Arsip | 15.12

Tafsir Al-Qur’an Surah Ath-Thaariq

23 Apr

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaariq (Yang Datang di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; Surah ke 86: 17 ayat

tulisan arab alquran surat at-thaariq ayat 1-10“1. demi langit dan yang datang pada malam hari, 2. tahukah kamu Apakah yang datang pada malam hari itu? 3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus, 4. tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya. 5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? 6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, 7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. 8. Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). 9. pada hari dinampakkan segala rahasia, 10. Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.” (ath-Thaariq: 1-10)

Allah bersumpah dengan menggunakan sebutan langit dan segala yang ada padanya yang terdiri dari bintang-bintang yang bersinar. Oleh karena itu, Dia berfirman: was samaa-i wath-thaariq (“Demi langit dan yang datang pada malam hari”) selanjutnya Dia berfirman: wa maa andraaka math-thaariq (“Tahukah kamu apa yang datang pada malam hari itu?”) kemudian Dia menafsirkan ayat tersebut dengan firman-Nya: an najmuts-tsaaqib (“[yaitu] bintang yang cahayanya menembus.”) Qatadah dan juga lainnya mengatakan: “Desebutnya bintang dengan sebutan thaariq, karena binta itu hanya dapat dilihat pada malam hari dan sembunyi [tidak terlihat] pada siang hari.” Hal ini dipertegas dengan apa yang disebutkan di dalam hadits shahih: “Seorang laki-laki dilarang mengetuk pintu rumah istrinya, yakni mendatangi mereka secara mendadak pada malam hari.”

Firman Allah: ats-tsaaqib; Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yang bercahaya.” Dan firman-Nya: ing kullu nafsil lammaa ‘alaiHaa haafidz (“Sesungguhnya tidak ada suatu jiwa pun melainkan ada penjaganya.”) yakni setiap jiwa pasti ada penjaga dari Allah yang menjaganya dari segala macam bencana. Sebagaimana Firman-Nya yang artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (ar-Ra’du: 11)

Firman-Nya: fal yandzuril insaanu mimma khuliq (“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan.” Merupakan peringatan bagi manusia tentang asal muasal dirinya yang lemah yang darinya dia diciptakan. Sekaligus sebagai bimbingan baginya agar mengakui akan adanya hari kebangkitan, karena Rabb yang telah mampu mengawali penciptaan pasti Dia mampu pula mengembalikannya.

Firman Allah: khuliqal mim maa-in daafiq (“Dia diciptakan dari air yang terpancar.”) yakni air yang keluar secara terpancar dari seorang laki-laki dan seorang wanita sehinggal lahirlah seorang anak dari keduanya dengan izin Allah. Oleh karena itu, Dia berfirman: yakh-ruju mim baini shulbi wat-taraa-ib (“Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada perempuan.”) yakni tulang rusuk laki-laki dan tulang dada perempuan.

Firman-Nya: innaHuu ‘alaa raj-‘iHii laqaadir (“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya.”) mengenai ayat ini terdapat dua pendapat:
1) yaitu kuasa untuk mengembalikan air mani yang terpancar itu ke tempatnya semula, tempat dimana ia pertama kali keluar, dan Dia sangat mampu untuk melakukan hal tersebut. Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, ‘Ikrimah dan lain-lain.
2) Kuasa untuk mengembalikan manusia yang diciptakan dari air yang terpancar itu, yaitu mengembalikan dan membangkitkannya ke alam akhirat, maka Dia sangat mampu untuk melakukan hal tersebut. Sebab, Rabb yang mampu mengawali penciptaan maka pasti akan sanggup untuk mengembalikannya. Dan Allah telah menyebutkan dalil ini di beberapa tempat di dalam al-Qur’an. Pendapat terakhir ini dikemukakan oleh adl-Dlahhak dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Oleh karena itu Dia berfirman: yauma tub-las saraa-ir. (“Pada hari dinampakkan segala rahasia.”) yakni pada hari kiamat kelak, semua rahasia akan tampak sehingga semua yang tersembunyi menjadi benar-benar nyata. Dan telah ditegaskan di dalam kitab ash-Shahihain, dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bagi setiap pengkhianat akan dipasangkan satu bendera di belakang dubur. Dikatakan: ‘Inilah pengkhianat fulan bin fulan.’”

Firman Allah: famaa laHuu (“Maka sekali-sekali tidak ada baginya.”) yakni bagi manusia pada hari kiamat kelak; ming quwwatin (“Suatu kekuatanpun.”) yakni dalam dirinya, wa laa naashir (“Dan tidak pula seorang penolong.”) yakni tidak ada seorangpun yang sanggup mengeluarkan darinya. Dengan pengertian lain, tidak ada yang sanggup untuk menyelamatkan dirinya dari adzab dan tidak juga ada seorangpun yang dapat memberi pertolongan kepadanya.

tulisan arab alquran surat at-thaariq ayat 11-17“11. demi langit yang mengandung hujan 12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan, 13. Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil. 14. dan sekali-kali bukanlah Dia senda gurau. 15. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. 16. dan akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. 17. karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu Yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.” (ath-Thaariq: 11-17)

Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Kata ar-jaj’u berarti hujan.” Dan darinya juga: “Kata itu mengandung arti awan yang di dalamnya terdapat hujan.” Was samaa-i dzaatir raj-‘i (“Demi langit yang mengandung hujan.”) yakni yang memuat air hujan, lalu menurunkannya. Qatadah mengatakan: “Rizky hamba-hamba Allah itu turun setiap tahun. Seandainya tidak demikian, niscaya mereka dan juga ternak mereka akan binasa.” Ibnu Zaid mengemukakan: “Bintang, matahari dan bulannya kembali, semua datang dari sini.”

Firman-Nya: wal-ardli dzaatish-shad-‘i (“Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan.”) Ibnu ‘Abbas berkata: “Yakni belahnya bumi untuk memberi kesempatan kepada tanaman untuk tumbuh.” Demikian itu yang dikemukakan oleh banyak ulama.

Firman Allah: innaHuu laqaulun fashlun (“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil.” Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yaitu kebenaran.” Demikian pula yang dikemukakan oleh Qatadah. Dan ulama lainnya mengatakan: “Yaitu hukum yang adil.” Wa maa Huwa bil Hazli (“Dan sekali-sekali bukanlah senda gurau.”) artinya, justru ia merupakan hal yang serius dan benar.

Allah memberitahukan tentang orang-orang kafir, bahwa mereka adalah orang-orang yang mendustakannya dan menghalangi manusia dari jalan-Nya. Oleh karena itu Dia berfirman: innaHum yakiidduna kaidan wa akiidu kaidan (“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.”) maksudnya, mereka telah membuat makar terhadap manusia dalam ajakan mereka kepada hal yang bertentangan dengan al-Qur’an. Kemudian Allah berfirman: famaHHilil kaafiriina (“Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu.”) yakni beri tangguhlah mereka dan jangan terlalu tergesa-gesa terhadap mereka. amHilHum ruwaidan (“Yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.”) yaitu sebentar saja, dan kelak engkau akan mengetahui adzab, siksaan, hukuman, dan kebinasaan yang akan menimpa mereka.

Nabi Muhammad saw. adalah Manusia Pertama yang Dibukakan Pintu Surga

23 Apr

Peristiwa Akhirat; Surga Kenikmatan yang Kekal

Diriwayatkan dalam sebuah hadits tentang penggambaran akhirat. Para ahli surga dibuatkan kolam setelah mereka melintasi jembatan shirath. Setelah tiba di pintu surga, mereka meminta syafaat kepada nabi Adam, lalu kepada Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa kemudian kepada Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw. adalah yang bisa memberi syafaat atau pertolongan kepada semuanya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim, dari Abu Nadhir, Hasyim dan seterusnya.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Sulaiman bin Mughirah, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, yang ia terima langsung dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Setelah aku tiba di pintu surga pada hari kiamat, aku meminta agar pintu surga dibuka. Penjaga pintu surga bertanya: “Anda siapa?” Akupun menjawab: “Aku Muhammad,” Ia berkata: “Untukmu aku diperintahkan agar tidak membukakan pintu untuk siapapun sebelum engkau memasukinya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Imam Muslim mengatakan bahwa ia menerima hadits dari Abu Kuraib dan Muhammad bin al-Ala’, sebagaimana ia menerima hadits dari Mu’awiyah Ibnu Hisyam, dari Sufyan, dari Mukhtar bin Fulful, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Pada hari kiamat nanti, di antara para Nabi, akulah yang paling banyak pengikutnya, dan aku adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga.” (HR Muslim)

Dalam shahih Muslim disebutkan: “Pada hari kiamat, Allah mengumpulkan manusia. Orang-orang beriman pun bangkit saat surga telah dekat. Lalu mereka menemui Nabi Adam as. seraya berkata: “Wahai bapak kami semua, tolong bukakan pintu surga untuk kami.” Nabi Adam menjawab: “Bukankah kalian dikeluarkan dari surga karena kesalahan bapak kalian ini? Tidak, aku bukan orang yang bisa melakukan akan hal tersebut…[hingga akhir hadits].”(HR Muslim)

Hadits tersebut merupakan hadits yang kuat, yang disebut dalam shuwar (kisah yang menggambarkan). Mereka datang kepada para Nabi mereka untuk kedua kalinya untuk minta pertolongan (syafaat) dari Allah agar segera masuk surga, sekaligus mereka minta izin kepada-Nya. Giliran itupun dipersingkat. Rasulullah saw. yang ditentukan untuk mereka, sebagaimana istimewanya syafa’atul udzma yang pertama, seperti sudah dijelaskan. wallaaHu a’lam.

Al-Qur’an telah menjelaskan tentang hal ini, termasuk tentang pintu-pintu surga, bagaimana orang-orang beriman digiring untuk masuk surga dengan berkelompok-kelompok, bagaimana pintu-pintu surga dibuka, dan bagaimana para malaikat penjaga menyambut dengan penyambutan yang agung. Semua itu adalah kabar gembira, cinta, dan keselamatan, yang menyenangkan dan menenangkan.

Allah berfirman yang artinya:
“Dan terang benderanglah bumi (padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan. . dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan. Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan Pertemuan dengan hari ini?” mereka menjawab: “Benar (telah datang)”. tetapi telah pasti Berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya” Maka neraka Jahannam Itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”. Dan mereka mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada Kami dan telah (memberi) kepada Kami tempat ini sedang Kami (diperkenankan) menempati tempat dalam syurga di mana saja yang Kami kehendaki; Maka syurga Itulah Sebaik-baik Balasan bagi orang-orang yang beramal”. Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-mmlaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (az-Zumar: 69-75)

Surga

23 Apr

Tentang Akhirat, Surga Kenikmatan yang Kekal; Mahir Ahmad Ash-Shufiy

Pengertian surga atau jinan yang dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, lebih tinggi dari pengetahuan yang bisa mengungkapkan atau membahasakan tentang apa yang disebut surga dan segala yang ada di dalamnya serta apa yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang beriman di sana.

