Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nuur (Cahaya)
Surah Madaniyyah; surah ke 24:64 ayat
“36. Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, 37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. 38. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (an-Nuur: 36-38)
Setelah menyebutkan perumpamaan hati orang Mukminin, Allah menyebutkan tempatnya yaitu masjid-masjid yang tidak lain adalah tempat yang paling disukai Allah, masjid adalah rumah Allah, tempat hamba-hamba-Nya beribadah dan mengesakan-Nya.
Firman Allah: fii buyuutin adzinallaaHu an turfa’a (“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk memuliakan,”) yaitu yang telah diperintahkan untuk dipelihara dan dijaga kebersihannya dari kotoran dan dari perkataan atau perbuatan yang sia-sia yang tidak layak dilakukan di dalamnya. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abi Thalhah dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ra. berkaitan dengan firman Allah: fii buyuutin adzinallaaHu an turfa’a (“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk memuliakan,”) beliau berkata: “Allah telah melarang perbuatan sia-sia di dalamnya.” Qatadah mengatakan: “Maksudnya adalah masjid-masjid yang telah Allah perintahkan untuk membangun, memakmurkan, memuliakan dan menjaga kebersihannya.”
Banyak sekali hadits yang berisi anjuran untuk membangun masjid, menghormati, memuliakan, mengelokkan dan mewangikannya. Di antaranya: diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa membangun masjid semata-mata mengharap wajah Allah, niscaya Allah akan membangun untuknya rumah seperti itu di dalam surga.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk membangun masjid di kampung-kampung kami dan membersihkannya serta mengelokkannya.” (HR Ahmad dan para penulis sunan kecuali an-Nasa’i)
Bukhari meriwayatkan bahwa ‘Umar bin al-Khaththab ra. berkata: “Bangunlah masjid untuk masyarakat yang cukup untuk menaungi mereka, janganlah mewarnainya merah atau kuning karena dapat mengganggu kekhusyukan mereka.”
Abu Dawud meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Akut tidak diperintahkan untuk membangun masjid.” ‘Abdullah bin ‘Abbas mengatakan: “Yakni menghiasinya seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani menghiasi tempat ibadah mereka.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan datang hari kiamat hingga manusia berbangga-bangga dengan bangunan-bangunan masjid.”
Diriwayatkan dari Buraidah, ia bercerita: Seorang lelaki mencaci barangnya yang hilang di dalam masjid. Ia bertanya: “Siapakah yang melihat untaku yang berwarna merah?” Rasulullah saw. menjawab: “Engkau tidak akan menemukannya! Sesungguhnya masjid dibangun untuk tujuan tersendiri [yakni untuk shalat dan dzikrullah].” (HR Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. berkata: “Apabila kalian melihat seseorang berjual beli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya: ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dari jual belimu!’ dan apabila kalian melihat seseorang mencari barangnya yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya: ‘Semoga Allah tidak mengambalikannya kepadamu!’” (HR Tirmidzi, ia berkata: “Hadits ini hasan gharib.”)
Ibnu Majah dan yang lainnya telah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra. secara marfu’ dari Rasulullah saw.: “Beberapa perkara yang tidak boleh dilakukan di dalam masjid: jangan menjadikan masjid sebagai tempat melintas, jangan menghunus pedang / senjata di dalamnya, jangan menarik tali busur panah di dalamnya, jangan menaburkan anak panah di dalamnya, jangan lewat di dalamnya dengan membawa daging mentah, jangan melaksanakan hukum hadd di dalamnya, jangan melakukan hukum qishash di dalamnya, jangan menjadikannya sebagai pasar [tempat jual beli].”
