Arsip | 16.57

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 43 (13)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 43“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk men- Jadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.” (al-Qashshash: 43)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang nikmat yang diberikan kepada hamba dan Rasul-Nya, Musa Kalimullah- semoga dia mendapatkan shalawat dan salam dari Rabb-Nya- dengan diturunkan-Nya Taurat kepadanya setelah dihancurkannya Fir’aun dan para pembesarnya.

Firman Allah: mim ba’di maa aHlaknal quruunal uulaa (“Sesudah Kami binasakan generasi-generasi terdahulu.”) yaitu bahwa setelah diturunkannya Taurat, tidak satu umat pun yang diadzab secara umum. Akan tetapi Dia memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk memerangi kaum musyrikin, musuh-musuh Allah.

Firman-Nya: bashaa-ira lin naasi wa Hudaw wa rahmaH (“Untuk menjadi pelita bagi manusia, petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.”) yaitu dari kebutaan [hati] dan kedhaliman, dengan diberikan kepadanya petunjuk kepada kebenaran dan rahmat, yaitu tuntunan kepada amal shalih.
La’allaHum yatadzakkaruun (“Agar mereka ingat”) yaitu agar manusia mengingatnya dan dapat mengambil petunjukknya.

Bersambung ke bagian 14

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 38-42 (12)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 38-42“38. dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta”. 39. dan Berlaku angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada kami. 40. Maka Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim. 41. dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. 42. dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka Termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).” (al-Qashash: 38-42)

Yaa ayyuHal mala-u maa ‘alimtu lakum min ilaaHin ghairii (“Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ilah bagimu selain aku.”) Allah mengabarkan tentang kekufuran dan kediktatoran Fir’aun serta kedustaannya terhadap pengakuan ketuhanan dirinya yang buruk, semoga Allah melaknatnya. Dan perkataannya: fa aukidlii yaa Haamanu ‘alath thiini faj’allii sharhal la’allii ath-thali’u ilaa ilaaHi muusaa (“Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat melihat Ilah nya Musa.”) yaitu ia memerintahkan kepada Haman, penata rakyat dan penasehat kerajaannya, untuk membakar tanah liat, yakni membuat batu bata untuk membangun ash-Sharh, yaitu sebuah istana megah yang tinggi menjulang. Hal itu disebabkan karena Fir’aun membangun sebuah istana megah yang belum pernah ada di dunia bangunan yang lebih tinggi dari bangunannya guna membuktikan kepada rakyatnya tentang kedustaan Musa yang mendakwahkan adanya Ilah lain selain Fir’aun.

Untuk itu dia berkata: wa innii la-adhunnuHuu minal kaadzibiin (“Dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.”) yaitu dalam perkataannya bahwa disana terdapat Rabb selain diriku. Tidak mungkin Dia mendustakannya, bahwa Allah Ta’ala telah mengutusnya, karena belum pernah diakui tentang adanya Pencipta Jalla wa ‘Alaa, maka ia berkata: wa maa rabbul ‘aalamiin ? (“Siapakah Rabb semesta alam itu?”)(asy-Syu’araa: 23) inilah perkataan Ibnu Jarir.

Firman Allah: wastakbara Huwa wa junuudaHuu fil ardli bighairil haqqi wa dhannuu annaHumm ilainaa laa yurja’uun (“Dan berlaku angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi [Mesir] tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami.”) yaitu merek melampaui batas, sombong dan banyak berbuat kerusakan di muka bumi. Serta mereka berkeyakinan bahwa tidak ada hari Kiamat dan tempat kembali.

Untuk itu dalam ayat ini Allah berfirman: fa akhadznaaHu wa junuudaHuu fanabadznaaHum fil yammi (“Dan Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut.”) yaitu Kami tenggelamkan mereka ke dalam lautan di suatu pagi. Maka tidak ada seorangpun yang tersisa.
Fandhur kaifa kaana ‘aaqibatudh dhaalimiina wa ja’alnaaHum a-immatay yad’uuna ilan naari (“Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang dhalim. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka.”) yaitu bagi orang yang berjalan di belakang mereka dan menempuh cara-cara mereka dalam mendustakan Rasul dan menolak Pencipta.

Wa yaumal qiyaamati laa yunsharuun (“Dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.”) yaitu terkumpullah pada mereka kehinaan di dunia yang membawa kehinaan di akhirat. Firman Allah: wa atba’naaHum fii HaadziHid dun-yaa la’natan (“Dan Kami sertakan laknat kepada mereka di dunia ini.”) yaitu Allah memulai melaknat mereka dan melaknat kerajaan mereka melalui lisan orang-orang yang beriman diantara hamba-hamba-Nya yang mengikuti para Rasul. Sebagaimana merek di dunia dilaknat melalui lisan para Nabi as. dan para pengikut mereka. demikianlah, wa yaumal qiyaamati Hum minal maqbuuhiin (“Pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan [dari rahmat Allah].”)

Bersambung ke bagian 13

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 36-37 (11)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 36-37“36. Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat- mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan Kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang Kami dahulu”. 37. Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang zalim”. (al-Qashash: 36-37)

Maa Haadzaa illaa sihrum muftaran (“Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat.”) yaitu dibuat-buat dan diciptakan. Mereka ingin membantahnya dengan tipu daya dan pengaruh.

Firman-Nya: wa maa sami’naa biHaadzaa fii aabaa-inal awwaliin (“Dan kami belum pernah mendengar ini pada nenek moyang kami dahulu.”) yang mereka maksudkan adalah beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Mereka mengatakan: “Kami belum pernah melihat seorangpun di antara nenek moyang kami menganut agama ini dan kami pun tidak pernah melihat manusia melainkan mereka menyekutukan ilah lain bersama Allah. Maka Musa as. menjawab komentar mereka dengan berkata: Rabbii a’lamu bi man jaa-a bil Hudaa min ‘indiHii (“Rabbku lebih mengetahui orang yang patut membawa petunjuk dari sisi-Nya.”) yaitu di antaraku dan di antara kalian, dan Dia akan memutuskan perkara di antara aku dan kalian. Untuk itu Dia berkata, wa man takuuna laHuu ‘aaqibatud daar (“Dan siapa yang akan mendapatkan kesudahan baik di negeri akhirat.”) yaitu berupa pertolongan, kemenangan dan dukungan. innaHuu laa yuflihudh dhaalimuun (“Sesungguhnya tidaklah mendapat kemenangan orang-orang yang dhalim”) yaitu orang-orang yang menyekutukan Allah.

Bersambung ke bagian 12

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 33-35 (10)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 33-35“33. Musa berkata: “Ya Tuhanku Sesungguhnya Aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, Maka aku takut mereka akan membunuhku. 34. dan saudaraku Harun Dia lebih fasih lidahnya daripadaku, Maka utuslah Dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkata- an)ku; Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.
35. Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, Maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” (al-Qashash: 33-35)

Tatkala Allah memerintahkan Musa pergi menemui Fir’aun, dimana dahulu dia keluar dari negeri Mesir guna melarikan diri darinya dan karena takut dari kekejamannya, qaala rabbi innii qataltu minHum nafsan (“Musa berkata: ‘Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka’”) yaitu seorang laki-laki Qibthi. Fa akhaafu ay yaqtuluun (“Maka aku takut mereka akan membunuhku.”) yaitu jika mereka melihatku.
Wa akhii Haaruunu Huwa afshahu minnii lisaanan (“Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya dari padaku.”) karena Musa as. tidak begitu lancar berbicara.

Untuk itu Dia berfirman: Wa akhii Haaruunu Huwa afshahu minnii lisaanan fa arsilHu ma’iya rid-an (“Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya dari padaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku.”) yaitu menteri, pembantu, dan pendukung urusanku yang dapat membenarkanku tentang apa yang aku katakan dan kabarkan dari Allah swt, karena berita yang disampaikan dua orang lebih mengena dalam jiwa dibandingkan berita yang disampaikan satu orang. Karena itu dia berkata, innii akhaafu ay yukadzdzibuun (“Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku.”)

Muhammad bin Ishaq berkata, rid-ay yushaddiqunii (“sebagai pembantuku untuk membenarkanku”) yaitu untuk menjelaskan kepada mereka tentang apa yang aku kemukakan kepada mereka. karena ia (Harun) memahami tentang perkataanku apa yang tidak mereka pahami. Ketika Musa as. meminta hal tersebut, qaala (“berfirman”) Allah Ta’ala: sanasyuddu ‘a-dludaka bi-akhika (“Kami akan membantumu dengan saudaramu”) yaitu Kami akan memperkuat urusanmu dan memperkokoh kedudukanmu dengan saudaramu yang kamu minta menjadi Nabi bersamamu, sebagaimana Dia berfirman di dalam ayat lain: qad uutiita su’laka yaa muusaa (“Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu hai Musa.”)(ThaaHaa: 36)

Untuk itu sebagian salaf berkata: “Tidak ada seseorang yang lebih besar pemberiannya kepada saudaranya dibandingkan pemberian Musa as kepada Harun. Karena ia membantunya, hingga Allah menjadikannya sebagai seorang Nabi dan Rasul bersamanya menuju Fir’aun dan para pembesarnya.”

Untuk itu Allah berfirman tentang kedudukan Musa: wa kaana ‘indallaaHi wajiiHan (“Dia di sisi Allah sebagai seorang yang terhormat.”)(al-Ahzaab: 69)

Firman Allah Ta’ala: wa naj’alu lakumaa sulthaanan (“Dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar,”) yaitu bukti yang kuat. Falaa yashiluuna ilaikumaa bi aayaatinaa (“Maka mereka tidak dapat mencapaimu”) yaitu tidak ada jalan bagi mereka untuk menyakitimu, disebabkan upaya kalian berdua dalam menyampaikan ayat-ayat Allah. Untuk itu Allah mengabarkan kepada keduanya, bahwa akibat yang baik akan berpihak kepada keduanya dan kepada orang yang mengikuti keduanya di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman: antumaa wa manit taba’akumal ghaalibuun (“Kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang.”) wallaaHu a’lam.

Bersambung ke bagian 11

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 29-32 (9)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 29-32“29. Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan Dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), Sesungguhnya aku melihat api, Mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. 30. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah Dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, Yaitu: “Ya Musa, Sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. 31. dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah Dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. se- sungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang aman. 32. masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”. (al-Qashash: 29-32)

Wa saara bi-aHliHii (“Dan dia berangkat dengan keluarganya”) mereka berkata: “Musa amat rindu pada negeri dan keluarganya, lalu ia bercita-cita untuk mengunjungi mereka secara sembunyi-sembunyi dari Fir’aun dan kaumnya. Maka ia membawa keluarganya serta kambing-kambing yang dihibahkan oleh mertuanya. Kemudian ia berjalan bersama mereka di waktu malam yang hujan, gelap gulita dan udara dingin. Lalu ia singgah di suatu tempat, dimana setiap kali dia menyalakan kayu bakar tak satupun yang dapat menyala. Di saat itu, aanasa min jaanibith thuuri naaran (“dilihatnyalah api di lereng gunung.”) ia berkata kepada keluarganya: ‘Tunggulah, sesungguhnya aku melihat api.’”) yaitu hingga aku pergi melihatnya. La-‘allii aatiikum minHaa bikhabarin (“Mudah-mudahan aku dapat membawa sebuah berita.”) hal itu disebabkan dia tersesat, aw jadzwatim minan naari (“atau membawa sesuluh api”) yaitu sebagian api tersebut. La ‘allakum tashthaluun (“agar kamu dapat menghangatkan badan.”) yaitu kalian dapat menghangatkan tubuh dengannya dari udara dingin.

Allah berfirman: falammaa ataaHaa nuudiya min syaathi-il waadil aimani (“Maka tatkala Musa sampai ke tempat api itu, diserulah dia dari pinggir lembah yang diberkahi.”) yaitu dari arah lembah yang berada di sebelah arah barat gunung. Ini di antara petunjuk yang menjelaskan bahwa Musa menuju api tersebut ke arah kiblat. Sedang gunung tersebut berada di arah barat bagian kanan. Dan api tersebut ditemukan berada di sebuah pohon hijau di lereng gunung bersebelahan dengan danau. Lalu ia berhenti terheran-heran menyaksikan perkara tersebut. Maka rabbnya memanggilnya: Min syaathi-il waadil aimani fil buq’atil mubaarakati minasy syajarati (“Dari [arah] pinggir lembah yang diberkahi dari sebatang pohon kayu.”)

Ibnu Jarir berkata, bahwa ‘Abdullah berkata: “Aku melihat pohon tempat diserunya Musa adalah abu-abu kehijauan bercahaya.” Isnadnya muqarib.

Firman Allah: ay yaa muusaa innii anallaaHu rabbul ‘aalamiin (“Yaitu: ‘Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam.’”) yakni yang mengajak berdialog dan berbicara kepadamu adalah Rabb semesta alam yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya.

Firman-Nya: wa an alqi ‘ashaaka (“dan lemparkanlah tongkatmu”) yang ada di tanganmu sebagaimana diikrarkan hal itu; falammaa ra-aaHaa taHtazzu (“Maka tatkala Musa melihatnya tahtazzu”) bergerak-gerak, ka annaHaa jaannuw wallaa mudbiran (“seolah-olah dia adalah ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang”) yaitu dalam gerakan yang cepat, bentuknya yang besar, mulutnya yang begitu lebar dan taring-taringnya yang tajam, dimana tidak satu batupun yang dilaluinya melainkan akan dilahap dengan kunyahan mulutnya.

Wallaa mudbiraw walam yu’aqqib (“larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh”) yaitu sama sekali tidak menoleh. Karena sudah menjadi tabiat manusia, lari darinya. Maka tatkala Allah berfirman kepadanya: yaa muusaa aqbil walaa takhaf innaka minal aaminiin (“Hai Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah engkau takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman.”) ia kembali dan berdiri di tempatnya yang semula. Kemudian Allah berfirman:

Usluk yadaka fii jaibika takhruj bai-dlaa-a min ghairi suu-in (“Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat yang bukan karena penyakit.”) yaitu jika engkau masukkan tanganmu ke dalam bajumu kemudian engkau keluarkan, maka dia akan keluar bercahaya, seakan-akan sepotong bulan dalam cahaya kilat. Untuk itu dia berfirman: min ghairi suu-in (“bukan karena penyakit”) yaitu bukan karena penyakit kusta.

Firman Allah: wadl-mum ilaika janaahaka minar raHbi (“dan dekapkanlah kedua tanganmu [ke dadamu] bila ketakutan.”) Mujahid berkata: “Akibat kaget.” Qatadah berkata: “Akibat takut.” Yang jelas bahwa yang dimaksud adalah Dia memerintahkan Musa as. jika ia merasa takut terhadap sesuatu, agar mendekapkan kedua tangannya ke dadanya. Jika melakukan hal demikian niscaya hilanglah rasa takut pada dirinya. Terkadang jika seseorang menggunakan hal tersebut sebagai upaya meneladani, ia meletakkan tangannya di atas dadanya [jantungnya], maka akan hilanglah apa yang dirasa dan ditakutinya, jika Allah Ta’ala menghendaki dan hanya kepada-Nyalah keyakinan [ditujukan].

Ibnu Abi Hatim berkata: “Musa as, hatinya dipenuhi oleh rasa takut kepada Fir’aun. Lalu jika ia melihatnya ia berdoa: AllaaHumma innii adra-ubika fii nahriHii wa a’uudzubika min syarriHi (‘Ya Allah, sesungguhnya aku menolak dengan-Mu pembunuhan dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya.’) Maka Allah mencabut perasaan yang ada di dalam hati Musa as. dan menanamkan perasaan takut ke dalam hati Fir’aun.”

Allah berfirman: fadzaanika burHaanaani mir rabbika (“Demikian itu adalah dua mukjizat dari Rabbmu.”) yaitu melemparkan tongkat dan menjadikannya seekor ular yang hidup, serta memasukkan tangannya ke dalam baju, lalu keluar putih tidak bercacat yang bukan karena penyakit, adalah dua dalil yang qath’i dan tegas tetang kemampuan Musa yang dipilih oleh Allah serta kebenaran kenabiannya dengan terlaksananya mukjizat itu atas tangannya. Untuk itu Allah Ta’ala berfirman: ilaa fir’auna wa mala-iHi (“Kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya”) yaitu kaumnya yang terdiri dari para pemimpin, para pembesar dan para pendukung, innaHum kaanuu qauman faasiqiin (“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”) yaitu orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah serta menyelisihi perintah dan agama-Nya.

Bersambung ke bagian 10

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 25-28 (8)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 25-28“25. kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan Balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata: “Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”. 26. salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. 27. berkatalah Dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik”. 28. Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, Maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (al-Qashshash: 25-28)

Ketika kedua wanita itu kembali lebih cepat dengan membawa kambing-kambing ke rumah ayahnya, sang ayah pun tidak percaya dengan kedatangan keduanya yang begitu cepat. Dia menyanyakan tentang kondisi kedua putrinya itu. Lalu keduanya menceritakan peristiwa tentang yang dilakukan oleh Musa. Maka sang ayah mengutus salah satu dari kedua puterinya itu untuk mengajak Musa menemui dirinya. Firman Allah: fajaa-atHu ihdaaHumaa tamsyii ‘alas tihyaa-i (“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari wanita itu berjalan dengan malu-malu.” Yaitu jalannya wanita-wanita yang terhormat [bukan budak].”)

Sebagaimana diriwayatkan dari Amirul Mukminin, ‘Umar ra, berkata: “Dia datang dengan menutupkan dengan pakaiannya ke wajahnya.”
Ibnu Abi Hatim berkata bahwa ‘Amir bin Maimun berkata, ‘Umar ra. berkata: “Dia datang berjalan dengan malu-malu dengan menutupkan pakaian ke wajahnya, bukan wanita yang amat berani dan sering keluar rumah.” Isnadnya shahih.

Al-Jauhari berkata: “Kata [assalfa’u] pada laki-laki adalah pemberani, dan pada wanita adalah aktif dan gesit, sedangkan pada unta adalah tangkas.”

Qaalat inna abii yad’uuka liyajziyaka ajra maa saqaita lanaa (“Ia berkata: ‘Sesungguhnya ayahku memanggilmu, agar ia memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami.’”) ini merupakan sikap beradab dalam bertutur kata, dimana ia tidak memintanya secara mutlak, agar tidak menimbulkan perasaan curiga, bahkan ia berkata: “Sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberikan balasan bagi kebaikanmu memberi minum ternak kami.” Yaitu “agar ia memberikan balasan dan memberimu upah atas pertolonganmu memberikan minum ternak kami.”

Falammaa jaa-aHu wa qash-sha ‘alaiHil qashasha (“Maka tatkala Musa mendatangi ayahnya dan menceritakan kepadanya cerita tentang dirinya.”) yaitu dia menceritakan kepadanya perkara yang terjadi terhadap dirinya yang menyebabkan ia keluar dari negerinya.
Qaala laa takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Ayahnya berkata: ‘Jangan kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.’”) ia berkata: “Tenteramlah jiwamu dan luruskanlah pandanganmu, karena engkau telah keluar dari kerajaan mereka. mereka tidak memiliki kekuasaan di negeri kami.” Untuk itu dia berkata: takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.”)

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa ayah wanita ini. Ada beberapa pendapat, salah satunya berpendapat bahwa ayahnya itu adalah Syu’aib as. salah seorang Nabi yang diutus kepada penduduk Madyan. Inilah pendapat yang masyur di kalangan banyak ulama. Juga dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri dan selainnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz al-Azdi, dari Malik bin Anas, telah sampai kabar kepadanya, bahwa Syu’aib as. lah yang diceritakan oleh Musa tentang dirinya. Dia berkata: “laa takhaf najauta minal qaumidh dhaalimiin (“Jangan kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dhalim itu.”)

Ath Thabrani meriwayatkan dari Salamah bin Sa’ad al-Ghazi, bahwa seorang utusan datang kepada Rasulullah saw. dan berkata kepadanya: “Selamat datang kaum Syu’aib dan dua saudari Musa, semoga engkau diberi hidayah.”
Ulama lain berkata: “Dia adalah anak laki-laki saudara Syu’aib.” Pendapat lain mengatakan: “Dia adalah seorang laki-laki Mukmin dari kaum Syu’aib.”

Firman Allah: qaalat ihdaaHumaa yaa abatis ta’jirHu inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja [pada kita], karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”) yaitu berkata salah seorang putri laki-laki ini. Satu pendapat mengatakan, wanita itu adalah yang pergi di belakang Musa as. ia berkata kepada ayahnya: yaa abatis ta’jirHu (“Hai ayahku, ambillah ia sebagai pekerja.”) yaitu sebagai penggembala kambingnya.

‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad bin Ishaq dan selainnya berkata: Ketika wanita itu berkata: inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”) maka ayahnya berkata kepadanya: “Apa yang kamu ketahui tentang itu?” wanita itu berkata: “Dia telah mengangkat sebuah batu besar yang tidak mampu diangkat kecuali oleh 10 orang laki-laki. Dan saat aku datang bersamanya, aku berjalan di depannya, lalu ia berkata kepadaku: ‘Berjalanlah di belakangku.’ Jika ia berbeda jalan denganku, ia memberikan sebuah tanda batu kerikil agar aku mengetahui kemana ia berjalan.”

Sufyan ats-Tsauri berkata dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Manusia paling cerdik ada 3 orang; Abu Bakar yang memberikan kecerdikannya kepada ‘Umar, teman Yusuf ketika ia berkata: ‘Berikanlah kepadanya tempat yang baik,’ dan teman wanita Musa berkata: “yaa abatis ta’jirHu inna khaira manis ta’jartal qawiyyul amiin (“Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja [pada kita], karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”) ayahnya berkata: innii uriidu an unkihaka ihdabnatayya Haataini (“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua anakku ini.”) Laki-laki ini memintanya untuk menggembalakan kambingnya dan menikahkannya dengan salah seorang putrinya.

Syu’aib al-Jubba-i berkata: “Keduanya cantik dan molek.”
Para murid Abu Hanifah mengambil dalil ayat ini tentang sahnya jual beli, dimana salah seorang berkata: “Aku jual kepadamu salah seorang budak ini dengan harga 100.” Lalu yang lain berkata, “Aku beli.” Maka sah. wallaaHu a’lam.

Firman-Nya: ‘alaa an ta’juranii tsamaaniya hijajin fa in atsmamta ‘asyran fa min ‘indika (“Atas dasar bahwa engkau bekerja denganku delapan tahun dan jika engkau cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah darimu.”) kewajibanmu hanya menggembalakan kambingku selama delapan tahun. Jika engkau mendermakan dengan melebihkannya dua tahun maka itu adalah darimu sendiri. Kalau tidak, cukup delapan tahun saja.
Wamaa uriidu an asyuqqa ‘alaika satajidunii insyaa allaaHu minash shaalihiin (“Maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan engkau insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”) yaitu aku tidak akan memberatkanmu, tidak menyakitimu dan tidak menguasaimu.

Firman Allah mengabarkan tentang Musa: qaala dzaalika bainii wa bainika ayyamal ajalaini qadlaitu falaa ‘udwaana ‘alayya wallaaHu ‘alaa maa naquulu wakiil (“Dia [Musa] berkata: ‘Inilah [perjanjian] antara aku dan dirimu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku [lagi]. Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.’”) ia berkata, Sesungguhnya Musa berkata kepada mertuanya: “Perkaranya sesuai dengan yang engkau katakan, dimana engkau menjadikan aku sebagai pegawai selama delapan tahun. Jika aku sempurnakan menjadi sepuluh tahun, maka itu berarti dariku. Mana saja yang paling minimal aku lakukan, maka aku telah bebas dari tanggungan dan telah keluar dari syarat yang ada.

Untuk itu ia berkata: ayyumal ajalaini qadlaitu falaa ‘udwaana ‘alayya (“Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku [lagi].”) maka tidak mengapa bagiku, sekalipun sempurna itu lebih baik sekalipun mubah, karena ia merupakan kelebihan dari satu sisi dengan dalil yang lain, sebagaimana Allah berfirman: faman ta’ajjala fii yaumaini falaa itsma ‘alaiHi wa man ta-akhkhara falaa itsma ‘alaiHi (“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat [dari Mina] sesudah dua hari, maka tak ada dosa baginya. Dan barangsiapa yang menangguhkan [keberangkatannya dari dua hari itu], maka tidak ada dosa pula baginya.”)(al-Baqarah: 203)

Sesungguhnya dalil menunjukkan bahwa Musa as. melakukan dua waktu yang paling sempurna dan lengkap.

Al-Bukhari berkata, bahwa Sa’id bin Jubair berkata: “Seorang Yahudi dari penduduk Hirah bertanya kepadaku, waktu yang mana yang ditunaikan Musa dari waktu yang ditetapkan. Aku berkata, “Aku tidak tahu hingga aku bertanya kepada ahli bahasa Arab, aku bertanya kepadanya, lalu aku ajukan kepada Ibnu ‘Abbas. Maka aku menanyakannya dan beliau berkata: ‘Katakanlah, bahwa dia menunaikan waktu yang paling lama dan paling baik. Karena seorang Rasul Allah jika berkata, ia pasti lakukan.’

Diriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas secara marfu’, ia berkata, Ibnu Jarir berkata dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku bertanya kepada Jibril, waktu yang mana yang ditunaikan Musa as ? Jibril menjawab: ‘Yang paling lengkap dan paling sempurna [di antara keduanya].’” HR Ibnu Abi Hatim dan al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi saw.

Kemudian Ibnu Abi Hatim berkata dari Yusuf bin Tirah, bahwa Rasulullah saw. ditanya, “Dua masa mana yang dilakukan Musa?” beliau menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Jibril dan Jibril menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Lalu Jibril bertanya kepada Malaikat yang berada di atasnya dan mereka menjawab, “Aku tidak mengetahui.” Maka malaikat itu bertanya kepada Rabb tentang apa yang dipertanyakan Jibril dari pertanyaan Muhammad saw. Maka Allah menjawab, “Dia menunaikan yang paling bagus dan paling baik.” Hadits ini mursal serta ada dalam jalan lain secara mursal. Ini merupakan jalan-jalan yang saling mendukung. Kemudiah hal ini diriwayatkan dari Abu Dzarr ra, al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar berkata dari Abu Dzarr ra. bahwa Nabi saw. ditanya, manakah dua waktu yang ditunaikan Musa? Beliau menjawab: “Yang paling lengkap dan paling baik. Ia berkata: dan jika engkau ditanya tentang dua wanita mana yang dinikahinya? Maka katakanlah: yang paling muda.”

Kemudian al-Bazzar berkata: “Kami tidak mengetahui yang diriwayatkan dari Abu Dzarr kecuali dengan isnad ini.”

Bersambung ke bagian 9

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash ayat 21-24 (7)

25 Agu

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashshash (Cerita-Cerita)
Surah Makkiyyah; surah ke 28: 88 ayat

tulisan arab alquran surat al qashash ayat 21-24“21. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, Dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu”. 22. dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”. 23. dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. 24. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, ke- mudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (al-Qashash: 21-24)

Tatkala laki-laki itu telah mengabarkan kepadanya tentang perundingan Fir’aun dan para pembesar negerinya berkenaan dengan perkaranya, maka ia keluar dari Mesir seorang diri, dan sebelumnya tidak tertarik untuk itu, bahkan ia berada dalam ia berada dalam kemenangan, kenikmatan dan sanjungan.

Fa kharaja minHaa khaa-ifatay yataraqqab (“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu.”) yaitu menengok ke kanan dan ke kiri.
Qaala rabbi najjinii minal qaumidh dhaalimiin (“Dia berdoa: ‘Ya Rabbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dhalim itu.”) yaitu Fir’aun dan para pembesarnya. Mereka telah menceritakan bahwa Allah telah mengutus kepadanya satu malaikat berkuda untuk menunjukkan jalannya. wallaaHu a’lam.

Wa lammaa tawajjaHa tilqaa-a madyana (“Tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan”) yaitu menempuh suatu jalan yang datar dan terang, ia pun tampak gembira. Qaala ‘asaa rabbii ay yaHdiyanii sawaa-as sabiil (“Ia berdoa: ‘Mudah-mudahan Rabbku membimbingku ke jalan yang benar.”) yaitu jalan yang lurus. Maka Allah mengabulkannya dan membimbingnya ke jalan yang lurus di dunia dan di akhirat, sehingga Allah menjadikannya sebagai pembimbing yang mendapat bimbingan.

Wa lammaa waradamaa-a madyana (“dan tatkala ia sampai di sumber air negeri madyan”) yaitu ketika ia telah sampai di negeri Madyan dan mengunjungi sumber air di sana, dimana terdapat sebuah sumur yang dipadati oleh para penggembala kambing.
Wajada ‘alaiHi ummatam minannaasi yasquuna (“Ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya.”) yaitu sekumpulan orang yang sedang memberi minum binatangnya.
Wawajada min duuniHimum ra-ataini tadzuudaan (“dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang wanita yang sedang menghambat.”) yaitu menghambat kambing-kambing keduanya agar tidak bergabung dengan kambing-kambing gembala lain, agar keduanya tidak diganggu.

Ketika Musa melihat keduanya, ia pun merasa kasihan dan menyayangi keduanya. qaala khath-bukumaa (“Musa berkata: ‘Apakah maksudmu [dengan berbuat begitu]?’”) yaitu apa maksud kalian berdua tidak bergabung dengan mereka ?

Qaalataa laa nasqii hattaa yushdirar ri’aa-u (“Kedua wanita itu menjawab: ‘Kami tidak dapat meminumkan [ternak kami], sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya.”) yaitu kami tidak mampu mendapatkan minuman itu kecuali setelah mereka selesai.
Wa abuunaa syaikhun kabiir (“Sedangkan bapak kami adalah orang tua yang sudah lanjut umurnya.”) yaitu inilah kondisi yang membawa kami pada apa yang engkau lihat. Allah Ta’ala berfirman: fasaqaa laHumaa (“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk keduanya”)

Abu Bakar Ibnu Syaibah berkata dari ‘Umar bin al-Khaththab ra. bahwa Musa ketika sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai sekelompok manusia yang sedang meminumkan ternaknya. Dia berkata: “Ketika mereka telah selesai, mereka hendak mengembalikan batu besar (penutup sumur) itu ke sumur dan tidak ada yang mampu mengangkatnya kecuali 10 orang laki-laki. Tiba-tiba dia melihat dua orang wanita yang sedang menghambat binatang ternaknya. Musa berkata: ‘Apa maksudmu?’ lalu keduanya bercerita. Maka Musa mendatangi batu itu dan mengangkatnya, kemudian dia tidak mampu memberikan minum kecuali satu ember saja hingga kambing-kambing itu tampak kenyang.” (isnadnya shahih)

Firman Allah: fasaqaa laHumaa tsumma tawallaa iladh dhilli faqaala rabbiii innii limaa anzalta ilayya min khairin faqiir (“Kemudian dia kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa: ‘Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.’”)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Musa berjalan dari Mesir ke negeri Madyan tanpa bekal makanan, kecuali sayuran dan daun-daun pohon. Dia berjalan tanpa alas kaki karena ketika ia sampai di kota Madyan telah rusak dua sandalnya dan ia duduk di bayang-bayang keteduhan. Dia adalah makhluk pilihan Allah, perutnya melekat ke pinggang karena lapar. Dan hijaunya sayuran tidak berguna bagi perutnya dan ia membutuhkan makanan (kurma).

Firman-Nya: iladh dhilli (“k tempat yang teduh”) Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud dan as-Suddi berkata: “Dia duduk di bawah pohon.” wallaaHu a’lam.
As-Suddi berkata: “Pohon itu adalah dari jenis pohon samar.” ‘Atha bin as-Sa-ib berkata: “Ketika Musa berdoa: “rabbiii innii limaa anzalta ilayya min khairin faqiir. (‘Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.’) terdengarlah oleh wanita itu.

Bersambung ke bagian 8