‘Demi Allah, mereka itu lebih baik daripada kaum Hawariyyun [pengikut setia Nabi ‘Isa a.s.], sebagaimana berita yang pernah sampai kepada kami.’”
Dan mereka telah berkata jujur mengenai hal tersebut, karena sesungguhnya umat ini telah diagungkan di dalam kitab-kitab terdahulu dan yang paling agung dan paling utama adalah para shahabat Rasulullah saw.. Allah pun telah menyebutkan mereka dalam kitab-kitab yang Dia turunkan dan berita-berita yang ada. Oleh karena itu, di sini Allah berfirman: dzaalika matsaluHum fit tauraati (“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat.”) wa matsaluHum fil injiili kazar’in akhraja syath’aHu (“Dan sifat-sifat mereka di dalam Injil yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya.”) fa aazaraHu (“Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat.”) yakni semakin kokoh. Fas taghladza (“Lalu menjadi besarlah dia.”) yakni semakin tumbuh besar. Fastawaa ‘alaa suuqiHi yu’jibuz zurraa-‘a (“Dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman-tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya.”) maksudnya demikian juga dengan para shahabat Rasulullah saw., dimana mereka mendukung, memperkuat, dan menolong beliau. Sehingga perumpamaan mereka terhadap beliau laksana tunas dengan tanaman. Liyaghidza biHimul kuffaara (“Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.”)
Dari ayat tersebut di atas, Imam Malik mengambil kesimpulan tentang kekufuran kaum Syi’ah Rafidhah yang membenci para shahabat. Ia mengatakan: “Karena mereka membenci para shahabat, dan barangsiapa yang membenci para shahabat, maka ia telah kafir berdasarkan ayat ini.” Dalam hal itu, ia didukung oleh kelompok ulama. Dan banyak hadits yang membahas tentang keutamaan para sahabat dan larangan menyebarluaskan keburukan mereka. Dan cukuplah untuk mereka pujian dan keridlaan Allah Ta’ala yang Dia berikan kepada mereka.
Firman Allah: wa ‘adallaaHul ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati minHum (“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka.”) ini untuk menjelaskan jenis, maghfiratan (“ampunan”) yaitu atas dosa-dosa mereka. Wa ajran ‘adziiman (“dan pahala yang besar”) yakni pahala yang melimpah dan rizki yang mulia. Janji Allah itu benar, tidak akan dilanggar dan tidak akan diganti. Dan setiap orang yang mengikuti jejak para shahabat, maka ia akan masuk ke dalam hukum mereka. Mereka mempunyai keutamaan dan kesempurnaan yang tidak seorangpun dari umat ini yang akan memperolehnya. Dan dijadikan-Nya Surga Firdaus sebagai tempat tinggal mereka.
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya, Shahih Muslim, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian mencaci para shahabatku. Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya saja salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan menyamai satu mudd gandum pun dari mereka dan tidak pula setengahnya.”
Hanya milik Allah segala puji dan sanjungan.
Sekian.