Arsip | 17.17

RASULULLAH SAW SAKIT

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Pada saat-saat itulah sakit Rasulullahs aw semakin bertambah berat, sehingga Usamah menghentikan pasukan di tempat perkemahan tersebut seraya menantikan apa yang akan diputuskan oleh Allah dalam masalah ini.

Permulaan sakit Rasulullah saw adalah sebagaimana diriwayatkan oelh Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa‘ad dari Abu Muwahibah, mantan bukdan yang dimerdekakan oleh Rasulullahs aw, ia berkata : Rasulullah saw pernah mengutuskku pad atengah malam seraya berkata : Wahai Abu Muwaihibah, aku diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi penghuni (kuburan) Baqi‘ ini, maka marilah pergi bersamamu. Kemudian aku pergi bersama beliau.Ketika kami sampai di tempat mereka, beliau mengucapkan :“Assalamu‘alaikum ya ahlal maqabir! Semoga diringankan (siksa) atas kalian sebagaimana apa yang dilakukan manusia, Berbagai fitnah datang seperi gumpalan-gumpalan malam ynag gelap, silih berganti ynag akhir lebih buruk dari yang pertama.“

Kemudian beliau menghampiriku seraya bersabda : „Sesungguhnya aku diberi kunci-kunci kekayaan dunia dan keabadian di dalamnya, lalu au disuruh memilih antara hal tersebut atau bertemu Rabb-ku dan sorga.“ Aku berkata kepada beliau : Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ambillah kunci-kunci dunia, dan keabadian di dalamnya kemudian surga. Nabi saw bersabda :“Demi Allah tidak wahai Abu Muwahibah! Aku telah memilih bertemu dengan Rab-ku dan sorga.“ Kemudian Nabi saw memintakan ampunan untuk penghuni Baqi’‘dan meninggalkan tempat. Sejak itulah Rasulullah saw mulai meraskan sakit yang kemudian beliau meninggla dunia.

Pertama kali Rasulullah saw merasakan sakit keras di bagian kepalanya. Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa sepulangnya dari Baqi‘, Nabi saw disambut oleh Aisyah ra seraya berkata :“Aduh kepalaku sakit sekali! Lalu Nabi saw berkata kepada Aisyah : Demi Allah wahai Aisyah, kepalaku sendiri terasa sakit. Sakit di bagian kepala itu semakin bertambah berat sehingga menimbulkan demam yang sangat serius.
Permulaan sakit ini terjadap pada akhir-akhir bulan Shafar tahun ke 11 Hjri. Dalam pada itu Aisyah ra senantiasa menjampirnya dengan sejumlah ayat-ayat alQuran yang berisi mu‘awwidzat (permintaan perlindungan kepada Allah).

Bukhari dan Muslim mneriwayatkan dari Urwah bahwa Aisyah ra mengabarkan , sesungguhnya Rasulullah saw apabila merasakan sakit beliau meniup dirinya sendiri dengan mu‘awwidzat dan mengusapkan dengan tangannya. Dan ketika mengalami sakit kepala ynag kemudian disusul kematiannya, itu akulah yang meniup dengan mu‘awwidzat yang biasa digunakannya lalu aku usap dengn tangan Nabi saw.
Para istri beliau memahami keinginan Nabi saw untuk dirawat di rumah Aisyah, karena mereka tahu Nabi saw santa mencintainya dan merasa tenteram dirawat olehnya. Dengan ijin dari para istri beliau akhirnya Nabi saw dipindahkan ke rumah Aisyah dan rumah Maimunah dengan dipapah oleh al Fadhal dan Ali bin Abi Thalib.

Di rumah Aisyah ra sakit Rasululah saw semakin bertambah keras. Mengetahui para sahabatnya sudah mulai cemas dan bersedih karena dirinya maka Nabi saw bersabda : „Siramkanlah aku dengan tujuh qirbah air karena aku ingin keluar berbicara kepada mereka.“ Aisyah ra berkata :“Kemudian aku dudukkan Nabi saw di tempat mandi lalu kami guyur dengna tujuh qirbah air tersebut sampai beliau mengisyaratkan dengan tangannya : cukup“ Kemudian beliau keluar dan berkhutbah kepada mereka. Nabi saw keluar dengan kepala terasa pusing lalu duduk di atas mimbar. Pertama-tama Nabi saw berdo‘a dan memintakan ampunan untuk para Mujahidin Uhud, lalu bersabda :

„Seorang hamba diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kekayaan dunia atua apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada disisi-Nya.“ Serta merta Abu Bakar menangis (karena mengetahui apa yang dimaksud Nabi saw) seraya berkata dengan suara keras : Kami tebus engkau dengan bapak-bapak dan ibu-ibu kami. Kemudian Nabi saw bersabda :
„Tunggu sebentar wahai Abu Bakar! Wahai manusia sesungguhnya orang yang paling bermurah hati kepadaku dalam hartanya dan persahabatannya ialah Abu Bakar. Seandainya aku hendak mengangkat orang sebagai khalil (teman kesayangan) maka Abu Bakarlah khalilku, akan tetapi persaudaraan ynag sejati adalah persaudaraan Islam. Tidak boleh ada Khaukah (lorong) di masjid kecuali Khaukah (lorong) Abu Bakar. Sesungguhnya aku adalah tanda pemberi petunjuk bagi kalian dan aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya sekarang ini aku melihat telagaku. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kunci dunia. Demi Allah , aku khawatir kalian akan menjadi musyrik sesudahku tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia.

Kemudian Rasulullah saw kembali ke rumah dan sakitnya bertambah berat. Aisyah ra berkata : Pada waktu sakit, Rasulullah saw pernah berkata kepadaku : Panggillah kemari Abu Bakar, bapakmu dan saudaramu, sehingga aku menulis sesuatu wasiat. Sebab aku khawatir ada orang yang berambisi mengatakan :“Aku lebih berhak“, padahal Allah dan orang-orang Mukmin tidka rela kecuali Abu Bakar.

Ibnu Abbas meriwayatkan katanya : Ketika Rasulullah saw sedang sakit keras, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di dalam rumah : Kemarilah aku tuliskan sesuatu wasiat buat kalian di mana kalian tidak akan sesat sesudahnya. Kemudian sebagian mereka berkata , sesungguhnya Rasululah saw dalam keadaan sakit keras sedangkan di sisi kalian ada al-Quran, cukuplah bagi kita Kitab Allah. Maka timbullah perselisihan diantara orang-orang yang ada di dalam rumah. Diantara mereka ada yang berkata : Mendekatlah, beliau hendak menulis suatu wasiat buat kalian di mana kalian tidak akan sesat sesudahnya. Diantara mereka ada juga yang mengatakan selain itu.

Mendengar perselisihan itu bertambah sengit dan gaduh akhirnya Rasulullah saw bersabda : Bangkitlah kalian. Ketika Rasulullah sawa sudah tidak kuat lagi keluar untuk mengimami shala maka beliau bersabda : „perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami shalat.“ Aisyah ra menyahut : Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar seorang ynag lembut. Jika dia menggantikanmu maka suaranya tidak dapat didengar oleh orang. Nabi saw bersabda : “Kalian memang seperti perempuan-perempuan Yusuf. Perintahkan Abu Bakar supaya mengimami shalat jama‘ah.“

Setelah itu Abu Bakarlah yang bertindak sebagai Imam shalat jama‘ah. Pada suatu hari, ketika Rasulullah saaw merasa sudah agak enak badan Nabi saw keluar kemudian mendapati Abu Bakar sedang mengimami shalat jama‘ah. Melihat kedatangan Rasulullah saw ini lalu Abu Bakar mundur tetapi diberi isyarat oleh Nabi saw agar tetap di tempatnya. Kemudian Nabi saw duduk di samping Abu Bakar lalu shalat mengikuti shalat Nabi saw yang dilakukannya dengan duduk itu, sementara itu orang-orang shalat mengikuti shalat Abu Bakar.

Orang-orang merasa gembira karena melihat Nabi saw tersebut, tetapi sebenarnya sakit beliau semakin bertambah serius dan rupanya hal itu merupakan kesempatan terakhir Rasulullah saw keluar melakukan shalat bersama orang banyak.

Ibnu Mas‘ud meriwayatkan, katanya : Aku pernah masuk membesuk Rasulullah saw ketika beliau sedang sakit keras , llau aku pegang beliau dengan tanganku seraya berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau mengalami demam panas sekali. Jawab Nabi saw : „Ya, demam ynag kurasakan sama dengan yang dirasakan oleh dua orang dari kalian (dua kali lipat).“ Aku katakan : „Apakah hal ini karena engkau mendapatkan dua pahala?“ Nabi saw menjawab :““Ya, tidaklah seorang Muslim menderita sakitnya itu kesalahan-kesalahannya sebagaimana daun berguguran dari pohonnya.“

Dalam keadaan sakit keras seperti itu Rasulullah saw menutupi wajahnya dengan kain. Apabila dirasakan sakit sekali maka beliau membuka wajahnya lalu bersabda :“Semoga laknat Allah ditimpahkan ke atas orang-orang Yahudi dan Nasrani ynag menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.“ Seolah-olah Nabi saw memperingatkan kaum Muslimin dari tindakan seperti itu.

&

PENGIRIMAN USAMAH BIN ZAID KE BALQO‘

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Belum lama Rasulullah saw sampai di Madinah sehingga beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap memerangi orang-orang Romawi. Rasulullah saw memilih Usamah bin zaid untuk mempimpin peperangna ini. Usamah bin Zaid ketika itu masih berusia sangat muda. Ia diperintahkan oleh Rasulullahs aw agar pergi ke tempat di mana ayahnya, Zaid bin haritsah terbunuh. Disamping mendatangi perbatasan Balqo‘ dan Darum di bumi Palestina. Keberangkatan zaid bin Usamah ini bersamaan dengan permulaan sakit Rasulullah saw ynag kemudian disusul dengan kematian beliau.

Tetapi orang-orang munafiq menolak pemberangkatan ini seraya berkomentar : “Dia (Nabi saw) mengangkat anak ingusan menjadi komandan di kalangan pembesar Muhajirin dan Anshar.“ Kemudian Rasulullah saw keluar, dalam keadaan kepada sudah terasa sakit, lalu berbicara kepada orang-orang seraya bersabda :
„Jika kalian (orang-orang munafiq) menggugat kepemimpinan Usamah bin Zaid maka (tidaklah aneh karena) sesungguhnya kalian juga pernah menggugat kepemimpinan ayahnya sebelumnya. Demi Allah, sungguh ia pantas dan laik memegang kepemimpian itu. Demi Allah, ia adalah orang yang sangat aku cintai. Demi Allah, sesungguhnya (pemuda) ini (maksudnya Usamah bin Zaid) sangat baik dan pantas. Demi Allah, ia adalah orang yang sangat aku cintai, maka aku wasiatkan kepada kalian agar mentaatinya karena sesungguhnya ia termasuk orang-orang shalih di antara kalian.“

Kemudian orang-orang pun bersiap-siap. Kaum Muhajirin dan Anshar keluar semuanya bersama Usamah. Usamah membawa pasukannya keluar Madinah lalu berkemah di Al Jurd ( satu farsakh dair kota Madinah).

&

HAJI WADA‘ BESERTA KHUTBAHNYA

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

ImamMuslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata :
Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawarah, Nabi saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.

Pada tanggal 25 Dzul Qa‘dah Rasulullah saw keluar dair Madinah. Jabir berkata : Setelah onta yang membawanya sampai di lapangan besar aku lihat sejauh pandangan mata lautan manusia mengitari Rasulullah saw , di depan , belakang, sebelah kiri dan kanan beliau. Rasulullah sendiri berada di hadapan kami dan di saat itu pula beliau menerima wahyu.

Ada perbedaan pendapat di kalangan para perawi. Ahlul Madinah berpendapat bahwa nabi saw melaksanakan haji ifrad, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa beliau melakukan haji Qiran. Rasulullah saw memasuki kota Mekkah dari bagian atas dari jalan Kada‘ hingga tiba di pintu Banu Syaibah. Ketika melihat Ka‘bah beliau mengucapkan do‘a :
“Ya, Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kewibawaan kepada rumah ini. Tambahkanlah pula kemuliaan, kehormatan, kewibawaan, keagungan dan kebajikan kepada orang yang mengagungkannya di antara orang-orang yang mengerjakan haji dan umrah.”

Rasulullah saw melaksanakan ibadah hajiya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada hari Arafah, Rasulullahs aw menyampaikan khutbah umum di tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang berkumpul di tempat wuquf. Berikut ini adlah teks khutbah beliau :

„Wahai manusia , dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini, Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan Jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa Jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits.

„Triba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi …… “Hai manusia, di engeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi masih mengininkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga bai-baik agama kalian!….

Hai manusia sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan ynag telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.

Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban…“ Takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah merka sama sekali tidak boleh memasukkan orang ynag tidka kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka aas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik.

Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.

Wahai manusia, engarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaa dari Habasyah yang berhitung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian.
„Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.“

„Wahai manusia , dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah ! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadany adengan senang hati, karena itu janganlah kalian meganiaya diri sendiri …

Ya Allah sudahkah kusampaikan ? Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan ?
Mereka menjawab : Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah9, telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengna jari telunjutnya, nabi saw bersabda : Ya Allah, saksikanlah (tiga kali).“

Nabi saw tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda :
„Wahai manusia, haram tenang, harap tenang!“. Kemudian beliau menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraa bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisana sampai genap 100 sembelihan. Setelahitu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah (ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib ynag sedang mengambil air Zamzanm lalu bersabda . „Timbalah wahai banu Wabdul Muthalib, kalulah tidka karena orang-orang berebut bersama kalian, niscaa aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka memberikan setimba air kepadany adan beliaupun minum darinya. Akhirnya Nabi saw berangkat kembali ke Madinah.

Beberpa Ibrah.
Pertama : Bilangan Hji Rasulullah saw dan Waktu disyari‘atkannya Haji

Para Ulama berselisih pendapat : Apakah Rasulullah saw pernah melakukan haji di dlaam Islam selain pelaksanaan haji ini ? Turmudzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan ibadah haji tiga kali sebelum hijrahnya ke Madinah. AL Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath-hul Bari berkata : Pendapat ini didasarkan kepada jumlah kedatangan utusan Anshar yang pergi ke Aqabah di Mina setelah haji Pertama, mereka datang lalu membuat janji. Kedua, mereka datang lalu melakukan baiat yang pertama. Ketiga mereka datang lalu melakukan baiat kedua.

Diantara para Ulama yang meriwayatkan bahwa Nabi saw sebelum Hijrah melakukan haji setiap tahun. Kendatipun demikian, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban haji ini disyariatkan pada tahun ke 10 Hijri. Sebelum tahun ini haji bukan merupakan kewajiban. Setelah tahun ini Nabi saw tidak pernah melakukan haji selain dari haji tersebut. Oleh karena itu diantara para sahabat banyak yang menamakan haji wada‘ ini dengna Hijjatul Islam atau Hijjatu Rasulillah saw. Imam Muslim menjadikan nama yang terakhir (Hijjatu Rasulillah saw) sebagai judul hadits-hadits mengenai haji Rasulullah saw ini.

Diantara dalil yang membuktikan bahwa haji belum diwajibkan sebelum tahun ke-10 Hijri, ialah riwayat ynag disebutkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai utusan Abdul Qais yang datang menemui Nabi saw. Di dalam riwayat tersebut diceritakan bahwa mereka berkata kepada Nabi saw : „Perintahkan kepada kami dengan perkara yang tegas yang akan kami lakukan dan kami perintahkan pula kepada orang-orang di belakang kami, yang dengan itu kami dapat masuk surga.“ Nabi saw bersabda : „Aku perintahkan kalian dengan empat hal dan aku larang kalian dari empat hal pula.“

Selanjutnya Nabi saw menyebutkan empat perintah tersebut seraya bersabda : „Aku perintahkan kalian agar beriman kepada Allah, menegakkan shalat , menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan memberikan seperlima dari harta pampasan.“

Nampaknya Nabi saw menyebutkan soal keimanan kepada Alah hanyalah sebagai tambahan empat perkara tersebut, karena ia sangat dikenal oleh mereka. Tetapi beliau mengulangi perintah tersebut untuk menegaskan dan menjelaskan bahwa ia (keimanan) merupakan asas bagi empat perkara yang disebutkan sesudahnya.
Kedatangan utusan ini (Banu Abdul Qais) adalah pada tahun ke-9 Hijri. Seandainya haji sudah diwajibkan pada waktu itu niscaya Nabi saw akan menyebutkannya diantara sejumlah hal ang diwajibkan kepada mereka.

Kedua : Makna Agung dari Haji Rasulullah saw

Haji Rasulullah saw ini memiliki makna yang sangat besar yang berkaitan dengan dakwah Islam kehidupan Nabi saw dan sistem Islam. Kaum Muslimin telah belajar dari Rasulullah saw tentang shalat, puasa, zakat dan segala hal yang berkenaan dengan peribadatan dan kewajiban mereka. Kini Nabi saw tinggal mengajarkan kepada mereka manasik dan cara pelaksanaan ibadah haji, setelah tradisi-tradisi jahiliyah ynag biasa dilakukan pada musim-musim haji itu dihapuskan oleh
beliau bersamaan dengan penghancuran berhala yang ada di dalam baitullah.

Ajakan untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tetap berlaku hingga Hari Kiamat. Ia adalah ajakan Abul Anbiya, Ibrahim as, berdasarkan perintah dari Allah swt. Tetapi berbagai penyimpangan jahiliyah dan kesesatan kaum penyembah berhala telah menbamhakan kedalamnya berbagai tradisi ynag bathil dan mencampurkannya dengan berbagai bentuk kekafiran dan kemusyrikan. Kemudian Islam datang untuk membersihkan segala macam karat dan kotoran yang melekat pada ibadah ini, sehingga menjadi bersih kembali dan memancarkan cahaya tauhid serta dilakukan atas dasar ubudiyah secara mutlak kepada Allah.

Oleh sebab itu, Rasulullah saw mengumumkan kepada semua orang bahwa beliau hendak menunaikan ibadah haji. Dan karena itu pula , orang-orang datang dari segala penjuru ingin melaksanakan ibadah haji bersama beliau agar dapat melakukan amalanamalan ibadah haji secara benar dan tidak terjerumus melakukan sisa-sisa tradisi jahiliyah.

Nampaknya Nabi saw telah diberitahu suatu isyarat bahwa tugasnya di muka bumi sudah hampir selesai. Amanah (dakwah Islam) telah tersampaikan, bumi jazirah telah penuh dengan tanaman tauhid dan Islam pun telah menyebar serta menyerbu hati manusia di setiap tempat. Kaum Muslimin ynag pada hari itu sudah berjumlah banyak yang menyebar di berbagai penjuru sangat merindukan pertemuan dengan Rasul mereka dan ingin mendapatkan nasehat-nasehat serta petunjuknya. Demikian pula Rasulullah saw , beliau sangat merindukan pertemuan dengan mereka, terutama dengan lautan manusia ang baru saja masuk Islam dari berbagai penjuru jazirah Arabia yang belum pernah mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bertemu dengan beliau. Kesempatan yang paling besar dan paling indah untuk pertemuan tersebut hanyalah didapatkan dalam kesempatan ibadah haji ke Baitullah dan di padang Arafat. Pertemuan antara Ummat dan Rasulnya di bawah naungan salah satu syiar Islam yang terbesar. Pertemuan ynag menurut pengetahuan Allah dan ilham Rasul-Nya sebagai pertemuan tausiyah( Nasehat) dan wada‘ (perpisahan).

Rasulullah saw juga ingin bertemu dengan rombongan kaum Muslimin yang datang sebagai hasil jihad selama 23 tahun, guna menyampaikan kepada mereka tentang ajaran Islam dan sistemnya dalam suatu ungkapan yang singkat tapi padat, dan nasehat yang ringkas tetapi sarat dengan ungkapan perasaannya dan getaran-getaran cintanya terhadap ummatnya. Dari wajah-wajah mereka Rasulullah saw ingin melihat potret akan datang, sehingga semua nasehat dan pesan-pesannya bisa sampai kepada mereka dari balik tembol-tembok jaman dan dinding-dinding kurun.

Itulah sebagian makna haji Rasulullahs aw : Hijatul Wada‘ ( haji perpisahan). Makna ini akan anda saksikan secara jelas di dalam khutbahnya yang disampaikan di lembah Urnah pada hari Arafah.

Ketiga : Renungan Tentang Khutbah Wada‘

Sungguh kalimat-kalimat yang disampaikan di padang Arafah begitu indah. Beliau bukan saja berbicara kepada mereka yang hadir di padang Arah tetapi kepada semua generasi dan sejarah sesudah mereka. Kalimat-kalimat ini disampaikannya setelah beliau menyampaikan amanah, menasehati Ummat dan berjihad di jalan dakwah selama 23 tahun tanpa bosan dan jemu. Demi Allah, betapa indahnya saat itu. Saat di mana ribuan kaum mu’‘llaf berhimpun di sekitar Rasulullah saw dengan penuh ketaan dan ketundukkan, padahal mereka sebelumnya memusuhi dan memeranginya. Ribuan orang mu’‘llaf yang memenuhi padang Arafah sejauh mata memandang dari berbagai arah itu menjadi bukti kebenaran firman Allah :
„Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).“ QS Al-Mukminin : Dari wajah-wajah ummat manusia, dengarkanlah perkataanku. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selamalamanya….“

Duni terdiam mendengarkan khutbah beliau.Semuanya hening mendengarkan kalimat perpisahan ynag keluar dari lisan Rasulullah saw, setelah dunia seisinya berbahagia dengan kehadirannya selama 23 tahun. Kini setelah bertugas melaksanakna perintah Allah dan menanamkan pohon-pohon keimanan di bumi, beliau mengisyaratkan sebuah perpisahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini beliau ingin menyampaikan secara singkat prinsip-prinsip Islam yang dibawanya dan diperjuangkannya selama ini, dalam ungkapan ynag singkat tapi syarat makna.

Apakah tema pertama dari khutbah beliau tersebut ? Subhanallah ! Alangkah agung dan indahnya khutbah ini! Seolah-olah taushiah beliau ini diilhami oleh realitas berbagai penyelewengan yang akan dilakukan oleh beberapa kaum dari ummatnya sepanjang jaman, akibat mengikuti orang lain dan meninggalkan cahaya yang akan diwariskannya kepada mereka. Sabda beliau :
„Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian, seperti hari dan bulan suci sekarang ini:“

Di akhir khutbahnya Rasulullah saw mengulang sekali lagi wasiat ini dan menegaskan akan pentingnya hal tersebut, dengan menyatakan : „Kalian tahu bahwa setiap Muslim adalah saudara bagi orang Muslim ynag lain, dan semua kaum Muslimin adlaah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali ynag telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri Ya Allah , sudahkan kusampaikan ?“

Kitapun sekarang menjawab : Demi Allah engkau telah menyampaikannya wahai Rasulullah. Barangkali kita sekrang ini lebih patut untuk memberikan jawabannya kepadamu wahai Rasulullah. Ya Allah, beliau telah menyampaikannya! …Kendatipun kami belum sepenuhnya melaksankaan tanggungjawab tersebut.

Tema kedua dari khutbah beliau : Bukan sekedar tasusiah tetapi merupakan qoror (keputusan) ynag diumumkan kepada semua orang, kepada mereka yang hadir di sekitarnya dan juga kepada ummat-ummat yang akan datang sesudahnya. Qoror itu berbunyi :
„Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi! Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Riba Jahiliyah tidak boleh berlaku lagi.“

Apa maknanya yang terkandung di dalam qoror ini? Ia menegaskan bahwa segala macam hal yang pernah dibanggakan dan dipraktekkan oleh Jahiliyah, diantaranya seperti tradisi fanatisme, kekabilahan, perbedaan-perbedaan yang didasarkan kepada bahasa, keturunan, dan ras, atau penghambaan seseorang terhadap sesamanya dan pemerasan (riba), dinyatkaan tidka berlaku lagi. Pada hari ini praktek-praktet Jahiliyah itu merupakan barang busuk yang telah ditanam oleh syariat Allah ke dlaam perut bumi.

Praktek-praktetk Jahiliyah itu dalam kehidupan seorang Muslim pad ahari ini letaknya berada di bawah telapak kaki. Ia adalah najis yang harus dibersihkan kezhaliman yang harus dilenyapkan. Siapakah gerangan yang ingin menggali dan mengeluarkan lagi barang busuk itu ? Adakah orang yang berakal sehat ynag masih ingin memulung sampah busuk itu lagi ? Orang pembangkang macma apakah yang sengaja menggunakan rnatai dan borgol yang baru saja dihancurkan oleh Islam itu ?

Najis-najis dari tradisi jahiliyha itu telah disingkirkan oleh Rasulullah saw dari titik tolak kemanusiaan serta kemajuan pemikiran dan peradabannya. Tradisi-tradisi jahiliyah itu dinyatakan oleh Nabi saw sebagai barang busuk yang harus ditanam dibawah telapak kaki. Penegasan ini untuk membuktikan kepada dunia dan semua generasi manusia bahwa siapa saja yang mengklaim kemajuan pemikiran sementar adia sendiri sengaja membangkitkan kemblai barang busuk ynag lama dikuburkan itu maka sebenarnya dia adalah orang yang kemblai dan mundur ke belakang, memasuki goa-goa sejarah lama yang sangat gelap dan pengap, kendatipun dia merasa melakukan modernisasi dan pembanungan peradaban.

Tema ketiga dair khutbah beliau : Menyatakan tentang keserasian jaman dengan nama-nama bulan yang disebutkan, setelha sekian lama dipermainkan oleh orang-orang Arab di masa jahiliyah dan permulaan Islam. Orang-orang Arab di jaman Jahiliyah dahulu seerti dikatkaan oleh Mujahid dan lainnya melakukan ibadah haji merkea selama dua tahun di buan tertentu. Kadang-kadang mereka melakukan ibadah haji di bulan Dzul Hijjah selama dua tahun dan seterusnya. Ketika Rasulullah saw melakukan ibadah haji tahun ini bertepatan dengan bulan Dzul Hijjah, dan pada saat itu Rasulullah saw mengumumkan baha jaman telah berputar seperti keadaan pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Yakni janganlah kalian mempermainkan bulan-bulan itu dengan mendahulukan atau mengakhirkannya. Setelah hari ini tidak dibenarkan melakukan ibadah haji kecuali pada bulan ynag telah ditetapkan namana : Dzul Hijjah.

Sebagian Ulama‘ menyebutkan bahwa kaum Musyrikin pada waktu itu mengira baha satu tahun terdiri dari 12 bulan dan 15 hari, sehingga mereka melakukan ibadah haji pada bulan Ramadhan, Syawal, Dzul Qa‘dah dan bu bulan apa saja. Ini karena mengikuit peredaran bulan dengna tambahan 15 hari setiap tahunnya.

Ibadah haji dilakukan oleh Abu Bakar adalah di tahun ke 9 Hijri, jatuh pada bulan Dzul Qa‘dah, disebabkan oleh perhitungan tahun yang dibuat oleh ornag-oran Arab Jahiliyah tersebut. Karena itu, pada tahun berikutnya (tahun di mana Rasulullah saw melakuan haji wada‘) haji dilakukan tepat dengan bulan-bulan ditetapkannya ibadah haji.

Pada saat itu pula Rasulullah saw mengumukan dihapuskannya hisab lama dan bahwa satu tahun setah hari ini hanya terdiri dari 12 bulan. Setelah hari ini tidak boleh ada tambahan lagi. Al Qurthubi berkat : Pernyataan ini sama dengan sabda Nabi saw : „Sesungguhnya jaman telah berputar…“ yakni sesungguhnya waktu ibadah haji telah kembali kepada waktunya ynag asal ynag telah ditetapkan oleh Allah ketika menciptakan langit dan bumi, yaitu asal pensyariatan yang telah diketahui Allah seblumnya.

Tema keempat dari khutbah beliau : Wasiat Rasulullah saw agar berlaku baik terhadap kaum wanita. Wasiat ini, yang ditegaskan dlaam kalimat ynag singkat tapi padat, menghapuskan seglaa bentuk penganiayaan terhadap kaum wanita dan memperkokoh jaminan hak-hak asasinya dan kehormatannya sebagai manusia. Masalah ini memang perlu ditegaskan dlaam tausiyah seperti ini, karena kaum Muslimin pada waktu itu masih sangat dekat periode mereka dengan tradisi-tradisi Jahiliyah ynag mengabaikan wanita dan tidak memberikan hak sama seklai kepadanya.

Barangkali ada hikmah lain dari tausiyah dan perhatian ini, diantaranya agar kaum Musliin di setiap jaman dan tempat seanntiasa menyadari tentnag perbedaan besar antara kehormatan wanita serta hak-haknya ynag thabi‘I ynag telah dijamin oleh Islam dan apa ynag menjadi sasaran sebagian orang ynag menghalalkan segala cara untuk menikmati dan mempermainkan kaum wanita.

Tema kelima dari khutbah beliau : nabi saw meletakkan semua problematika manusia di hadapan dua sumber nilai, Siapa yang berpegang teduh dengan keduanya maka dijamin akan terhindar dari segala macam kesengsaraan dan kesesatan. Kedua sumber nilai kehidupan itu ialah : Kitabullah (al-Quran) dan Sunnah Rasul- Nya.
Jaminan ini tidak hanya berlaku bagi para sahabatnya saja tetapi juga bagi semua generasi ynag datang sesudahnya. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw agar manusia menyadari bahwa berpegang teguh kepada kedua sumber tersebut bukan hanya diwajibkan atas generasi tertentu atau jaman tertentu saja. Juga agar manusia menyadari bahwa perkembangan peradaban atua kemajuan jaman apapun dan bagaimanapun tidak boleh mengalahkan atau menentang kedua sumber nilai kehidupan tersebut.

Tema keenam dari khutbah beliau : Penjelasan Nabi saw tentnag hubungan yang seharusnya dibina antara seorang Hakim (penguasa) atau Khalifah atau Kepala Negara dan rakyatnya. Ia adalah hubungan ketaatan dari rakyat terhadap pimpinannya betatapun keturunan, warna kulit, dan bentuk lahiriyahnya selama dia tetap menjalankan hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Tetapi apabila dia menyimpan dari keduanya maka tidak ada kewajiban untuk taat kepadanya. Penguasa itu punya hak untuk diataati hanya karena dia menjalankan al-Quran dan Sunnah, Jika penguasa benar-benar melaksanaan alQuran dan Sunnah maka tidak ada masalah setelah itu sekalipun dia seroang budak dari Ethiopia yang berambut keriting dan berhidung gruwung. Sebab semua bentuk lahiriyah itu tidak merendahkan derajatnya sedikitpun di sisi Allah.

Dengan demikian Rasulullah saw telah menjelaskan kepada kita bahwa seorang Hakim (Penguasa) tidak memiliki keistimewaan apapun di hadapan hukum-hukum Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Kedaulatannya tidak akan dapat meletakkannya di atas manhaj dan hukum Islam. Karena pada hakekatnya ia bukan penguasa dan tidak memilikiki kedaulatan apapun. Tetapi ia hanyalah seornag ynag diberi kepercayaan oleh kaum Muslimin untuk melaksanakan hukum Allah. Oleh se4bab itu, syariat Islam tidak pernah mengenal apa yang disebut dengna kekebalan hukum atau hak istimewa bagi pihak tertentu di kalangna kaum Muslimin dalam masalah-masalah hukum, undang-undang atau peradilan.

Akhirnya, Rasulullah saw merasakan telah melaksanakan tanggung jawab dakwahnya. Demikianlah, Islam telah tersebar luas, kesesatan-kesesatan Jahiliyah dan kemusyrikan telah tergusur dan hukum-hukum syariat Ilahiyah pun telah tersampaikan seluruhnya. Maka turunlah wahyu kepadanya ynag menyatkan keapda ummat manusia :
„Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhoai Islam menjadi agama bagimu.“ (QS Al-Maidah: 3)

Tetapi Nabi saw ingin menenangkan hatinya dengan kesaksian ummmatnya di hadapan Allah pada hari Kiamat kelak, lalu di akhir khutbahnya itu beliau menanyakan seraya berseru : „Sesungguhnya kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan kelak?“

Dengan serempat dan suara keras orang-orang yang ada di sekelilingnya menjawab : „Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, telah menunaikan dan telah memberi nasehat.“ Saat itu Rasul yang agung itu telah merasa tenang.

Rasulullah saw ingin memastikan kesaksian ini karena kesaksian itulah yang akan digunakan untuk menghadap Allah kelak. Setelah merasa tenang dan terlihat perasaan ridha di kedua mata beliau, akhirnya beliau melihat ke arah langit seraya menunjuk dengna jari telunjuknya kemudian memandang kepada ummatnya seraya berkata : „Ya, Allah saksikanlah ! Ya, Allah saksikanlah ! Ya Allah saksikanlah.!“

Duhai betapa besar kebahagiaan itu ! Kebahagiaan Rasulullah saw karena telah mengorbankan masa mudanya dan menghabiskan uurnya demi menyebarkan syariat Allah. Kebahagiaan Nabi saw semakin bertambah besar , ketika beliau menyaksikan hasil pengorbanannya tersebut : Gemuruh suara meneriakkan tauhidullah, dahi-dahi yang tunduk sujud kepada agama Allah dan hati-hati manusia yang khusyu‘ dan bergetar karena cinta Allah. Betapa bahagianya kekasih Allah pada saat itu! Saat mengenang kembali segala penderitaan dan penganiayaan yang pernah dialaminya di jalan dakwah dan keimanan ynag tleah diratakannya di muka bumi ini. Semoga kebahagiaan seantiasa menyertaimu wahai junjungan kami.

Demi Allah, itu bukan hanya kesaksian ribuan kaum Muslimin yang pernah berhimpun di sekelilingmu di pada Arafah wahai Rasulullah! Tetapi itu juga merupkan kesaksian kaum Muslimin di setiap generasi dan jamam sampai Allah mewariskan bumi seisinya : Kami bersaksi wahai Rasululllah saw bahwa engkau telah menyampaikan telah menunaikan dan memberi nasehat. Semoga Allah memberikan balasan kepadamu dengan sebaik-baik balasan ynag diberikan kepada seornag Nabi dari ummatnya.

Tetapi tanggung jawab dakwah tu telah berpindah sesudahmu ke atas pundakpundak kami. Namun pad ahari ini kami masih belum melaksanakan sepenuhnya. Adakah kami dapat menemuimu kelak wahai junjungan kami, sementara dosa-dosa kami menumpuk karena kemalasan, keengganan dan ketertarikan kami kepad akehidupan dunia. Padahal para sahabatmu ynag mulia rela mengucurkan darah mereka, mengorbankan harta benda mereka dan menginjak-injak dunia dengan telapak kaki mereka demi membela syariatmu, memperjuangkan dakwahmu dan mengikuti jihadmu.
Semogalah Allah berkenan memperbaiki kondisi kaum Muslimin secara keseluruhan dan menyadarkan kita dari mabuk dan buaian hawa nafsu. Semoga Allah berkenan melimpahkan karunia dan kelembutan-Nya kepada kami.

Kemudian Rasulullah saw menyempurnakan ibadah hajinya dan meminum air zamzam. Setelah mengajarkan manasik kepada ummatnya, beliau lalu kembali ke Madinah guna melanjutkan jihadnya di jalan agama Allah.
&

NABI SAW MENGUTUS PARA UTUSAN GUNA MENGAJARKAN PRINSIP-PRINSIP ISLAM

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Sebagaimana para utusan datang menemui Rasulullah saw untuk menyatakan keislamannya, demikian pula sebaliknya Rasulullah saw mengirim beberepa utusan ke berbagai penjuru, terutama ke bagian selatan Jazirah, guna mengajarkan prinsip-prinsip dan hukum-hukum Islam kepada manusia. Islam telah menyebar di seantero Jazirah sehingga sangat diperlukan para mu‘allim, da‘I dan mursyid yang datang menjelaskan hakekat ajaran Islam kepada manusia.

Rasulullah saw mengirim Khalid bin Walid ke Najran guna mengajak penduduknya kepada Islam dan mengajarkan prinsip-prinsipnya kepada mereka. Nabi saw juga mengirim Ali ra ke Yaman untuk misi yang sama. Disamping itu Rasulullah saw juga mengirim Abu Musa al-Asyari dan Muadz bin Jabal ke Yaman. Masing-masing utusan pergi ke pelosok negeri Yaman. Kepada kedua utusan ini Nabi saw berwasiat :
„Permudah dan jangan mempersulit. Germarkan dan jangan membuat orang lari, berusahalah dengan penh keikhlasan dan kekuatan.“

Kepada Mu‘adz bin Jabal, Nabi saw bersabda :
„Sesungguhnya engkau akan menemui orang-orang dari ahli Kitab! Jika engkau bertemu maka ajaklah mereka untuk bersaksi tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah. Jika mereka bersedia mentaati kami dengan mengucapkan Syahadat tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari, jika mereka telah mentaati kamu untuk melaksanakan kewajiban tersebut maka beritahukan kepada mereka shadaqah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya merka dan dibagikan lagi kepada orang-orang fakir mereka, jika mereka telah mentaati kamu untuk melaksanakan hal itu maka janganlah kamu mengusik kehormatan harta mereka. Takutlah kamu dari do‘a orang yang teraniaya karena antara dia dan Allah tidak ada penghalang sama sekali.”

Di dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa Nabi saw keluar bersama Mu‘adz ke pintu gerbang kota Madinah dengan berjalan kaki sedangkan Mu‘adz menunggang kendaraannya. Kemudian beliau berwasiat kepadanya :“Wahai MU‘adz barangkali engkau tidak akan menemuiku lagi setelah tahun ini! Barangkali engkau akan melewati masjidku dan kuburanku (juga).“ Kemudian Mu‘adz menangis karena perpisahannya dengan Rasulullah saw. Mu‘adz tinggal di Yaman sampai setelah wafatnya Rasulullah saw. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw kepada Mu‘adz tersebut telah menjadi kenyataan.

Beberapa Ibrah.

Hal terpenting harus dipahami oleh seorang Muslim dari pengiriman para utusan ini ialah bahwa tanggungjawab penyebaran dan perjuangan Islam merupakan tanggungjawab seluruh kaum Muslimin di setiap jaman dan tempat. Tanggung jawab ini bukan hal yang remeh sebagaimana dipahami oleh sebagian besar kaum Muslimin sekarang.

Tidaklah cukup hanya menyatakan keislaman dengan lisan semata. Juga tidak cukup hanya dengan mengamalkan sebagian ajaran Islam yang ringan-ringan dalam kehidupan kita. Bahkantidak cukup hanya berpegang teguh dengan Islam untuk dirinya sendiri kemudian tidak mau perduli dengan yang lainnya.

Tanggungjawab perjuangan dan pergerakkan Islam tidak akan terlepas dari tengkuk kaum Muslimin sebelum hal ini juga dilaksanakan. Melaksanakan kewajiban dakwah kepada Islam dan pergi ke seluruh penjuru dunia dalam rangka menunaikan kewajiban dakwah. Itulah amanah yang dipikulkan oleh Rasulullah saw ke atas pundak kita dan kewajiban ynag tidak boleh diabaikan di setiap jaman dan tempat. Para Ulama dan Imam yang empat telah sepakat bahwa melaksanakan kewajiban dakwah di dalam dan di luar negeri kaum Muslimin adalah fardhu Kifayah atas seluruh kaum Muslimin. Mereka tidak akan terlepas dari tanggung jawab ini kecuali setelah adanya sejumlah orang (da‘I) yang mengajak kepada Allah dan memperjelaskan hakekat Islam ke seluruh penjuru dunia secar amerta dan mencukupi. Jika sejumlah da‘I yang diperlukan ini belum terpenuhi di setiap negeri Islam maka semua penduduk negeri tersebut berdosa.

Jumhur para Imam dan Fuqaha‘ berpendapat bahwa kewajiban dakwah ini tidak hanya dipikul di atas pundak kaum lelaki saja tetapi berlaku secara umum lelaki , wanita , orang merdeka dan hamba sahaya, selama mereka mukallaf dan mampu melakukan tugas-tugas dakwah dan taujih, masing-masing sesuai batas kemampuan dan sarana kemampuannya.

Wasiat yang disampaikan Rasulullah saw kepada Mu‘adz dam Abu Musa al-Asyari, menunjukkan sebagian adab (kode etik) ynag harus dimiliki oleh para da‘I dalam melaksanakan tugas dakwahnya. Diantaranya harus mengutamakan aspek taisir (memudahkan) dari tasyid (mempersulit) dan tadyiq( mempersempit). Lebih banyak memberikan tabsyir (kabar gembira yang menggemarkan) dari pada tahdid (ancaman dan kecaman) dan diistilahkan oleh Rasulullah saw dengan tanfir (membuat orang lari dari Islam).

Kode etik ini kemudian dijelaskan Rasulullah saw melalui contoh aplikatif dengan memerintahkan Mu‘adz mengajak manusia pertama-tama untuk mengucapkan syahadatain, jika mereka telah mengikrarkannya maka hendaklah diajak untuk menegakkan shalat. Jika mereka telah menerimanya maka hendaklah diajak untuk membayar zakat dan seterusnya.

Tetapi wujud kode etik taisir dan tabsyir ini tidak boleh melampauibatas-batas syaria. Prinsip taisir yang disyariatkan ini tidak berarti membolehkan pengubahan sebagian hukum Islam atau mempermainkan ajaran-ajaran Islam atau mempermainkan ajaran-ajaran islam demi mencari kemudahan bagi manusia. Prinsip taisir juga tidak berarti boleh mengakuit kemaksiatan, kendatipun dalam prinsip taisir dibolehkan memilih sarana yang harus digunakan untukmenolak kemaksiatan tersebut.

Termasuk kode etik berdakwah kepada Allah (juga termasuk adab Imamah dan Walayah) adalah menghindari tindakan menzhalimi siapapun, terutama dalam masalah pemungutan seauatau seperti memungut harta orang tanpa kebenaran. Tindakan kezhaliman ini bisa saja dilakukan oleh para da‘I apabila mereka dihadapkan Allah, sebagaimana juga bisa dilakukan oleh para pemegang kebijaksanaan dan kekuasaan. Karena Mu‘adz telah berpegang teguh sepenuhnya dengan kedua sifat tersebut, ketika hendak dikirim oleh Rasulullah saw ke Yaman : sifat sebagai da‘I dan penguasa , maka Nabi saw memperingatkan denga keras agar tidak terjerumus melakukan tindakan kezhaliman apapun :
„Takutlah kamu dari do‘a orang yang teraniaya karena antara dia dan Allah tidak ada penghalang sama sekali.“

&

Berita Masuk Islamnya Adi Bin Hatim

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Adi bin Hatim, putera hatim yang terkenal sangat dermawan, adalah seorang Nasrani yang sangat disegani oleh kaumnya. Ia berhak mengambil seperempat barang pampasan perang ynag berhasil dijarah oleh kaumnya (tradisi ynag berlaku di kalangan orang-orang Arab pada waktu itu). Setelah mendengar Rasulullah saw dan dakwahnya dia tidak menyukai dakwah Rasulullah saw dan meninggalkan kaummnya kemudian bergabung dengan orang-orang Nasrani Syam.

Adi menuturkan kisahnya : Kemudian aku lebih membenci keberadaanku di sana ketimbang kebencianku kepada Rasulullah saw, lalu aku putuskan lebih baik aku pergi menemuinya, kalau ia seornag raja atau pendusta niscaya aku dapat mengetahuinya dan jika ia seorang yang benar (Nabi) maka aku harus mengikutinya.

Kemudian aku berangkat hingga aku berada di hadapan Rasulullah saw di Madinah. Aku menemui beliau ketika beliau berada di masjidnya lalu aku ucapkan salam kepadanya. Beliau bertanya :“ Siapa anda ?“ , aku jawab : „Adi bin Hatim!“ Rasulullah saw kemudian berdiri dan membawaku ke rumahnya. Demi Alah, ketika beliau membawaku ke rumah tiba-tiba ada seorang perempuan tua dan lemah yang mencegatnya kemudian belau pun berhenti lama sekali kepada wanita yang mengajukan keperluannya kepada beliau itu. Menyaksikan hal ini aku berkata di dalam hati :“Demi Allah, ini bukan gaya seorang raja.“

Setelah itu, Rasulullah saw berjalan lagi membawaku. Ketika membawaku masuk ke dalam rumahnya, beliau mengambil sebuah bantal dari kuliat ynag sangat sederhana kemudian melemparkannya kepadaku seraya berkata : Duduklah di atasnya! Aku jawab : Anda sajalah yang duduk di atas bantal itu sedangkan beliau sendiri duduk di atas tanah. Di dalam hati aku berkata : Demi Allah , ini bukan perilaku seorang raja.

Kemudian beliau berkata : Wahai Adi bin Hatim, apakah engkau mengetahui Ilah selain Allah ? Aku jawab : Tidak. Beliau bertanya lagi : Tidakkah engkau seorang yang beragama ? Aku jawab : Ya, benar demikian. Beliau bertanya lagi : tidakkah engkau memungut seperempat dari barang pampasan yang diperoleh kaummu ? Aku jawab : Ya, benar demikian. Beliau kemudian berkomentar : Sesungguhnya hal itu tidak dihalalkan oleh agamamu. Aku jawab : Demi Allah , memang dilarang.

Selanjutnya beliau berkata : Wahai Adi bin Hatim, barangkali engkau masih enggan memeluk agama ini (Islam) karena melihat kemiskinan di kalangan pemeluknya. Demi Allah sebentar lagi harta kekayaan akan berlimpah ruah kepada mereka (kaum Muslimin) sehingga tidak ada orang lagi yang mau mengambilnya. Barangkali engkau masih enggan memeluk agama ini (Islam) karena banyaknya musuh mereka dan sedikitnya jumlah mereka, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar seorang wanita yang pergi dari Qadisiyah munggang onta ke rumah ini tanpa rasa takut.

Barangkali engkau masih enggan memeluk agama ini, karena kerajaan dan kekuataan masih berada di tangan orang-orang selain mereka, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar tentang istana-istana putih dari Babilonia jatuh ke tangan mereka (kaum Muslimin) Adi berkata : Kemudian aku pun masuk Islam. Adi berkata : Kemudian aku telah menyaksikan dua kali hal yang disebutkan Rasulullah saw di atas : wanita (yang pergi dari Qadisiyah ke Madinah sendirian tanpa rasa takut, sebagaimana diramalkan Nabi saw) dan aku sendiri ikut dalam pasukan Pertama penyerbuan harta kekayaan Kisra. Aku bersumpah kepada Allah, hal ketiga yang dijanjikan Nabi saw akan terbukti.

Beberapa Ibrah.

Adi bin Hatim datang kepada Rasulullah saw dan berita masuk Islamnya, pada tahun kedatangan para utusan dari berbagai penjuru dan tempat. Kedatangan Adi ini dapat kita masukkan sebagai salah satu utusan yang datang kepada Rasulullah saw menyatakan diri masuk Islam.

Tetapi sengaja kami membahasnya secara khusus karena ia mengandung sejumlah pelajaran penting tentang dasar-dasar aqidah Islam. Di dalam kisahini terdapat analisis yang mendalam bahkan gambaran yang sangat jelas tentang pribadi Nabi saw. Kepribadian ynag nampak jelas bagi Adi bin Hatim : Bersih dari segala kotosan kepemimpinan, kerajaan, ambisi kekuasaan atau kesombongan. Kepribadian ynag tidak menampakkan sisi lain kecuali sebagai seorang Rasul dari Penguasa alam semesta kepada semua ummat manusia. Kepribadian yang menjadi keimanan dan rahasia keislaman Adi bin Hatim.

Marilah kita merenungkan apa yang pernah direnungkan oleh Adi bin Hatim …marilah kita mengambil pelajaran dari apa yang pernah menambah keimanan dan keyakinan kita kepada kenabian penghulu kita Muhammad saw. Mari kita renungkan sejenak karakteristik yang diungkapkan oleh Adi bin Hatim ketika menggambarkan kepribadian Nabi saw yang kemudian menjadi sebab keimanannya.

Adi menuturkan : „Demi Alah, ketika beliau membawaku ke rumah tiba-tiba ada seorang wnaita tua yang lemah mencegatnya kemudian beliau pun berhenti lama sekali kepada wanita yang mengajukan keperluannya kepada beliau itu. Menyaksikan hal ini aku berkata di dalam hati : Demi Allah, ini bukan gaya seorang raja.“

Memang benar, seorang raja atau seorang yang berambisi kepemimpinan dan kemegahan dunia tidak akan dapat bersabar melakukan hal ini. Tetapi bagi Rasulullah saw, hal itu sudah menjadi tabiat dankepribadiannya di setiap keadaan dan waktu. Beliau tidak pernah berbeda dari para sahabatnya dalam suatu majelis. Kehidupan dan pola hidupnya pun tidak pernah mengungguli tara hidup orang-orang fakir dan miskin. Beliau tidak pernah berpangku tangan sementara para sahabatnya menekuni pekerjaan.

Demikianlah kepribadian Nabi saw hingga beliau meninggalkan dunia yang fana ini. Semua itu tidak lain hanyalah merupakan kenabian yang dikaruniakan Allah kepadanya. Adi berkata : Ketika membawaku masuk ked alam rumahnya, beliau mengambil sebuah bantal dari kuliat ynag sangat sederhana kemudian melemparkannya kepadaku seraya berkata : Duduklah di atasnya ! Kemudian aku duduk di atas bantal itu sedankgan beliau duduk di atas tanah!.. Lalu aku berkata di dalam hati : Demi Allah ini bukan perilaku seorang raja.

Barangkali Adi sebagai orang yang punya kedudukan tinggi di tengah kaummnya mengira akan mendapatkan isi rumah Rasulullahs awa sebagaimana perabotan rumah yang megah, tetapi ia dikejutkan oleh keadaan yang sebaliknya. Lebih terkejut lagi setelah ia menyaksikan Rasululalh duduk di atas tanah kering di hadapannya. Ia tidak menyaksikan sama sekali tanda-tanda kemeggahan dan kemewahan duniawi di dalam rumah Rasulullah saw, sebagaimana ynag dibayangkan sebelumnya… Kesaksian ini merupakan jawaban telak bagi merkea ynag menuduh Rasulullah saw berdakwah hanya untuk merebut kekuasaan dankejayaan.

Selanjutnya Adi mengungkapkan pembicaraan Nabi saw tentang masa depan Islam dan kaum Muslimin. Sabda Nabi kepadanya :
„Sebentar lagi harta kekayaan akan melimpah ruah kepada kaum Muslimin sehingga tidakada lagi yang mau mengambilnya“ Ramalan Rasulullah saw ini terbukti kebenarannya di jaman Umar bin Abdul Aziz. Di mana pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus para petugas untuk memungut harta zakat kemudian membagikannya kepada para mustahiqnya di seantero Afrika tetapi para petugas tersebut terpaksa memwa kembali harta zakat itu karena tidak menemukan orang-oang yang berhak menerimanya, sehingga harta tersebut dipakai untuk membeli budak-budak belian kemudian dimerdekakannya.

Sabda Nabi saw kepada Adi :
„Sebentar lagi engkau akan mendengar seorang wanita yang pergi dari Qadisiyah menunggang ontanya ke rumah ini (Masjid Nabawi) tanpa rasa takut sama sekali.“ Apa yang diramalkan Rasulullah saw ini telah menjadi kenyataan. Keamanan dan kedamaian Islam pernah menyebar di wilayah tersebut sehingga orang-orang yang melewati wilayah tersebut merasa aman dari gangguan apapun, kecuali rasa takut kepada Allah dan kekhawatiran terhadap srigala yang akan memangsa kambingnya sebagaimana yang disebutkan oleh hadits lain.

Selanjutnya Nabi saw bersabda kepada Adi :
„Demi Allah sebentarlagi engkau akan mendengat istana-istana putih di Babilonia jatuh ke tangan kaum Muslimin.“ Apa yang diramalkan oelh Nabi saw ini pun telah menjadi kenyataan. Kita semua telah mendengar dan menyaksikan hal-hal tersebut. Segala puji milik Allah yang telah menunaikan segala janji-Nya kepada Rasul-Nya.

Adi telah mendapatkan tanda-tanda kenabian yang benar di dalam gaya hidup dan kehidupannya Nabi saw, sebagaimana ia juga mendapatkanna di dalam pembicaraan beliau.Selanjutnya ia mendapatkan bukti kebenaran ucapan Nabi saw di dalam peristiwaperistiwa sejarah, sehingga semunya itu menjadi sebab dan penguat keislamannya serta mendorongnya untuk melepaskan segala bentuk pola hidup dan kehidupannya.

Jika seorang yang berakal sehat memiliki kebebasan berpikir pasti akan menerima kebenaran Islam dan mengimaninya, sekalipun melalui proses dan perjalanan ynag berat. Tetapi jika ia tidak memiliki kebebasan berpikir dan kehilangan kesucian akal maka ia akan dikuasi oleh hawa nafsu dan rasa benci sehingga ia tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman kebathilan dan kebodohan. Maha Besar Allah Rabbul alamin, ketika menejlaskan sifat-sifat mereka ini kepada kita dan dalam kitab-Nya :
„Mereka berkata : „Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding , maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.“ (QS Fushilat : 5)

&

Para Utusan Arab Berduyun-Duyun Masuk Islam

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Ibnu Ishaq berkata : Setelah Rasululalh saaw menaklukkan Mekkah, memenangkan perang Tabuk dan menerima kedatangan utusan Tsaqif yang menyatakan diri masuk Islam, maka berduyun-duyunlah utusan Arab datang kepada Nabi saw dari segala penjuru. Orang-orang Arab ini tertunda masuk Islam hanyalah karena terhalangi oleh kaum quraisy. Sebab, kaum Quraisy merupakan pemimpin dan panutan manusia pada waktu itu. Disamping sebagai penjaga baitullah dan Masjidil Haram, mereka adalah anak cucku Nabi Ismail dan pemimpin bangsa Arab. Setelah Mekkah tertaklukkan dan orang-orang Quraisy pun tunduk kepada Nabi saw serta menganut ajaran Islam, maka orang-orang Arab menyadari bahwa mereka tidak memiliki kesanggupan untuk memerangi Rasulullah saw . Oleh sebab itu mereka kemudian masuk Islam secara berduyun-duyun, sebagaimana difirmankan Allah :

„Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,dan kamu lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dengan berbondong-bondong , maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.“ (QS An-Nashr : 1-3)
Kami menganggap tidak perlu memaparkan rincian tentang para utusan ini karena tidak banyak berkaitan dengan masalah yang kita inginkan dari buku ini.

Beberapa Ibrah.

Ingatkah anda kisah orang-orang yang menyambut Rasulullah saw, ketika berhijrah ke Thaif dengan sambutan yang buruk, penolakan, pelemparan batu dan penghinaan ? Itulah orang-orang Tsaqif yang sekarang datang kepada Nab saw menyatakan diri masuk ke dalam agama Allah dengan jujur dan taat. Ingatkah anda ketika zaid bin harisah berkata kepada Rasulullah saw dalam perjalanan pulang dari Thaif ke Mekkah :“Bagaimana engkau akan kembali ke Mekkah sedangkan penduduknya telah mengusirmu wahai Rasulullah ?“ Waktu itu beliau menjawab :“Wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan memberikan kemudahan dan jalan keluar terhadap apa yang kamu khawatirkan. Sesungguhnya Allah pasti membela agama- Nya dan memenangkan Nabi-Nya.“

Apa yang terjadi sekarang ini adalah bukti kebenaran sabda Rasulullah saw kepada Zaid bin Haritsah tersebut. Demikianlah , Thaif , mekkah dan seluruh kabilah Arab pada hari ini berbondong-bondong datang menyatakan diri masuk islam.

Kemudian cobalah anda renungkan tentang segala penyiksaan yang dilancarkan oleh Tsaqif dan kekecewaan beliau melakukan hijrah ke Thaif dengan berjalan kaki melintasi pegunungan dan sahara dengan harapan mendapatkan sambutan yang baik dari penduduknya. Perlakuan kasar yang dilancarkan oleh Tsaqif ini minimal akan mendorong rasa igin membalas dendam atau melaksanakan tindakan yang serupa pada jiwa manusia biasa.

Tetapi adakah anda temukan sikap ataupun perasaan balas dendamini di dlaam jiwa Rasululalh saw dalam menghadapi para utusan Tsaqif ? Bahkan selama beberapa hari beliau pernah mengepung Thaif kemudian memerintahkan para sahabatnya agar kembali pulang, lalu kepadanya para sahabat mendesak: berdo‘alah untuk kehancuran Tsaqif. Tetapi beliau telah mengucapkan do‘a kebaikan bagi Tsaqif : „Ya Allah tunjukilah Tsaqif dan datangkanlah mereka dalam keadaan beriman „

Ketika Allah mengabulkan do‘a Rasul-Nya kemudian utusan Tsaqif datang ke Madinah, Abu Bakar Ash Shiddiq dan Mughirah bin Syu‘bah berlomba-lomba datang menyampaikan kabar gembira itu kepada Rasulullah saw. Karena kedua sahabat ini mengetahui betapa gembiranya Nabi saw mendengar berita Islamnya Tsaqif. Dengan ceria dan penuh penghormatan, Rasulullah saw kelcuar menyambut kedatangan mereka.

Bahkan kemudian memberikan seluruh waktunya untuk mengajarkan Islam kepada mereka selama mereka berada di Madinah. Kendatipun dahulu Tsaqif pernah melampiaskan kebencian mereka terhadapnya, tetapi beliau tidak punya keinginan apa-apa terhadap mereka kecuali kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. Kendatipun dahulu Tsaqif merasa puas melihat Rasulullah saw menderita dan sengsara, tetapi kini beliau justru merasa gembira melihat mereka mendapatkan karunia Islam dari Allah.

Adakah semua ini tabiat manusia biasa yang memperjuangkan suatu prinsip dan ideologi yang dianutnya ? Ia tidak lain hanylaah merupakan tabiat kenabian Ia adalah sikap yang ditempa oleh satu-satunya sasaran dakwah : Dakwah membuahkan hasilnya dan Allah pun ridha keapda dirinya. Di jalan (dakwah) ini semua penderitaand an gangguan terasa ringan.

Sungguh merupakan suatu kebahagiaan besar manakala seorang hamba berhasil melewati semua tintangan dan gangguan tersebut sedangkan ia masih tetap berada di atas sasaran yang mulia ini. Itulah Islam : tidak mengenal kebencian atau rasa dendam. Juga tidak pernah menginginkan keburukan bagi manusia. Ia memerintah jihad tetapi tanpa rasa kebencian ataupun kedengkian. Ia mengajarkan kekuatan tapi tanpa egoisme dan kesombongan. Ia mengajak kepada kasih sayang tetapi tanpa merendahkan diri atau kelemahan. Ia mengajarkan cinta tetapi di jalan Allah semata.

Demikianlah utusan Tsqif dan utusan-utusan lainnya yang berbondong-bondong datang ke Madinah menyatakan diri masuk Islam, merupakan penunaian terhadap janji kemenangan yang penuh kewibawaan yang pernah dijanjikan oleh Allah kepada Rasul- Nya.

Itulah Ibrah yang harus diambil dari kisah apra utusan ini. Berikut ini adalah beberapa pelajaran dan hukum yang dapat kita ambil darinya :

Pertama,
Boleh Menempatkan Orang Musyrik di dalam Masjid jika diharapkan Keislamannya.

Anda lihat bagaimana Nabi saw menyambut utusan Tsaqif di masjidnya. Beliau berbicara dan mengajar mereka di dalam masjid. Bila hal ini dibolehkan bagi orang-orang musyrik maka palagi bagi ahli Kitab. Nabi saw juga pernah menyambut utusan-utusan orang-orang Nasrani Najran di dalam masjid, ketika mereka datang ingin mendengarkan kebenaran dan mengetahui Islam.

As-zakarsyi berkata : ketahuilah bahwa Rafi‘I dan Nawawi membolehkan orang kafir masuk masjid selian Masjidil Haram dengan beberapa syarat :
Pertama :
Tidak dilarang oleh perjanjian sebelumnya, yang tertuang di dalam perjanian Ahli Dzimmah. Jika telah dilarang di dalam perjanjian tersebut maka ia tidak dibolehkan memasukinya.
Kedua :
Orang Muslim yang mengijinkannya hendaknya mukallaf dan memiliki kelayakan sepenuhnya.
Ketiga :
Hendaknya tujuan masuknya untuk mendengarkan al-Quran, belajar keislaman, diharapkan keislamannya atau untuk memperbaiki bangunan dan lainnya. Tetapi al- Qadhi Abu Ali al fariqi tidka membolehkan orang kafir masuk masjid sekalipun untuk mendengarkan al-Quran atau belajar jika tidak dapat diharapkan keislamannya. Hal ini sebagaimana jika pelaksanaannya itu akan mengesankan penghinaan atau basa-basi politik demi tujuan tertentu seperti yang dilakukan oleh orang-orang asing sekarang ini.

Jika ia minta ijin masuk untuk tidur atau makan dan sejenisnya, dikatakan dalam Ar Raudah : Ia tidak boleh diijinkan memasukinya untuk tujuan tersebut. Berkata yang lainnya yakni selain Nawawi, kita tidak boleh mengijinkan untuk tujuan tersebut. Al Fariqi berkata : Mereka tidak boleh diijinkan memasukinya untuk mempelajari matematika, bahasa dan sejenisnya. Tidak diragukan lagi bahwa alasan pembolehannya ialah apabila tidak dikhawatirkan membahayakan masjid, najis atau menganggu orangorang yang shalat.

Saya berkata : bahaya fitnah yang kemungkinan akan orang-orang yang shalat karena masuknya wanita-wanita kafir ke dalam masjid dengan pakian seronok, lebih besar daripada bahaya gangguan. Sebagaimana mereka tidak dibolehkan memasuki masjid untuk tidur atau makan, mereka juga harus dilarang memasuki masjid sekadar untuk melihat-lihat seni bangunan dan lukisan di dinding-dinding masjid.

Kedua,
Perlakuan Yang baik Terhadap Para Utusan dan Orang-orang yang Meminta Keamanan.

Perbedaan antara utusan dan orang yang meminta keamanan, bahwa yang pertama datang sebagai utusan dari kaumnya yang biasanya terdiri dari beberapa orang, sedangkan yang kedua adalah orang yang datang sendiri untuk mencari keamanan di negeri kaum Muslimin, sementara itu ia mempelajari Islam dari kaum Muslimin.

Allah memerintahkan agar kita menyambut dengan baik dan melindungi orang yang meinta perlindungan kemudian mengantarkannya ke tempat yang aman bila ia menginginkannya. Firman Allah :
„Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tampat yang aman baginya …“ (QS At Taubah : 6)

Hukum ini berlaku bagi para utusan. Rasulullah saw telah memperlakukan para utusan dengan perlakuan ynag baik sebagaimana anda saksikan bagaimana beliau menghormati dan memuliakan utusan Tsaqif.

Ketiga,
Orang Yang Paling berhak Memegang Kepemimpinan adalah Orang yang Paling Mengerti Al-Quran

Oleh sebab itu, Rasulullah saw menunjuk Ustman bin Abul Ash sebagai Amir orang-orang Tsaqif. Nabi saw sangat mengagumi keseriusan untuk memahami Kitab Allah sehingga dalam waktu yang relatif sangat singkat selama keberadaannya di Madinah bersama-sama kawan-kawannya, ia menjadi orang yang paling mengerti Kitab Allah dan paling faqih tentang Islam. Imarah dan walayah (kepemimpinan) adalah merupakan tanggung jawab keagamaan (mas‘uliyah diniah) yang dimaksudkan untuk menegakkan pemerintahan dan masyarakat Islam, sehingga persyaraatan ini mutlak diperlukan.

Keempat,
Kewajiban Menghancurkan Berhala dan Patung.

Kewajiban ini berlaku secara mutlak dan dalam segala keadaan, baik patung atau berhala itu sisembah ataupun tidak, mengingat keumuman dalil yang menunjukkannya. Dalil lain yang menguatkannya ialah perintah Rasulullah saw untuk menghancurkannya patung-patung ynag telah dikeluarkan dari dalam Ka‘bah, padahal patung-patugn itu tidak disembah sebagaimana berhala-berhala yang lain. Ini juga menunjukkan haramnya membuat patung dalam berbagai bentuknya. Juga haram memilikinya dengan alasan apapun.

Di antara hal yang perlu anda ketahui bahwa utusan-utusan ini secra keseluruhan mewakili dua kelompok :

Pertama,
Kelompok Musyrikin kebanyakan mereka masuk Islam. Utusan-utuan mereka tidaklah kembali ke perkampungan mereka kecuali dengan membawa cahaya keimanan dan tauhid kepada kaumnya. Sedangkan para utusan ahli Kitab, kebanyakan mereka tetap memeluk agama mereka, Yahudi dan Nasrani. Utusan yang mewakili orang-orang Nasrani Najran terdiri dari 60 orang. Mereka berdiskusi bersama Rasulullah saw selama beberapa hari tentang Isa as dan keesaan Allah.

Sikap terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah saw kepada ahli Kitab ini ialah
membacakan ayat al-Quran di bawah ini : „Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adlaah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya :Jadilah (seorang manusia) maka jadilah ia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu) , itualah yang benar, yang datang dari Rabb-mu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang raguragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu) maka katakanlah (kepadanya) : „Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.“ (QS Ali Imran : 59-61)

Setelah mereka tidak mau mengakui kebenaran akhirnya Rasulullah saw mengajak mereka bermubahalah (saling bersumpah bahwa Allah akan menimpakan laknat-Nya atas pihak yang berdusta) sebagaimana yang diperintahkan Allah di dalam ayat-Nya terebut. Rasulullah saw berangkat untuk bermubahalah dengan membawa Hasan dan Husain digendongnya serta Fatimah ra di belakangnya.

Tetapi ketua rombongan itu, Syaurahbil bin Wada‘ah, menolak mubahalah dan memperingatkan teman-temannya akan akibat burujk dari tindakan ini. Akhirnya mereka datang menemui Rasulullahs aw memitna keputusan dari beliau selain dari pilihan masuk Islam dan mubahalah. Kemudian Rasulullah saw memberikan perjanjian damai dengan syarat mereka harus membayar jizsyah. Rasulullah saw memberikan jaminan keamanan kepada mereka selama mereka membayar jizyah ynag telah disepakati tidak akan membatalkan perjanjian ini, dan tidak akan mengusik kebebasan beragama mereka selama mereka tidak melakukan pengkhianatan atau memakan riba.

&

Utusan Tsaqif Menyatakan Diri Masuk Islam

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Nabi saw sampai di Madinah dari perjalanan ke Tabuk pada bulan Ramadhan. Pada bulan ini juga utusan Tsaqif datang menemui Rasulullah saw. Sebelumnya, mereka telah berunding dan memutuskan bahwa mereka tidak punya kesanggupan untuk menghadapi orang-orang Arab di sekitar mereka. Mereka semua telah berbaiat dan menyatakan diri masuk Islam. Kemudian mereka mengirim beberapa utusan yang dipimpin oleh Kinanah bin Abdu Yalil. Menjelang masuk kota Madinah mereka ditemui oleh Mughirah bin Syu‘bah mengajarkan bagaimana cara mengucapkan salam ketika bertemu Rasulullah saw , tetapi mereka tidak melakukannya bahkan tetap menggunakan tata cara jahiliyah ketika mereka menemui Rasulullah saw.

Rasulullah saw menempatkan utusan Tsaqif ini di masjid dan membangu sebuah kemah untuk mereka supaya dapat mendengarkan al-Quran dan melihat orang-orang melaksanakan shalat. Utusan ini tinggal di Madinah selama beberapa hari. Berkali-kali mereka menemui Rasulullah saw. Demiian pula Rasulullah saw datang berkali-kali menemui mereka guna menyampaikan ajaran Islam kepada mereka.

Ibnu Sa‘ad meriwayatkan di dalam Maghazi-nya meriwayatkan bahwa Ustman bin Abil Ash adalah orang yang paling muda di antara utusan tersebut. Apabila mereka tiba di majelis Rasulullah saw , ia ditinggal di kemah. Bila utusan itu kembali ia pergi menemui Rasulullah saw dan bertanya tentang agama serta meminta dibacakan al-Quran. Berkali-kali Ustman bin Abil Ash datang belajar kepada Rasulullah saw sampai ia benarbenar memahami Islam. Jika ditemukannya Rasulullah saw sedang tidur maka ia menemui Abu Bakar. Apa yang dilakukannya ini tidak diberitahukan kepada temantemannya sehingga Rasulullahs aaw merasa kagum dan mencintainya.

Akhirnya Islam merasuk ke dalam hati mereka. Sebelum menyatakan diri masuk islam, Kinanah bin Abdu Yalil bertanya kepada Rasulullah saw : „Bagaimana tentang zina, sesungguhnya kami tida bisa lepas darinya ?“ Nabi saw menjawab :“Zina adalah haram, Allah telah berfirman :“Janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya, ia adalah perbuatan keji dan jalan yang nista.“ Mereka bertanya lagi :“Bagaimana tentang riba, sesungguhnya seluruh harta kami berasal dari riba ?“ Nabi saw menjawab :“Kalian hanya boleh mengambil pokok harta kalian, sesungguhnya Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.“ Mereka bertanya lagi :“Bagaimana tentang khamar ?“ Sesungguhnya ia adalah perasan dari buah-buahan hasil pertanian kami yang tidak dapat kami elakkan?“ Nabi saw menjawab :“Sesungguhnya Allah telah mengharamkannya“, lalu Nabi saw membaca ayat yang mengharamkan khamar.

Ibnu Ishaq berkata : Mereka juga meminta agar dibebaskna dari kewajiban shalat , lalu dijawab oleh Nabi saw :“Tanpa shalat agama tidak mempunyai kebaikan apapun juga.“ Setelah bermusyawarah mereka kembali menemui Rasulullahs aaw seraya menyatkan kesiapan mereka untuk menerima semua hal tersebut. Tetapi mereka meminta agar berhala (Lata) ynag pernah mereka sembah dibiarkan selama tiga tahun, baru kemudian boleh dihancurkan. Rasulullah saw menolak permintaan ini. Kemudian mereka meinta tenggang waktu selama satu tahun kalau tidak selama satu bulan, tetapi Rasulullah saw tetap menolak untuk memberikan tenggang waktu bagi penghancuran berhala tersebut supaya terhindar dari gangguan orang-orang bodoh, kaum wanita dan anak cucu mereka, disamping khawatir penghancuran tersebut akan menghambat masuknya Islam ke dalam hati mereka.

Kemudian merkea berkata kepada Rasulullah saw :“Kalau begitu, kamulah yang menghancurkannya. Kami tidak akan menghancurkannya selama-lamanya.“ Rasulullah saw menjawab : „Aku akan mengutus orang yang akan menghancurkannya.“ Akhirnya merkea berpamitan kepada Rasulullah saw dengan diiringi penghormatan dan do‘a-do‘a pelepasan. Ustman bin Abil Ash ditunjuk oleh Nabi saw sebagai Amir mereka mengingat kesungguhan dalam berislam. Sebelum pergi ia telah mempelajari beberapa surat dari al- Quran.

Setelah keberangkatan mereka Rasulullah saw memberangkatkan rombongan di bawah pimpinan Khalid bin Walid , di antara rombongan itu terdapat Mughirah bin Syu‘bah dan Abu Sofyan bin harb, guna menghancurkan berhala yang bernama Lata. Ketika berhala itu dihancurkan orang-orang wanita Tsaqif keluar seraya menangis menyesali dan meratapi berhala itu. Ketika Mughirarh memukul berhala itu dengan kampaknya, Abu Sofyan meledek :“Aduh, kasihan kamu“ seraya menirukan ratapan wanita-wanita Tsaqif terhadap berhala itu.

Ibnu Sa‘ad berkata di dalam Thabaqatnya meriwayatkan dari Mughirarh ra : Kemudian Tsaqif msuk Islam. Aku tidak mengetahui kabilah Arab yang lebih kuat islamnya dari Tsaqif.

&

Masjid Dhihar

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Ibnu Katsir meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair, Urwah, Qatadah dan lainnya bahwa di Madinah ada seseorang Rahib (pendeta) dari suku Khazraj bernama Abu Amir. Ia memeluk agama nasrani di masa Jahiliyah dan memiliki kedudukan penting di kalangan kabilah Khazraj. Ketika Rasulullah saw datang ke Madinah kemudian kaum Muslimin berhimpun di sekitar beliau dan Islam pun telah menyebar luas, Abu Amir bangkit menunjukkan permusuhan kepada Rasulullah saw. Ia pergi ke Mekkah meminta dukungan orang-orang musyrik Quraisy untuk memerangi Rasulullah saw. Setelah melihat dakwah Rasulullah saw semakin bertambah maju dan kuat, ia pun pergi menemui Heraklius, raja Romawi, meminta bantuannya untuk menghadapi Nabi saw.

Kepadanya heraklius menjanjikan apa yang diinginkannya kemudian ia pun tinggal di negeri Heraklius. Dari tempat pengasingannya ini ia menulis surat kepada orang-orang munafiqMadinah yang isinya menjanjikan kepada mereka apa yang dijanjikan oleh Heraklius kepadanya dan memetintahkan mereka agar membangun sebuah markas tempat mereka berkumpul untuk merealisasikan rencana jahat ynag tertuang di dalam surat-suratnya tersebut.

Kemudian mereka membangung sebuah masjid di dekat masjid Quba‘. Masjid ini telah rampung mereka bangun sebelum Rasulullah saw berangkat ke Tabuk. Kemudian mereka datang kepada Rasulullah saw, meminta agar Rasulullah saw sudi kiranya shalat di masjid mereka untuk dijadikan dalih dan bukti persetujuannya. Mereka mengemukakan bhwa masjid tersebut dibangung untuk orang-orang lemah di antara mereka dan orang-orang yang tidak dapat keluar di malam yang dingin. Tetapi Allah melindungi beliau dari melaksanakan shalat di masjid mereka. Nabi saw menjawab : „Kami sekarang mau berangkat , Insya Allah nanti setelah pulang.“

Sehari atau beberapa hari sebelum Rasulullah saw tiba di Madinah dari perjalanan Tabuk, Jibril turun membawa berita tentang masjid Dhihar yang sengaja mereka bangun di aas dasar kekafiran dan tujuan memecah belah jama‘ah kaum Mukminin. Kemudian Rasulullah saw mengutus beberapa shabatnya untuk menghancurkan masjid tersebut seblum beliau datang di Madinah. Berkenaan dengan masjid ini turunlah firman Allah :
„Dan (di antara orang-orang munafiq itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara ornag-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang meemrangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka bersumpah :“Kami tidak menghendaki selain kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kami shalat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kami shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orangorang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.“ (QS At Taubah 107-108)

Beberapa Ibrah :

Kisah masjid ini merupakan puncak makar dan tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang munafiq kepada Rasulullah saw dan kaum Muslimin. Tindkaan ini bukan semata-mata kemunafiqan tetapi emrupakan konspirasi dan rencana jahat terhadap kaumMuslimin. Oleh sebab itu, Rasulullah saw tidak membiarkan tindakan ini, tetapi mengambil sikap dan tindakan tegas yang didasarkan kepada wahyu dari Allah.

Sikap ini membongkar hakekat orang-roang munafiq dan sasaran-sasaran mereka ynag dibungkus dengan kedok tersebut, kemudian menghancurkan dan membakar bangungan yang mereka namakan sebagai masjid padahal mereka membangungnya sebagai markas kegiatan untuk menghancurkan kaum Muslimin. Kisah rencana jahat yang terakhir ini, di samping kisah-kisah makar yang mereka sebelumnya, memberikan gambaran yang utuh kepada kita tentang hukum syariat Islam mengenai orang-orang munafiq.

Menurut hukum Islam, kita tidak boleh mengambil tindakan terhadap orang-orang munafiq kecuali sesuai dengan hal-hal yang bersifat lahiriahna. Tentang hakekat dan hati mereka yang sebenarnya , kita serahkan saja kepada hukum Allah di hari Kiamat kelak. Tetapi terhadap konspirasi dan makar-makar jahat mereka yang membahayakan kaumMuslimin, harus diambil tindakan tegas, bahkan kita harus menghancurkan setiap perangkap jahat dan tipu daya yang telah mereka bangun.

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh keseluruhan kebijaksanaan dan sikap Rasulullah saw terhadap orang-orang munafiq. Demikian pula kesepakatan hampir semua Imam yang didasarkan kepada petunjuk Rasulullah saw dalam masalah ini. Jika anda perhatikan langkah-langkah tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang munafiq ini, anda akan mengetahui bahwa tabiat kemunafiqan adlah sama di setiap waktu dan tempat. Sarana mereka tidak pernah berubah. Mereka senantiasa memilih kehinaan, melakukan makar jahat yang busuk , menjauhkan diri dari cahaya (Islam) dan memegang erat kegelapan.

Merekalah yang senantiasa bersembah sungkem di telapak kaki kaum penjajah asing untuk membantu mereka dalam memerangi Islam dan kaum Muslimin. Tetapi jika bertemu dengan kaum Muslimin , mereka berpura-pura mengagumi Islam dan berdakwah kepadanya. Jika merkea mendapatkan kesemaptan untuk menghancurkan Islam dan membunuh sebagian pada da‘I Islam, mereka akan mengumumkan bahwa mereka tengah melakukan misi pengembangan dan pembaharuan islam dengan cara melenyapkan para musuh Islam.

Selain itu, amalan Rasulullahs aw menunjukkan perlunya menghancurkan dan membakar tempat-tempat kemaksiatan, sekalipun tempat-tempat kemaksiatan tersebut disembunyikan dan ditutup-tutupi berbagai kebaikan dan kemashlahatan sosial. Kalau Rasulullah saw saja membakar masjid dhihar maka apalagi tempat-tempat kemaksiatan dan kemesuman yang digelar secara terang-terangan ? Umar bin Khattab ra pernah membakar satu desa secara keseluruhan karena di desa tersebut dijual minuman keras (khamar). Umar ra juga pernah membakar tokoh minuman keras milik Ruwaisyid Ats Tsaqofi dan menamakannya Fuwaisid (sebagaiganti dari namanya yang asli Ruwaisid). Mengenai hal ini tidka ada perselisihan di kalangan ulama kaum Muslimin.

&

Abu Bakar Memimpin Jama’ah Haji

19 Sep

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah

Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw ingin melaksanakan ibadah Haji, kemudian berasbda : „Tetapi orang-orang musyrik masih hadir melakukan thawaf dengan telanjang. Aku tidak ingin melaksanakan ibadah haji sebelum hal itu dihapuskan.“ Kemudian beliau mengutus Abu Bakar ra dan menyusulinya dengan Ali ra guna melarang kaum musyrikin melakukan ibadah haji setelah tahun ini, dan memberikan tempo selama empat bulan untuk masuk Islam. Setelah itu tidak ada pilihan antara mereka dan kaum Muslimin kecuali perang.

Bukhari meriwayatkan di dalam kitabil maghazi dari Abu Hurairah ra bahwa Abu Bakar ra diutus oleh Nabi saw sebagai Amir jama‘ah haji sebelum haji wada‘ (haji Rasulullah saw). Pada hari nahr (penyembelihan kurban), Abu Bakar ra mengumumkan di tengah kerumunan manusia : Sesudah tahun ini tak seorang musyrik pun boleh menunaikan ibadah haji, dan tak seorang pun boleh berthawaf tanpa pakaian.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Mahraz bin Abu Hurairah dari bapaknya, ia berkata : Ketika Ali bin Abu Thalib diutus olehRAsulullah saw untuk menyampaikan surat Bara‘ah kepada penduduk Mekkah, aku ikut menyertainya. Ditanyakan kepada Ali ra : Apakah yang hendak andap sampaikan? Ia menjawab : Kami menyampaikan bahwa tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman, tidak boleh thawaf dengan telanjang, barangsiapa mempunyai perjanjian dengan Rasulullah saw maka perjanjian itu hanya berlaku sampai empat bulan, jika empat bulan itu telah berlalu maka Allah dan Rasul- Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik, setelah tahun ini takseorang pun yang boleh menunaikan ibadah haji. Ali berkata : Kemudian aku menyampaikannya sampai suaraku serak.

Itulah yang dimaksudkan oleh firman Allah :
„Dan inilah suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada ummat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu, dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidka dapat melemahkan Allah. Dan beritahukanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.“ QS At-Taubah : 3

Ibnu Sa‘ad meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw menunjuk Abu Bakar sebagai Amir Jama‘ah haji, ia (Abu Bakar) berangkat bersama 300 orang dari penduduk Madinah dengan membawa 20 ekor binatang qurban.

Beberapa Ibrah

1. Orang-orang Musyrik dan Tradisi Mereka dalam Haji

Seperti telah anda ketahui bahwa menunaikan ibadah haji ke Baitullah al-Haram adalah termasuk warisan yang diterima oleh orang-orang Arab dari Ibrahim as. Ia termasuk sisa-sisa ajaran Hanafiyah yang masih mereka pelihara, tetapi sudah banyak kemasukan karat-karat jahiliyah dan kebathilan ajaran kemusyrikan. Sehingga warna kemusyrikan lebih dominan daripada yang seharusnya dilakukan berdasarkan aqidah tauhid.

Ibnu A‘idz berkata bahwa kaum musyriin sebelum tahun ini menunaikan ibadah haji bersama kaum Muslimin. Mereka mengganggu kaum Muslimin dengan mengeraskan ucapan „talbiah“ mereka yang artinya :“Tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang pantas bagi-Mu dan baginya. Beberapa orang di antara mereka melakukan thawaf dengan telanjang, tanpa pakaian sama sekali. Perbuatan ini mereka anggap sebagap penghormatan kepada Ka‘bah. Kata salah seorang di antara mereka :“Aku Thawaf di Ka‘bah sebagaimana saat aku dilahirkan oleh ibuku, tidak ada kotoran benda dunia yang melekat ditubuhkku.“
Kotoran-kotoran jahiliyah ini habis pada tahun ke-9 Hijriyah, tahun dimana Abu Bakar memimpin rombongan haji dan disampaikannya peringatan kepada semua orang musyrik bahwa Masjidil Haram harus dibersihkan dari kotoran-kotoran kemusyrikan untuk selama-lamanya.

2. Berakhirnya perjanjian dengan Diumumkannya Peperangan.

Perlu anda ketahui bahwa kaum Musyrikin pada waktu itu, sebagiamana dikatakan oleh Muhammad bin Ishaq dan lainnya, ada dua kategori. Pertama, mereka yang punya perjanjian dengan Rasulullah saw tetapi masa berakhirnya perjanjian tersebut kurang dari empat bulan. Kepada mereka ini diberi tempo sampai berakhirnya masa pernjanjian tersebut. Kedua, mereka ynag punya perjanjian dengan Rasulullah saw tanpa batas. Kepada mereka ini al-Quran di dalam surat Bara‘ah membatasi masa berakhirnya dengan empat bulan, kemudian setelah itu merka berada dalam keadaan perang dengan kaum Muslimin, Mereka boleh dibunuh dimana saja ditemukan, kecuali jika masuk Islam dan menyatakan taubat. Permulaan batas waktu ini adalah har Arafah, pada tahun ke-9 Hijri sampai tanggal bulan Rabi‘ul Akhir.

Dikatakan yaitu pendapat Al Kalbi bahwa empat bulan tersebut adalah tempo yang diberikan kepada orang musyrik yang punya perjanjian kurang dari empat bulan dengan Rasulullah saw. Sedangkan ornag musyrik yang punya perjanjian dengan Rasululah saw lebih dari empat bulan maka Allah telah memerintahkan agar disempurnakan sampai berakhir batas waktunya. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah :
„Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengdakana perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.“ (QS At-Taubah : 4)

Tetapi pendapat yang pertama lebih benar dan tepat, karena Surat Bara‘ah tidak menegaskan sesuatu yang baru sebagaimana pendapat al-Kalbi di atasnya. Ia hanyalah merupakan penegasan terhadap perjanjian-perjanjian ynag sudah disetujui antara Rasulullah saw dan kaum musyrikin, Ia tidak mengubah sedikit pun dari perjanjianperjanjian itu ataupun mengemukakan hal yang baru. Seandainya demikian, lantas apa artinya Ali ra membacakan surat tersebut di hadapan khalayak kaum musyrikin sebagai peringatan bagi mereka ?

3. Penegasan Tentang Hakekat Makna Jihad.

Di dalam surat ini anda dapat membaca penegasan baru bahwa jihad di dalam syar‘I Islam bukan perang defensif sebagaimana diinginkan oleh para orientalis. Perhatikanlah firman Allah yang memperingatkan sisa-sisa kaum Musyrikin di sekitar Mekkah dari penduduk Nejd dan lainnya :

“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang ditujukan) kepada orang-orang musyrik yang kaum (kaum Muslimin) telah mengdakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kamu (kaum Musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. Dan (inilah) pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umamt manusia pada haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri daro orang-orang musyrik. Kemudian jika kamu (kaum Musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu, dan jika kamu berpaling maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritahukanlah kepada orangorang kafir (bahwa merkea akan) mendapat siksa yang pedih. Kecuali orang-orang musyrik yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengulangi sesuatupun (dari sisi perjanjian) mu dan tidak (pula) merkea membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap merka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. Apabila telah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang Musyrikin itu di masa saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika merka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat , maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At-Taubat : 1-5)

Ayat-ayat ini sangat jelas dan tegas sehingga tidak ada alasan lagi untuk memahami perang defensif sebagai asas jihad dalam Islam. Andapun tahu bahwa surat Bara‘ah ini termasuk bagian al-Quran yang diturunkan pada periode akhir, sehingga huum-hukumnya ynag sebagian besar dariapdana berkaitan dengan jihad permanen dan abadi. Saya tidak melihat adanya alasan yangkuat untuk mengatakan bahwa ayat-ayat ini menghapuskan ayat-ayat sebelumnya yang menetapkan jihad defensif, seperti firman Allah : „Telah diijinkan (berperang) bagi roang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.“ QS Al-Hajj : 39

Hal ini karena dasar disyariatkannya jihad itu tidak memandang kepada faktor penyerbuan atau pembelaan. Jihad disyariatkan hanyalah untuk menegakkan Kalimat Allah, membangun masyarakat Islam dan mendirikan negara islam di muka bumi. Sarana apa saja (selama dibenarkan dan diperlukan) maka harus dilakukan. Dalam kondisi tertentu mungkin sarana yang diperlukan adalah perdamaian, memberikan nasehat, pengajraan dan bimbingan. Pada saat seperti ini jihad tidak dapat ditafsirkan kecuali dengan hal tersebut.

Dalam kondisi yang lain mungkin sarana ynag diperlukan adalah perang ofensif yang notabene merupakan puncak jihad. Kondisi dan sarana ini penentuan dan penilaiannya dilakukan oleh penguasa Muslim ynag menguasai permasalahan dan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya dan seluruh kaum Muslimin. Ini berarti bahwa sarana tersebut dia tas dibenarkan untuk merealisasikan jihad. Masing-masing dari sarana-sarana tersebut tidak boleh diterapkan kecuali sesuai dengan tuntutan kemaslhatannya. Pergantian sarana, atas dari tuntutan kemashlahatan, tidak berarti penghapusan sarana tersebut. Selain itu, haji Abu bakar ini merupkan pengajaran kepada kaum Muslimin tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji di samping merupakan pendahuluan bagi haji Islam dan haji wada‘ yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.

&