Allah berfirman yang artinya: “Maka tidak seorangpun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17)

Falaa ta’lamu nafs, artinya manusia mana pun di atas muka bumi ini tidak ada yang tahu, betapapun ia diberi anugerah ilmu yang terpercaya dalam menjelaskan, serta kemampuan dalam meramal dan mentakwilkan mimpi sehingga penjelasannya mendekati apa yang telah dijanjikan Allah dalam surga-Nya yang kekal. Semua itu karena surga adalah ciptaan Allah. Adakah yang lebih baik dari ciptaan Allah? Dialah sebaik-baik pencipta. Dan tentang persiapan Allah, adakah yang lebih baik dari persiapan Allah? Adakah manusia yang mempunyai ilmu, kekuasaan dan pengetahuan Allah?

Semua itu adalah hikmah dari Allah agar manusia mempersiapkan diri mereka untuk menghadapinya, berbuat untuknya, dan berlomba-lomba karenanya. Di dalam al-Qur’an, Allah hanya menuturkan sebagian karakteristiknya untuk mendekatkan pandangan. Hal semacam ini untuk memberi pemahaman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka tahu bahwa sesuatu yang sedang menunggu mereka adalah sesuatu yang agung, melebihi gambaran, cita-cita, dan dambaan mereka. Dengan demikian, mereka senang dan mewujudkannya dengan beramal di atas keridlaan Allah, ketaatan, dan mengabdi kepada-Nya.

Mereka menjadi orang-orang yang bertakwa, shalih, dan menjauhkan diri dari kemaksiatan untuk meraih janji kesenangan, yaitu surga. Orang-orang yang tidak kenal tauhid tidak berhak berada di dalamnya. Tidak ada yang menempati surga, kecuali orang-orang yang shalih, yaitu orang-orang yang bertakwa dan mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah.

Pembicaraan mengenai surga berbeda dengan pembicaraan apa saja, betapapun itu agung dan mulia posisinya. Hal tersebut karena surga adalah tempat makhluk Allah dan orang-orang mukmin yang mengesakan Allah akan hidup kekal dan abadi di dalamnya. Betapapun disebutkan panjangnya zaman, lalu dikatakan milyaran tahun, atau jutaan milyar tahun, semua itu masih kurang ketika berhadapan dengan arti kekal abadi di tempat yang disenangi di sisi Rabb Yang Berkuasa. Kenikmatan surga tidak ada mata yang pernah melihatnya, tidak ada telinga yang pernah mendengarnya, dan tidak pernah terlintas di hati manusia. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Di sana, mereka akan memperoleh apapun yang mereka sukai dan mereka inginkan, tidak perlu permohonan dan tidak akan gagal sebuah harapan.

Itulah surga, yang di sana tidak ada malapetaka, lelah, sakit, luka, lesu, penat, bosan, malas, lapar dan haus. Di sana hanya ada kesenangan, kemudaan, dan keindahan. Istana di dalam surga terbuat dari emas. Bebatuannya terbuat dari mutiara, zabarjad (batu mulia), dan yakut (permata). Pepohonannya tidak dapat dijelaskan karena kebaikan dan keindahannya. Di sana terdapat buah-buahan yang lezat dan merona. Juga terdapat banyak burung keberuntungan yang senantiasa memanggil orang-orang mukmin ketika menginginkan dan mengharapkan sesuatu, tanpa meminta dan tidak perlu memeras fikiran atau berjuang. Itu merupakan dambaan dan kenyataan, permohonan dan pelaksanaan (penganugerahan).

Rahmat Allah memenuhi semua tempat dan para penghuninya, dan tidak ada lagi yang lebih diharapkan melebihi rahmat Allah. Allah memanggil, “Wahai hamba-hamba-Ku, abadilah dan tidak pernah mati.” Kematian telah disembelih di atas jembatan, sebelum para penduduk surga masuk ke dalam surga sehingga hati mereka menjadi tenang, dan jiwa mereka bahagia. Mereka makin tahu bahwa janji Allah adalah hak dan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya.l

Allah memanggil: “Inilah surga-Ku. Kalian tidak akan keluar dari surga. Di surga kalian tidak akan pernah capai dan letih. Aku halalkan keridlaan-Ku untuk kalian. Kalian tidak akan mengeluh selamanya. Inilah surgaku yang aku janjikan untuk kalian, demi Dzat-Ku yang Mahatinggi, sebagai penghormatan untuk kalian dan keimanan kalian serta apa yang telah kalian kerjakan dalam keridlaan-Ku. Masuklah ke dalam surga dengan sejahtera, aman, tenang, nyaman, mendapat petunjuk, dan bahagia.”

Dari setiap pintu, para malaikat akan masuk untuk memberikan ucapan selamat kepada para penghuni surga. Di sana, ada bidadari-bidadari yang telah dijanjikan Allah. Di sekitar mereka, berkeliling anak-anak muda untuk melayani mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan di kerajaan yang amat besar hingga tidak diketahui masa dan luasnya, kecuali oleh Allah.

Setiap raga berhias, harapan menjadi kenyataan, masa muda tiada hilang, semua raga tak fana lagi. Mereka mengenakan pakaian hijau berenun sutera. Mereka diberi perhiasan dan gelang-gelang dari emas serta perak. Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya terbuat dari sutera. Buah-buahan surga dapat dipetik dari dekat oleh mereka. Mereka makan tetapi tidak perlu buang air besar. Mereka minum, tak perlu buang air kecil. Tidak ada najis, kotor dan segala yang jorok.

Semua fasilitas yang ada di surga memang merupakan ciptaan Allah Yang Maha Mencipta, Mahakuasa, Mahamengetahui, Mahasantun, Mahapengampun, dan Mahapenyayang. Wajah-wajah putih berseri karena cahaya Allah yang sengaja diciptakan untuk para hamba di surga-Nya, baik dalam kebaikan, keindahan, perhiasan, kebahagiaan total maupun hidup abadi. Namun semua itu menjadi kecil dan tidak berarti ketika berhadapan dengan kesempatan melihat Allah swt. Kesempatan seperti ini adalah suatu anugerah yang di atas segala-galanya. Ketika penduduk surga melihat-Nya, sementara mereka berada di surga-Nya yang kekal, mereka seolah tidak memerlukan surga, padahal mereka berada dalam kesenangan yang sangat besar. Mereka hanya ingin terus-menerus melihat Allah, Dzat Yang Mahabesar dan Mahanyata.

Menghormati Ulama, Tokoh dan Orang yang Berjasa

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-hadits

Allah berfirman: “Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (az-Zummar: 9)

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin ‘Amr al-Badriy al-Anshari ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Yang berhak mengimami satu kaum adalah yang paling ahli baca al-Qur’an. Jika dalam bacaan mereka sama saja, maka (yang berhak menjadi imam ialah) yang paling mengerti tentang sunnah Rasulullah saw. kalau hal itu sama, maka (yang berhak menjadi imam ialah) di antara mereka yang lebih dulu hijrahnya. Jika hijrah mereka sama, maka (yang berhak menjadi imam adalah) orang yang lebih dahulu masuk Islam.” Dan janganlah seorang mengimami di daerah kekuasaan orang lain, dan jangan pula ia berdiam di rumah orang lain pada tempat khusus, kecuali dengan seizin pemiliknya.” (HR Muslim)

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr al-Badriy al-Anshari ra. ia berkata: Rasulullah saw. selalu menyamakan pundak-pundak kami menjelang shalat dan beliau bersabda: “Ratakan shaf kalian dan jangan sampai tidak rata, yang akan mengakibatkan berbedanya hati kalian. Hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai-pandai, kemudian berikutnya dan berikutnya lagi.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang-orang yang dewasa dan yang pandai hendaklah mendekat denganku. Kemudian berikutnya kemudian berikutnya lagi. Janganlah kamu sekalian bercampur dan berdesak-desakan di pasar.” (HR Muslim)

Dari Abu Yahya (Sahl) bin Abu Hatsamah al-Anshariy ra. ia berkata: Abdullah bin Sahl dan Muhayyishah bin Mas’ud pergi ke Khaibar, pada masa damai, kemudian berpisahlah keduanya. Tatkala Muhayyishah mendatangi tempat Abdullah bin Sahl, didapatinya mati berlumuran darah dan Muhayyishah langsung menguburnya. Setelah itu ia lalu ke Madinah, kemudian Abdurrahman bin Sahl, Muhayyishah bin Mas’ud dan Huwayyishah bin Mas’ud datang ke Madinah menemui Nabi saw. dan memberitahu tentang peristiwa itu. Ketika Abdurrahman membuka pembicaraan, Rasulullah menyela dan bersabda: “Dahulukanlah orang tua, dahulukanlah orang tua.” Abdurrahman yang termuda, maka iapun diam, lalu Muhayyishah dan Huwayyishah berbicara. Beliau bersabda: “Apakah kamu mau bersumpah dan menuntut hak kepada pembunuhnya?” (Hadits ini masih ada terusannya) (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir ra. ia bersabda: Nabi saw. mengumpulkan dua orang yang mati terbunuh dalam perang Uhud dan dalam satu liang kubur, kemudian beliau bersabda: “Yang mana di antara keduanya yang lebih banyak mengerti tentang al-Qur’an?” Tatkala ada seseorang yang menunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya (orang yang lebih banyak mengerti tentang al-Qur’an) ke dalam liang lahad.” (HR Bukhari)

Dari Umar ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Dalam tidurku aku bermimpi bahwa aku sedang bersiwak (bersuci) dengan sebatang kayu siwak, lalu datang dua orang laki-laki. Salah seorang diantaranya lebih tua dari yang lain. Lalu aku memberikan siwak kepada yang lebih muda. Kemudian berkata kepadaku: “Dahulukan yang lebih tua!” Akupun memberikan siwak itu kepada yang lebih tua.” ()

Dari Abu Musa ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya termasuk mengagungkan kehormatan Allah dengan memuliakan orang Islam yang tua usia, orang yang pandai tentang al-Qur’an dan tidak sombong dan tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil.” (HR Abu Daud)

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak termasuk golonganku orang yang tidak belas kasih terhadap yang lebih muda dan tidak mau menghormati orang yang lebih tua.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Maimun bin Abi Syabib, ia berkata: Ada seorang pengemis lewat di depan Aisyah, maka ia memberinya sepotong roti. Kemudian datang lagi seorang peminta-minta yang berpakaian compang-camping dan berperilaku sopan kemudian ia mempersilakannya duduk dan disuruh makan. Ketika ia ditegur tentang sikapnya, maka ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Tempatkanlah manusia itu sesuai dengan kedudukannya.’” (HR Abu Daud)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Uyainah bin Hishn datang ke tempat keponakannya al-Hurr bin Qais dan menginap. Al-Hurr termasuk orang-orang yang dekat dengan Umar ra. karena Umar memang menjadikan orang-orang yang pandai tentang al-Qur’an sebagai teman duduk dan teman musyawarah, baik tua maupun muda, maka Uyainah berkata kepada al-Hurr: “Hai keponakanku, kamu adalah orang yang dekat dengan Amirul Mukminin (Umar), maka mintakan aku izin untuk menghadapinya.” Al-Hurr pun memintakan izin untuk Uyainah kemudian Uyainah masuk dan berkata: “Wahai putera al-Khaththab, demi Allah engkau tidak memperhatikan kami dan tidak mengadili kami dengan adil.” Mendengar hal itu mendadak Umar ra. marah, hampir saja ia memukulnya. Kemudian al-Hurr berkata: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya: khudzil ‘afwa wa’mur bil ‘urfi wa a’rid ‘anil jaaHiliin (“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”) Demi Allah Umar ra. seolah-olah belum pernah mendengar ketika ayat itu dibaca, padahal Umar adalah orang yang paling jeli terhadap kitab Allah Ta’ala.” (HR Bukhari)

Dari Abu Sa’id Samurah bin Jundub ra. ia berkata: Pada masa Rasulullah saw. aku masih muda belia. Aku selalu hafal apa yang datangnya dari Rasulullah. Beliau tidak mencegahku berbicara, kecuali jika di sana ada orang-orang yang lebih tua dariku.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang muda yang memuliakan orang yang tua karena usianya, kelak Allah akan membalas kepadanya, yaitu orang-orang muda akan memuliakannya apabila ia telah tua.” (HR Tirmdizi)

Allah berfirman: “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.’” (al-Kahfi: 60)
Sampai pada firman-Nya: “Musa berkata kepada Khidhir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (al-Kahfi: 66)

Allah berfirman: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya.” (al-Kahfi: 28)

Dari Anas ra. ia berkata: Ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar mengajak Umar ra. seraya berkata: “Mari kita berkunjung ke tempat Ummu Aiman ra. sebagaimana Rasulullah sering mengunjunginya.” Ketika keduanya sampai di tempat Ummu Aiman, wanita itu menangis. Keduanya berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, bukankah apa yang disediakan Allah untuk Rasul-Nya sangat baik?” Ia menjawab: “Saya menangis bukan karena itu, saya tahu bahwa apa yang disediakan Allah untuk Rasul-Nya sangat baik. Saya menangis karena wahyu dari langit telah terputus.” Perkataan Ummu Aiman itu membuat keduanya terkesan, sehingga membuat mereka menangis.” (HR Muslim)

Memuliakan Keluarga Rasulullah saw.

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-hadits

Firman Allah: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 33)

Allah berfirman: “Dan siapa saja mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (al-Hajj: 32)

Dari Yazid bin Hayyan, ia berkata: “Saya, Hushain bin Sairah dan ‘Amr bin Muslim datang ke tempat Zaid bin Arqam ra.. Setelah kami duduk, Hushain berkata kepada Zaid: “Wahai Zaid, sungguh kamu telah mendapatkan keuntungan yang besar, yaitu kamu bertemu Rasulullah saw. dan mendengar haditsnya, berperang bersamanya, shalat bersamanya, sungguh kamu benar-benar mendapatkan keuntungan yang besar. Oleh karena itu ceritakanlah wahai Zaid tentang apa saja yang pernah kamu dengar dari Rasulullah saw.” Zaid menjawab: “Hai keponakanku. Demi Allah usiaku telah lanjut, sudah lama aku ditinggal beliau dan aku lupa sebagian apa yang aku peroleh dari beliau. Maka apa yang dapat aku sampaikan, terimalah dengan baik. Sedangkan yang tidak dapat, janganlah kamu menuntutnya.” Kemudian Zaid melanjutkan ceitanya: “Pada suatu hari Rasulullah saw. berdiri di tengah-tengah kami di Khum, yaitu sebuah tempat antara Makkah dan Madinah guna menyampaikan khutbah. Waktu itu beliau memuji serta menyanjung Allah, memberi nasehat dan peringatan. Setelah itu beliau bersabda: “Ketahuilah wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa, mungkin saja utusan Rabb-ku (malaikat Izrail) hampir datang dan aku harus menerimanya. Aku tinggalkan kalian dua perkara yang berat, yang pertama yaitu kitabullah yang di dalamnya penuh dengan petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan pegang teguhlah kitabullah itu.” Beliau menegaskan agar kita benar-benar berpegang teguh pada kitabullah. Lanjutnya ia bersabda lagi: “Dan ahli baitku (keluargaku), aku memperingatkan kamu sekalian kepada Allah tentang ahli baitku (keluargaku).” Husein menyela: “Wahai Zaid, siapakah ahli bait beliau, bukankah istri-istri beliau itu ahli baitnya?” Zaid menjawab: “Ya, juga orang-orang yang diharamkan menerima sedekah sesudah beliau wafat.” Husein bertanya lagi: “Siapakah mereka itu?” Zaid menjawab: “Mereka adalah keluarga /keturunan Ali, Aqil, Ja’far dan Abbas.” Husein bertanya lagi: “Apakah masing-masing dari mereka diharamkan menerima sedekah?” Zaid menjawab: “Benar.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan: “Ingatlah, sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian semua dua perkara yang berat, salah satunya adalah kitabullah yaitu tali (pedoman hidup) dari Allah. Siapa saja yang mengikutinya, maka ia berada dalam petunjuk, dan siapa saja yang meninggalkannya maka ia dalam kesesatan.”

Dari Umar ra. dari Abu Bakar ash-Shiddiq ra. ia berkata: “Peliharalah kehormatan Nabi Muhammad saw. yaitu dengan memuliakan ahli baitnya (keluarganya).” (HR Bukhari)

Keutamaan Berbuat Baik Kepada Teman Ayah dan Ibu, Kerabat, Istri dan Orang-orang yang Pantas Dihormati

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadits

Dari Ibnu Umar dia berkata: Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kebajikan adalah seseorang yang menyambung tali persaudaraan kenalan bapaknya.”

Dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata: kami bertemu seorang lelaki Badui di tengah perjalanan menuju ke Makkah, kemudian Abdullah bin Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledai serta memberikan surban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar: “Semoga Allah selalu memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan mereka senang sekali diberi, walaupun hanya sedikit.” Abdullah bin Umar berkata: “Sesungguhnya orang itu adalah kenalan baik (ayahku) Umar Ibnul Khaththab ra. sesungguhnya sebaik-baik kebajikan adalah seseorang yang menyambung tali persaudaraan dengan kenalan ayahnya.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Dinar bercerita tentang Ibnu Umar ra. menurutnya apabila Ibnu Umar pergi ke Makkah selalu membawa keledai sebagai gantinya onta apabila ia merasa jemu, dan ia biasa memakai surban di kepalanya. Kali tertentu, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba ada seorang Badui lewat, dan bertanya: “Apakah kamu fulan bin fulan?” Orang Badui itu menjawab: “Benar.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata: “Naikilah keledai ini.” Ia juga memberikan surbannya seraya berkata: “Pakailah surban ini di kepalamu.” Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya: “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan kepada orang Badui ini seekor keledai yang biasa untuk gantian, dan surban yang biasa kamu pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata: “Sesungguhnya sebaik-baik kebajikan yaitu seseorang yang menyambung tali persaudaraan dengan kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia, sesungguhnya ayah orang ini adalah kenalan baik (ayahku) Umar ra.” (HR Muslim)

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah as-Sa’idiy ra. ia berkata: “Tatkala kami duduk di hadapan Rasulullah saw. tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salimah dan bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah ada kebaikan yang dapat saya lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua saya setelah mereka meninggal dunia?” Beliau menjawab: “Ya. Yaitu menshalati, memohonkan ampun, melaksanakan janji (wasiat) menghubungi keluarga yang tidak dapat dihubungi, kecuali dengan keduanya dan memuliakan kenalan baik mereka. (HR Abu Daud)

Dari Aisyah ra. ia berkata: “Saya tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi saw. yang lain kecuali terhadap Khadijah ra. padahal saya tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi karena Nabi sering menyebut-nyebutnya, dan beliau sering menyembelih kambing kemudian memotong beberapa bagian dan dikirimkan kepada kenalan-kenalan baik Khadijah. Saya sering berkata kepadanya: “Seolah-olah dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.” Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya Khadijah itu begini dan begitu, dan hanya dengan dialah aku dikaruniai anak.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan: Apabila beliau menyembelih kambing, beliau memberi kenalan-kenalan baik Khadijah apa yang mereka inginkan.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Apabila beliau menyembelih kambing, beliau bersabda: “Kirimlah daging ini kepada kenalan-kenalan Khadijah.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Halal binti Khuwailid saudari Khadijah pernah meminta izin untuk masuk ke rumah Rasulullah saw. kemudian beliau teringat cara Khadijah meminta izin, maka terharulah beliau seraya bersabda: “Ya Allah, inilah Halal binti Khuwailid.”

Dari Anas bin Malik ra. ia berkata: “Aku keluar bersama-sama Jarir Ibnu Abdullah al-Bajaliy ra. dalam suatu perjalanan, ia selalu melayani saya, maka saya katakan kepadanya: “Kamu jangan berbuat seperti itu.” Ia menjawab: “Sesungguhnya saya melihat shahabat Anshar senantiasa melayani Rasulullah saw. dalam segala hal, maka aku pun bersumpah pada diriku untuk tidak berkawan dengan shahabat Anshar kecuali saya harus melayaninya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Larangan Durhaka kepada Orang Tua dan Memutuskan Silaturahim

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadits

Allah berfirman: “Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (Muhammad: 22-23)

Allah berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (ar-Ra’du: 25)

Allah berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (al-Israa’: 23-24)

Dari Abu Bakrah Nufai’ bin al-Harits ra. ia berkata: Rasulullah saw. bertanya: “Tidakkah kalian ingin tahu tentang tiga dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?” Kami menjawab: “Tentu, kami ingin mengetahuinya.” Rasulullah menjelaskan: “Yaitu menyekutukan Allah, dan mendurhakai kedua orang tua.” Semula Rasulullah bersandar, lalu ia duduk tegak seraya meneruskan sabdanya: “Ingatlah. Juga perkataan yang bohong dan persaksian palsu.” Rasulullah mengulang-ulang perkataan itu, sampai-sampai kami berkata dalam hati: “Semoga beliau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, mendurhakai kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu.” (HR Bukhari)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Di antara dosa-dosa besar, yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan: “Sesungguhnya yang termasuk dosa besar di antara dosa-dosa besar adalah orang yang mengutuk kedua orang tuanya.” Ada shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang mengutuk kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ia memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya, dan ia memai ibu orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ibunya.”

Dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka memutuskan tali persaudaraan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu ‘Isa al-Mughirah bin Syu’bah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sungguh Allah Ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (HR Bukhari dan Muslim)

Berbuat Baik Kepada Orang Tua dan Silaturahim (2)

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Aisyah ra, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Rahim (kekeluargaan) itu tergantung di ‘Arsy. Rahim itu berkata: “Siapa saja yang menyambungku, Allah akan menyambungnya dan siapa saja yang memutuskan denganku, Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummul Mukminin Maimunah binti al-Harits ra. waktu itu ia memerdekakan budak perempuannya dan tidak minta izin kepada Nabi saw., ketika tiba gilirannya ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau merasa bahwa saya telah memerdekakan budak perempuan saya?” Beliau bertanya: “Seandainya kamu memberikan kepada bibimu, niscaya engkau mendapat pahala lebih besar.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq ra. ia berkata: Pada Masa Rasulullah saw, ibuku masih musyrik mendatangi aku. Maka saya bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, ibuku mengunjungiku dengan mengharapkan hubungan baik, apakah boleh aku menyambung hubungan dengan ibuku tadi?” Rasulullah saw. bersabda: “Ya. Jalinlah hubungan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari itri Abdullah bin Mas’ud, Zainab ats-Tsaqafiyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Hai kaum wanita, bersedekahlah kalian walaupun dari perhiasanmu.” Kemudian saya pulang menemui Abdullah bin Mas’ud dan berkata: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang tidak mampu dan Rasulullah saw. menyuruh kami untuk bersedekah. Pergilah dan tanyakan kepada beliau, apakah aku diperbolehkan bersedekah kepadamu. Jika tidak, aku akan memberikannya kepada orang lain.” Abdullah berkata: “Kamu sajalah yang datang kesana.” Maka sayapun berangkat ke tempat Rasulullah saw. dan disana ada seorang wanita Anshar berada di pintu rumah beliau untuk menyampaikan permasalahan yang sama. Maka keluarlah Bilal untuk menemui kami dan kami berkata: “Beritahukan kepada Rasulullah saw. bahwa ada dua orang wanita berada di depan pintu akan menanyakan kepada beliau, apakah sedekah boleh diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yang diasuhnya. Tetapi jangan engkau beritahukan siapa kami.” Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. sebelum menjawab beliau bertanya: “Siapakah dua wanita itu?” Bilal menjawab: “Seorang wanita Anshar dan Zainab.” Beliau bertanya lagi: “Zainab yang mana?” ia menjawab: “Istri Abdullah.” Kemudian Rasulullah saw. menjawab: “Kedua wanita itu mendapat dua macam pahala. Yaitu pahala membantu kerabat dan pahala sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sufyan Shakhr bin Harb ra. di dalam hadits yang panjang tentang kisah Heraklius, ia berkata: “Heraklius bertanya kepada Abu Sufyan: “Apakah yang diperintahkan oleh Nabi kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab: “Nabi bersabda: Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan jangan mempersekutukan-Nya. Tinggalkanlah kepercayaan nenek moyangmu. Nabi saw. juga memerintahkan kami untuk mendirikan shalat, berlaku jujur, menjaga diri dan menyambung tali kekeluargaan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Dzarr ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Nanti kalian akan menaklukkan suatu tempat yang disebut al-Qirath.” Dalam riwayat lain dikatakan: Rasulullah bersabda: “Kamu semua akan menaklukkan Mesir, yaitu tempat yang disebut dengan al-Qirath. Maka berwasiat baiklah terhadap warganya karena di antara mereka ada yang harus dilindungi, termasuk sanak kerabat.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Jika kamu menaklukkannya maka berbuat baiklah terhadap warganya, karena di antara mereka ada yang harus dilindungi, termasuk sanak kerabat.” Atau beliau bersabda: “Ada yang harus dilindungi dan termasuk ipar.” (HR Muslim)

Para ulama berkata, yang dimaksud dengan “sanak kerabat” dikarenakan Hajar ibu Isma’il as. berasal dari Mesir. Sedangkan yang dimaksud dengan “ipar” dikarenakan Mariyah istri Nabi berasal dari Mesir.

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Tatkala turun ayat: wa andzir ‘asyiiratakal aqrabiin. (“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”) Rasulullah memanggil bangsa Quraisy. Sesudah mereka berkumpul, kemudian beliau memanggil secara umum dan khusus. Beliau memanggil: “Hai Bani Ka’ab bin Lu’ay selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai Bani Murrah bin Ka’ab selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai bani Abdi Syamsy, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai bani Abdi Manaf, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai bani Hasyim selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai bani Abdul Muthalib selamatkanlah dirimu dari api neraka. Hai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Sungguh aku tidak mempunyai kemampuan untuk menolong diri kalian dari siksa Allah, namun aku masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kalian, maka akupun akan menjalin hubungan dengan sebaik-baiknya.” (HR Muslim)

Dari Abu Abdullah ‘Amr al-‘Ash ra. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya keluarga bani Fulan bukan waliku. Sesungguhnya yang menjadi waliku adalah Allah dan orang-orang mukmin yang saleh. Tetapi, bagi mereka yang mempunyai hubungan kerabat, aku akan melakukan hubungan itu dengan sebaik-baiknya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshariy ra. ia berkata: ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku amal apa yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Nabi saw. menjawab: “Sembahlah Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya, dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan sambunglah tali kekerabatan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Salman bin ‘Amr ra, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian berbuka puasa, hendaklah ia berbuka dengan kurma, karena mengandung berkah. Jika tidak ada, hendaklah dengan air karena air itu suci.” Beliau juga bersabda: “Sedekah kepada orang miskin hanya mendapatkan pahala sedekah saja, sedangkan sedekah kepada sanak kerabat mengandung dua macam keutamaan, yaitu sedekah dan menghubungkan tali kekerabatan.” (HR Tirmidzi)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya mempunyai istri yang sangat saya cintai, namun ayahku tidak senang padanya, sehingga ia berkata: “Talaklah istrimu.” Tetapi saya enggan untuk menceraikannya. Maka Umar mendatangi Nabi saw. dan menceritakan kepada beliau, kemudian beliau bersabda: “Ceraikanlah istrimu.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dari Abu Darda’ ra. ia berkata: Ada seseorang mendatanginya dan berkata: “Wahai Abu Darda’, saya mempunyai istri, dan ibuku menyuruhku menceraikannya.” Kemudian Abu Darda’ berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Orang tua itu bagaikan pintu surga yang paling tengah. Terserah kamu apakah akan menyia-nyiakan ataukah menjaganya.” (HR Tirmidzi)

Dari al-Barra bin ‘Azib ra, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Bibi kedudukannya sama dengan ibu.” (HR Tirmidzi)

Dari ‘Amr bin ‘Abasah ra. ia berkata: Saya mendatangi Nabi saw. di Makkah pada permulaan kenabiannya, dan saya bertanya: “Apakah jabatanmu?” Beliau menjawab: “Nabi.” Saya bertanya lagi: “Apakah Nabi itu?” beliau menjawab: “Allah Ta’ala mengutusku.” Saya bertanya: “Untuk apa Allah mengutusmu?” Beliau menjawab: “Allah mengutusku untuk menghubungkan tali persaudaraan, menghancurkan berhala dan meng-Esa-kan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya.” Hadits ini masih ada terusannya.

Berbuat Baik Kepada Orang Tua dan Silaturahim (1)

23 Apr

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Allah berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (an-Nisaa’: 36)

Allah berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah, dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.” (an-Nisaa’: 1)

Allah berfirman: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkah supaya dihubungkan.” (ar-Ra’du: 21)

Allah berfirman: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua.” (al-Ankabut: 8)

Allah berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (al-Israa’: 23-24)

Allah berfirman: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, dimana ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (Lukman: 14)

Dari Abu Abdurrahman bin Mas’ud ra. ia berkata: Saya bertanya kepada Nabi saw.: “Amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” Beliau menjawab: “Berbuat baik kepada kedua orang tua.” Saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Berjihad (berjuang) di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak, kemudian ia beli dan memerdekakannya.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghubungkan tali persaudaraan. Dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik, kalau tidak, hendaklah ia diam saja.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhlu, bangkitlah rahimnya makhluk dan berkata: Ini adalah tempat orang meminta perlindungan kepada-Mu dari dari pemutusan hubungan persaudaraan.” Allah berfirman: “Ya, belum puaskah engkau bahwa aku akan menghubungkan orang yang menghubungimu, dan memutus orang yang memutuskan hubungan. Rahim menjawab: “Ya, baiklah.” Allah berfirman: “Itulah bagianmu.” Kemudian Rasulullah saw. melanjutkan sabda beliau: “Bacalah jika kalian mau ayat: faHal ‘asaitum in tawallaitum an tufsiduu fil ardli wa tuqaththi-‘uu arhaamakum ulaa-ika la’anaHumullaaHu fa ashammaHum wa a’maa abshaaraHum (“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatakan mereka.”) (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Kali tertentu seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah saw. menjawab: “Ibumu.” “Lalu siapa?” Rasululullah menjawab: “Ibumu.” Sekali lagi orang itu bertanya: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: “Bapakmu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan: “Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” Beliau menjawab: “Ibumu, ibumu, kemudian bapakmu, dan orang yang lebih dekat serta orang yang lebih dekat dengan kamu.”

Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda: “Sungguh hina, sungguh hina, dan sungguh hina, orang yang salah satu atau kedua orang tuannya masih hidup tapi tidak bisa masuk surga” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Ada seorang yang berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai beberapa saudara, dan saya menghubungkan tali kekeluargaan dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat jahat kepada saya. Saya senantiasa berbuat ramah kepada mereka, tetapi mereka tidak tahu diri.” Beliau bersabda: “Seandainya benar seperti apa yang kamu katakan, maka seakan-akan kamu menyuapkan abu panas kepada mereka. Dan Allah senantiasa memberikan pertolongan karena perbuatan mereka jika kamu tetap berbuat demikian.” (HR Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Siapa saya yang menyukai untuk mendapatkan kelapangan rizky dan panjang umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan dengan familinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash ra. ia berkata: Seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw. lalu berkata: “Aku akan berbaiat kepadamu, untuk hijrah dan jihad demi mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala.” Rasulullah bertanya: “Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?” Orang itu menjawab: “Ya, bahkan dua-duanya.” Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu mengharapkan pahala dari Allah?” Orang itu menjawab: “Ya.” Rasulullah menjawab: “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, layani mereka dengan baik.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan: “Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw. dan minta izin untuk ikut berjihad. Rasulullah bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Orang itu menjawab: “Ya.” Rasulullah bersabda: “Berjuanglah dengan berbakti kepada mereka.”

Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Yang dimaksud penyambung hubungan kekeluargaan bukan sekedar mengimbangi kebajikan sanak keluarga. Tetapi penyambung hubungan kekeluargaan adalah orang ketika ada sanak keluarga yang memutuskan hubungan dengannya, maka ia menyambungnya.” (HR Bukhari)