Diriwayatkan dari Watsilah bin al-Asqa’ ra, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak, orang gila, jual beli, perdebatan, suara hingar bingar, pelaksanaan hudud [hukuman] dan janganlah menghunus pedang di dalamnya. Buatlah tempat wudlu dan berilah wewangian pada hari-hari Jum’at.” (HR Ibnu Majah, namun sanad kedua riwayat di atas Dlaif)
Masalah larangan melintas masjid, sebagian ulama menganggap makruh melintas di dalam masjid apabila ada alternatif jalan lain untuk lewat, kecuali untuk suatu keperluan. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa para Malaikat heran melihat seorang lelaki melintas dalam masjid namun ia tidak shalat di dalamnya.
Masalah larangan menghunus senjata, menarik tali busur panah dan menaburkan anak panah dalam masjid, disebabkan dapat mencederai orang lain, karena banyak orang-orang yang shalat di dalamnya. Oleh karena itu Rasulullah saw. memerintahkan siapa saja yang melintas dalam masjid dengan membawa senjata, hendaklah mengamankan bagian yang tajam agar tidak melukai orang lain seperti yang diriwayatkan dalam kitab ash-Shahih.
Masalah larangan membawa daging mentah dalam masjid, karena dikhawatirkan tetesan darahnya akan mengotori masjid, sebagaimana halnya wanita haidh dilarang lewat di dalamnya karena dikhawatirkan akan mengotori masjid.
Larangan melaksanakan hukum hadd dan qishash di dalam masjid, karena dikhawatirkan akan menimbulkan kotoran di dalamnya dari percikan darah orang yang dihukum pancung atau potong tangan.
Larangan menjadikannya sebagai pasar [tempat jual beli], karena masjid dibangun untuk dzikrullah dan shalat seperti disabdakan oleh Rasulullah saw. kepada seorang Arab Badui yang buang air kecil di sudut masjid: “Sesungguhnya masjid tidak dibangun untuk ini [buang hajat], namun dibangun untuk dzikrullah dan shalat di dalamnya.” Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan agar dibawa seember air lalu disiramkan ke atas kencingnya.” (HR Bukhari)
Imam Bukhari meriwayatkan dari as-Sa-ib bin Yazid ak-Kindi, ia berkata: Suatu ketika aku berada di masjid Nabawi, tiba-tiba seseorang melemparku dengan kerikil kecil. Aku melihatnya ternyata orang itu ‘Umar bin al-Kahththab ra. ia berkata: “Pergi dan bawalah kedua lelaki itu kemari.” Maka akupun membawa kedua lelaki yang dimaksud ke hadapan beliau. ‘Umar bertanya: “Dari mana kalian berdua?” “Dari Tha’if,” jawab mereka berdua. ‘Umar berkata: “Sekiranya kalian berdua berasal dari kota ini [yakni Madinah] niscaya aku pukul kalian! Karena kalian mengangkat suara di dalam masjid Rasulullah saw.!”
Dalam ash-Shahihain telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shalat seorang lelaki berjamaah dilipatgandakan nilainya sebanyak dua puluh lima kali daripada shalatnya di rumah atau di kedainya. Yaitu bilamana seseorang dari kamu berwudlu dan menyempurnakan wudlunya, kemudian ia pergi ke masjid, tidak ada yang mengeluarkannya dari rumah selain untuk mengerjakan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya melainkan Allah angkat derajatnya satu tingkat dan menghapus kesalahannya. Apabila ia telah mengerjakan shalat maka malaikat selalu mendoakannya selama ia berada di tempat shalatnya, para malaikat berkata: ‘Ya Allah, berilah shalawat atasnya, ya Allah rahmatilah dia.’ ia tetap berada dalam shalat selama ia dalam keadaan menunggu shalat.”
Dalam marfu’ yang dikeluarkan oleh ath-Thabrani disebutkan: “Tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuai di masjid.” (di-dlaif-kan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Dlaiful Jami’ [6297]
Dalam kitab Sunan disebutkan: “Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke masjid dalam kegelapan malam berupa cahaya yang sempurna pada hari kiamat nanti.”
Bersambung ke bagian 22
Tag:24, agama, Al-qur'an, an nur, an nuur, hadits, islam, religion, riwayat, surah, surat, tafsir, tafsir al-Qur'an, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir