Arsip | 17.27

Perkara Orang yang Tidak Ikut Berperang

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Setibanya di Madinah, Nabi saw masuk ke dalam masjid kemudian melaksanakan shalat dua raka‘at. Seusai shalat beliau duduk bersama para sahabat. Orang-orang yang tidak ikut berperang datang kepada Nabi saw menyampaikan alasan masing-masing disertai sumpah. Jumlah mereka 80 orang lebih sedikit. Pernyataan dan alasan mereka itu diterima oleh Nabi saw dan beliau memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka. Sedangkan urusan Ka‘ab dan kedua temannya di biarkan hingga turun ayat-ayat yang menerangkan diterimanya taubat mereka.

Ka‘ab ra dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengungkapkan kisahyna sendiri sebagai berikut :
Diantara kisahku bahwa aku tidak ikut dalam berperang itu. Aku segera memulai persiapan untuk maju ke medan perang bersama kaum Muslimin, tetapi aku kembali lagi dan belum mempersiapkan sesuatu, kemudian aku berkata dalam hati : Aku sebenarnya mampu (ikut ke medan perang). Aku terus berusaha mempersiapkan untuk berangkat, tetapi ternyata aku belum mendapatkan apa-apa untuk berangkat. Ketika kaum Muslimin sudah berangkat dan berjalan jauh menuju medan perang akupun masih belum mempersiapkan apa-apa, lalu aku berkeinginan untuk menyusul mereka andai aku telah melakukannya tetapi aku pun tidak ditakdirkan untuk itu.

Setelah Rasulullah saw berangkat, aku keluar menemui orang-orang. Aku sangat sedih karena aku tidak melihat kecuali orang yang kental sekali kemunafiqannya atau orang lemah yang diberi dispensasi oleh Allah. Ketika kudengar Nabi saw telah bergerak pulang, aku merasa gelisah. Terlintas pula keinginan untuk berbohong demi menyelamatkan diri dari kemarahan beliau nanti!

… Kemudian aku meminta pandangan setiap orang yang pantas memberikan pandangan dari keluargaku. Ketika diberitahukan bahwa Rasulullah saw telah datang, hilangkah segala kebathilan dari pikiranku dan aku putuskan untuk berkata jujur kepada beliau. Aku datang menemui Rasulullah saw sraya mengucapkan salam kepadanya, tetapi beliau tersenyum sinis kemudian berkata :“Kemarilah!“ Setelah aku dihadapannya, beliau bertanya :“Kenapa kamu tidak berangkat? Bukankah kamu telah membeli kendaraan ?“ Aku jawab :“Ya, benar! Demi Allah seumpamanya aku sekarang ini berhadapan dengan orang lain dari penduduk dunia, tentu mudah bagiku mencari alasan untuk menghindari kemarahannya, apalagi aku adalah orang ynag pandai berdebat. Demi Allah aku tahu jika aku hari ini berbicara bohong kepada engkau sehingga engkau tidak memarahiku, sungguh pasti Allah yang mengetahui kebohongan itu akan memarahi engkau karena aku. Jika aku berkata jujur kepada engkau niscaya engkau memarahiku. Namun aku akan tetap berkata jujur demi mengharap ampunan Allah. Demi Allah , sungguh aku tidak punya halangan (udzur) apa-apa. Demi Allah, sebenarnya aku saat itu dalam keadaan kuat dan sanggupu berangkat ke madan perang!“.

Rasulullah saw menyahut :“Ya, itu memang tidak bohong. Pergilah sampai Allah menentukan sendiri persoalanmu!“ Aku lalu pergi. Ketika aku pergi, beberapa orang dari Banu Salmah menyusul dan menyalahkan tindakanku (karena tidak mengemukakan alasan sebagaimana orang lain). Kutanyakan kepada mereka : „Apakah ada orang lain yang berbuat sama seperti yang kulakukan?“

Mereka menjawab :“Ya, ada dua orang, dua-duanya mengatatakan kepada Rasulullah saw seperti yang telah engkau katakan, dan beliau juga mengatakan kepada mereka, seperti yang beliau katakan kepadamu!“ Aku bertanya lagi :“Siapakah kedua orang itu ?“ Mereka menjawab :“Murarah bin Ar-Rabi‘ dan Hilal bin Umaiyah.“ Mereka lalu menerangkan bahwa dua-duanya itu orang shaleh dan pernah ikut perang Badr. Dua-duanya dapat dijadikan contoh.

Kemudian Rasulullah saw mencegah kaum Muslimin bercakap-cakap dengan kami bertiga, sebagai orang yang tidak turut serta berangkat ke medan perang Tabuk. Semua orang menjauhkan diri dari kami dan berubah sikap terhadap kami, hingga aku sendiri merasa seolah-olah bumi yang kuinjak bukan bumi yang kukenal. Keadaan seperti ini kualami selama lima puluh hari. Dua orang temanku tetap tinggal di rumah masing-masing dan selalu menangis sedang aku sendiri sebagai orang muda dan berwatak keras tetap keluar seperti biasa, shalat jama‘ah bersama kaum Muslimin dan mondar-mandir ke pasar. Selama itu tak seorangpun yang mengajakku bercakap-cakap.

Akhirnya aku datang menghadap Rasulullah saw , kuhadapkan salam kepadanya saat sedang duduk sehabis shalat. Dalam hati aku bertanya : Apakah beliau menggerakkan bibir membalas ucapan salamku atau tidak. Kemudian aku shalat dekat beliau sambil melirik ke arah beliau. Ternyata di saat aku masih shalat beliau memandangku, tetapi setelah selesai shalat dan aku menoleh kepadanya, beliau memalingkan muka.

Pada suatu hari di saat aku sedang berjalan di pasar Madinah, tiba-tiba seorang asing penjaja dagangan yang datang dari Syam bertanya-tanya : „Siapakah yang dapat membantu saya menunjukkan orang yang bernama Ka‘ab bin Malik ?“ Banyak orang menunjukknya. Ia kemudian menghampiriku lalu menyerahkan sepucuk surat kepadaku dari raha Ghassan. Setelah kubuka ternyata berisi sebagai berikut :“Amma ba‘du, kudengar bahwa sahabatmu (yakni Rasulullah saw) telah mengucilkan dirimu. Tuhan tidak akan membuat dirimu hina dan nista. Datanglah kepadaku, engkau pasti kuterima dengan baik….“ Setelah kubaca aku berkata :“Ini juga termasuk cobaan!“ Kunyalakan api kemudian surat itu kubakar.

Setelah lewat empat puluh hari, datanglah utusan Rasulullahs aw kepadaku. Ia berkata :“Rasulullah saw memeirntahkan supaya engkau menjauhkan diri dari istrimu!“ Aku bertanya : „Apakah ia harus kucerai ataukah bagaimana ?“ Ia menjawab :“Tidak! Engkau harus menjauhinya, tidak boleh mendekatinya!“ Kepada dua orang temanku (yang senasib) Rasulullahs aw juga menyampaikan perintah yang sama. Kemudian kukatakan kepada istriku : „Pulanglah engkau kepada keluargamu, dan tetap tinggal di tengah-tengah mereka hingga Allah menetapkan keputusann-Nya mengenai persoalanku!“

Tinggal sepuluh hari lagi lengkaplah masa waktu lima puluh hari sejak Rasulullah saw melarang kaum Muslimin bercakap-cakap dengan kami ….
Tepat pada hari kelima puluh aku shalat subuhn memikirkan keputusan apa yang akan ditetapkan Allah dan Rasul-Nya atas diriku yang tengah mengalami penderitaan berat ini, hingga bumi yang luas ini kurasa amat sempit. Tiba-tiba kudengar suara orang berteriak dari bukit SIla’‘:“Hai Ka‘ab bin Malik, bergembiralah …!“

Seketika itu juga aku sujud (syukur) karena aku sadar bahwa ampunan Allah telah datang … Setelah mengimami shalat subuh berjama‘ah Rasulullah saw mengumumkan kepada kaum Muslimin bahwa Allah berfirman berkenan menerima taubat kami. Banyak orang berdatangan memberitahukan kabar gembira itu kepada kami bertiga. Setelah orang ynag kudengar suaranya dari atas bukit itu datang untuk menyampaikan kabar gembira kepadaku , kulepas dua baju yang sedang kupakai, kemudian dua-duanya kuberikan kepadanya dengan senang hati. Demi Allah, aku tidak mempunyai baju selain yang dua itu. Aku berusaha mencari pinjaman baju kepada orang lain, dan setelah kupakai aku segera pergi menemui Rasulullah saw. Banyak orang yang menyambut kedatanganku mengucap selamat atas ampunan Allah yang telah kuterima.

Aku kemudian masuk ke dalam masjid. Kulihat Rasulullah saw sedang duduk dikelilingi para sahabatnya. Thalhah bin Ubaidillah berdiri kemudian berjalan tergopoh-gopoh kepadaku. Selain Thalhah tidak ada orang lain dari kaum Muhajirin yang berdiri menyambut kedatanganku. Kebaikan Thalhah itu tidak dapat kulupakan.

Setelah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah saw , beliau dengan wajah berseri-seri kegirangan berkata :“Gembiralah menyambut hari baik yang belum pernah engkau alami sejak lahir dari kandungan ibumu!“ Aku bertanya :“Apakah itu dari anda sendiri, wahai Rasulullah ? ataukah dari Allah?“ Beliau menjawab :“Bukan dari aku, melainkan dari Allah.“

Kemudian aku berkata :“Wahai Rasulullah saw, sebagai tanda taubatku, aku hendak menyerahkan seluruh harta bendaku kepada Allah dan Rasul-Nya.“ Tetapi beliau menjawab :“Lebih baik engkau ambil sebagian dari hartamu itu!“. Selanjutnya kukatakan kepada beliau :“Wahai Rasulullah, Allah telah menyelamatkan dirikau karena aku berkata benar. Setelah aku bertaubat, selama sisa umurku aku tidak akan berkata selain yang benar!“.

Kemudian turunlah firman Allah kepada Rasul-Nya :
„Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka nyaris berpaling (tergelincir), namun kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesunguhnya Allah Mahaya Penyayang terhadap mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubatnya) sehingga bumi yang luas ini mereka rasakan amat sempit, dan jiwa mereka pun dirasa sempit oleh mereka, kemudian mereka menyadari bahwa tidak ada temapt lari dari (siksaan) Allah selain kepada-Nya, kemudian Allah menerima taubat mereka gar mereka tetap bertaubat. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hari orang-orang yang beriman, tetapi bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang selalu benar.“ (QS At-Taubah 117-119)

&

Perang Tabuk

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Sebabnya, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Sa‘ad dan lainnya, karena kaum Muslimin mendapat berita dari para pedagang yang kembali dari negeri Syam bahwa orang-orang Romawi telah menghimpun kekuatan besar dengan dukungan orang-orang Arab Nasrani dari suku Lakham, Judzam dan lainnya yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Setelah pasukan perintis mereka sampai di Balqa‘, Rasulullah saw memobilisir kaum Muslimin untuk menghadapi mereka. Thabarani meriwayatkan dari hadits Ibnu Hushain bahwa jumlah personi tentara Romawi sebanyak 40.000 orang.

Peperangan ini berlangsung pada bulan Rajab tehun ke-9 Hijriyah, di puncak musim panas dan ketika orang-orang menghadapi kehidupan yang sangat sulit. Pada saat ynag sama, musim buah-buahan Madinah mulai dapat dipanen. Oleh sebab itu, Rasulullah saw mengumumkan tempat yang akan mereka tuju, tidak sebagaimana biasanya dalam peperangan-peperangan lainnya.

Ka‘ab bin Malik berkata : Rasulullah saw mengumumkan peperangna ini kepada kaum Muslimin, tidak seperti biasanya jika beliau hendak melakukan peperangan. Beliau melakukan perang Tabuk ini dalam musim yang sangat panas, menempuh jarak yang jauh dan musuh yang berjumlah besar. Beliau mengumumkan perang ini kepada kaum Muslimin supaya mereka bersiap-siap menghadapinya.

Demikian perjalanan dalam peperangan ini sangat berat dirasakan oleh jiwa manusia. Ia merupakan ujian dan cobaan berat yang membedakan siapa yang di dalam hatinya ada nifaq dan siapa yang benar-benar beriman. Orang-orang munafiq berkata kepada sebagian yang lain : Janganlah kalian berperang di musim panas. Sementara itu sebagian yang lain datang kepada Rasulullah saw menyatakan : „Berilah ijin kepadaku dan janganlah kamu menjerumuskan aku ke
dalam fitnah. Demi Allah, kaumku tidak mengenal orang yang lebih mengagumi wanita selian daripada aku. Aku khawatir tidak dapat bersabar melihat wanita yang berambut pirang.“ Rasulullah saw berpaling darinya dan memberikan ijin kepadanya. Dalam pada itu, Abdullah bin Ubay bin Salul telah berkemah di sebuah tempat di Madinah bersama kelompok pendukung dan sekutunya. Ketika Rasulullah saw bergerak menuju Tabuk, ia (Abdullah bin Ubay) bersama rombongannya tidak bersedia berangkat bersama Nabi saw.

Di antara ayat al-Quran yang diturunkan berkenaan dengan sikap orang-orang munafiq ini adalah : „Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu merasa gembira dengan itnggalnya mereka di belakang Rasulullah saw, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan mereka berkata : „Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.“ Katakanlah :“Api nereka jahanam itu lebih sangat panasnya, jika mereka mengetahui:“ (QS At- Taubah : 81)

„Diantara mereka ada orang yang berkata :“Berikanlah saya ijin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.“ Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.“ (QS At-Taubah 49)

Sedangkan kaum Musliin datang kepada Rasulullah saw dari setiap pelosok. Dalam menghadapi peperangan ini Rasulullah saw telah menghimbau orang-orang kaya agar menyumbangkan dana dan kendaraan yang mereka miliki sehingga banyak diantara mereka yang meyerahkan harta dan perlengkapan. Ustman ra menyerahkan 300 ping uang sebanyak 1000 dinar ynag diletakkan di kamar Rasulullah saw , sehingga Nabi saw bersabda : „Tidak akan membahayakan Ustman apa yang dilakukan sesudahnya.“

Sedangkan Abu Bakar ra menyerahkan semua hartanya dan umar ra menyerahkan separuh dari hartanya. Turmidzi meriwayatkan dari Zaid bin Aslam dari bapaknya, ia berkata : Aku pernah mendengatr Umar ra berkata : Rasulullah saw memerintahkan kami bersodaqoh dan kebetulan waktu itu saya sedang punya harta, lalu aku berucap : Sekarang aku akan mengalahkan Abu Bakar, jika memang aku dapat mengalahkannya pada suatu hari. Kemudian aku datang kepada Rasulullah saw membawa separuh hartaku.

Nabi saw bertanya kepadaku :“Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?“ Kujawab : „Sebanyak yang kuserahkan.“ Kemudian Abu Bakar ra datang membawa semua hartanya. Nabi saw bertanya „Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?“ Allah dan Rasul-Nya.“ Akhirnya aku berkata : Aku tidak akan dapat mengalahkannya (dalam perlombaan melaksanakan kebaikan) untuk selama-lamanya.

Jika hadits ini shahih maka pasti himbauan ini berkenaan dengan perang Tabuk, sebagaimana dikatakan oleh para Ulama‘. Beberapa orang dari kaum Muslimin ynag dikenal dengan panggilan al-Buka‘un (orang-orang yang menangis) datang kepada Rasulullah saw meminta kendaraan guna pergi berjihad bersamanya, tetapi Nabi saw menjawab mereka :“Aku tidak punya kendaraan lagi untuk membawa kalian.“ Kemudian mereka kembali dengan meneteskan air mata karena sedih tidak dapat ikut serta berjihad.

Rasulullah saw keluar bersama sekitar 30.000 personil dari kaum Muslimin. Di antara kaum Muslimin ada beberapa orang yang tidak ikut berperang bukan karena ragu dan bimbang, yaitu Ka‘ab bin Malik, Murarah bin Ar Rabi‘, Hilalbin Umaiyah dan Abu Khaitsamah. Mereka ini seperti dikatakan oleh Ibnu Ishaq adalah orang-orang yang jujur dan tidak diragukan lagi keislaman mereka. Hanya Abu Khaitsamah yang kemudian menyusul Rasulullah saw di Tabuk.

Thabarani, Ibnu Ishaq dan Al Wakidi meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw berjalan beberapa hari, Abu Khaitsamah kembali kepada keluarganya di hari yang sangat panas sekali. Kemudian dia disambut oleh kedua istrinya di dua kemahnya yang terletak di tengah kebunnya. Masing-masing dari keduanya telah menyiapkan kemahnya dengan nyaman lengkap dengan air sejuk dan makanan yang tersediakan. Ketika masuk di pintu kemah dia melihat kedua istrinya dan apa yang telah mereka persiapkan, kemudian dia berkata :
„Rasulullah saw berjemur di terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai ria di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria dengan wanita-wanita cantik ? Demi Allah, ini tidak adil!“

Selanjutnya dia berkata :“Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“ Kemudian istrinya pun menyiapkan perbekalan. Ia berangkat mencari Rasulullah saw dan berhasil menyusulnya ketika Nabi saw turun di Tabuk. Ketika Abu Khaitsamah semakin mendekati kaum Muslimin, mereka berkata : „Ada seorang pengendara yang datang.“ Kemudian Rasulullahs aw bersabda : „IA adalah Abu Khaitsamah!“. Mereka berkata : „Wahai Rasulullah saw , ia memang Abu Khaitsama.“ Setelah turun dari kendaraannya. Abu Khaitsamah menghadap kepada Rasulullah sa. Sabda Nabi saw kepadanya :“Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ Setelah Abu Khaitsamah menceritakan masalahnya, Rasulullah saw berdo‘a untuk kebaikannya.

Dalam perjalanan ini kaumMuslimin mengalami kesulitan yang sangat besar. Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan bahwa dua dari tida orang bergantian menaiki satu ekor onta. Mereka juga kehabisan perbekalan air minum sehingga terpaksa memotong onta mereka untuk diambil perbekalan airnya.

Imam Ahmad meriwayatkan di dlaam Musnadnya dari Abu Hurairah ra ia berkta : pada waktu perang Tabuk kaum Muslimin mengalami kelaparan sehingga mereka berkata :“Wahai Rasulullah saw, ijinkanlah kami menyembelih onta-onta kami untuk dimakan.“ Nabi saw menjawab :“Lakukanlah!“ Tetapi Uar ra datang seraya berkata : „Wahai Rasulullah saw,kalau mereka menyembelih onta-onta itu niscaya kendaraan kita berkurang. Tetapi perintahkanlah saja agar mereka mengumpulkan sisa perbekalan mereka kemudian do‘akanlah semoga Allah memberkatiny.“ Lalu Nabi saw memerintahkan agar sisa-sisa perbekalan mereka kumpulkan di atas tikar yang telah digelar. Maka orang-orang pun berdatangan. Ada yang membawa segenggam gandum dan ada pula yang membwa segenggam kurma, sehingga terkumpullah perbekalan makanan yang tidak terlalu banyak, kemudian Nabi saw memohonkan keberkahannya.

Setelah itu Nabi saw berkata kepada mereka :“Ambillah dan penuhilah kantong-kantong makanan kalian.!“ Kemudian mereka pun memenuhi kantong-kantong makanan mereka sampai tidak ada tempat makanan yang kosong di perkemahan kecuali mereka telah memenuhinya. Mereka juga telah makan hingga kenyang. Bahkan makanan itu masih tersisa. Kemudian Nabi saw bersabda : „Aku bersaksi tidak ada Ilah selian Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Seorang hamba yang menghadap Allah dengan dua kalimat tersebut, tanpa ragu, pasti tidak akan dihalangi masuk surga.“

Sesampainya di Tabuk, merekat idak menemukan pasukan Romawi dan tidak ada perlawanan. Kemudian Yohanna, gurbernur Ailah, datang kepada Nabi saw meminta diadakan perjanjian damai dengan kesiapan dari pihaknya untuk membayar jizyah. Demikian pula para penduduk Jarba‘ dan Adzrah. Permintaan damai ini disetujui oleh Nabi saw yang kemudian dituangkan dalam surat perjanjian.

Ketika pasukan Muslimin melewati Hijr (perkampungan kaum Tsamud), Nabi saw bersabda kepada para sahabatnya:“Janganlah kalianmasuk ke tempat-tempat orang-orang yang menzhalimin dirinya, sebab dikhawatirkan kalian akan tertimpa musibah yang pernah menimpa mereka, kecuali jika kalian dalam keadaan menangis.“ Kemdian Nabi saw menunbdukkan kepalanya dan mempercepat langkahnya sehingga melewati lembah tersebut.

Akhirnya Nabi saw kembali ke Madinah. Setibanya di dekat Madinah, Nabi saw bersabda kepada para sahabatnya :“Itulah Thalhah! Dan itulah Uhud, gunung yang mecintai kita dan kita cintai.!“ Sabdanya pula :“Di Madinah ada orang-orang yang bersangkat bersama kalian, mereka turut menjelajah lembah bersama kalian!“ Para sahabat bertanya :“Wahai Rasulullah, bukankah mereka itu tetap tinggal di Madinah?“ Nabi saw menjawab : „Ya, mereka tetapi di Madinah karena berhalangan.“

Nabi saw tida di Madinah pada bulan Ramadhan tahun itu juga, sehingga dengan demikian berarti Nabi saw meninggalkan Madinah sekitar dua bulan.

