Tafsir Ibnu Katsir Surah Thaahaa Ayat 1-8

3 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Thaahaa
Surah Makkiyyah; surah ke 20: 135 ayat

tulisan arab alquran surat thaaHaa ayat 1-8bismillaaHir rahmaanir rahiim
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang.”
“1. Thaahaa*. 2. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; 3. tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), 4. Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. 5. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Arsy. 6. kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. 7. dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. 8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (Thaahaa: 1-8)

* Thaahaa Termasuk huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian daripada surat-surat Al Quran, ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.

Firman Allah Ta’ala: maa anzalnaa ‘alaikal qur-aana litasyqaa (“Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”) Juwaibir meriwayatkan dari adh-Dhahhak, setelah Allah menurunkan al-Qur’an kepada Rasul-Nya, maka beliau dan juga para shahabatnya melaksanakannya, lalu orang-orang musyrik dari kaum Quraisy berkata: “Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada Muhammad agar dia menadi susah.” Maka Allah ta’ala menurunkan ayat ini: ThaaHaa. maa anzalnaa ‘alaikal qur-aana litasyqaa, illa tadzkiratal limay yakhsyaa (“Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut [kepada Allah].”) kenyataan yang terjadi tidak seperti yang diakui oleh orang-orang sesat itu, tetapi barangsiapa yang diberi ilmu oleh Allah, berarti Dia telah menghendaki kebaikan yang banyak baginya, sebagaimana yang ditegaskan di dalam kitab ash-Shahihain dari Mu’awiyah, dimana dia bercerita, Rasulullah saw. berabda: “Barangsiapa yang Allah mengehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkan ilmu agama kepadanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengenai firman-Nya: maa anzalnaa ‘alaikal qur-aana litasyqaa (“Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”) Qatadah mengemukakan: “Tidak. Demi Allah, Allah tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang menyusahkan, tetapi justru Dia menjadikannya sebagai rahmat, cahaya dan petunjuk ke surga.” Illaa tadzkiratal limay yakhsyaa (“tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut [kepada Allah].”) sesungguhnya Allah menurunkan kitab-Nya dan mengutus Rasul-Nya agar orang yang ingat semakin ingat, dan orang yang mendengar bisa mengambil manfaat dari apa yang didengarnya dari kitab Allah. Dan al-Qur’an merupakan peringatan yang diturunkan oleh Allah yang memuat ketetapan halal dan haram-Nya.

Firman-Nya: tanziilam mimman khalaqal ardla was samaawaatil ‘ulaa (“Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.”) artinya al-Qur’an yang datang kepadamu, hai Muhammad, adalah diturunkan dari Rabbmu, Rabb pemelihara segala sesuatu sekaligus pemiliknya yang kuasa atas segala yang Dia kehendaki, yang Dia telah menciptakan bumi dengan kerendahan dan kepadatannya, juga menciptakan langit yang tinggi dengan ketinggiannya dan juga kelembutannya. Telah disebutkan dalam hadits yang dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan juga perawi lainnya, bahwa ketebalan setiap langit itu sama dengan perjalanan lima ratus tahun, dan jarak antara satu langit dengan langit lainnya sama dengan perjalanan lima ratus tahun.

Firman-Nya: arrahmaanu ‘alal ‘arsyis tawaa (“[yaitu] Yang Mahapemurah, yang bersemyam di atas ‘Arsy.”) pembahasan mengenai masalah ini telah diberikan di surah al-A’raaf. Jalan yang paling selamat dalam hal tersebut adalah manhaj Salaf, yaitu menetapkan apa yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits tanpa takyif [menanyakan bagaimana], tahrif [penyimpangan], tasybih [penyerupaan], ta’thil [penolakan], dan tamtsil [persamaan].

Firman-Nya selanjutnya: laHuu maa fis samaawaati wamaa fil ardli wa maa bainaHumaa wa maatahtats tsaraa (“Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.”) maksudnya, segala sesuatu adalah milik-Nya, berada di bawah kendali, kehendak, keinginan, dan keputusan-Nya, dan Dialah Pencipta semua itu sekaligus Rajanya dan juga Rabbnya, yang tidak ada ilah [yang berhak diibadahi] selain Dia, dan tidak juga ada Rabb selain Dia semata.

Firman-Nya: wa maa tahtats tsaraa (“Dan semua yang ada di bawah tanah.”) Muhammad bin Ka’ab mengatakan, yakni, apa yang terdapat di bawah bumi ketujuh. wallaaHu a’lam.

Firman-Nya: wa in tajHar bil qauli fa innaHuu ya’lamus sirra wa akhfaa (“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia yang telah tersembunui.”) maksudnya, yang menurunkan al-Qur’an ini adalah Rabb yang telah menciptakan bumi dan langit yang tinggi, dan Dia mengetahui segala rahasia yang lebih tersembunyi lagi. ‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: ya’lamus sirra wa akhfaa (“Dia mengetahui rahasia yang telah tersembunyi.”) Dia mengetahui: assirru; adalah yang dirahasiakan oleh anak cucu Adam di dalam dirinya. Wa akhfaa; yakni apa yang tersembunyi pada anak cucu Adam yang dia akan menjadi pelakunya sebelum dia mengetahuinya. Dengan demikian Allah Ta’ala mengetahui semuanya itu. Ilmu-Nya tentang hal-hal yang telah berlalu dan yang masih berjalan adalah satu. Dan bagi-nya, dalam hal itu semua makhluk adalah seperti satu jiwa. Itulah makna firman-Nya: maa khalqukum wa laa ba’tsukum illaa kanafsiw waahidatin (“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkanmu [dari dalam kubur] itu melainkan hanyalah seperti [menciptakan dan membangkitkan] satu jiwa saja.”)( Luqman: 28)

Mengenai firman-Nya: ya’lamus sirra wa akhfaa (“Dia mengetahui segala rahasia dan yang telah tersembunyi.”) adh-Dhahhak mengatakan, yang disebut rahasia adalah yang terbetik di dalam jiwamu, sedangkan yang tersembunyi adalah apa yang belum terbetik di dalam dirimu.
Sedangkan menurut Sa’id bin Jubair, artinya kamu mengetahui apa yang kamu rahasiakan hari ini, tapi tidak mengetahui apa yang kamu rahasiakan besok. Sedangkan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan hari ini dan apa yang kamu rahasiakan besok.

Mujahid mengatakan: wa akhfaa (“dan yang telah tersembunyi.”) yakni rasa was-was.

Firman Allah: AllaaHu laa ilaaHa illaa Huwa laHul asmaa-ul husnaa (“Dialah Allah, tidak ada ilah [yang berhak diibadahi] melainkan Dia. Dia mempunyai al-Asmaa-ul husna [nama-nama yang baik].”) maksudnya Rabb yang telah menurunkan al-Qur’an kepadamu itu adalah Allah yang tiada Ilah [yang berhak diibadahi] selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang baik [Asmaul husna] dan sifat-sifat yang tinggi. Dan telah dikemukakan penjelasan beberapa hadits yang berkenaan dengan Asmaul husna pada bagian akhir surah al-A’raaf. alhamdulillaaH.

Bersambung ke bagian 2

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: