Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Mujaadilah (Wanita Yang Mengajukan Gugatan)
Surah Madaniyyah; surah ke 58: 22 ayat
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diperbolehkan bagi seseorang memisahkan dua orang kecuali dengan izin keduanya.”
Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari hadits Usamah bin Zaid al-Laitsi. Hadits tersebut dihasankan oleh at-Tirmidzi.
Mengenai firman Allah: wa idzaa qiilansyuzuu fansyuzuu (“Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah.”) Qatadah mengatakan: “Artinya, jika kalian diseru pada kebaikan, maka hendaklah kalian memenuhinya.” Sedangkan Muqatil mengatakan: “Jika diseru mengerjakan shalat, maka hendaklah kalian memenuhinya.”
Dan firman Allah: yarfa’illaaHulladziina aamanuu mingkum walladziina uutul ‘ilma darajaatin. wallaaHu bimaa ta’maluuna khabiir (“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) maksudnya janganlah kalian berkeyakinan bahwa jika salah seorang di antara kalian memberikan kelapangan kepada saudaranya, baik yang datang maupun yang akan pergi lalu dia keluar, maka akan mengurangi hak-nya. bahkan hal itu merupakan ketinggian dan perolehan martabat di sisi Allah. Dan Allah swt. tidak menyia-nyiakan hal tersebut bahkan Dia akan memberikan balasan kepadanya di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya orang yang merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya dan akan memasyhurkan namanya.
Oleh karena itu Allah berfirman: yarfa’illaaHulladziina aamanuu mingkum walladziina uutul ‘ilma darajaatin. wallaaHu bimaa ta’maluuna khabiir (“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) maksudnya, Dia Mahamengetahui orang-orang yang memang berhak mendapatkan hal tersebut dan orang-orang yang tidak berhak mendapatkannya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abuth Thufail ‘Amir bin Watsilah, bahwa Nafi’ bin ‘Abdil Harits bertemu dengan ‘Umar bin al-Khaththab di Asafan. ‘Umar mengangkatnya menjadi pemimpin Makkah lalu ‘Umar berkata kepadanya: “Siapakah yang engkau angkat sebagai khalifah atas penduduk lembah?” ia menjawab: “Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka adalah Ibnu Abzi, salah seorang budak kami yang telah merdeka.” Maka ‘Umar bertanya: “Benar engkau telah mengangkat seorang mantan budak sebagai pemimpin mereka?” Dia pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ia adalah seorang yang ahli membaca Kitabullah (al-Qur’an), memahami ilmu fara-idh dan pandai berkisah.” Lalu ‘Umar ra. berkata: “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat suatu kaum karena Kitab ini (al-Qur’an) dan merendahkan dengannya sebagian yang lainnya.”
Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari az-Zuhri. Dan hadits yang sama juga diriwayatkan melalui jalan lain dari ‘Umar.
“12. Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 13. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum Mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujaadilah: 12-13)
Allah berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman, jika salah seorang di antara mereka akan mengadakan pembicaraan rahasia dengan Rasulullah saw. hendaklah ia mengeluarkan shadaqah terlebih dahulu yang dapat menyucikan dan membersihkan dirinya serta menjadikannya layak untuk berdiri di tempat itu. Oleh karena itu Allah berfirman: dzaalika khairul lakum wa athHaru (“Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih.”) fa illam tajiduu (“Jika kamu tidak memperoleh”) kecuali orang yang miskin yang tidak mampu melakukannya karena miskin: fa innallaaHa ghafuurur rahiim (“Maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”) Allah swt. tidak memerintahkan hal tersebut kecuali kepada orang-orang yang mampu melakukannya.
Firman-Nya selanjutnya: a asyfaqtum an tuqaddimuu baina yadai najwaakum shadaqaat (“Apakah kamu takut akan [menjadi miskin] karena kamu memberikan shadaqah sebelum pembicaraan dengan Rasul?”) maksudnya apakah kalian merasa khawatir terhadap berlanjutnya kewajiban untuk mengeluarkan shadaqah sebelum mengadakan pembicaraan rahasia dengan Rasulullah saw.?
Fa idz lam taf’aluu wa taaballaaHu ‘alaikum fa aqiimush shalaata wa aatuz zakaata wa athii’ullaaHa wa rasuulaHuu wallaaHu khabiirum bima ta’maluun (“Maka jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi taubat kepadamu, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”) dengan demikian, kewajiban shadaqah ini telah dihapus dari mereka. Dan ada yang berpendapat bahwa tidak ada yang dapat mengamalkan ayat ini sebelum dihapusnya kecuali ‘Ali bin Abi Thalib ra.
Laits bin Abi Salim menceritakan dari Mujahid, ‘Ali berkata: “Terdapat satu ayat dalam Kitabullah yang tidak ada seorangpun yang mengamalkannya sebelum maupun sesudahku. Aku mempunyai satu dinar, lalu menukarnya dengan sepuluh dirham, dan jika aku berbicara tentang suatu rahasia dengan Rasulullah saw., aku bershadaqah dengan satu dirham, lalu perintah tersebut dihapuskan dan tidak ada seorang pun sebelum atau sesudahku yang mengamalkannya.” Setelah itu ‘Ali membacakan ayat ini: yaa ayyuHalladziina aamanuu idzaa naajaitumur rasuula faqaddimuu baina yadai najwaakum shadaqatan (“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan shadaqah [kepada orang miskin] sebelum pembicaraan itu.”
‘Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman-Nya: faqaddimuu baina yadai najwaakum shadaqatan (“Hendaklah kamu mengeluarkan shadaqah [kepada orang miskin] sebelum pembicaraan itu.”) yang demikian itu karena kaum Muslimin banyak mengajukan masalah kepada Rasulullah saw. sehingga mereka merasa takut dan khawatir memberatkan beliau, maka Allah hendak meringankan Nabi-Nya. Setelah beliau mengatakan hal tersebut, banyak dari kaum muslimin yang takut dan berhenti mengajukan masalah. Sehingga setelah itu Allah swt. menurunkan ayat: a asyfaqtum an tuqaddimuu baina yadai najwaakum shadaqaat (“Apakah kamu takut akan [menjadi miskin] karena kamu memberikan shadaqah sebelum pembicaraan dengan Rasul?”) dan Allah Ta’ala memberikan keluasan kepada mereka dan sama sekali tidak mempersempit mereka.
Bersambung ke bagian 9
Tinggalkan Balasan