&

Beberapa Ibrah Perang Hunain

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Perang Hunain ini merupakan pelajaran penting tentang aqidah Islamiyah dan hukum sebab akibat yang menyempurnakan pelajaran serupa di perang Badr. Jika perang Badr telah menetapkan kepada kaum Muslimin bahwa jumlah sedikit tidak membahayakan mereka sama sekali dalam menghadapi musuh mereka yang berjumlah jauh lebih banyak manakala mereka bersabar dan bertaqwa, maka peperangan Hunain ini menegaskan kepada kaum Muslimin bahya jumlah yang banyak juga tidak dapat memberian manfaat apabila mereka tidak bersabar dan ebrtaqwa. Sebagaimana diturunkan ayat-ayat al-Quran guna menjelaskan ibrah perang Badr, demikian pula diturunkan ayat-ayat al-Quran dalam menegaskan ibrah yang harus diambil dari perang Hunain.

Jumlah kaum Muslimin di perang Badr leibh sedikit dibandingkan dengan jumlah mereka pada peperangan-peperangan lainnya. Kendatipun demikian, jumlah yang sedikit itu tidak membahayakan mereka sama sekali karena kualitas keislaman, kematangan keimanan dan kemurnian wala‘ mereka keapda Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan jumlah kaum Muslimin di perang Hunain lebih besar dibandingkan jumlah mereka pada peperangan-peperangan sebelumnya. Kendatipun demikian, jumlah yang besar itu tidak dapat memberikan manfaat sama sekali, karena keimanan dan nilai-nilai keislaman belum merasuk dan menghujam ke dalam hati sebagian besar di antara mereka.

Masa yang banyak itu telah bergabung secara fisik kepada pasukan Rasulullah saw, sedangkan hati dan jiwa mereka masih dikuasi oleh kehidupan dunia. Karena itu jumlah yang banyak secara fisik itu tidak punya pengaruh bagi kemenangan dan datangnya pertolongan Allah. Oleh sebab itu, massa yang banyak itu lari tunggang langgang meninggalkan lembah Hunain tatkala mereka diserang secara mendadak oleh musuh. Bahkan mungkin bayangan ketakutan ini pada awalnya mempengaruhi juga hati sebagian besar kaum Mukminin yang telah amtang keimanannya.

Akan tetapi tidak lama kemudian terdengar oleh kaum Anshar dan Muhajirin teriakan dan panggilan Rasulullah saw kepada mereka sehingga mereka segera kembali berhimpun di sekitar Rasulullah saw dan berperang bersamanya. Jumlah mereka ini tidak lebih dari 200 orang. Namun dengan 200 orang tersebut kemenangan datang kembali kepada kaum Muslimin dan ketenagnan pun turun ke dalam hati mereka, sehingga Allah mengalahkan musuh mereka, setelah 12.000 orang berkualitas buih tidak berguna tidak berguna sama sekali dalam menghadapi lawan.

Allah menurunkan pelajaran penting ini di dalam Kitab-Nya yang mulia : „Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para Mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi conkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadaku sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS At Taubah : 25-27)

Berikut ini beberapa pelajaran dan ibrah yang dapat kita ambil dari peperangan Hunain :

Pertama, Menyebar Intel ke dalam Berisan Lawan untuk Mengetahui Ihwal Mereka.

Telah kami sebutkan sebelum ini bahwa tindakan ini dibolehkan, bahkan wajib jika diperlukan. Tindakan inilah yang dilakukan Rasulullah saw dalam peperangan Hunain ini. Beliau telah mengutus Abdullah bin Abu Hadrad al Aslami untuk mencari berita tentang jumlah serta perlengkapan musuh dan menginformasikannya kepada kaum Muslimin. Mengenai masalah ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para Imam.

Kedua, Imam boleh Meminjam Senjata dari Kaum Musyrikin untuk Memerangi musuh Kaum Muslimin.

Yang dimaksudkan senjata dalam hal ini adalah setiap peralatan dan perlengkapan perang yang diperlukan oleh tentara. Sedangkan peminjaman itu boleh dengna gratis ataupun sewa. Cara kedua inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam peperangan ini. Beliau menyewa senjata dari Shafwan bin Umaiyah yang pada waktu itu masih musyrik.

Hal ini masuk ke dalam keumuman hukum „meminta bantuan kepada orangorang kafir dalam peperangan.“ Masalah ini telah kami bahas ketika mengomentari perang Uhud. Sekarang menjadi jelas bagi anda bahwa meminta bantuan kepada orangorang kafir dalam peperangan terbagi kepada dua macam :

1. Meminta bantuan personil dari mereka untuk berperang bersama kaum Muslimin. Masalah ini telah kami bahas pula dalam perang Uhud. Dalam pembahasan tersebut kami katakan bahwa tindakan ini dibolehkan apabila diperlukan dan kaum Muslimin dapatmenjamin kejujuran dan kesetiaan para personil tersebut.

2. Meminta bantuan senjata dan peralatan-peralatan perang lainnya. Kebolehan masalah ini tidak diperselisihkan lagi asalkan tidak menodai kehormatan kaumMuslimin dan tidak menyebabkan masuknya kaum Muslimin di bawah kekuasaan orang lain atau mengkibatkan kaum Muslimin meninggalkan seagian kewajiban agama. Anda tahu bahwa ketika Shafwan bin Umaiyah (atau Uyainah) vmeminjamkan (menyewakan) senjata kepada Rasulullah saw adalah dalam keadaan kalah dan lemah, sedangkan Rasulullahs aw dalam posisi kuat.

Ketiga, Keberanian Rasulullah saw Dalam Peperangan.

Anda lihat suatu keberanian yang langka dan menakjubkan. Ketika seluruh kaum Muslimin terpencar di lembah dan lari meninggalkan medan pertempuran, hanya seorang diri Rasulullah saw bertahan dengan tegar di tengah kepungan dan serangan mendadak yang dilancarkan musuh dari segala penjuru. Nabi saw bertahan dengan tegar dan menakjubkan, sehingga pengaruhnya menyentuh jiwa para sahabat yang lari meninggalkan medan pertempuran. Demi menyaksikan ketegaran dan keteguhan yang ditunjukkan Nabi saw inilah maka semangat dan keberanian para sahabat bangkit kembali.

Setelah meriwayatkan peristiwa perang Hunain ini Ibnu Katsir di dalam tafsirnya berkata :“Aku berkata : Ini merupakan puncak keberanian yang sempurna. Di tengah berkecamuknya pertempuran seperti ini tanpa perlindungan pasukannya Rasulullah saw dengan tenang tetap berada di atas untanya (atau baghal) yang tidak pandai berlari dan tidak bisa digunakan untuk berlari kencang meninggalkan medan atau melancarkan serangan. Bahkan Rasulullah saw mengendalikan untanya ke arah mereka seraya meneriakkan namanya agar diketahui oleh orang yang tidak mengenalnya hingga Hari Kemudian. Kesmuanya ini tidak lain hanyalah merupakan keyakinan (tsiqah) kepada Allah, tawakal kepada-Nya dan kesadaran bahwa Allah pasti akan menolongnya, menyempurnakan Risalah-Nya dan memenangkan agama-Nya atas semua agama.

Keempat, Kepergian Wanita untuk melakukan Jihad bersama kaum Lelaki.

Mengenai kepergian wanita ke medan perang untuk mengobati para Mujahid yang luka dan memberi minum yang haus, telah ditegaskan oleh riwayat yang shahih dan tejradi dalam beberap akali pepernagan. Adapun kepergiannya ke medan pertempuran untuk berangkat maka tidak pernah terjadi dalam Sunnah. Kendatipun Imam Bukhari menyebutkan di dalam bab Jihad satu bab tentang „Peperangan Wanita Bersama Kaum lelaki“, tetapi hadits-hadits yang disebutkan dalam bab tersebut tidak ada yang menegaskan keikutsertaan kaum wanita bersama kaum lelaki untuk melakukan pertempuran. Ibnu Hajar berkata :“Saya tidak melihat sama sekali dari hadits-hadits yang disebutkan dalam masalahini, adanya penegasan bahwa kaum wanita ikut tampil bertempur „.

Sedangkan hukum tentang kepergian wanita, untuk berperang yang disebutkan para Fuqaha‘ ialah apabila usuh menyerang salah satu negeri kaum Muslimin sehingag seluruh penduduknya termasuk di dalamnya kaum wanita wajib berperang melawannya. Itupun jika kita perlukan bantuan pertahanan mereka dan khawatir mereka akan mengalami fitnah. Jika tidak maka berperang tidka disyariatkan bagi mereka. Tentang pisau belati yang dibawa oleh Ummu Sulaim, itu hanya digunakan sekdear sebgai membela diri sebagaimana dikatakan sendiri.

Dengan pengertian inilah kita harus memahami sebuah riwayat yang disebutkan oleh Bujkhari dan lainnya bahwa Aisyah ra pernah meminta ijin kepada Rasulullah saw untuk berjihad, kemudian dijawab oleh Rasulullah saw :“Jihad kalian (kaum wanita) adalah menunaikan Haji.“ Jihad yang dimaksudkan oleh Aisyah ra ini ialah ikut serta dalam pertempuran, bukan sekedar kehadiran untuk tugas pengobatan dan pelayananpelayanan serupa lainnya, karena hadirnya wanita dalam suatu pertempuran guna melaksanakan tugas-tugas pengobatanini telah disekapati kebolehannya, jika telah dipenuhi syarat-syaratnya.

Bagaimanapun, sesungguhnya keluarnya wanita bersama kaum lelaki ke medan jihad disyaratkan harus benar-benar tertutup dan terjaga. Juga karena suatu keperluan yang sangat mendesak. Jika tidak sangat mendesar atau diperkirakan akan mengakibatkan terjatuh melakukan hal-hal yang dilarang maka kepergiannya adalah haram. Perlu anda ketahui bahwa hukum-hukum Islam terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Tidak boleh anda memilih hukum Islam tertentu sesuai dengan keinginan hawa nafsu dan karena sebab-sebab tertentu tetepi meninggalkan hukum-hukum dan kewajibankewajiban Islam yang lainnya.

Tindakan seperti ini tidak diragukan lagi adalah sebagaimana yang dimaksudkan oleh firman Allah swt :
„…Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar kepada sebagian yang lain ? Tiadakah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.“ QS al-Baqarah : 85.

Adalah termasuk makar jahat kepada agama Allah demi menagguk kepentingan duniawi yang rendah, tindakan sebagian orang yang sengaja mengambil sebagian hukum atau fatwa syariat dengan mengabaikan segala ikatan serta persyaraatannya, dan melemparkan segala hal yang menjadi kesempurnaan hukum atau fatwa tersebut, demi menyesuaikan pesanan para penguasa atau pihak tertentu. Fatwa-fatwa itu kemudian mereka suguhkan di atsa piring kemunafiqan.

Kelima, Larangan membunuh Wanita, Anak-anak dan Budak dalam Jihad.

Hal ini seperti ditegaskan oleh hadits Rasulullah saw ketika beliau melihat wanita (atau anak) yang (terlanjur) dibunuh oleh Khalid bin Walid. Semua Ulama dan Imam sepakat atas masalah ini. Dikecualikan dari ketentuan ini, apabila mereka ikut serta berperang secara langsung menyerang kaum Muslimin. Mereka boleh dibunuh jika sedang aktif melancarkan perlawanan dan wajib menghindari (membunuhnya) jika mereka melarikan diri.

Dikecualikan juga dari ketentuan ini, jika kaum kafir menjadikan mereka sebagai tameng hidup sedangkan kaum kafir itu tidak mungkin dapat dihancurkan kecuali dengan (terpaksa) membunuh mereka (juga). Hal ini dibolehkan. Dalam hal ini Imam harus mengikuti apa yang menjadi tuntutan kemashlahatan.

Keenam, Hukum Mengambil Benda Yang Melekat pada Musuh yang Terbunuh.

Telah kami katakan bahwa dalam pepernagna ini Nabi saw mengumumkan bagi siapa yang membunuh seorang musuh maka ia boleh mengambil benda-benda yang melakat di tubuhnya. Ibnu Sayyidin Nas berkata : Pengumuman ini menjadi hukum yang berlaku sepanjang masa.
Saya berkata : Hukum ini telah disepakati oleh semua Ulama‘. Hanya saja terjadi perbedaan pendapat mengenai jenis hukum yang telah tetap sepanjang masa ini : Apakah ia termasuk dalam hukum Imamah atau Fatwa ? Yakni, apakah Rasulullah saw mengumumkan hukum tersebut dalam statusnya sebagai penyampai hukum dari Allah sehingga tidak ada pilihan lain baginya atau bagi siapa saja dari ummatnya, seperti penyampaiannya tentang hukum-hukum shalat dan puasa, atau diumumkan sebagai hukum kemashlahatan yang diputuskan dalam statusnya sebagai Imam kaum Muslimin yang memutuskan perkara berdasarkna kemashlahatan dan kebaikan bagi mereka ?

Imam Syafi‘I berpendapat bahwa ia adalah hukum yang ditetapkan atas dasar penyampaian (dari Allah). Atas dasar ini , seorang Mujahid di setiap jaman boleh langsung mengambil barang yang melekat di tubuh musuh yang dibunuhnya dalam peperangan, tanpa perlu minta ijin kepada Imam atau komandannya.

Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa ia adalah hukum yang ditetapkan atas dasar Imamah (sebagai pemimpin) saja. Dengan demikian, maka boleh mengambil barang yang melekat di tubuh musuh yang dibunuhnya itu tergantung dari pada ijin Imam. Jika Imam tidak mengijinkan maka barang-barang (salb) itu digabungkan kepada barang pampasan (ghanimah) dan pembagiannya diberlakukan sesuai dengan hukum ghanimah.

Ketujuh. Jihad Tidak berarti iri hati terhadap kaum Kafir.

Ini seperti ditunjukkan oleh riwayat yang telah kami sebutkan bahwa sebagian sahabat berkata kepada Nabi saw dalam perjalanan pulang mereka setelah pengepungan kota Thaif : „berdo‘alah kepada Allah untuk Tsaqif dan bawalah mereka (kepada kami).“ Ini berarti jihad tidak lain hanyalah pelaksanaan kewajiban amar ma‘ruf nahi munkar. Ia adalah tanggung jawab semua manusia terhadap sesamanya,untuk membebaskan diridari siksa abadi di Hari Kiamat. Oleh sebab itu, kaum Muslimin tidak sepatutnya memanjatkan do‘a untuk orang lain kecuali do‘a terlimpahkannya hidayah dan perbaikan.Karena tujuan ini merupakan hikmah disyariatkannya jihad.

Kedelapan, Kapan Seorang Prajurit Berhak Memiliki Ghanimah.

Telah kami sebutkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada utusan Hawazin ketika mereka datang menyatakan diri masuk Islam :“Sengaja aku menunda pembagian ghanimah ini karena mengharap keislaman mereka.“

Ini menunjukkan bahwa prajurit baru berhak memiliki ghanimah setelah dibagikan oleh penguasa atau Imam. Betatapun lamanya selagi belum dibagikan maka tidak bisa dimiliki oleh prajurit yang ikut berperang. Demikianlah faedah diperlambatnya pembagian ghanimah oleh Nabi saw kepada kaum Muslimin. Hal ini juga menunjukkan bahwa Imamboleh mengembalikan ghanimah kepada para pemiliknya apabila mereka datang menyatakan diri masuk Islam dan belum dibagikan kepada para Mujahidin. Hal inilah ynag diutamakan oleh Nabi saw dalam peperangan ini.

Sikap Nabi saw terhadap utusan Hawazin dan harta kekayaan mereka yang telah dijarah oleh kaum Muslimin, menunjukkan baha harta pampasan yang telah dibagikan kepada para Mujahidin tidka boleh ditarik kembali oleh Imamkecuali atas kerelaan dan kesediaan pemiliknya tanpa adanya pemaksaan atau desakan.

Perhatikanlah betapa kejelian Rasululah saw ketika meminta ijin para pemilik harta itu.Nabi saw merasa belum cukup dengan jawaban secara massal yang mereka berikan :“Kami telah bersedia mengembalikan wahai Rasul Allah“, tetapi beliau ingin juga mengetahui dan mendengar kesediaan tersebut dari setiap pribadi atau melalui para wakil dan pemimpin mereka. Ini berarti, seorang penguasa atau imam tidak boleh menggunakan wewenang adan kekuasaannya untuk memaksa orang agar melepaskan hak dan harta kekayaannya yang sah. Bahkan Allah tidak membolehkan hal tersebut kepada seroang Rasul sekalipun.

Itulah keadilan dan persamaan sejati yang benar-benar mengagumkan! Biarlah terkuburkan keadilan palsu yang ingin bersembunyi di balik nilai-nilai Ilahiyah yang agung ini.

Kesembilan, Kebijaksanaan Islam Tentang orang-orang Mu‘allaf.

Telah anda ketahui bahwa Nabi saw mengkhususkan kepada para penduduk Mekkah yang baru masuk Islam pada tahun penaklukannya (Fath-Hu Makkah) dengan melebihkan pemberian ghanimah, dalam pembagian ghanimah kali ini tidak diberikan kaidah persamaan diantara para Mujahidin yang berperang. Tindakan Rasulullah saw ini oleh para Imam dan Fuhaqa‘ dijadikan sebagai dalil bahwa Imam boleh melebihkan pemberian kepada kaum Mu‘allaf sesuaio dengan kemashlahatan penjinakan hati mereka.

Bahkan Imam wajib melakukan hal ini bila diperlukan. Dan tidak ada halangan jika pemberian itu diambilkan dari barang pampasan. Karena pertimbangan yang sama pula maka orang-orang Mu‘allaf ini punya bagian khusus di dalam harta zakat. Penguasa atau Imam dapat memberikan harta zakat kepada mereka, manakala diperlukan dan sesuai kemashlahatan Islam.

Kesepuluh, Keutamaan Kaum Anshar dan Kecintaan Nabi saw Kepada Mereka.

Benarlah Rasulullah saw ketika berkata :“Sesungguhnya syetan dapat menyusup ke dalam aliran darah manusia.“ Syetan ingin menanamkan ke dalam jiwa kaum Anshar rasa tidka puas terhadap kebijaksanaan Rasulullah saw menyangkut pembagian pampasan. Barangkali syetan menginginkan agar mereka menanggapi Nabi saw sebagai telah mengutamakan kaum kerabat serta orang-orang sekampungnya dan melupakan orang-orang Anshar.

Lalu apa yang dikatkaan oleh Nabi saw kepada mereka setelah mendengar „protes“ tersebut ? Sesungguhnya pidato yang disampaikan Nabi saw sebagai jawaban terhadap bisikan keraguan tersebut, sarat dengan nilai-nilai kelembutan dan perasaan cinta yang mendalam kepada kaum Anshar. Tetapi dalam waktu yang sama juga sarat dengan ungkapan rasa sakit karena dituduh melupakan dan berpaling dari orang-orang yang paling dicintainya.

Renungkanlah kembali pidato Nabi saw di atas, niscaya anda akan merasakan betapa pidato itu telah mengandung ungkapan kekecewaan hati Nabi saw yang paling dalam dan getaran perasaannya yang paling lembut.
Kelembutan dan kekecewaan ini telah menyentuh perasaan kaum Anshar sehngga membuat hati mereka luruh.Mengkikis segala bentuk keraguan dan bisikan ketidak pusaan ynag baru saja merasuki hati mereka. Maka terdengarlah suara tangis mereka karena bergembira mendapatkan Nabi saw dan rela menerima bagian mereka.

Apa artinya harta kekayaan, ternak dan barang pampasan dibandingkan, kembalinya kekasih mereka, Rasululah saw bersama mereka ke kampung halaman (Madinah) untuk hidup dan mati di antara mereka ? Adakah bukti ketulusan cinta dan kasih sayang yang lebih besar selain daripada kesediaan Nabi saw untuk meninggalkan tanah kelahirannya, kemudian untuk seterusnya menetap bersama-sama mereka ? Selain itu , kapankah harta benda pernah menjadi bukti cinta dan penghargaan dalam pandangan Nabi saw ?

Memang, Nabi saw telah memberikan harta dan barang pampasan dalam jumlah besar kepada orang-orang Quraisy tetapi apakah Nabi saw menyisihkan sesuatu dari harta tersebut untuk dirinya ? Ataukah mengambil bagian sebanyak bagian orang-orang Anshar ? Rasulullah saw hanya mengambil khumus (seperlima) yang telah dikhususkan oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk diserahkan kepada siapa saja yang dikehendakinya. Maka dibaginya khumus tersebut keapra orang-orang Arab ang ada di sekitarnya.

Renungkanlah apa yang dikatakan Nabi saw kepada mereka, ketika mereka mengelilinginya dan meminta tambahan pemberian : „Wahai manusia, demi Allah, aku tidak memperoleh dari barang pampasan kalian kecuali seperlima dan itupun aku kembalikan lagi kepada kalian.“

Semoga salawat tercurahkan kepadamu wahai Rasulullah , juga kepada para shabatmu yang mulia dari kaum Anshar dan Muhajirin. Semoga Allah berkenan menghimpun kami di bawah panjuimu yang mulia dan menjadikan kami beserta orang-orang yang akan menemuimu di telaga pada hari kiamat.

&

Barang Pampasan dan Cara Pembagian Rasulullah saw

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Rasulullah saw kembali ke Ji‘ranah guna membagi barang-barang pampasan dan para tawanan yang telah diambil dari Hawazin di perang Hunain. Kemudian utusan kaum Muslimin dari Hawazin datang kepada Nabi saw meminta agar harta dan para tawanan yang ada diserahkan keapda mereka. Rasulullahs aw berkata kepada mereka :“Bersamaku orang-orang yang kalian saksikan. Perkataan yang paling aku sukai adalah yang paling jujur, maka pilihlah salah satu dari dua hal : Harta atau tawanan. Sesungguhnya aku sengaja menunda pembagian pampasan karena mengharap keisalaman kalian.“ Nabi saw telah menunggu mereka selama 10 malam lebih sekembalinya dari Thaif.

Mereka berkata :“Wahai Rasulullah saw , engkau telah menyuruh kami memilih antara sanak saudara kami dan harta kami. Kami lebih menyukai sanak saudara kami. “Kemudian Rasulullah saw pergi menemui kaum Muslimin. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah, beliau bersabda :“Amma ba‘du, sesungguhnya saudara-saudara kalian telah datnag bertaubat dan sesungguhnya aku berpendapat untuk mengembalikan tawanan kepada mereka, karena itu barangsiapa diantara kalian yang menganggap baik, hendaklah berbuat. Barangsiapa yang hendak mempertahankan haknya atas ghanimah yang telah kami berikan, bolehlah ia berbuat.“

Kaum Muslimin menjawab : „Ya Rasulullah saw, kami pandang pendapat itulah yang baik.“ Beliau melanjutkan :“Kami tidak mengetahui siapa diantara kalian yang mengijinkan (budakyna dikembalikan) dan yang tidak mengijinkan, karenanya pulanglah dulu sampai para pemipin kalian menyampaikan persoalan kalian kepada kami.“ Kemudian kaum Muslimin pulang untuk berunding dengan para pemimpinnya masingmasing.

Setelah itu mereka kembali lagi menghadap Rasulullah saw dan memberitahukan beliau bahwa mereka memandang pendapat beliau itu baik dan mengijinkan budaknya dikembalikan. Akhirnya budak-budak (tawanan) itu dikembalikan kepada Hawazin. Rasulullah saw bertanya keapda utusan Hawazin sebagaimana riwayat Ibnu Ishaq tentang apa yang diperbuat oleh Malik bin Auf ? Mereka menjawab :“Dia berada di Thaif bersama Tsaqif.“ Nabi saw berkata kepada mereka : „Beritahukan kepadanya, jika dia mau datang menyatakan diri masuk Islam maka aku akan mengembalikan harta dan keluarganya kepadanya bahkan aku tambah dengan pemberian 100 onta. Setelah hal ini diberitahukan kepadanya, dia datang menyusul Rasulullah sampai bertemu dengan beliau di sebuah tempat antara Ji‘ranah dan Mekkah, kemudian Nabi saw mengembalikan keluarga dan hartanya seraya menambah dengan 100 onta kepadanya lalu dia masuk Islam dan membuktikan keislamannya dengan baik.

Kepada para mu‘alaf penduduk Mekkah yang baru masuk Islam Rasulullah saw memberikan ghanimah dan sejumlah pemberian guna mengikat hati mereka kepada Islam. Tetapi ada sebagian kaum Anshar yang merasa keberatan atas tindakan ini dan menggerutu : „Semoga Allah mengampuni Rasul-Nya, dia memberi Quraisy dan membiarkan kita padahal pedang-pedang kita masih meneteskan darah mereka“.

Setelah mendengar berita tersebut, Rasulullah saw kemudian memerintahkan agar orang-orang Anshar dikumpulkan di suatu tempat khusus. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah saw berdiri di hadapan mereka menyampaikan khutbah khususnya : „Hai kaum Anshar, aku telah mendengar perkataan kalian! Bukankah ketika aku datang kalian masih dalam keadaan tersesat kemudian Allah memberikna hidayah kepada kalian dengan perantaraan aku ? Bukankah ketika itu kalian masih bermusuhan kemudian Allah mempersatukan hati kalian dengan perantaraanku ? Bukankah ketika itu kalian masih hudp menderita kemudian Allah membuat kalian berkecukupan dengan perantaraanku?“ Setiap kali Rasulullah bertanya , mereka menjawb :“Benar! Allah dan Rasul-Nya lebih pemurah dan utama.“

Selanjutnya Nabi saw bertanya :“Hai kaum Anshar,kenapa kalian tidak menjawab?“ „Apa yang hendak kami katakan wahai Rasulullah ? Dan bagaimanakah kami harus menjawab ? Kemuliaan bagi Allah dan Rasul-Nya.“ Sahut mereka. Nabi saw melanjutkan :“Demi Allah, jika kalian mau, tentu kalian dapat mengatkan yang sebenarnya : Anda datang kepada kami sebagao orang yang
mendustakan, kemudian kami benarkan. Anda datang sebagai orang yang dihinakan kemudian kami bela. Anda datang sebagai orang yang diusir kemudian kami lindungi. Anda datang sebagai orang yang menderita kemudian kami santuni.“

Mereka menyahut histeris :“Kemuliaan itu bagi Allah dan Rasul-Nya.“ Rasulullah saw meneruskan :“Hai kaum Anshar, apakah kalian jengkel karena tidak menerima sejumput keduniaan yang tidak ada artinya ? Dengan sampah itu aku hendak menjinakkan suatu kaum yang baru saja memeluk Islam sedangkan kalian telah lama berislam. Hai kaum Ansahr, apakah kalian tidak puas melihat orang lain pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasul Allah ? Demi Allah , apa yang kalian bawa pulang itu lebih baik daripaa apa yang mereka bawa. Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah niscaya aku menjadi salah seorang dari Anshar. Seandainya orang lain berjalan di lereng gunung yang lain, aku psti turut berjalan di lereng gunung yang ditempuh kaum Anshar. Sesungguhnya kalian akan menghadapi diskriminasi sepeninggalku maka bersabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga (surga). Ya Allah limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum Anshar, kepada anak-anak kaum Anshar, dan kepada cucu kaum Anshar.“

Mendengar ucapan Nabi saw tersebut, kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah oleh air mata. Kemudian menjawab :“Kami rela mendapatkan Allah dan Rasul-Nya sebagai pembagian dan jatah kami.“

Ada sejumlah orang Arab Badui membuntuti Nabi saw kemudian memintanya agar menambahkan pemberian kepada mereka hingga mereka memaksa beliau dengan menarik kain burdah (selendang) yang dipakainya. Nabi saw menoleh kepada mereka seraya bersabda :“Berikanlah selendangku wahai kaum! Demi Allah, seandainya kalian punya harta sebanyka pohon di Tuhamah niscaya aku bagikan kepada kalian, kemudian kalian tidak akan mendapatiku bakhil, pendusta, atau pengecut. Wahai manusia, demi Allah, aku tidak punya hak dari harta fa‘I (pampasan) kalian kecuali seperlima dan itupun dikembalikan kepada kalian.

Ada pula seorang Arab Badui yang mendatangi Rasulullahs aw kemudian menarik kain burdahnya dengan kersa sehingga menimbulkan bekas gesekan burdah di leher Rasulullah saw. Sambil berbuat kasar seperti itu orang Badui tersebut menuntut :“Perintahkan orang supaya memberikan sebagian kekayaan Allah yang ada padamu.“ Tetapi Rasulullah saw malah tertawa menghadapi tindakan kasar orang Badui itu dan memberinya dengan suatu pemberian.

Ibnu Ishaq berkata : Kemudian Rasulullah saw keluar dari Ji‘ranah melakukan umrah. Setelah melaksanakan umrah beliau kembali ke Madinah dan menunjuk Itab bin Usaid sebagai wakilnya di Mekkah.

&

Perang Hunain

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Peperangan ini terjadi pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyah. Sebabnya, karena para pemimpin suku Hawazin dan Tsaqif merasa tidak senang melihat kemenangan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin yang telah berhasil menaklukan kota Mekkah, dan bangsa Quraisy. Dibawah pimpinan Malik bin Auf, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpin suatu kekuatan besar di Authas (tempat antara Mekkah dan Thaif) dengan mengerahkan seluruh harta kekayaan, wanita dan anak-anak mereka. Hal ini mereka lakukan agar mereka tidak lari meninggalkan medan pertempuran, demi mempertahankan keluarga, harta kekayaan dan anak. Menghadapi kekuatan ini Rasulullah saw pada tanggal 6 Syawal bergerak menuju mereka bersama 12.000 kaum Muslimin. 10.000 dari penduduk Madinah dan 2.000 dari penduduk Mekkah.

Rasulullah saw mengutus Abdullah bin Hadrad al Aslami pergi menyelusup ke dalam barisan kaum Musyrikin guna mendapatkan informasi mengenai mereka. Setelah berhasil menyelusup dan mengelilingi perkemahan mereka, ia kembali kepada Rasulullah saw melaporkan informasi tentang mereka. Dalam perispaan menghadapi peperangan ini, disebutkan kepada Rasulullah saw bahwa Sofwan bin Umaiyah punya sejumlah baju bersi dan senjata. Kemudian Rasulullahs aw mengutus utusan kepadanya, waktu itu Sofwan bin Umaiyah masih musyrik, untuk meminta baju-baju besi dan senjata tersebut. Lalu Sofwan bertanya :“Apakah dengan cara gasap wahai Rasulullah ?“ Nabi saw menjawab :“Bahkan sebagai barang pinjaman. Ia terjamin hingga kami menunaikannya kepada kamu.“ Akhirnya Sofwan meminjamkannya kepada Rasulullah saw saw seratus baju besi dan sejumlah senjata.

Setelah mengetahui keberangkatan Rasulullah saw,Malik bin Auf segera menempatkan pasukannya di lembah Hunain dan menyebar mereka di seluruh lorong persembunyian lembah tersebut guna melancarkan serangan mendadak dan serempak kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Kaum Muslimin sampai di lembah Hunain kemudian menuruni lembah tersebut di pagi hari sekali ketika hari masih gelap. Tetapi mereka dikejutkan oleh serangan mendadak pasukan musyrikin yang keluar menyongsong mereka dari berbagai lorong dan tempat persembunyian lembah, sehingga kuda-kuda mereka berlarian dan orang-orang pun mundur tunggang langgang.

Sementara itu Nabi saw minggir ke arah kanan kemudian memanggil dengan suara keras :“Kemarilah wahai hamba-hamba Allah! Sesungguhnya aku seorang Nabi yang tidak berdusta. Aku adalah anak Abdul Muthalib.“Muslim meriwayatkan dari Abbas ra, katanya : Aku ikut bersama Rasulullah saw dalam perang hunain. Saya bersama Abu Sofyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib selalu berada di atas Baghal putihnya. Ketika kaum Muslimin lari mundur terbirit-birit.
Kemudian Rasulullah saw menunggangi Baghalnya menuju ke arah orang-orang kafir.

Abbas ra berkata : Sedangkan aku memegangi tali kekang Baghal Rasulullah saw menahannya agar tidak terlalu cepat sementara Abu Sofyan memegangi pelananya. Nabi saw lalu bersabda : „Panggillah Ash-habus Samrah (para sahabat yang pernah melakukanbaiat Ridhwan pada tahun Hudaibiyah).“ Kemudian aku panggil dengan suaraku yang keras :“Wahai Ash-habus Samrah!“ Abbas berkata :“Demi Allah, begitu mendengar teriakan itu, mereka segera kembali seperti sapi yang datang memenuhi panggilan anaknya, seraya berkata :“Kami sambut seruanmu, kami sambut seruanmu!“.

Kemudian mereka maju bertempur dengan seruan :“Wahai orang-orang Anshar! “Sementara itu Rasulullah saw memperhatikan pertempuran seraya berkata :“Sekarang pertempuran berkecamuk.“, kemudian beliau mengambil batu-bati kerikil dari tanah dan melemparkannya ke arah wajah orang-orang kafir seraya berkata : „Mampuslah kalian demi Rabb Muhammad!“.

Dalam pada itu Allah pun telah memasukkan rasa gentar ke dalam hati orangorang musyrik sehingga mereka terkalahkan dan lari terbirit-birit hingga meninggalkan medan pertempuran. Kaum Muslimin terus mengejar mereka seraya membunuh dan menangkap sebagian mereka sebagai tawanan, sehingga pasukan Muslimin kembali seraya membawa tawanan ke hadapan Rasulullah saw.

Di dalam peperangan ini Rasulullah saw mengumumkan : Siapa yang telah membunuh seorang musuh dengan memberikan bukti yang kuat maka dia berhak mengambil barang yang terletak di tubuh musuh yang terbunuh itu. Ibnu Ishaq dan lainnya meriwayatkan dari Anas ra, ia berkata : Abu Thalhah telah berhak mengambil barang yang melekat di tubuh musuh yang terbunuh pada perang Hunain, dari 20 orang yang dibunuhnya.

Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa‘ad meriwayatkan dengan sanad yang baik bah Rasulullah saw melhiat Ummu Sulaim binti Milham bersama suaminya, Abu Thalhah, kemudian beliau berkata :Ummu Sulaim! .. Ia menjawab : „Ya, wahai Rasulullah. Apakah telah dibunuh mereka yang lari darimu sebagaimana engkau akan membunuh orang-orang yang telah memerangimu?“. Abu Thalhah bertanya kepada Ummu Sulaim yang sedang membawa pisau belati :“Pisau ini aku pergunakan untuk menusuk orang musyrik yang mendekatiku.“

Kemudian Rasulullah saw melewati seorang perempuan yang dibunuh oleh Khalid bin Walid. Nabi saw berkata kepada sebagian sahabat yang ada di sisinya : beritahukan kepada Khalid bahwa Rasulullah saw melarang membunuh anak-anak atau wanita atau hamba sahaya.

Malik bin Auf bersama pendukungnya lari sampai ke Thaif untuk berlindung di perbentengan Thaif dan meninggalkan barang pampasan yang sangat banyak. Rasululah saw memerintahkan agar barang-barang pampasan di simpan di Ji‘ranah dan dijaga oleh Mas‘ud bin Amer al Ghiffari. Sementara itu Rasulullah bersma para sahabatnya pergi ke Thaif mengepung mereka, tetapi orang-orang Tsaqif melakukan perlawanan dengan menggempur kaum Muslimin dari benteng-benteng mereka sehingga mengakibatkan jatuhnya beberapa korban. Rasulullah saw melakukan pengepungan terhadap Thaif selama sepuluh hari lebih atu menurut riwayat 20 hari lebih. Kemudian Rasulullah saw memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Abdullah bin Amer
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengumumkan kepada para sahabatnya : „Kita berangkat isnya Allah.“ Tetapi sebagian sahabat bertanya :“Kita pergi sebelum berhasil menaklukannya?“ Nabi saw mengatakan kepada mereka :“Besok kita berangkat.“ Pengumuman ini sangat mengherankan mereka, tetapi Rasulullah saw hanya membalas dengan senyuman.

Setelah Rasulullah saw bergerak untuk kembali, beliau bersabda :“Katakanlah: Kami kembali, bertaubat, beribadah dan bertasbih kepada Rabb kami.“ Sebagian sahabat berkata kepadanya :“Wahai Rasulullah saw , berdo‘alah untuk Tsaqif!“ Kemudian Nabi saw mengucapkan do‘a : „Ya, Allah , tunjukilah Tsaqif dan datangkanlah mereka.“Saya berkata Allah telah memberikan hidayah kepada Tsaqif tidak lama setelah itu. Utusan mereka datang menemui RAsulullah saw di Madinah guna menyatakan keisalaman mereka.

&

Penaklukan Kota Makkah (Fat-hu Makkah)

18 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Fat-hu Makkah ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Sebabnya adalah karena orang-orang dari Banu Bakar meminta bantuan personil dan senjata kepada para pemimpin Quraisy guna menyerang orang-orang Khuza‘ah. (Khuza‘ah telah menyatakan diri berpihak kepada kaum Muslimin sesuai perjanjian Hudaibiyah).

Permintaan bantuan ini disambut oleh Quraisy dengan mengirim sejumlah militer Quraisy kepada mereka dengan cara menyamar. Di antara mereka terdapat Shafwan bin Umayyah, Huwaithib bin Abdul Izzi dan Makraz bin Hafsh. Kemudian mereka bertemu dengan Banu Bakar di sebuah tempat bernama al-Watir lalu mengepung selama semalam Banu Khuza‘ah yang tengah tidur dengan tenang. Akhirnya mereka membunuh 20 orang lelaki dari Khuza‘ah. Setelah peristiwa ini, Amer bin Salim al-Khuza‘I bersama 40 orang dari Khuza‘ah berangkat dengan menunggang kuda menemui Rasulullah saw guna melaporkan apa yang baru saja terjadi. Setelah mendengarkan laporan tersebut, Nabi saw berdiri dengan menyeret selendangnya seraya bersabda : “Aku tidak akan ditolong jika aku tidak membantu Banu Ka‘ab sebagaimana aku menolong diriku sendiri.”

Ditegaskan pula : “Sesungguhnya awan mendung ini akan dimulai hujannya dengan kemenangan Banu Ka‘ab“

Quraisy menyesali tindakannya kemudian mengutus Abu Sofyan kepada Rasulullah saw guna meminta perpanjangan dan perbaruan „gencaran senjata“. Abu Sofyan menemui dan berbicara dengan Rasulullah saw tetapi beliau tidak menjawab sama sekali. Kemudian Abu Sofyan pergi menemui Abu Bakar meminta bantuannya untuk membicarakan persoalan yang dibawanya kepada Rasulullah saw tetapi Abu Bakar menjawab :“Aku tidak bisa melakukannya.“ Ia lalu pergi menemui Umar bin Khattab untuk tujuan yang sama. Umar ra menjawab:“Apa? Aku harus membantumu menghadapi Rasulullah saw ? Demi Allah, sekiranya aku tahu engkau berbuat kesalahan walaupun sebutir pasir, tentu engkau kuperangi.”

Akhirnya Abu Sofyan kembali ke Mekkah tanpa membawa hasil apa-apa. Sementara itu Rasulullah saw telah melakukan persiapan secara diam-diam seraya berdo‘a : “Ya Allah, tutuplah mata-mata Quraisy agar mereka tidak melihatku kecuali secara tibatiba.“

Setelah Nabi saw mengumpulkan pasukan, Hatib bin Abi Balta‘ah mengirim surat kepada Quraisy yang isinya memperingatkan mereka dari ancaman serangan kaum Muslimin. Ali ra berkata : „Kemudian Rasulullah saw mengutusku bersama Zubair dan Miqdad. Nabi saw berpesan : „Berangkatlah sampai kalian tiba di kebun Khakh, karena di kebun itu ada seorang wanita yang sedang membawa surat. Ambillah surat itu darinya!“ Ali ra melanjutkan :“Kemudian kami berangkat dengan menunggang kuda dan setibanya di tempat itu kami jumpai serang perempuan yang dimaksudkan oleh Nabi saw.

Kami katakan kepadanya :“Keluarkanlah surat yang kamu bawa.“ Wanita itu menjawab :“Aku tidak membawa surat.“ Akhirnya kami tekan :“Keluarkan surat itu, kalau tidak engkau akan kami telanjangi“. Ali ra berkata : Kemudian wanita itu terpaksa mengeluarkan surat yang dibawanya dari gelungannya. Kami kemudian segera pulang menyampaikan surat itu dari hatib bin Abi Balta‘ah kepada kaum Musyrikin yang mengabarkan sebagian rencana yang hendak dilakukan oleh Nabi saw, Hatib kemudian dipanggil dan ditanya oleh Nabi saw :“Hai Hatib, apa maksud suratmu itu?“ Ia menjawab :“Wahai Rasulullah saw, jangan buru-buru menghukum diriku. Aku mempunyai hubungan erat sekali dengan Quraisy (yakni aku bagian dari mereka).

Di antara orang-orang Muhajirin yang bersama anda banyak yang mempunyai sanak famili di mekkah yang menjaga keluarga harta benda mereka. Sekalipun orang-orang Quraisy itu tidak mempunyai hubungan silsilah denganku, namun aku menginginkan supaya ada beberapa orang di antara mereka yang mau menjaga kaum kerabatku. Aku berbuat demikian itu sama sekali bukan karena aku telah murtad dan bukan pula karena aku ingin menjadi kafir, setelah aku memeluk Islam.“ Kemudian Rasulullah saw bersabda :“Sesungguhnya dia telah mengatakan yang sebenarnya kepada kalian“. Akan tetapi Umar ra berkata : „Sesungguhnya dia pernah turut serta perang Badar! Apakah engkau tahu, kalau-kalau Allah meninggikan martabat orang yang turut serta dalam perang Badar, lalu Allah bertitah : berbuatlah sekehendak kalian, kalian kuampuni ….“

Sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman-teman setia yang kalian berikan (keterangan-keterangan mengenai Muhammad) berdasarkan perasaan kasih sayang. Sesungguhnya mereka itu mengingkari kebenaran yang datang pada kalian, dan mereka telah mengusir Rasul serta kalian karena kalian beriman kepada Allah, Rabb kalian. Jika kalian benar-benar hendak keluar berjuang di jalan-Ku (janganlah kalian berbuat sedemikian itu). (Janganlah) kalian memberitahukan secara rahasia (keterangan-keterangan tentang Muhammad) kepada mereka karena kasih sayang. Aku Maha Mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan (secara terang-terangan). Dan barangsiapa di antara kalian melakukannya, maka ia telah sesat dari jalan yang lurus.“ (QS Muhammad : 1 )

Rasulullah saw menunjuk Kaltsum bin Husain sebagai wakilnya di Madinah. Beliau berangkat pada hari Rabu tanggal 10 Ramadhan setelah Ashar. Rasulullah saw memberikan kepada orang-orang Arab di sekitar Madinah yang terdiri dari suku : Aslam, Ghiffar, Mazinah, Jahinah dan di Zhahran tempat antara Mekkah dan Madinah. Jumlah kaum Muslimin mencapai 10.000 orang. Kendatipun orang-orang Quraisy belum mengetahui berita sama sekali tetapi mereka sudah memperkirakan berdasarikan kegagalan misi Abu Sofyan, Hakim bin Hazzam dan Badil bin Warqa‘ untuk mencari berita tentang sikap Rasulullah saw. Mereka berangkat menjalankan missinya sampai ketika di dekat Zahran mereka menyaksikan obor api yang sangat besar, seraya bertanyatanya sesama mereka tentang api besar tersebut. Ketiga orang ini diketahui oleh para pengawal Rasulullah saw kemudian ditangkap dan dibawa menghadap kepada Rasulullah saw, saat itulah Abu Sofyan menyatakan diri masuk Islam.

Ibnu Ishaq berkata diriwayatkan dari Abbas tentang rincian Islamnya Abu Sofyan menghadap : Keesokkan harinya aku bawa Abu Sofyan menghadap Rasulullah saw dan setelah melihatnya Rasulullah saw berkata :“Celaka wahai Abu Sofyan, tidakkah tiba saatnya bagi anda untuk mengetahui sesungguhnya tidak ada Illah kecuali Allah?“ Abu Sofyan menyahut :“Alangkah penyantunnya engkau, alangkah mulianya engkau dan alangkah baiknya engkau! Demi Allah aku telah yakin seandainya ada Ilah selain Allah niscaya dia telah membelaku.“ Nabi saw bertanya lagi :“Tidakkah tiba saatnya bagi anda untuk mengetahui bahwa aku adalah Rasul Allah ?“ Abu Sofyan menjawab :“Sungguh engkau sangat penyantun, pemurah, dan suka menyambung keluarga. Demi Allah, mengetahui hal yang satu ini sampai sekarang di dalam diriku masih ada sesuatu yang mengganjal.“ Abbas ra menukas : Celaka! Masuk Islamlah dan bersaksilah tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, sebelum lehermu dipenggal.“

Kemudian Abu Sofyan mengucapkan syahadah dengan benar dan masuk Islam. Abbas ra melanjutkan : Kemudian aku katakan, wahai Rasulullah saw, sesungguhnya Abu Sofyan adalah seorang yang menyukai kebanggaan dirinya.“ Nabi saw menjawab :“Ya, barangsiapa yang masuk rumah Abu Sofyan, ia selamat, barangsiapa yang menutup pintu rumahnya ia selamat, dan barangsiapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram ia selamat.“

Ketika Rasulullah saw bergerak menuju Mekkah, beliau berkata kepada Abbas ra : „Tahanlah Abu Sofyan di mulut lembah sampai ia menyaksikan tentara-tentara Allah lewat di depannya.“ Abbas melanjutkan kisahnya : Kemudian aku tahan Abu Sofyan di tempat yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Tak lama kemudian pasukan Muslimin bergerak melewati jalan itu kabilah demi kabilah dengan panjinya masing-masing. Setiap melihat kabilah lewat, Abu Sofyan bertanya :Hai Abbas, siapakah ini ?“ Jawabku :“Kabilah Sulaim“. Ia menyahut :“ Ah, aku tidak punya urusan dengan kabilah Sulaim!“… Begitulah seterusnya sampai Rasulullah saw lewat di tengah-tengah pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Ia menatap satu persatu dengan penuh kekaguman. Ia bertanya :“Subhanallah, hai Abbas, siapakah mereka itu?“ Kujawab : „Itulah Rasulullah saw di tengah-tengah kaum Muhajirn dan Anshar….!“ Ia berkata : „Tak ada orang dan kekuatan yang sanggup menandingi mereka! Demi Allah, hai Abu Fadhal, kemenakanku kelak akan menjadi maharaja besar…:“ Aku menjawab :“Hai Abu Sofyan, itu bukan kerajaan, melainkan kenabian.“ Ia menyahut :“Kalau begitu, alangkah mulianya.“

Selanjutnya Abbas ra berkata kepadanya :“Selamatkanlah kaummu!“ Kemudian Abu Sofyan segera pergi ke Mekkah sebelum Rasulullah saw memasukinya. Dengan suara keras Abu Sofyan berteriak :“Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tak mungkin dapat kalian atasi. Karena itu, barangsiapa yang masuk rumah Abu Sofyan ia selamat.“ Ketika mendengar ucapan Abu Sofyan seperti itu, istrinya yang bernama Hindun binti ‚Utbah mendatanginya lalu memegang kumisnya seraya berkata :“Bunuhlah Al Humait Ad Dasam Al Ahmas! Alangkah buruknya perbuatanmu sebagai pemimpin!“

Abu Sofyan menegaskan lagi :“Celakalah kalian kalau bertindak menuruti hawa nafsu. Muhammad datang membawa pasukan yang tak mungkin dapat kalian tandingi! Barangsiapa yang masuk rumah Abu Sofyan ia selamat.“

Orang-orang Quraisy mencemoohkan teriakannya :“Celakalah engkau, hai Abu Sofyan ! Apakah gunanya rumahmu bagi kami?“ Abu Sofyan menyahut :“Barangsiapa menutup pintu rumahnya ia selamat! Dan barangsiapa yang masuk ke dalam masjidil Haram ia selamat.“ Orang-orang Quraisy kemudian berpencaran, sebagian pulang ke rumah masingmasing dan sebagian lainnya pergi ke Masjidil Haram.

Disampaikan kepada Rasulullah saw bahwa ketika Sa‘ad bin ‚Ubadah melewati Abu Sofyan di mulut lembah, ia berkata : „Hari ini adalah hari pembantaian. Hari ini dibolehkan melakukan segala hal yang dilarang di Ka‘bah.“

Kemudian Nabi saw membantah dengan sabdanya : „Bahkan hari ini adalah hari kasih sayang, di hari ini Allah mengagungkan Ka‘bah“. Nabi saw memerintahkan para panglima pasukannya agar tidak memerangi kecuali orang yang memerangi mereka dan enam orang lelaki serta empat wanita. Nabi saw memerintahkan membunuh mereka dimana saja mereka didapatkan. Mereka itu adalah : Ikrimah bin Abu Jahal, habbar bin Al Aswad, Abdullah bin Sa‘ad bin Abu Sarah, Muqis bin Dhababah al Laitsi, huwairits bin Nuqaid, Abdullah bin Hilal, Hindun binti ‚utbah, Sarah mantan budak Amer bin Hisyam, Fartanai dan Qarinah (kedua wanita terakhir ini di masa dahulu selalu menyanyikan lagu-lagu penghinaan kepada Nabi saw).

Nabi saw memasuki Mekkah dari dataran tinggi „Kida“ dan memerintahkan Khalid bin Walid bersama pasukannya agar memasuki Mekkah dari dataran rendah „Kida“. Akhirnya kaum Muslimin memasuki Mekkah sebagaimana diperintahkan Nabi saw tanpa mendapatkan perlawanan kecuali Khalid bin Walid. Ia menghadapi sejumlah kaum Musyrikin yang di antara mereka terdapat Ikrimah bin Abu Jahal dan Shofwan bin Umaiyah. Khalid memerangi mereka dan berhasil membunuh 24 orang dari Quraisy dan 4 orang dari Hudzail. Rasulullah saw melihat kilatan pedang dari kejauhan kemudian nampak beliau tidak menyukainya. Dikatakan kepadanya bahwa kilatan itu adalah Khalid bin Walid yang diserang kemudian membalas serangan, sabda Nabi saw : „Ketentuan Allah selalu baik.“

Ibnu Ishaq merawikan dari Abdullah bin Abu Bakar ra dan Al Hakim dari Anas ra, bahwa Rasulullah saw ketika sampai di Dzi Thua beliau berada di atas untanya, mengenakan sorban berwarna hijau tua dan menundukkan kepada dengan sersikap tawadhu‘ kepada Allah, demi melihat kemenangan (fat-h) yang dikaruniakan Allah kepadanya. Beliau duduk membongkok sampai janggut beliau hampir menyentuh punggung ontanya.

Bukhari meriwayatkan dari Mu‘awiya bin Qurah ra, ia berkata :“Aku pernah mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata : Aku melihat Rasulullah saw pada waktu fat-hu Makkah berada di atas untanya, seraya membaca surat Al-Fath berulang-ulang dengan bacaan yang merdu sekali. Sabda beliau : Seandainya orang-orang tidak berkerumun di sekitarku niscaya aku akan membacanya berulang-ulang.

Nabi saw memasuki Mekkah langsung menuju Ka‘bah. Di sekitar Ka‘bah masih terdapat 360 berhala. Kemudian Nabi saw menghancurkannya satu persatu dengan sebuah pentungan di tangannya seraya mengucapkan :“Kebenaran telah tiba dan lenyaplah kebathilan. Kebenaran telah tiba dan kebathilan tak akan kembali lagi.“ Di dalam Ka‘bah juga terdapat beberapa berhala sehingga Nabi saw enggan memasukinya sebelum berhala-berhala itu dihancurkan. Kemudian berhala-berhala itu dikeluarkan. Di antaranya terdapat patung Ibrahim dan Isma‘il di kedua tangannya memegang Azlam (anak panah untuk berjudi). Sabda Nabi saw :“Celakalah mereka, sesungguhnya mereka tahu bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail as) tidak pernah berjudi sama sekali.“ Setelah itu Nabi saw masuk ke dalam Ka‘bah dan bertakbir di sudut-sudut Ka‘bah kemudian keluar dan tidak melakukan shalat di dalamnya.

Nabi saw memerintahkan Ustman bin Thalhah (termasuk pemegang kunci Ka‘bah) agar memberikan kunci kepada beliau. Dengan kunci tersebut Nabi saw membuka Ka‘bah kemudian masuk ke dalamnya. Setelah keluar Nabi saw memanggil Ustman bin Thalhah dan mengembalikan kunci itu kepadanya seraya berkata :“Terimalah kunci ini untuk selamanya. Sebenarnya bukan aku yang menyerahkannya kepada kalian, tetapi Allah yang menyerahkannya kepada kalian. Sesungguhnya tidak seorang pun akan mencabutnya (hak memegang kunci Ka‘bah) kecuali seorang yang zhalim.“ Dengan ucapan ini beliau mengisyaratkan kepada firman Allah :“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar menyampaikan amanat-amanat itu kepada para ahlinya.“

Rasulullah saw juga memerintahkan. Bilal naik ke atas Ka‘bah mengumandangkan adzan shalat. Kemudian orang-orang berduyun-duyun masuk ke dalam agama Allah. Ibnu Ishaq berkata : Setelah orang-orang berkumpul di sekitarnya, Nabi saw sambil memegang kedua penyanggah pintu Ka‘bah mengucapkan khutbahnya kepada mereka :
„Tiada Ilah kecuali Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya. Dialah (Allah) yang telah menepati janji-Nya, memenangkan hambah-Nya (Muhammad) dan mengalahkan musuhmusuh sendirian. Sesungguhnya segala macam balas dendam, harta dan darah semuanya berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali penjaga Ka‘bah dan pemberi air minum kepada jama‘ah haji. Wahai kaum Quraisy! Sesungguhnya Allah telah mencabut dari kalian kesombongan jahiliyah dan mengagungkannya dengan keturunan. Semua orang berasal dari Adam dan Adam itu berasal dari tanah.“

Kemudian Nabi saw membacakan ayat :
„Hai manusia sekalian! Sesungguhnya Kami (allah) telah menjadikan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan Kami jadikan kamu beberpa bangsa dan suku, agar kamu saling mengenal antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah itu Maha Tahu dan Maha Mengerti.“ (QS Al-.Hujurat : 13).

Selanjutnya Nabi saw bertanya :
„Wahai kaum Quraisy! Menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?“ Jawab mereka : „Tentu yang baik-baik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.“ Beliau lalu berkata : „Pergilah kalian semua! Kalian semua bebas.“

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Syuraih al-Adwi bahwa Nabi saw bersabda di dalam khutbahnya pada waktu fat-hu Makkah : „Sesungguhnya Mekkah telah diharamkan oleh Allah, bukan manusia yang mengharamkannya, tidak boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah dan mencabut pohon di Mekkah. Seandainya ada orang yang berdalih bahwa Rasulullah saw pernah melakukan peperangan di mekkah, maka katakanlah kepadanya :“Sesungguhnya Allah mengijinkan bagi Rasul-nya tetapi tidak mengijinkan kepadanya (Nabi saw) hanya sebentar. Sekarang „keharaman“ telah kembali lagi sebagaimana sebelumnya.“Hendaklah yang menyaksikan menyampaikan kepada yang tidak hadir.“

Kemudian orang-orang berkumpul di mekkah guna berbai‘at kepada Rasulullah saw untuk senantiasa mendengar dan ta‘at kepada Allah dan Rasul-Nya. Setelah membai‘at kaum lelaki, Rasulullah saw membai‘at kaum wanita. Maka berkumpullah para wanita Quraisy di hadapan Nabi saw. Di antara mereka terdapat Hindun binti‘Utbah yang ikut hadir dengan menyamar karena mengingat kekejamannya yang pernah dilakukannya terhadap Hamzah ra (di perang Uhud). Setelah mereka mendekat untuk menyatakan bai‘at, Rasulullah saw bersabda :“Hendaklah kalian berbai‘at kepadaku untuk tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.“ Hindun binti ‚Utbah berkata :“Demi Allah, engkau ambil bai‘at dari kami yang tidak engkau ambil dari kaum lelaki tetapi kami akan memberikannya kepadamu.“ Lanjut Nabi saw :“Dan tidak akan mencuri.“ Hindun menyergah lagi :“Demi Allah, aku dulu sering mengambil uangnya Abu Sofyan. Aku tidak tahu apakah hal itu dihalalkan atau tidak?“ Jawab Abu Sofyan yang saat itu hadir di majelis itu :“Aku halalkan semua hartaku yang pernah kau ambil.“

Nabi saw bertanya : „Apakah engkau Hindun binti ‚Utbah.“ Kata Nabi saw kepada Abu Sofyan :“Ma‘afkan ia atas perbuatannya yang telah lalu, semoga Allah mema‘afkanmu.“ Selanjutnya Nabi saw menyatakan :“Dan kalian tidak akan berzina.“ Hindun berkomentar :“Wahai Rasulullah adakah seorang yang merdeka akan berzina ?“ Kemudian Nabi saw melanjutkan :“Dan kalian tidak akan membunuh anak-anak kalian.“. Hindun menukas :“Kau pelihara putra-putri kami di waktu kecil tetapi setelah besar engkau bunuh di Badr, dan kamu mengetahui mereka.“ Umar ra yang juga ikut hadir di Majelis ini tersenyum mendengar ucapan Hindun tersebut. Nabi saw melanjutkan :“Dan kalian tidak berbohong untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang kalian:“ Hindun berkata :“Demi Allah berbohong adalah perbuatan yang sangat buruk dan melebihi batas itu serupa.“ Kemudian Rasulullah saw berkata kepad Umar ra :“Bai‘atlah mereka (wanitawanita yang telah dimintakan amnesti kepada Rasulullah saw).“ Lalu Umar ra pun membai‘at mereka.
Dalam pembai‘atan Rasulullah saw tidak berjabatan tangan ataupun menyentuh wanita, kecuali wanita yang telah dihalalkan Allah kepadanya.

Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata : Adalah Nabi saw membai‘at kaum wanita secara lisan (saja) dengan ayat ini :“Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.“ Selanjutnya Aisyah ra menjelaskan :“Tangan Rasulullah saw tidak menyentuh tangan wanita sama sekali kecuali wanita yang telah halal baginya.“

Muslim meriwayatkan hadits yang serupa dengan ini dari Aisyah ra. Pada hari Fat-hu Mekkah ini Ummu Hani‘ binti Abu Thalib memberikan jaminan perlindungan kepada seorang Musyrik tetapi Ali ra, bersikeras ingin membunuhnya. Ummu Hani‘ berkata : Kemudian aku datang kepada Nabi saw. Ketika aku datang, beliau sedang mandi dan Fathimah, anak beliau, menutupinya dengan kain. Kemudian aku ucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya : „Siapakah ini ?“ Kujawab :“ummu Hani‘ binti Abu Thalib.“ Nabi saw menyambut : „Selamat datang Ummu Hani‘.“ Setelah selesai mandi, beliau lalu shalat delapan rakaat dengan berbungkus satu kain kemudian meninggalkan tempatnya. Kutanyakan : Wahai Rasulullah saw, anak ibuku, Ali ra, bersikeras ingin membunuh seorang yang telah kujamin keamanannya (lelaki itu adalah Ibnu Hubairah). Kemudian Nabi saw bersabda :“Kami telah melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani‘.“

Adapun orang-orang yang telah diperintahkan Rasulullah saw untuk membunuhnya, diantara mereka ada yang telah dibunuh dan sebagian yang lain telah masuk Islam. Huwairits, Abdullah Ibnu Khathal dan Muqis bin Hubabah tewas dibunuh.

Demikian pula salah seorang diantara dua orang penyanyi wanita, sedangkan wanita penyanyi yang satu telah masuk Islam. Kepada Abdullah bin Sa‘ad bin Abu Sarah telah diberi syafa‘at (ampunan) dan telah membuktikan dirinya sebagai seorang Muslim yang baik. Demikian pula kepada Ikrimah, Hubar dan Hindun binti ‚Utbah.

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Fadhalah bin Umair al-Laitsi bermaksud ingin membunuh Nabi saw pada saat beliau sedang thawaf di Ka‘bah di hari Fat-hu Makkah. Ketika Fadhalah mendekat tiba-tiba Rasulullah saw mengatakan :“Apakah ini Fadhalah?“ Ia menjawab :“Ya, saya Fadhalah wahai Rasulullah saw.“ Nabi saw bertanya :“Apa yang sedang kau pikirkan ?“ Ia menjawab :“Tidak memikirkan apa-apa, aku sedng teringat Allah kok.“ Sambil tersenyum Rasulullah saw berkata :“Mohonlah ampun kepada Allah …“ Kemudian Nabi saw meletakkan tangannya di atas dadanya sehingga hatinya menjadi tenang. Fadhalah berkata :“Begitu beliau melepaskan tangan dari dadaku, aku merasa tak seorang pun yang lebih aku cintai daripada beliau.“

Kemudian Fadhalah kembali ke rumahnya melewati seorang yang pernah dicintainya. Wanita itu memanggil dan mengajaknya bicara, tetapi kemudian dari mulut Fadhalah keluar untaian bait-bait ini :
Dia Berkata : Marilah kita ngobrol!
Tidak, jawabku.
Allah dan Islam telahmelarangku
Aku baru saja melihat Muhammad
Di hari penaklukan, hari dihancurkannya semua berhala
Agama Islam itu sangat jelas dan nyata
Sedang kemusyrikan adalah kegelapan.
Menurut riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas, Nabi saw berada di mekkah selama 19
hari dengan mengashar shalat.

Beberapa Ibrah :

Sekarang, setelah anda menyaksikan peristiwa-peristiwa kemenangan besar (alfat- hu ‚l-adzhim) yang dikaruniakan Allah kepada Nabi-Nya beserta para sahabatnya, dan peristiwa-peristiwanya. Seluruh rahasia dan hikmah Ilahiyahnya menjadi jelas dihadapan kedua mata anda.

Sekarang, setelah anda membaca kisah Fath-hu Makkah, anda dapat mengetahui nilai hijrah dari Mekkah sebelumnya. Anda dapat mengetahui nilai pengorbanan dengan negeri, tempat kelahiran, harta, keluarga dan nyawa di jalan Allah. Tak sedikitpun dari pengorbanan itu yang hilang sia-sia, selama Islam tetap eksis… Semua yang kita miliki tak ada artinya bagi kita jika Islam kalah.

Sekarang setelah anda merenungkan peristiwa-peristwa kemenangan besar, anda dapat menetahui secara tepat nilai jihad, mati syahid dan tribulasi-tribulasi yang terjadi sebelumnya. Semua pengorbanan dan penderitaan itu tak ada yang sia-sia. Tak ada setetes darahpun dari seornag Muslim yang sia-sia. Semua penderitaan yang dialami kaum Muslimin dalam peperangan dan perjalanan mereka, tak ada yang percuma tanpa makna. Semuanya terjadi sesuai perhitungan … Semuanya menjadi bagian dari harga kemenangan dan kejayaan. Itulah sunatullah bagi para hamba-Nya. Tidak ada kemenangan tanpa Islam yang benar, tidak ada Islam tanpa ubudiyah kepada-Nya dan tidak ada ubudiyah tanpa pengorbanan, merendahkan diri di pintu-Nya dan jihad di jalan-Nya.

Sekarang, setelah anda menyaksikan berita kemenangan akbar ini, dan anda dapat mengetahui nilai besar dari perdamaian Hudaibiyah. Barulah sekarang anda memahami rahasia Ilahia yang secara lahiriah membuat Umar dan sebagian besar pasa sahabatnya terperanjat. Sekarang anda dapat memahami dan menerima sepenuhnya kenapa Allah menamakan perjanjian damai itu dengan fath : „Dan Dia memberikan sebelum itu (penaklukan Mekkah) kemenangan yang dekat.“ QS AL-Fath : 27.

Kesemuanya itu tidak lain hanyalah hakekat kenabian yang menuntun kehidupan Nabi saw.
Ingatkah anda ketika Nabi saw keluar dari Mekkah dengan cara bersembunyi, melewati bukit dan menembus padang sahara berhijrah menuju Yatsrib ? Demikian pula para shabatnya. Mereka berhjrah secara sembunyi-sembunyi meninggalkan harta, keluarga dan tanah kelahiran demi mempertahankan eksistensi agma mereka ? . Tetepi sekarang mereka telah kembali ke tanah kelahiran, keluarga, dan harta mereka. Mereka kembali dengan jumlah yang lebih besar dan lebih kuat dari sebelumnya. Mereka kembali dengan disambut dan dihormati oleh orang-orang yang kemarin mengusir mereka.

Para penduduk mekkah pun masuk ke dalam agama Allah secara berduyunduyun. Bilal yang dahulu disiksa oleh kaum Musyrikin di tengah kota mekkah, kini ia naik ke atas Ka‘bah mengumandangkan suara takbir dengan suaranya yang lantang. Suara yang dahulu menjerit ahad—ahad—ahad, di bawah himpitan batu besar itu, kini berkumandang lantang di atas Ka‘bah mengucapkan La Ilaha Illahllah, Muhamamd Rasulullah, sementara semua orang tunduk khusyu‘ mendengarkannya. Itulah hakekat Islam, betapa bodoh dan dungunya manusia yang berjuang dan berjihad di luar jalan Islam, karena ia hanya memperjuangkan kebathilan dan kehampaan.

&