At-Tadzkirah; Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi; Imam Syamsuddin al-Qurthubi
Menurut riwayat Abu Hadbah Ibrahim bin Hadbah, dia berkata, telah bercerita kepada kami, Anas bin malik ra. dari Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya semua manusia pasti mengalami kesusahan kematian dan sakaratul maut. Dan sesungguhnya sendi-sendi tulangnya masing-masing mengucapkan salam perpisahan kepada yang lain seraya berkata, ‘Semoga kamu sejahtera. Kamu berpisah dariku, dan aku pun berpisah darimu sampai hari kiamat.’” (Dlaif; hadits ini dikeluarkan pula oleh Sa’ad bin manshur, seperti yang ada dalam at-Tahrir al-Murasakh [190], dan disebutkan oleh Ibnu Iraq Tanzih Asy-Syari’ah)
Begitu pula al-Muhasibi menyebutkan dalam kitabnya, ar-Ri’ayah, bahwa Allah Ta’ala pernah berfirman kepada Ibrahim as, “Hai, kekasihku, bagaimana rasanya kematian?” Ibrahim menjawab: “Bagaikan batang besi pemanggang daging yang dipanaskan, dimasukkan ke dalam wool yang basah, lalu ditarik.” Allah berfirman, “Padahal sungguh, Kami benar-benar telah meringankannya untukmu, hai Ibrahim.” (Maudlu’ disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Mudlu’at)
Dan diriwayatkan pula, bahwa ketika Nabi Musa as. rohnya dipanggil pulang kepada Allah, maka Dia bertanya kepadanya: “Hai Musa, bagaimana rasanya mati?” Musa menjawab: “Saya rasakan diriku seperti seekor burung kecil yang digoreng hidup-hidup di wajan. Tidak mati, maka akhirnya bisa tenang, dan tidak pula selamat, maka akhirnya bisa terbang.”
Dan dalam riwayat lain Nabi Musa as. berkata, “Saya rasakan diriku seperti seekor kambing yang dikuliti hidup-hidup oleh tukang jagal.” (Diriwayatkan oleh al-Mararzi dalam al-Jama’iz, sebagaimana yang ada dalam at-Tahir al-Murasakh, karya Ibnu Thulun (170/171)
Oleh karena itu Nabi ‘Isa bin Maryam a.s. menasehatkan, “Hai para Hawari, berdoalah kepada Allah agar meringankan untukmu sakarat ini.” Maksudnya, sakaratul maut.
Dan ada yang meriwayatkan, bahwa kematian lebih sakit daripada dipenggal dengan pedang, atau digergaji dengan gergaji, atau digunting dengan gunting.
Abu Nu’aim al-Hafidh menyebutkan sebuah hadits dalam kitabnya, al-Hilyah, dari Makhul, dari Watsilah bin al-Aqsa’, Nabi saw. bersabda, “Demi [Allah] Yang Menggenggam jiwaku, sesungguhnya melihat Malaikat Maut itu lebih dahsyat daripada seribu kali pukulan pedang.” (dlaif; dlaif al-Jami’ [208] dan adl-Dlaifah [2083] karya al-Albani)
Dalam menggambarkan sakaratul maut ini, ada lagi sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Hamid, dari Anas bin Malik, dari Nabi bersabda antara lain: “Sesungguhnya para malaikat mengurung seseorang [yang akan meninggal] dan menahannya. Kalau tidak demikian, maka dia pasti lari ke padang pasir dan ke padang belantara, karean dahsyatnya sakaratul maut.” (Imam Syamsuddin al-Qurthubi; penulis buku ini tidak mengenal hadits ini)
Riwayat lainnya bahwa malaikat Maut itu sendiri, jika Allah mencabut nyawanya kelak, setelah kematian seluruh makhluk, maka dia berkata, “Demi keagungan-Mu, andaikan aku tahu betapa pedihnya sakaratul maut seperti yang aku rasakan ini, niscaya aku tidak akan mencabut nyawa seorang mukmin pun.” Demikian disebutkan oleh al-Qadhi Abu Bakar bin al-‘Arabi.
Dari Syahr bin Hausyah, dia berkata, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang maut dan kedahsyatannya. Beliau menjawab, “Sesungguhnya maut yang paling ringan ialah seperti rumput berduri yang ada dalam woll. Dapatkah rumput itu keluar dari woll tanpa menyangkut bulu-bulu woll?” (dlaif; diriwayatkan oleh Abi ad-Dun-ya dalam kitab Dzikr al-Maut. Syahr al-Hausah adalah seorang yang hasan haditsnya, kecuali jika haditnya berlawanan dengan hadits lainnya, atau secara sendirian dia menyampaikan hadits yang tidak dikenal oleh yang lain-lain. adapun isnad hadist ini memang dlaif karena mursal.)
Masih kata Syahr, ketika Amr bin al-Ash akan meninggal dunia, anaknya berkata, “Wahai ayah, sesungguhnya engkau pernah berkata kepada kami, ‘Andaikan aku bertemu dengan seorang pandai yang tetap berotak cerdas walau dalam kedatangan sakaratul maut, agar dia menerangkan kepadaku apa yang dia rasakan.’ Dan ternyata, orang itu adalah engkau sendiri. Maka, terangkanlah kepadaku kematian itu.”
Amr berkata, “Oh anakku, demi Allah, seakan-akan lambungku terhimpit dalam lemari. Seakan-akan aku bernafas melalui lobang jarum. Dan seakan-akan ada dahan berduri ditarik dari kedua telapak kakiku sampai ke ujung kepalaku.” Kemudian dia pun berkata,
“Andai saja di celah-celah bukit itu berada,
Dengan kawanan kambing yang kugembala,
Sebelum datangnya apa
Yang kini di hadapanku tampak nyata.”
(cerita yang serupa dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad. Begitu pula dalam at-Tahrir al-Murasakh [176-177) dimana pada catatan pinggirnya ada pernyataan. “Cerita yang shahih, diriwayatkan oleh Ahmad [199-200] dan Ibn Asakir, bahkan juga oleh adz-Dzahabi dalam biografi Amr bin al-Ash dalam kitabnya, Siyar A’lam an-Nubala’)
Ada pula sebuah riwayat dari Abu Maisarah, disampaikan secara marfu’, bahwa dia berkata, “Andaikan sakitnya seutas rambut dari orang yang meninggal dunia itu diberikan kepada penduduk langit dan bumi, niscaya mereka mati semua.” (tidak ada asalnya, demikian dinyatakan dalam at-Tahrir al-Murassakh [175]. Bahkan al-Iraqi berkata, “Saya tidak menemukan sumber kata-kata ini.”)
Dan orang-orang pun menyenandungkan syair:
Aku memang ingat akan binasa
Tapi tak kurasa takut kepadanya.
Keras nian hati di dada
Bagai batu tak berharga.
Aku tak henti mencari harta
Seolah ‘kan kekal di dunia
Padahal maut mengejar di belakangku
Langkah demi langkah terus menguntitku.
Maka ketahuilah, hai shahabat
Cukuplah maut sebagai penasehat
Bagi siapa yang pasti tiba,
Tercabut nyawa telah ditakdirkan
Intipan maut dari segala penjuru
Tempat bersembunyi pasti kan tahu
Kemana saja dia tangkap
Untuk selamat, tiada terhindar.
&
Tag:akhirat, al-Qurthubi, aqidah, berita kiamat, hisab, iman, islam, jahanam, malaikat, Neraka, surga, Syamsuddin