PENDIDIKAN PEREMPUAN

20 Feb

Wanita Dalam Pandangan Islam
Karya: Dr. Syarief Muhammad abdul adhim;
Penerjemah: Ibrahim Qamaruddin, Lc.

Sesungguhnya perbedaan pandangan mengenai gambaran perempuan dalam Taurat dan al-Qur`an tidak hanya sebatas mengenai kelahiran anak perempuan, akan tetapi lebih dari pada itu. Kita akan mulai dengan membandingkan antara hukum al-Qur`an dan Kitab Al-Muqaddas (kitab suci) terhadap perempuan yang ingin mempelajari agamanya.

Sesungguhnya dasar orang-orang Yahudi adalah Taurat, dan telah disebutkan dalam Taurat: “Sesungguhnya perempuan tidak mempunyai hak untuk belajar taurat”. Dan seorang pendeta Yahudi telah mengumumkan bahwa: “Sesungguhnya lebih bagus kitab Taurat itu dibakar dari pada dibaca oleh perempuan”, dan “Bahwasanya seorang ayah tidak berhak mengajarkan anak perempuannya Taurat”.

Kemudian seorang Santo (orang suci) yang bernama Paul berkata dalam Kitab Perjanjian Baru: “Jadikanlah diam isteri-isteri kalian di dalam gereja, karena sesungguhnya mereka tidak diizinkan untuk berbicara bahkan mereka harus tunduk sebagaimana yang dikatakan oleh Namus juga. Akan tetapi jika mereka ingin belajar sesuatu maka mereka harus bertanya kepada suami mereka di rumahnya karena jelek bagi perempuan jika berbicara di gereja”. (Koruntsous 14: 34-35).

Bagaimana seorang perempuan dapat belajar jika dia tidak diperbolehkan berbicara? Bagaimana pikiran dia dapat berkembang jika dia wajib tunduk? Bagaimana wawasan dia dapat berkembang jika sumber pengetahuan dia hanya satu yaitu suaminya di rumah? Agar saya memutuskan dengan adil seharusnya kita bertanya lebih dahulu: Apakah al-Qur`an berbeda dengan ini?

Terdapat hikayat dalam al-Qur`an tentang perempuan yang bernama Khaulah, suaminya (Aus) berkata kepada dia ketika marah: “Kau haram untukku seperti haramnya ibuku terhadapku”. Ibarat ini dipergunakan oleh orang-orang Arab sebelum Islam untuk mentalak dan terbebas dari tanggung jawabnya sebagai suami, akan tetapi tidak diperbolehkan bagi isteri untuk meninggalkan rumah suaminya atau menikah dengan laki-laki lain. Maka Khaulah sangat bersedih ketika dia mendengar ucapan ini dari suaminya.

Kemudian dia pergi menghadap Rasulullah Muhammad Saw. untuk menceritakan cobaan (kesedihan) yang menimpa dirinya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk bersabar terhadap cobaan ini karena belum ada solusi pada waktu itu. Akan tetapi Khaulah senantiasa mengajukan gugatan kepada Rasulullah Saw. demi untuk menyelamatkan pernikahannya, maka al-Qur`an datang untuk memberikan solusi terhadap permasalahannya dan Allah Swt. mengharamkan adat (kebiasaan) yang zalim ini.

Maka turunlah satu surat dengan sempurna mengenai permasalahan ini, yaitu Surat al-Mujaadilah: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan terhadap kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Mujaadilah: 1).

Sesungguhnya perempuan tersebut (Khaulah) dalam al-Qur`an dia berhak untuk mengajukan gugatan kepada Rasulullah Saw. dengan dirinya sendiri. Dan tidak seorangpun berhak untuk menjadikannya diam. Dia tidak wajib untuk menjadikan suaminya satu-satunya sumber untuk menimba ilmu dan agama.

&

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: