Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan
Al-Qur’an terdiri atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari al-Qur’an. Surah adalah sejumlah ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Tertib atau urutan ayat-ayat al-Qur’an ini adalah tauqiifi, ketentuan dari Rasulullah. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’, di antaranya az-Zarkasyi dalam al-Burhaan dan Abu Ja’far Ibnuz Zubair dalam munaasabah-nya, dimana ia mengatakan: “Tertib ayat-ayat di dalam surah-surah itu berdasarkan tauqiifi dari Rasulullah dan atas perintahnya, tanpa perselisihan kaum Muslimin.”
As-Suyuti telah memastikan hal itu dan bekata: “Ijma’ dan nas-nas yang serupa menegaskan, tertib ayat-ayat itu adalah tauqiifi, tanpa diragukan lagi.” Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menunjukkan kepadanya tempat dimana ayat-ayat itu harus diletakkan dalam surah atau ayat-ayat yang turun sebelumnya. Lalu Rasulullah memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskannya di tempat tersebut. Beliau mengatakan kepada mereka: ‘Letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang di dalamnya disebutkan begini dan begini.’ Atau: ‘Letakkanlah ayat ini di tempat anu.’ Susunan dan penempatan ayat tersebut sebagaimana yang disampaikan para shahabat kepada kita.
Utsman bin Abil ‘As berkata: Aku tengah duduk di samping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian kata beliau: “Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar agu meletakkan ayat ini di tempat anu dari surah ini: ‘Sesungguhnya Allah menyuruh [kamu] berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat…’” (an-Nahl: 90) (HR Ahmad dengan isnad hasan)
Utsman berhenti ketika mengumpulkan al-Qur’an pada tempat setiap ayat dari sebuah surah dalam al-Qur’an dan, sekalipun ayat itu telah dimansukh hukumnya, tanpa mengubahnya. Ini menunjukkan bahwa penulisan ayat dengan tertib seperti itu adalah tauqiifi.
Ibnu Zubair berkata: “Aku mengatakan kepada Utsman bahwa ayat: ‘Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri…(al-Baqarah: 234) telah dimansukh oleh ayat lain. Tetapi mengapa anda menuliskannya atau membiarkannya dituliskan? Ia menjawab: ‘Kemenakanku, aku tidak mengubah sesuatupun dari tempatnya.’” (HR Bukhari)
Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqiifi. Sebab jika tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh hadits-hadits tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Darda’ dalam hadits marfu’: “Barangsiapa hafal sepuluh ayat dari surah al-Kahfi, Allah akan melindunginya dari Dajjal.” Dan dalam redaksi lain dikatakan: “Barangsiapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surah al-Kahfi..” (HR Muslim) juga terdapat hadits-hadits lain yang menunjukkan letak ayat tertentu pada tempatnya. Umar berkata: “Aku tidak menanyakan kepada Nabi saw. tentang sesuatu lebih banyak dari yang aku tanyakan kepadanya tentang kalaalah, sampai-sampai Nabi menekankan jarinya ke dadaku dan mengatakan: ‘Tidak cukupkah bagimu ayat yang diturunkan pada musim panas, yang terdapat di akhir surah an-Nisaa’?’” (HR Muslim)
Di samping itu diterima pula bahwa Rasulullah saw. telah membaca sejumlah surah dengan tertib ayat-ayatnya dalam shalat atau dalam khutbah Jum’at, seperti surah al-Baqarah, Ali ‘Imraan dan an-Nisaa’. Juga hadits shahih menyatakan bahwa Rasulullah membaca surah al-A’raaf dalam shalat maghrib dan dalam shalat shubuh hari Jum’at membaca surah Alif laam miim. Tanziilul kitaabi laa raiba fiiHi.” (as-Sajdah), dan Hal ataa ‘alal insaani (ad-DaHr); juga membaca surah Qaaf pada waktu khutbah; surah Jumuah dan surah Munaafiquun dalam shalat Jum’at.
Jibril senantiasa mengulangi dan memeriksa al-Qur’an yang telah disampaikannya kepada Rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan Ramadlan dan pada tahun terakhir kehidupannya sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril terakhir ini seperti tertib yang dikenal sekarang ini.
Dengan demikian, tertib ayat-ayat al-Qur’an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar di antara kita adalah tauqiifi, tanpa diragukan lagi. As-Suyuti, setelah menyebutkan hadits-hadits berkenaan dengan surah-surah tertentu mengemukakan: “Pembacaan surah-surah yang dilakukan Nabi di hadapan para shahabat itu menunjukkan bahwa tertib atau susunan ayat-ayatnya adalah tauqiifi. Sebab, para shahabat tidak akan menyusunnya dengan tertib yang berbeda dengan yang mereka dengar dari bacaan Nabi. Maka sampailah tertib ayat seperti demikian kepada tingkat mutawatir.” (lihat al-Itqaan, jilid 1 hal 61)
&