DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
Pertama,
Kaum wanita ikut serta atas dasar persamaan sepenuhnya bersama kaum laki-laki dalam semua tanggung ajwabnya ynag harus dipikul oleh setiap orang Muslim. Oleh sebab itu, seorang Khalifah atau penguasa Muslim harus mengambil dari kaum wanita baiat untuk bekerja menegakkan masyarakat Islam dengan segala sarana ynag dibenarkan, sebagaimana ia mengambil baiat yang sama dari kaum lelaki. Tidak ada perbedaan di dalam masalah ini.
Oleh sebab itu kaum wanita berkewajiban mempelajari urusan agamanya sebagaimana kaum lelaki. Mereka harus menempuh segala sarana yang dibenarkan dan memungkinkan untuk mempersenjatai diri dengan senjata ilmu, kesadaran dan kewaspadaan terhadap segala tipu daya musuh-musuh Islam yang senantiasa membuat makar jahat, sehingga mereka dapat menunaikan baiat yang telah dilakukannya.
Namun, kaum wanita tidak akan dapat melaksanakan hal ini jika mereka tidak mengetahui hakekat agamanya dan tidak memahami permaian tipu daya musuh-musuh Islam yang ada disekelilingnya.
Kedua,
Dari pembaiatan Nabi saw kepada kaum wanita tersebut di atas, anda tahu bahwa baiat mereka adalah dengan ucapan saja tanpa jabat tangan. Tidak sebagaimana kaum lelaki. Ini menunjukkan orang lelaki tidak boleh menyentuh kulit wanita asing. Saya tidak mengetahui adanya Ulama‘ yang membolehkannya, kecuali jik dalam keadaan darurat seperti pengobatan, cabut gigi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana anggapan sebagian orang. Sebab, tradisi tidak punya kekuatan untuk mengubah hukum yang ditetapkan oleh al-Quran atau Sunnah, kecuali hukum yang pada asalnya lahir didasarkan kepada trasdisi yang berlaku umum. Jika tradisi itu berubah maka perubahan itu akan mempengaruhi perubahan hukumnya pula, sebab pada dasarnya ia merupakan hukum bersyarat yang terkait dengan keadaan tertentu.
Ketiga,
Hadits-hadits baiat yang telah kami sebutkan di atas menunjukkan bahwa dalam keadaan diperlukan orang- lelaki boleh mendengar pembicaraan wanita asing dan bahwa suara wanita itu bukan aurat. Ini adlaah pendapat jumhur Fuqaha‘ diantaranya Syafiiyah. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa suaranya adalah aurat bagi lelaki asing. Tetapi pendapat mereka ini terbantah dengan hadits-hadits shahih mengenai baiat kaum wanita ini.
&
Tinggalkan Balasan