Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaariq (Yang Datang di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; Surah ke 86: 17 ayat
“1. demi langit dan yang datang pada malam hari, 2. tahukah kamu Apakah yang datang pada malam hari itu? 3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus, 4. tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya. 5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? 6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, 7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. 8. Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). 9. pada hari dinampakkan segala rahasia, 10. Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.” (ath-Thaariq: 1-10)
Allah bersumpah dengan menggunakan sebutan langit dan segala yang ada padanya yang terdiri dari bintang-bintang yang bersinar. Oleh karena itu, Dia berfirman: was samaa-i wath-thaariq (“Demi langit dan yang datang pada malam hari”) selanjutnya Dia berfirman: wa maa andraaka math-thaariq (“Tahukah kamu apa yang datang pada malam hari itu?”) kemudian Dia menafsirkan ayat tersebut dengan firman-Nya: an najmuts-tsaaqib (“[yaitu] bintang yang cahayanya menembus.”) Qatadah dan juga lainnya mengatakan: “Desebutnya bintang dengan sebutan thaariq, karena binta itu hanya dapat dilihat pada malam hari dan sembunyi [tidak terlihat] pada siang hari.” Hal ini dipertegas dengan apa yang disebutkan di dalam hadits shahih: “Seorang laki-laki dilarang mengetuk pintu rumah istrinya, yakni mendatangi mereka secara mendadak pada malam hari.”
Firman Allah: ats-tsaaqib; Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yang bercahaya.” Dan firman-Nya: ing kullu nafsil lammaa ‘alaiHaa haafidz (“Sesungguhnya tidak ada suatu jiwa pun melainkan ada penjaganya.”) yakni setiap jiwa pasti ada penjaga dari Allah yang menjaganya dari segala macam bencana. Sebagaimana Firman-Nya yang artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (ar-Ra’du: 11)
Firman-Nya: fal yandzuril insaanu mimma khuliq (“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan.” Merupakan peringatan bagi manusia tentang asal muasal dirinya yang lemah yang darinya dia diciptakan. Sekaligus sebagai bimbingan baginya agar mengakui akan adanya hari kebangkitan, karena Rabb yang telah mampu mengawali penciptaan pasti Dia mampu pula mengembalikannya.
Firman Allah: khuliqal mim maa-in daafiq (“Dia diciptakan dari air yang terpancar.”) yakni air yang keluar secara terpancar dari seorang laki-laki dan seorang wanita sehinggal lahirlah seorang anak dari keduanya dengan izin Allah. Oleh karena itu, Dia berfirman: yakh-ruju mim baini shulbi wat-taraa-ib (“Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada perempuan.”) yakni tulang rusuk laki-laki dan tulang dada perempuan.
Firman-Nya: innaHuu ‘alaa raj-‘iHii laqaadir (“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya.”) mengenai ayat ini terdapat dua pendapat:
1) yaitu kuasa untuk mengembalikan air mani yang terpancar itu ke tempatnya semula, tempat dimana ia pertama kali keluar, dan Dia sangat mampu untuk melakukan hal tersebut. Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, ‘Ikrimah dan lain-lain.
2) Kuasa untuk mengembalikan manusia yang diciptakan dari air yang terpancar itu, yaitu mengembalikan dan membangkitkannya ke alam akhirat, maka Dia sangat mampu untuk melakukan hal tersebut. Sebab, Rabb yang mampu mengawali penciptaan maka pasti akan sanggup untuk mengembalikannya. Dan Allah telah menyebutkan dalil ini di beberapa tempat di dalam al-Qur’an. Pendapat terakhir ini dikemukakan oleh adl-Dlahhak dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Oleh karena itu Dia berfirman: yauma tub-las saraa-ir. (“Pada hari dinampakkan segala rahasia.”) yakni pada hari kiamat kelak, semua rahasia akan tampak sehingga semua yang tersembunyi menjadi benar-benar nyata. Dan telah ditegaskan di dalam kitab ash-Shahihain, dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bagi setiap pengkhianat akan dipasangkan satu bendera di belakang dubur. Dikatakan: ‘Inilah pengkhianat fulan bin fulan.’”
Firman Allah: famaa laHuu (“Maka sekali-sekali tidak ada baginya.”) yakni bagi manusia pada hari kiamat kelak; ming quwwatin (“Suatu kekuatanpun.”) yakni dalam dirinya, wa laa naashir (“Dan tidak pula seorang penolong.”) yakni tidak ada seorangpun yang sanggup mengeluarkan darinya. Dengan pengertian lain, tidak ada yang sanggup untuk menyelamatkan dirinya dari adzab dan tidak juga ada seorangpun yang dapat memberi pertolongan kepadanya.
“11. demi langit yang mengandung hujan 12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan, 13. Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil. 14. dan sekali-kali bukanlah Dia senda gurau. 15. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. 16. dan akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. 17. karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu Yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.” (ath-Thaariq: 11-17)
Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Kata ar-jaj’u berarti hujan.” Dan darinya juga: “Kata itu mengandung arti awan yang di dalamnya terdapat hujan.” Was samaa-i dzaatir raj-‘i (“Demi langit yang mengandung hujan.”) yakni yang memuat air hujan, lalu menurunkannya. Qatadah mengatakan: “Rizky hamba-hamba Allah itu turun setiap tahun. Seandainya tidak demikian, niscaya mereka dan juga ternak mereka akan binasa.” Ibnu Zaid mengemukakan: “Bintang, matahari dan bulannya kembali, semua datang dari sini.”
Firman-Nya: wal-ardli dzaatish-shad-‘i (“Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan.”) Ibnu ‘Abbas berkata: “Yakni belahnya bumi untuk memberi kesempatan kepada tanaman untuk tumbuh.” Demikian itu yang dikemukakan oleh banyak ulama.
Firman Allah: innaHuu laqaulun fashlun (“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil.” Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yaitu kebenaran.” Demikian pula yang dikemukakan oleh Qatadah. Dan ulama lainnya mengatakan: “Yaitu hukum yang adil.” Wa maa Huwa bil Hazli (“Dan sekali-sekali bukanlah senda gurau.”) artinya, justru ia merupakan hal yang serius dan benar.
Allah memberitahukan tentang orang-orang kafir, bahwa mereka adalah orang-orang yang mendustakannya dan menghalangi manusia dari jalan-Nya. Oleh karena itu Dia berfirman: innaHum yakiidduna kaidan wa akiidu kaidan (“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.”) maksudnya, mereka telah membuat makar terhadap manusia dalam ajakan mereka kepada hal yang bertentangan dengan al-Qur’an. Kemudian Allah berfirman: famaHHilil kaafiriina (“Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu.”) yakni beri tangguhlah mereka dan jangan terlalu tergesa-gesa terhadap mereka. amHilHum ruwaidan (“Yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.”) yaitu sebentar saja, dan kelak engkau akan mengetahui adzab, siksaan, hukuman, dan kebinasaan yang akan menimpa mereka.