Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fajr (Fajar)
Surah Makkiyyah; Surah ke 89: 30 ayat
“15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. 16. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku” 17. sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, 18. dan kamu tidak saling mengajak memberi Makan orang miskin, 19. dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), 20. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (al-Fajr: 15-20)
Allah berfirman seraya mengingkari orang yang berkeyakinan, kalau memang Allah meluaskan rizky kepadanya adalah untuk mengujinya. Dengan demikian, dia meyakini bahwa semua itu dari Allah sebagai penghormatan baginya. Padahal tidak demikian. Tetapi yang demikian itu dimaksudkan untuk menguji dan sebagai cobaan baginya. Sebagaimana yang difirmankan Allah: “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu [berarti bahwa] Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (al-Mu’minuun: 55-56)
Demikian juga pada sisi lain, jika Dia menguji, memberi cobaan, dan mempersempit riski, maka dia berkeyakinan bahwa hal tersebut sebagai penghinaan dari Allah untuk dirinya. Allah berfirman: kallaa (“sekali-sekali tidak”) artinya, masalahnya tidak seperti yang disangka, tidak dalam hal ini maupun hal lainnya. Sebab Allah memberikan harta kepada orang yang Dia cintai maupun kepada yang tidak dicintai-Nya. Sesungguhnya yang menjadi poros dalam hal tersebut adalah pada ketaatan kepada Allah pada masing-masing keadaan, dimana jika dia orang yang kaya, maka dia akan bersyukur kepada Allah atas hal tersebut dan jika dia orang yang miskin, maka dia akan senantiasa bersabar. Dan firman Allah: ballaa tukrimuunal yatiim (“Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.”) di dalamnya terkandung perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muhammad bin ash-Shabah bin Sufyan memberitahu kami, ‘Abdul ‘Aziz, yakni Ibnu Abi Hazim memberitahu kami, ayahku pernah memberitahuku tentang Sahl, yakni Ibnu Sa’id, bahwasannya Rasulullah saw. pernah bersabda: “Aku dan pengasuh anak yatim seperti dua jari ini di dalam surga.” Beliau mensejajarkan dan menggabungkan jari tengah dan jari telunjuk.
Wa laa tahaadl-dluuna ‘alaa tha’aamil miskiin (“Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.”) yakni tidak memerintahkan untuk berbuat baik kepada kaum miskin serta memerintahkan sebagian mereka atas sebagian yang lainnya dalam hal tersebut. Wa ta’kuluunat turaatsa (“Dan kamu memakan harta pusaka.”) yakni harta warisan. ak-lal lammaa (“Dengan cara mencampur baurkan”) yakni berasal darimanapun harta itu diperoleh, baik dari yang halal maupun yang haram. Wa tuhibbuunal maala hubban jammaan (“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”) yakni secara berlebih-lebihan. Sebagian lain menambahkan, secara keji.
“21. jangan (berbuat demikian). apabila bumi digoncangkan berturut-turut, 22. dan datanglah Tuhanmu; sedang Malaikat berbaris-baris. 23. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. 24. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. 25. Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya, 26. dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya. 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.” (al-Fajr: 21-30)
Allah memberitahukan tentang apa yang akan terjadi pada hari kiamat kelak berupa berbagai peristiwa yang sangat dasyat lagi menyeramkan, dimana Allah berfirman: kallaa (“Sekali-sekali tidak”) artinya benar-benar. Idzaa dukkatil ardlu dakkang dakkaa (“Apabila bumi diguncangkan berturut-turut”) yakni bumi dan gunung-gunung diratakan. Dan semua makhluk bangkit dari kuburan mereka masing-masing menuju ke hadapan-Nya. Wa jaa-a rabbuka (“Dan datanglah Rabb-mu”) untuk memberi keputusan di antara makhluk-makhluk-Nya. Dan itu berlangsung setelah mereka meminta syafaat kepada satu-persatu dari para rasul ulul ‘azmi. Dimana masing-masing rasul berkata kepada mereka: “Aku tidak berhak memberikan syafaat kepada kalian,” sehingga akhirnya perwakilannya berakhir kepada Nabi Muhammad sawa, dan beliau berkata: “Akulah yang berhak memberinya, akulah yang berhak memberinya.” Kemudian beliaupun pergi dan memberi syafaat di hadapan Allah Yang Mahatinggi supaya Dia datang untuk memberikan keputusan, maka Allah pun memberikan syafaat kepada beliau dalam hal tersebut. Dan itulah syafaat yang paling pertama, yaitu tempat yang terpuji, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam surah al-Irsraa’. Selanjutnya Rabb datang untuk memberikan keputusan seperti yang dikehendaki-Nya, dan para malaikat datang ke hadapan-Nya dalam keadaan berbaris rapi.
Firman Allah: wa jii-a yauma-idzim bijaHannam (“Dan pada hari itu diperlihatkan Neraka jahanam”) Imam Muslim bin al-Hajjaj meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, dari ‘Abdullah, yakni bin Mas’ud, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Pada hari itu neraka jahanam akan dihadirkan, dimana neraka ini mempunyai tali kekang 70.000 buah. Setiap kekang dipegang oleh 70.000 malaikat, mereka menariknya.” (HR Muslim) demikian pula yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.
Firman Allah: yauma-idziy yatadzakkarul ingsaanu (“Pada hari itu ingatlah manusia”) yakni amal perbuatannya dan apa yang telah dia kerjakan di masa lalu maupun yang dia kerjakan sebelum kematiannya. Wa annaa laHudz dzikraa (“Akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.”) artinya, bagaimana ingatan itu akan bermanfaat baginya. Yaquulu yaa laitanii qaddamtu lihayaatii (“Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan [amal shalih] untuk hidupku ini.”) yakni dia menyesali berbagai kemaksiatan yang pernah dia lakukan, jika dia dulu sebagai orang yang durhaka. Dan dia ingin terus-menerus menambah ketaatan jika dia dulu seorang yang taat.
Firman Allah: fayauma-idzil laa yu-‘adzdzibu ‘adzaabaHuu ahad (“Maka pada hari itu tidak ada seorangpun menyiksa seperti siksaan-Nya”) artinya tidak ada seorangpun yang siksaannya lebih keras daripada siksaan Allah dan Dia timpakan kepada orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Wa laa yuutsiqu wa tsaaqaHuu ahad (“Dan tidak ada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya”) maksudnya tidak ada seorangpun yang lebih kuat genggaman dan ikatannya melebihi ikatan Zabaniah [Malaikat] bagi orang-orang kafir kepada Rabb-nya. Semuanya itu hanya ditimpakan kepada orang-orang jahat dan orang-orang dzalim dari makhluk-Nya. Sedangkan jiwa yang bersih lagi tenang, maka ia akan benar-benar merasa tenteram dan nyaman serta senantiasa berputar dalam lingkaran kebenaran. Maka dikatakan kepadanya: yaa ayyatuHan nafsul muth-ma-innaH. Irji-‘ii ilaa rabbiki (“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu.”) yakni kehadapan-Nya dan pahala-Nya serta apa yang telah disediakan bagi hamba-Nya di surga. Raadliyah (“dengan hati yang puas”) yakni di dalam jiwanya, mardliyyaH (“lagi diridlai-Nya”) artinya jiwa yang ridla kepada Allah dan Dia pun ridla kepadanya serta menjadikannya selalu ridla.
Fad-khulii fii ‘ibaadii (“Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku”) yakni ke dalam golongan mereka. Wad-khulii jannatii (“Dan masuklah ke dalam surga-Ku”) yang demikian itu dikatakan kepadanya saat sakaratul maut dan pada hari kiamat kelak, sebagaimana para malaikat menyampaikan berita gembira kepada orang mukmin ketika sakaratul maut dan ketika bangkit dari kuburnya. Maka demikian pula di sini. Sekian.