Yusuf Qardawy, Fiqih Prioritas
DOSA-DOSA besar itu tidak hanya terbatas kepada amalan-amalan lahiriah, sebagaimana anggapan orang banyak, akan tetapi kemaksiatan yang lebih besar dosanya dan lebih berbahaya ialah yang dilakukan oleh hati manusia.
Amalan yang dilakukan oleh hati manusia adalah lebih besar dan lebih utama daripada amalan yang dilakukan oleh anggota
tubuhnya. Begitu pula halnya kemaksiatan yang dilakukan oleh hati manusia juga lebih besar dosanya dan lebih besar
bahayanya.
KEMAKSIATAN ADAM DAN KEMAKSIATAN IBLIS
Al-Qur’an telah menyebutkan kepada kita dua bentuk kemaksiatan yang mula-mula terjadi setelah terciptanya Adam dan setelah dia ditempatkan di surga.
Pertama, kemaksiatan yang dilakukan oleh Adam dan istrinya
ketika dia memakan buah dari pohon yang dilarang oleh Allah
SWT. Itulah jenis kemaksiatan yang berkaitan dengan
amalan-amalan anggota tubuh yang lahiriah, yang didorong oleh kelupaan dan kelemahan kehendak manusia; sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (Thaha: 115)
Iblis terlaknat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, yaitu
ketika Adam lupa dan lemah kekuatannya. Iblis menampakkan
kepada Adam dan istrinya bahwa larangan Allah untuk memakan buah pohon itu sebagai sesuatu yang indah. Ia menipu mereka, dan menjanjikan sesuatu kepada mereka sehingga mereka terjatuh ke dalam janji-janji manis Iblis.
Akan tetapi, Adam dan istrinya segera tersadarkan iman yang
bersemayam di dalam hati mereka, dan mereka mengetahui bahwa mereka telah melanggar larangan Allah; kemudian mereka bertobat kepada Tuhannya, dan Allah SWT menerima tobat mereka:
“… dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.
Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (Thaha: 121-122)
Keduanya berkata, “Ya tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (al-A’raf: 23)
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya,
maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 37)
Kedua, kemaksiatan yang dilakukan oleh Iblis ketika dia
diperintahkan oleh Allah –bersama para malaikat– untuk
bersujud kepada Adam sebagai penghormatan kepadanya, yang diciptakan oleh Allah SWT dengan kedua tangan-Nya, kemudian Dia tiupkan ruh kepadanya.
“Maka bersujudlah para malaikat itu bersama-sama, kecuali Iblis. Ia enggan ikut bersama-sama malaikat yang sujud itu. Allah berfirman: “Hai lblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?” Berkata Iblis: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk. Dan sesungguhnya kutukan itu akan tetap menimpamu hingga hari kiamat kelak.”” (al-Hijr: 30-35)
Itulah keengganan dan kesombongan terhadap perintah Allah
sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah:
“… maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 34)
Iblis membantah dan berkata kepada Tuhannya dengan sombongnya:
“… Aku lebih baik daripada dirinya. engkau ciptakan saya dari api sedang dia engkau ciptakan dari tanah.” (al-A’raf: 12)
Perbedaan antara kedua bentuk kemaksiatan tersebut ialah bahwa kemaksiatan Adam adalah kemaksiatan yang dilakukan oleh anggota badan yang tampak, kemudian dia segera bertobat.
Sedangkan kemaksiatan Iblis adalah kemaksiatan dalam hati yang tidak tampak; yang sudah barang tentu akan diberi balasan yang sangat buruk oleh Allah SWT. Kami berlindung kepada Allah dari segala kemaksiatan tersebut.
Tidak heranlah bahwa setelah itu datang peringatan yang sangat keras terhadap kita dari melakukan kemaksiatan dalam hati, yang digolongkan kepada dosa-dosa besar. Kebanyakan
kemaksiatan dalam hati itu adalah pendorong kepada kemaksiatan besar yang dilakukan oleh anggota tubuh kita yang tampak; dalam bentuk meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah, atau melakukan segala larangannya.
KESOMBONGAN
Sebagaimana yang kita ketahui dari kisah Iblis bersama dengan Adam, kesombongan dapat mendorong kepada penolakan terhadap perintah Allah SWT. Dia berfirman:
“Berkata Iblis: ‘Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal dari) lumpur hitam yang diberi bentuk.'” (al-Hijr: 33)
“… Aku lebih baik daripada dirinya…” (Shad: 76)
Atas dasar itulah kita diperingatkan untuk tidak melakukan kesombongan dan melakukan penghinaan terhadap orang lain; sehingga Rasulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat setitik kesombongan.”27
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan, “Kemegahan adalah kain-Ku, kesombongan adalah selendang-Ku, dan barangsiapa yang merebutnya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya.” 28
Dalam hadits yang lain disebutkan, “Seseorang akan dianggap telah melakukan keburukan apabila dia menghina saudaranya sesama Muslim.” 29
“Barangsiapa yang mengulurkan pakaiannya (memanjangkan pakaian yang dikenakannya secara berlebihan) maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat kelak.”30
Selain dari hadits-hadits tersebut, al-Qur’an dalam berbagai ayatnya mencela orang yang melakukan kesombongan, dan menjelaskan bahwa kesombongan mencegah banyak orang untuk beriman kepada Rasulullah saw, sekaligus menjerumuskan diri mereka ke neraka Jahanam:
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenarannya)…” (an-Nahl: 14)
“Maka masuklah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu (an-Nahl: 29)
“… Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong.” (an-Nahl: 23)
“… Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Ghafir: 35)
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku…” (al-A’raf: 146)
KEDENGKIAN DAN KEBENCIAN
Dalam kisah dua orang anak nabi Adam yang dikisahkan oleh al-Qur’an kepada kita, kita dapat menemukan kedengkian (hasad) yang mendorong kepada salah seorang di antara dua bersaudara itu untuk membunuh saudaranya yang berhati baik.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua anak Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu.” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa.”
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?.” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (al-Ma’idah: 27-31)
Al-Qur’an memerintahkan kita untuk berlindung kepada Allah
dari kejahatan orang-orang yang dengki.
“Dan dari kejahatan orang dengki apabila dia sedang dengki.” (al-Falaq: 5)
Al-Qur’an mengatakan bahwa hasad adalah salah satu sifat orang Yahudi.
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran, karunia yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia itu.?…” (an-Nisa’: 54)
Allah menjadikan hasad sebagai salah satu penghalang keimanan terhadap ajaran Islam, dan merupakan salah satu sebab penipuan terhadapnya:
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran…” (al-Baqarah: 109)
Rasulullah saw mengatakan bahwa kedengkian dan kebencian merupakan salah satu penyakit umat yang sangat berbahaya, dan sangat mempengaruhi agamanya. Beliau saw bersabda,
“Penyakit umat terdahulu telah merambah kepada kamu semua yaitu: kebencian dan kedengkian. Kebencian itu adalah pencukur. Aku tidak berkata pencukur rambut, tetapi pencukur agama.” 31
Dalam hadits yang lain disebutkan, “Tidak akan bertemu di dalam diri seorang hamba, keimanan dan kedengkian.”32
Rasulullah saw bersabda, “Manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa dengki”33
KEKIKIRAN YANG DIPERTURUTKAN
Di antara bentuk kemaksiatan hati yang besar ialah tiga hal yang dianggap merusak kehidupan manusia, yang kita diperingatkan oleh hadits Nabi saw untuk menjauhinya: “Ada tiga hal yang dianggap dapat membinasakan kehidupan manusia, yaitu kekikiran (kebakhilan) yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan ketakjuban orang terhadap dirinya sendiri.”34
Banyak sekali hadits yang mencela sifat kikir ini:
“Kekikiran dan keimanan selamanya tidak akan bertemu
dalam hati seorang hamba.” 35
“Keburukan yang ada di dalam diri seseorang ialah, kekikiran yang meresahkan dan sikap pengecut yang melucuti.” 36
“Jauhilah kezaliman, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah kekikiran, karena sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu; karena ia membuat mereka menumpahlan darah dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan bagi mereka.” 37
“Jauhilah kekikiran, karena sesungguhnya umat sebelum kamu telah binasa karena kekikiran ini. Kekikiran itu menyuruh memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskannya; kekikiran itu menyuruh bakhil, maka mereka bakhil; kekikiran itu menyuruh berbuat keji, maka mereka berbuat keji.” 38
Para ulama berkata, “Kikir adalah sifat bakhil yang disertai dengan tamak. Ia melebihi keengganan untuk memberikan sesuatu karena kebakhilan. Bakhil hanyalah untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemberian harta benda saja, sedangkan kikir berkaitan dengan pemberian harta benda dan juga kebaikan atau ketaatan. Dan kekikiran yang meresahkan (al-syukhkh al-hali’)ialah yang membuat pelakunya selalu resah, dan sangat gelisah.
Artinya, dia selalu gelisah dan khawatir bila ada haknya yang diminta orang.” Mereka berkata, “Kekikiran selamanya tidak pernah akan bertemu dengan pengetahuan terhadap Allah. Karena sesungguhnya keengganan untuk menafkahkan harta benda dan memberikannya kepada orang lain adalah karena takut miskin, dan ini merupakan kebodohan terhadap Allah, dan tidak mempercayai janji dan jaminannya. Atas dasar itulah hadits Nabi saw menafikan pertemuan antara kekikiran dan keimanan di dalam hati manusia. Masing-masing menolak yang lain.
HAWA NAFSU YANG DITURUTI
Di antara hal-hal yang dapat membinasakan (al-muhlikat) manusia sebagaimana disebutkan oleh hadits Nabi saw ialah hawa nafsu yang dituruti; yang juga diperingatkan oleh al-Qur’an dalam berbagai ayatnya. Allah SWT pernah berkata kepada Dawud:
“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu penguasa di maka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan
Tinggalkan Balasan