Ukhuwah Islamiyah; Merajut Benang Ukhuwah Islamiyyah;
DR. Abdul Halim Mahmud
Ini merupakan hak seorang muslim yang sangat ditetkankan untuk ditunaikan atas saudaranya seiman. Apabila kaum muslimin bisa menunaikan hak ini, mereka bisa memperkuat ikatan ukhuwah islamiyah di antara mereka. dengan ini, mereka semakin dekat kepada keridlaan, bantuan, dan pertolongan Allah swt.
Pada dasarnya, seorang muslim berkewajiban untuk memaafkan saudaranya. Sesungguhnya Allah swt. memerintahkan orang muslim untuk memaafkan saudaranya yang mendhalimi dengan firman-Nya:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imraan: 133-134)
Ibnu Katsir dalam menafsiri ayat ini berkata: “Dalam memaafkan [kesalahan] orang, mereka memaafkan orang yang mendhalimi mereka, sehingga dalam hati mereka tidak terdapat dendam terhadap siapapun, dan ini merupakan sifat yang paling terpuji. Karena Allah berfirman, ‘Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.’” (Tafsir Ibnu Katsir, I/406)
Allah swt. memerintahkan agar kita memaafkan orang yang pernah menyakiti baik berupa cercaan atau penghinaan. Dengan firman-Nya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (al-A’raaf: 199)
Para mufasir berkata tentang firman Allah “Jadilah engkau pemaaf…” yakni terhadap perangai dan tingkah laku orang.
Disebutkan pula dalam Shahih al-Bukhari dengan sanadnya dari Abdullah bin Zubair ra. ia berkata bahwa sesungguhnya perintah untuk memaafkan itu diturunkan berkenaan dengan perangai orang. Artinya, hendaklah engkau memaafkan orang yang telah mendhalimimu, memberi orang yang enggan memberi kepadamu, dan menjalin hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu. (Tafsir Ibnu Katsir, II/277)
Allah berfirman: “Akan tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (asy-Syura: 43)
Di sini Allah memuji seorang muslim yang mau memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim, sekalipun orang itu telah mencelanya [insya Allah nanti akan disebutkan hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini].
Memaafkan saudara seiman telah diwajibkan oleh Allah, sekalipun ia pernah mengecam dan bersumpah untuk membalas perbuatan yang menyakitkan itu. Sebagaimana dalam kisah Abu Bakar dengan putra bibinya, Mitshah bin Utsatsah, yang pernah menyebarkan berita bohong mengenai Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar ra. Abu Bakar sampai mengancam dan bersumpah untuk memutuskan hubungan persaudaraan dengannya, padahal biasanya ia memberikan bantuan kepadanya sebelum itu. Allah swt. berfirman:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nuur: 22)
Dalam Sunnah juga disebutkan tentang perintah agar seorang muslim memaafkan saudaranya seiman. Riwayat-riwayat berikut mempertegas hal ini:
Hakim meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas bin Malik ra. ia berkata bahwa Rasulullah saw. sedang duduk tiba-tiba beliau tertawa hingga tampaklah gigi-gigi serinya. Maka Umar berkata, “Wahai Rasulallah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, apakah yang membuatmu tertawa?” Beliau menjawab, “Ada dua lelaki dari umatku yang dikumpulkan di hadapan Rabbul ‘Izzah, Allah swt. salah satu di antaranya berkata, ‘Wahai Rabbi, ambillah hakku yang didhalimi oleh orang ini.’ Maka Allah swt. berfirman, ‘Kembalikanlah hak saudaramu yang telah engkau dhalimi.’ Orang itu berkata, ‘Wahai Rabbi, tidak ada lagi kebaikan yang tersisa.’ Yang seorang lagi berkata, ‘Wahai Rabbi, biarlah ia menanggung sebagian dari dosa-dosaku.’
Rasulullah saw. mencucurkan air matanya kemudian bersabda, ‘Sungguh, hari itu adalah hari yang berat. Pada hari itu manusia perlu dipikulkan dosa-dosanya.’ Lalu lanjutnya, ‘Maka Allah berfirman kepada orang yang didhalimi itu, ‘Angkatlah matamu dan perhatikanlah surga-surga itu.’ Orang itu berkata, ‘Wahai Rabbi, aku melihat kota-kota dari perak dan istana-istana emas yang ditaburi mutiara. Untuk nabi, orang shaddiq, atau syahid yang mana semua itu?’
Allah berfirman, ‘Ini semua untuk siapa saja yang membayar harganya.’ Orang itu berkata, ‘Wahai Rabbi, siapa pula yang memiliki [harga]nya?’
Allah berfirman, ‘Engkau memilikinya.’ ‘Dengan apa wahai Rabbi?’ tanyanya. ‘Dengan pemberian maafmu kepada saudaramu.’
‘Wahai Rabbbi, aku telah memaafkannya.’
Allah swt. berfirman, ‘Peganglah tangan saudaramu itu, lalu bawalah ia memasuki surga.’”
Nabi saw. kemudian bersabda, “Hendaklah bertaqwa kepada Allah dan memperbaiki hubungan di antara sesama kalian, karena sesungguhnya Allah memperbaiki hubungan di antara orang-orang yang beriman pada hari kiamat.”
Tirmidzi juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah merahmati seorang hamba yanag kehormatan atau hartanya pernah didhalimi saudaranya, tetapi ia justru mendatangi saudaranya itu dan memaafkannya sebelum kedhaliman itu diminta darinya padahal tidak ada lagi dinar atau dirham. Apabila ia mempunyai kebaikan, maka akan diambil kebaikan-kebaikannya itu. Tetapi jika ia tidak memiliki kebaikan, maka ditimpakanlah kepadanya [dosa] kejahatan-kejahatan mereka.”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bersikap rendah hati dengan niat karena Allah, kecuali Allah pasti meninggikan derajatnya.”
Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa ditinggikan bangunannya [di surga] dan diangkat derajatnya, hendaklah ia memaafkan orang yang mendhaliminya, memberi orang yang enggan memberinya, dan menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya.”
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila hari kiamat tiba, berserulah seorang penyeru, ‘Manakah orang-orang yang memberi maaf kepada orang lain? Pergilah kalian kepada Rabb kalian dan ambillah pahala kalian. Adalah hak bagi setiap muslim –apabila ia memaafkan- untuk masuk surga.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Suatu ketika ada seseorang yang mencela Abu Bakar ra. sedangkan Rasulullah saw. duduk di sana. Beliau tersenyum saja mendengarnya. Ketika orang itu makin menjadi-jadi dalam mencela, Abu Bakar membantah sebagian perkataannya. Tiba-tiba Nabi saw. marah dan berdiri, maka Abu Bakar ra. mengikutinya lalu bertanya, “Wahai Rasulallah, orang itu mencelaku dan engkau duduk, namun ketika aku membantah sebagian perkataannya, mengapa engkau marah dan berdiri?” Beliau bersabda, “Semula ada malaikat yang membelamu. Tetapi ketika engkau membantah sebagian perkataannya, datanglah setan, dan aku tidak mau duduk bersama setan.’ Lalu beliau bersabda:
‘Wahai Abu Bakar, ada tiga hal yang semuanya haq [kepastian]: Tidaklah seorang hamba didhalimi dengan suatu kedhaliman tertentu kemudian ia tidak peduli dengannya kecuali Allah menguatkannya dan menolongnya. Tidaklah seseorang membuka pintu pemberian dengan niat untuk menjadikan hubungan, kecuali Allah menambah banyak hartanya. Tidaklah seseorang membuka pintu minta-minta dengan niat ingin memperbanyak harta, kecuali Allah semakin mengurangi hartanya.’”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulallah, saya memiliki beberapa kerabat, saya jalin hubungan dengan mereka, tetapi mereka memutuskan hubungan denganku, saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakitiku, dan saya bersikap lembut kepada mereka, namun mereka justru berlaku kasar kepadaku.”
Beliau bersabda, “Jika benar apa yang engkau katakan, engkau seakan-akan menimpakan kejemuan pada mereka, sedangkan di sampingmu terdapat seorang pembela dari Allah swt. selama engkau dalam keadaan demikian.”
&
Tinggalkan Balasan