Pembahasan Pertama Masalah Dakwah

6 Okt

Pilar Keberhasilan Seorang Da’i
Dr. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah;
islamhouse.com

Dalil-dalil yang menunjukan akan pentingnya pembahasan ini

Saya berpikir ada baiknya mengetahui judul buku ini (baik secara bahasa ataupun istilah) secara mendalam tentang kosa kata dan kalimat yang terkandung dalam judul buku ini sebelum kita lebih jauh masuk dalam pembahasan yang lebih rinci.

Judul buku ini adalah “Muqowimaat daa’iyah naajih” (sebab-sebab teguhnya seorang da’i yang berhasil) dari sini kita akan membahas sejenak kandungan dari ketiga kalimat tersebut.

Pembahasan pertama

Kalimat yang menunjukan judul buku
Pertama: al-Muqowam

Asal kata dari kalimat ini berbentuk tsulatsi (fi’il kata kerja yang berjumlah tiga huruf) adalah qowama dan salah satu makna dari kalimat ini adalah berdiri tegak (teguh) dan ketetapan hati. (Mu’jam Maqayis lughoh 5/43.)
Dan yang paling jelas dan sering di gunakan dalam penggunaan secara bahasa adalah pokok dari asal kata ini yaitu Qiyam, sedangkan al-Qiyam sendiri memiliki arti secara sendiri dengan arti menjaga dan memperbaiki di antara dalil yang jelas yang menunjukan akan hal itu adalah firman Allah Ta’ala:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…”. QS an-Nisaa’: 34.( al-Muhkam lii Ibnu Sayidah 6/366.)

Maka kalimat Qoma al-Amr mempunyai arti menjadi lurus dan mengerjakan sesuatu secara rutin (al-Qomus Muhith 4/164.) Adapun fi’il amrnya (perintah) adalah luruslah maksudnya menjadi luruslah. (al-Muhkam lii Ibnu Sayidah 6/366.) Sedangkan Qowwamul Amr seperti dalam ayat maknanya adalah memimpin dan mengaturnya. (Lisanul Arab 12/499.) Dan Qiimil Amr adalah orang yang melakukannya, sedang al-Qiim maknanya adalah Pemimpin orang yang mengatur dan memberi perintah. (Lisanul Arab 12/502.) Maka bisa di simpulkan bahwa memimpin sesuatu dan memimpinnya mempunyai maksud yang sama.

Adapun yang di maksud dengan sebab-sebab teguhnya seorang da’i yang sukses adalah hal-hal yang menjadi sumber keberhasilan serta kesuksesan seorang da’i di dalam pelaksanaan da’wahnya. Tegak tak tergoyahkan dalam da’wahnya, teguh hatinya serta menjaga atas da’wahnya, istiqomah dan lurus di dalam penyampaiannya, mengerjakan segala urusan dengan berbagai sarana sehingga mampu mengerjakan dan menyampaikan da’wah dengan cara yang paling baik yang pada akhirnya bisa mencapai target yang di maksud.

Kedua: Ad-Da’iyah

Asal dari kata ini adalah دعو (mengajak), adapun da’wah sendiri pada kesempatan yang lain memiliki makna do’a, dan do’a (menyeru) kepada sesuatu ada yang berarti mengajaknya dan menganjurkan kepadanya hal itu sebagaimana yang ada dalam firman Allah Ta’ala:

“Dan Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga),..”. QS Yunus: 25.

Maksudnya yaitu bahwa Allah Ta’ala menyeru agar manusia masuk kedalam surga-Nya, maka di katakan menyeru dan dia adalah seorang penyeru. Dalam kesempatan lain kata ini memiliki makna da’wah seperti yang termaktub dalam firman Allah Ta’ala:

“Dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi”. QS al-Ahzab: 46.

Kata penyeru pada ayat di atas yaitu menyeru kepada manusia untuk mentauhidkan (mengesakan) Allah Ta’ala, maka seorang penyeru adalah seseorang yang mengajak kepada suatu perkara apa pun bentuknya, adapun bentuk jamaknya adalah Du’aat dan Daa’un sedang bentuk mufrodnya adalah Da’i dan Da’iyah sedangkan huruf Haa dalam kalimat itu adalah sebagai bentuk mubalaghah (menunjukan banyak).

Maka seorang da’i adalah orang yang telah ahli di dalam mengajak manusia untuk masuk ke dalam agama Islam serta mengajak kepada mereka untuk mengerjakan keharusan yang ada di dalam syar’iat islam dengan sarana-sarana yang di bolehkan secara syar’i.

Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa masalah da’wah adalah permasalahan agama Islam secara menyeluruh baik itu secara aqidah (keyakinan) maupun syari’at, akhlak dan tata cara bergaul dan bermuamalah dengan manusia. Adapun Mad’uwun (target orang yang di da’wahi) adalah seluruh manusia sesuai dengan keadaanya, jika orang-orang kafir maka mereka di ajak untuk mau masuk ke dalam agama Islam terlebih dahulu, sedangkan orang-orang yang banyak mengerjakan perbuatan dosa maka mereka di ajak untuk jujur dalam keimanannya dan benar di dalam mengamalkan Islam dan kewajiban-kewajiban yang lainya, adapun para pelaku maksiat maka mereka di ajak untuk meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat, dan demikian seterusnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah menuturkan ketika sedang menjelaskan pengertian da’wah, beliau mengatakan: “Da’wah (mengajak orang) untuk kembali kepada Allah adalah mengajak (manusia) kepada keimanan denganNya, dan mengimani dengan apa yang di bawa oleh para Rasul-Nya, membenarkan apa yang para Rasul kabarkan serta menta’ati semua yang di perintahkannya”. (Maj’mu Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/157.)

Sedangkan para ulama mu’ashiroh (kotemporer) memberi pengertian tentang da’wah ini dengan mengatakan: “Da’wah adalah menyampaikan agama Islam kepada manusia secara umum serta mengajarkan kepada mereka kandungan yang ada sehingga mereka mau menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya”. (al-Madkhul ilaa Ilmu Da’wah hal: 17.)

Adapun Imam Thabari memberikan pengertian yang lebih ringkas dan penuh makna tentang da’wah dengan menyatakan: “Da’wah adalah mengajak manusia kepada agama Islam baik dengan perkataan atau pun amal perbuatan”. (Tafsir ath-Thabari 11/53.)

Ketiga: an-Najah

Pokok dari kata tsulatsi ini adalah نجح yang makna asal katanya adalah kemenangan, kejujuran dan kebaikan. (Mu’jam Maqayis Lughah 5/390.)

Maka kata an-Nujhu dan an-Najah memiliki makna memperoleh keberhasilan, kemenangan dalam suatu perkara, jika di katakan seseorang itu telah najah (berhasil) maka maksudnya adalah jika ia telah memperoleh apa yang di carinya, dan berhasil dalam suatu perkara jika mendapat kemudahan, ada pun seorang yang najah maka seseorang yang telah berhasil mendapatkan kebutuhan dan keinginannya, dan jika di katakan pendapat yang najih maka maksudnya adalah benar dan sesuai. (Lisanul Arab 2/611, 612. ash-Shahah 1/409. Qomus al-Muhith 1/251.)

Adapun maksud dalam bahasan ini adalah berusaha untuk memperoleh kesempurnaan dalam berda’wah, sesuai dengan kemudahan yang di capai dalam berda’wah dan bisa di terima oleh mad’u (target da’wah), dan sebagaimana telah di ketahui bahwasannya keberhasilan yang sempurna di dalam da’wah adalah bisa di terimanya kebenaran serta di amalkannya kebenaran tersebut, begitu pula ia berkemauan untuk menolak kebatilan dan meninggalkannya jauh-jauh, maka keberhasilan tersebut bisa di katakan cukup dalam pandangan dan bisa di terima da’wahnya, namun adanya penentang pada da’wahnya serta tidak di terima da’wahnya bukan berarti bukti tidak suksesnya seorang da’i di karenakan hidayah itu semuanya berada di tangan Allah Ta’ala, hal itu sebagaimana yang Allah Ta’ala jelaskan dalam firmanNya:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS al-Qashash: 56.)

Hal itu telah di gambarkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Akan datang seorang Nabi bersamanya hanya seorang laki-laki (yang mengikutinya) ada seorang Nabi yang bersamanya dua orang dan ada seorang Nabi yang tidak ada yang (mengikutinya sama sekali)”. HR Bukhari kitaab thib 10/155, Muslim kitaabul iman bab: Dalil atas masuknya sebagian orang dari kaum muslimin yang masuk surga tanpa di hisab no: 1/199.

Dalam hadits di atas tadi di jelaskan bahwa itu semua tidak menunjukan bahwa para Nabi tersebut telah gagal di dalam da’wahnya dan tidak berhasil di dalam da’wahnya namun yang benar bahwa hadits di atas menunjukan memang tidak adanya orang-orang yang mau menerima da’wahnya karena Allah Ta’ala telah membutakan penglihatan mereka (dari kebenaran) serta mengunci hati-hati mereka (dari menerima kebenaran).

Maka kesuksesan itu adalah mengerjakan kewajiban secara sempurna, dan kebanyakan dari hasil yang telah tercapai dalam hasil-hasil yang telah lampau, hal itu tentu akan saling berbeda sesuai dengan hikmah yang di berikan oleh Allah Ta’ala.

Dengan ini menjadi jelas sekali pendalilan dalam judul buku ini “Muqowamaat ad-Da’iyah Najiah” bahwa yang di maksud dalam pembahasan ini adalah memberi penerangan (ilmu) di atas pondasi yang menjadi keharusan yang harus terpenuhi oleh seorang da’i di dalam kepribadiannya dan pengalamannya serta pemahamannya yang akan mengantarkan orang lain mendapat hidayah dari Allah Ta’ala dan bisa mencapai hasil dari da’wahnya.

&

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: