Pilar-pilar Keberhasilan Seorang Da’i
Dr. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah;
islamhouse.com
Yang di maksud dari judul bab di atas adalah mengerjakan kewajiban-kewajiban yang ada, memperbanyak amalan sunah, menyibukan dirinya dengan dzikir-dzikir yang telah di syari’atkan, senantiasa membiasakan diri dengan kalimat istighfar serta memperbanyak di dalam membaca al-Qur’an, bersungguh-sungguh di dalam munajatnya kepada Allah Ta’ala, dan yang semisalnya dari qurbah (amalan yang bisa mendekat diri kepada Allah.pent) dan ketaatan-ketaatan yang lainnya, di karenakan ibadah akan menambah kekuatan bagi seorang da’i, seperti sholat maka sholat adalah shilah (penghubung) antara dirinya dengan Rabb Jalla wa ‘ala, tidak ada jalan lain untuk bisa menghindar dari sholat karena hal itu yang membedakan dirinya di dalam semangatnya ia pada ibadah sholat, bersegera untuk mengerjakan sholat, khusyu serta panjang di dalam sholatnya, sambil mengerjakan bersama jama’ah, karena dirinya memiliki banyak qudwah (contoh) dari para pendahulunya, seperti Sa’id bin Musayib beliau mengatakan: “Tidak pernah terlewatkan olehku sholat bersama jama’ah sebanyak empat puluh tahun”. (Nuzhatul Fudholaa 1/370.)
Adalah Rabi’ bin Khatsim maka beliau dituntun menuju sholat berjamaah manakala beliau mengalami lumpuh, ketika beliau di tanya perbuatanya tersebut, maka beliau mengatakan: “Sungguh saya telah mendengar panggilan hayya ‘ala sholat (mari kita sholat), maka jika kalian mampu untuk mendatanginya (maka datangilah) walau harus dengan merangkak”. (Ideem 1/381)
Saya tidak tahu mengapa ada seorang da’i yang rela untuk meninggalkan sholatnya bersama jama’ah di masjid, apa lagi ketika sholat shubuh dan sholat ashar walaupun mereka telah paham tentang keutamaan yang ada, seperti yang telah jelas dalam nash yang ada, lebih khusus lagi sholat berjamaah adalah sebagai bentuk pengagungan terhadap pahala yang akan di peroleh. Dan telah datang bagi orang-orang yang telah menyia-yiakan kedua sholat tersebut peringatan yang keras di mana mereka akan mendapatkan dosa, ketika di tanya maka sungguh akan banyak di dapati mereka mengambil keringanan dengan seenak perutnya sendiri sehingga tidak memperhatikan masalah tabkir (bersegera untuk mendatangi sholat jama’ah), tidak mempedulikan apakah ia mendapat takbirotul ihram atau tidak, dan saya tidak tahu apa yang akan mereka katakan bilamana mereka mendengar perkataanya Ibrohim bin Zaid at-Taimi, beliau pernah berkata: “Jika engkau mendapati ada orang yang menyepelekan keutamaan takbirotul ihram maka cucilah tanganmu darinya (berlepas dirilah darinya.pent)”. (Ideem 1/468)
Dengan apa mereka akan berkomentar jika mereka mengetahui bahwa Sa’id bin Abdul Aziz at-Tanuhi jika beliau ketinggalan satu sholat maka beliau langsung menangis. (Ideem 2/611).
Pada kenyataanya bahwa perkara ini sangatlah panjang kalau mau kita bicarakan seluruhnya adapun kekurangan dari sebgian da’i tentang masalah sholat bersama jama’ah adalah perkara yang sangat berbahaya, sedangkan dalil-dalil dari al-Kitab dan Sunah sangatlah banyak untuk di sebutkan semuanya.
Kemudian yang bisa menjalin hubungan bersama Allah Ta’ala adalah dzikir maka sesungguhnya dzikir memiliki kedudukan yang sangat agung yang mana dzikir itu terbentang luas yang mana bila seseorang itu sudah berdzikir maka dia bisa terus menyambung tanpa henti, namun siapa yang terlarang darinya maka ia akan terisolasi, dzikir adalah kekuatan hati seseorang yang mana kapan ia berpisah darinya maka anggota badannya bagaikan kuburan, penerang rumahnya yang mana jika padam maka akan rusak semuanya, dzikir adalah senjatanya yang dengannya mereka bisa mengalahkan para tukang begal, bagaikan air yang akan memadamkan hebatnya jilatan api, obat yang mujarab bagi hati yang sakit yang bilamana ia berpisah darinya maka rusaklah hati tersebut. (Tahdzib Madariju Saalikiin hal: 463)
Dzikir adalah ibadah yang tidak memiliki batasan yang berakhir dengannya, Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (QS al-Ahzab: 41)
Tidak memiliki waktu yang khusus, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang”.( QS Thaahaa: 130)
Yang boleh dilakukan pada semua keadaan, Allah Ta’ala berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring …”. (QS Ali Imran: 191)
Ahli dzikir mereka adalah kelompok pertama yang masuk dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah, di mana Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah mendahului (kalian) mufridun, siapa mufridun itu wahai Rasulallah? Beliau menjawab: “Para laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab dzikir dan do’a, bab yang menjelaskan anjuran untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala. 17/4 oleh Imam Nawawi.
Majelis dzikir bagaikan taman dari taman-tamannya surga yang kita di anjurkan supaya mendekat kepadanya, seperti yang ada dalam haditsnya Anas bin Malik, Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kalian melewati taman dari taman-taman surga maka mendekatlah, maka di katakan kepada beliau: “Seperti apa taman-taman surga itu? Beliau menjawab: “Majelis dzikir”. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi beliau berkata Hadits hasan ghorib. (Lihat at-Targhib wa Tarhib 2/407-408)
Banyak berdzikir juga merupakan salah satu wasiat dari wasiat-wasiatnya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abdullah bin Basyar, bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Rasulallah: “Wahai Rasulallah sesungguhnya syari’at Islam itu sangatlah banyak untuk saya kerjakan beritahulah saya apa yang harus saya pegangi kuat-kuat? Beliau menjawab: “Jadikanlah bibirmu senantiasa basah untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala”. Di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi beliau berkata: “Hadits hasan ghorib. (Lihat at-Targhib wa Tarhib 2/394)
Ahli dzikir dan majelis dzikir mereka akan di banggakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di hadapan para malaikatNya, maka ini sebenarnya sudah cukup membikin kita semua berbahagia, hal ini sebagaimana hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang orang-orang yang duduk untuk berdzikir kepada Allah, beliau bersabda: “Akan tetapi telah datang kepada saya Jibril mengkhabarkan kepadaku bahwa Allah Azza wa jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat”. Di riwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab dzikir, bab yang menjelaskan keutamaan berkumpul untuk mempelajari al-Qur’an dan berdzikir. 17/23 oleh Imam Nawawi.
Selanjutnya yang bisa menjalin hubungan seorang da’i dengan Allah Ta’ala adalah kalimat istighfar (meminta ampun kepada Allah Ta’ala.pent) maka istighfar adalah merupakan bagian dari dzikir yang agung yang mana adalah Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau beristighfar di dalam sehari semalam sebanyak tujuh puluh kali. Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab do’a bab yang menjelaskan istighfarnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sehari semalam. Al-Fath 11/101.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengkhabarkan kepada umatnya bahwa siapa yang membiasakan dirinya membaca istighfar maka Allah akan menjadikan bagi dirinya dari setiap kesusahan jalan keluar, dari setiap kesempitan kelapangan, dan akan memberi rizki dari arah yang tidak di sangka-sangka. Hadits di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud di dalam kitab sholat bab Istighfar no: 1518.
Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi seorang da’i untuk selalu berdzikir kepada Allah Ta’ala supaya Allah selalu menghidupkan hatinya, demikian pula dia harus membiasakan dirinya dengan istighfar agar Allah menghapus dosa-dosanya.
Sedangkan dzikir yang paling utama adalah membaca al-Qur’an yang mana itu merupakan penghubung yang paling kuat yang di butuhkan oleh seorang da’i, membaca al-Qur’an juga memiliki dampak yang luar biasa baik itu di alam nyata di dunia da’wah maupun pada kehidupan pada umumnya, dan termasuk dari penghubung bersama Allah Ta’ala adalah menghormati al-Qur’an dengan selalu membiasakan dirinya membacanya serta mentadaburi makna kandungannya, mengokohkan secara kuat dan terus menerus mencontoh tauladannya sebagaimana para ulama melakukan hal tersebut, pada kenyataanya manusia akan rela menerima melihat tauladanya duduk bersama menasehati mereka dengan kebenaran, membimbing mereka menuju Allah Ta’ala, dan membiasakan itu semua. Dan dekatnya seorang da’i dengan kitab Allah Ta’ala menjadikan ruhnya dalam kesenangan, sebagai tempat bagi jiwanya dan sebagai cahaya yang akan menerangi akalnya, sebagai mesin penggerak bagi setiap gerak langkahnya dan tangga untuk menaiki prestasinya. (Ma’allah hal: 191)
Memiliki hubungan yang baik bersama al-Qur’an akan menjadikan dirinya terbeda dengan yang lainnya sebagaimana yang pernah di katakan oleh Ibnu Mas’ud semoga Allah meridhoinya, beliau mengatakan: “Bagi seorang penghafal al-Qur’an hendaknya ia paham pada malam harinya (ia gunakan untuk membaca dan mentadaburinya.pent) ketika kebanyakan manusia terlelap tidur, pada siang harinya ketika manusia sibuk dengan kesibukannya, ia juga tahu dengan kesedihannya ketika manusia sedang bahagia, dengan tangisannya ketika manusai senang dan tertawa, dengan diamnya ketika manusai ramai, dengan kekhusyuannya ketika manusia meninggalkannya, seharusnya bagi para pembawa al-Qur’an supaya ia sebagai orang yang mudah untuk menangis, sedih, penuh hikmah, bijaksana dan tenang pembawaanya. Tidak selayaknya bagi para pembawa al-Qur’an menjadi orang yang kering, lalai, mengecewakan, suka berteriak dan pemarah”. (Al-Fawaid hal: 192)
Kesimpulannya bahwa sifat keimanan yang menonjol dari seorang da’i menjadi bagian terpenting dan sebab untuk bisa sukses, yang mana keberhasilan itu bukan hanya ada pada bahasanya bagus tidak pula pada kuatnya di dalam istinbat dalil bukan pula dari banyaknya ia membantu orang namun bersamaan dengan itu dan sebelum itu semua adalah adanya taufik dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberi kekhususan bagi para wali-waliNya, dan tidak di ragukan lagi bahwa para da’i yang banyak mengkhususkan waktunya mereka untuk Allah Ta’ala, mengajak manusia menuju jalanNya, maka sudah sepantasnya perasaan mereka tentang Allah Ta’ala itu lebih dalam, hubungannya dengan Allah lebih kuat, kesibukan yang mereka lakukankan (untuk Allah) pun bersifat kontiyu terus menerus, perjuangannya pun jelas. (Ma’allah hal: 190)
Dan kami menginginkan adanya ruhaniyah yang positif bukan yang sifatnya lembek hanya memusatkan pada beberapa jenis ibadah saja jauh dari kreatifitas yang sejalan dengan kehidupan dan yang berkaitan dengannya, sehingga dengan sebab memusatkan pada salah satu jenis ibadah tertentu menjadikan orang berada dalam kesusahan dan kepayahan.
Yang kami inginkan adalah ruhaniyah yang positif yang bisa mendorongnya untuk melakukan secara terang-terangan dengan bertujuan untuk mencapai mati syahid yang sangat dalam di dalam kebutuhan kepada ridho Allah Ta’ala, pergi mengikuti yang terlintas dalam hatinya mencari semua tempat yang bisa mencapai keridhoan Rabbnya, walau di dalam amalan yang paling rumit dan membutuhkan banyak bantuan sekalipun, sehingga menjadikan dirinya hidup berjalan bersama keyakinannya, pemikirannya dan perasaannya, di dalam hubungannya dan ambisinya. Maka itu semua akan merubah yang ada di dalam kepribadiannya menuju cita-cita kesehariannya bergerak dengan memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya, membatasi dirinya selalu berada di atas pondasi yang di bangunnya. (Al-Harakah Islamiyyah humumun wa qodhoya hal: 14)
Tidak di pungkiri bahwa di sana masih ada kekurangan yang nampak jelas pada sebagian para da’i dan kelompok dan golongan islamiyah di dalam memperhatikan sisi ini, dan kebanyakan yang menjadikan itu di sebabkan condongnya mereka dalam memperhatikan sisi pemikiran, politik dan yang lainnya saja, oleh karena itu sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada da’wah masih kita lihat mereka sangat kurang dalam pengetahuan dan hubungannya bersama Allah Ta’ala.
&
Tag:Allah, dai, dakwah, Hubungan, pilar, sukses