Alam Semesta Menurut Pandangan Islam

3 Jan

Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi

Menurut Islam pandangan terhadap alam semesta bukan hanya berdasarkan akal semata. Alam semesta difungsikan untuk menggerakkan emosi dan prasaan manusia terhadap keagungan al-Khaliq, kekerdilan manusia di hadapan-Nya, dan pentingnya ketundukan kepada-Nya. artinya, alam semesta dipandang sebagai dalil qath’i yang menunjukkan keesaan dan ketuhanan Allah.

1. Alam semesta: diciptakan untuk satu tujuan
Alam semesta ini tidak diciptakan berdasarkan permainan atau senda gurau. Firman Allah:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (ad-Dukhaan: 38-39)
“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan [tujuan] yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.” (al-Ahqaf: 3)

Kepada manusia disajikan berbagai pertanyaan dan anjuran untuk beribadat kepada Allah sekaligus mengesakan-Nya setelah manusia merenungkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya, firman Allah:

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka Itulah orang-orang yang merugi. Katakanlah: “Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, Hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (az-Zumar: 62-64, dan 67)

Pandangan Islam terhadap alam semesta menimbulkan berbagai dampak dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah:

Pertama: keterkaitan seorang muslim dengan Pencipta semesta melalui tujuan yang paling tinggi, yaitu beribadat kepada Allah.
Kedua: mendidik manusia supaya bersungguh-sungguh karena seluruh semesta ini diciptakan untuk tujuan tertentu serta masa yang ditentukan pada sisi Allah, bukan untuk main-main atau senda gurau.

Firman Allah: “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan [istri dan anak], tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, [tentulah Kami telah melakukannya].” (al-Anbiyaa’: 16-17)

Ayat tersebut mengajak manusia untuk mencapai tujuan dari berbagai fenomena semesta melalui cara yang serius, tanpa main-main, senda gurau, dan kesia-siaan. Selain itu, hendaknya, perenungan terhadap alam semesta ini merupakan perenungan yang logis dan ilmiah. Untuk mewujudkan ini, al-Qur’an mengarahkan pandangan si perenung pada masalah-masalah yang lebih mendalam.

2. Tunduknya semesta adalah takdir Allah.
Firman Allah:
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Yaasiin: 37-40)

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (al-Hijr: 19-21)

Peredaran matahari dan bulan pada garis edarnya tidak akan menyimpang dan tidak akan berbeda musimnya. Masing-masing berjalan menurut sunah kauniyah yang telah diciptakan Allah dan selaras dengan ketetapan Allah. Demikian pula dengan gerak kehidupan di bumi, Allah telah memberikan penghidupan yang sesuai dengan kadar dan ketentuan. Dia telah menurunkan sesuatu, hujan misalnya, kecuali menurut kadarnya. Kepada manusia, Allah telah mengajarkan ihwal perhitungan melalui pergantian siang dan malam, pergantian musim, dan bulan-bulan Komariyah.

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (Al-Israa’: 12)

“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” (al-An’am: 96)

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, seluruh ilmu hitung bertumpu pada pengulangan satuan bilangan yang sama dan penambahan bilangan yang satu ke bilangan yang lainnya. Konsep tersebut berlaku pada sistem penjumlahan, yang menambahkan berbagai kelompok bilangan yang berbeda; sistem perkalian yang mengulang kelompok bilangan yang sama; sistem pengurangan yang membuang salah satu satuan bilangan; serta sistem pembagian yang membagian perkalian satuan bilangan sejenis dan sama. Konsep tersebut melahirkan manusia-manusia yang pakar dalam bidang aritmatika, aljabar, kalkulus, diferensial, atau kalkulus integral. Dengan demikian konsep dasar bidang-bidang ilmu hitung itu lahir dari perhitungan hari, bulan, dan tahun yang semuanya itu berkaitan erat dengan kekuasaan Allah untuk menentukan rotasi bumi, bulan dan musim.

Dari gambaran di atas kita menemukan bahwa dalam mendidik manusia, al-Qur’an memiliki dua prinsip ilmiah yang melengkapi aspek pasivisme, finalitas dan logika. Dua prinsip itu adalah:

A. Pertama. Berulangnya berbagai kejadian semesta melalui sunnah yang ditetapkan Allah. Dia yang Mahaagung dan Mahatinggi berkuasa mengubah sunnah itu jika Dia kehendaki. Prinsip itu merupakan landasan dalam berfikir ilmiah, dengan landasan itu, manusia bereksploitasi dan berkreasi dalam segala fenomena peradaban.

B. Kedua, sesungguhnya sunnah-sunnah semesta dengan segala kejadian, fenomena dan wujudnya, mulai dari yang berupa atom hingga yang terbesar, merupakan ciptaan Allah yang diturunkan sesuai dengan kadarnya, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada satupun perkara yang melampaui batasan-Nya dan merusak keseimbangan atau sistem lain yang berdekatan, baik dengan mempengaruhi maupun dipengaruhi. Prinsip tersebut telah diambil oleh ilmuwan muslim dari al-Qur’an dan dikembangkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dalam perkembangannya, ilmu-ilmu itu dikuasai oleh ilmuwan Eropa, terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan metode berfikir ilmiah, kaidah ilmu modern, dan logika. Prinsip inilah yang menunjukkan logika yang ilmiah, yaitu melakukan observasi ilmiah berdasarkan analogi kuantitatif, bukan berdasarkan deskripsi kualitatif. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan akal secara cermat dan mengambil segala sesuatu berdasarkan analogi.

3. Keteraturan semesta: Kekuasaan Allah
Allah adalah penata sunnah semesta yang dengan topangan kekuasaan-Nya, Dia menjalankan dan mengatur semesta sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

“….dan Dia menahan [benda-benda] langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya…” (al-Hajj: 65)

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah…” (Fathir: 41)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu [juga] kamu keluar [dari kubur].” (ar-Ruum: 25)

Manusia merupakan bagian dari alam semesta ini. Karenanya dalam segala persoalan hidup dan matinya, manusia harus tunduk pada ketentuan Allah, Penguasa tertinggi dan sunnah-sunnah ciptaan-Nya.

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (al-An’am: 61)

4. Sunnatullah untuk Manusia
Agar hidup manusia teratur, Allah telah menyusun sunnah-sunnah yang diberikan melalui para Rasul. Dengan Sunnah-Nya, Allah berhak mengadzab umat, membinasakan sebagian umat, menetapkan ajal, dan mengubah berbagai kondisi seperti yang digambarkan dalam firman-Nya:

“Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (ar-Ra’du: 10-11)

“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan.” (Ali ‘Imraan: 137)

Sunnah-sunnah Allah tersebut sangat mempengaruhi kehidupan ilmuwan muslim. Dalam Muqadimah-nya Ibnu Khaldun memperoleh arah yang jelas dari sunnah-sunnah kemasyarakatan yang dituturkan dalam al-Qur’an, terutama dalam bahasan tentang asas-asas sosiologi.

5. Alam semesta tunduk kepada Allah
Dari bahasan terdahulu, kita dapat menyimpulkan bahwa seluruh semesta ini tunduk pada pengaturan, perintah, iradat dan kehendak Allah. Allah menjelaskan hal itu dalam berbagai ayat:

“Mereka [orang-orang kafir] berkata: ‘Allah mempunyai anak.’ Mahasuci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya. Allah Pencipta langit dan bumi, dan apabila Dia berkehendak [untuk menciptakan] sesuatu, maka [cukuplah] Dia hanya mengatakan kepadanya: ‘Jadilah.’ Lalu jadilah ia.” (al-Baqarah: 117-118)

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada satupun melainkan bertasbih dengan memujinya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun.” (al-Israa’: 16-17)

Ketaatan dan ketundukan alam semesta membuktikan keagungan dan kesucian Allah. Maka manusia yang berfikir dan berakal, lebih layak lagi untuk mengakui nikmat dan karunia Allah, merasakan kebesaran-Nya, atau memuji dan menyucikan-Nya dengan bertasbih. Inilah pendidikan manusia yang paling mendasar.

6. Alam semesta: ditaklukkan untuk manusia
Agama Islam adalah agama yang istimewa. Melalui pengarahan bahwa manusia telah diberi kekuasaan oleh Allah untuk memanfaatkan segala potensi alam semesta ini. Yang jelas, Allah telah menaklukkan alam semesta bagi manusia, mulai dari yang pengaruhnya besar, seperti matahari, hingga yang pengaruhnya kecil, seperti atom dan lebah.

Firman Allah:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 32-34)

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah: 29)

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl: 12-18)

Ayat-ayat di atas dan juga ayat lain yang sejenis mendorong manusia untuk melembutkan hati, memuji Allah, menyukuri nikmat Allah, bertasbih kepada Allah, dan bertauhid kepada Allah, serta mampu mendidik daya afeksi dan emosional manusia untuk tunduk kepada Allah. Selain itu melalui ayat tersebut, akal manusia terdidik untuk terbiasa dalam kondisi ilmiah. Artinya kita menggunakan prinsip praktis dan penggunaan kaidah-kaidah ilmiah dalam mengolah potensi alam untuk kesejahteraan manusia.

Setiap ayat yang diturunkan sejak 14 abad silam, menuturkan pemanfaatan sinar matahari, cahaya bulan, tenaga angin, cahaya bintang, gunung-gunung, lautan, dan segala perkara yang telah ditundukkan Allah bagi manusia dan Allah pun telah memberikan kunci-kuncinya kepada manusia. Ketentuan tersebut mencakup segala perkara yang ada di bumi, sebagaimana difirmankan Allah:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah: 29)

Dilihat dari segi pendidikan, al-Qur’an telah mendidik manusia dalam pemanfaatan alam semesta melalui cara yang tidak menyesatkan atau melampaui batas. Dengan demikian pemanfaatan tersebut mengotori air sungai, tidak berlebihan dalam memanfaatkan satwa lautan, serta tidak mendhalimi saudaranya lewat permusuhan atau dusta.

Melalui pendidikan Islam, manusia dididik untuk memanfaatkan alam semesta sesuai dengan perintah dan batas-batas syariat-Nya. Allah tidak mentoleransi kedhaliman dan permusuhan, bahkan Dia menyerukan agar manusia saling mengasihi dan saling bertanggung jawab. Jika manusia mengingat Allah dalam segala perilaku, perbuatan, dan dalam pemanfaatan segala fasilitas hidup, manusia akan terhindar dari kedurhakaan, permusuhan, kerusakan, dan kebohongan.

&

4 Tanggapan to “Alam Semesta Menurut Pandangan Islam”

  1. Ahmad Salbani 14 Desember 2017 pada 15.26 #

    Thanks For Material.

  2. Rizki miranda utami 1 Oktober 2020 pada 10.01 #

    Terimakasih buat Penjelasan nya.

  3. Adzan ash Shiddieqy 3 Oktober 2020 pada 20.05 #

    Komentar saya tentang alam semesta adalah ruang di mana didalamnya terdapat kehidupan biotik maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat diungkapkan walaupun tidak titik sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Alquran

Tinggalkan Balasan ke Ahmad Salbani Batalkan balasan