ZINA
Wanita Dalam Pandangan Islam
Karya: Dr. Syarief Muhammad abdul adhim;
Penerjemah: Ibrahim Qamaruddin, Lc.
Sesungguhnya zina dalam setiap agama dikategorikan sebagai kesalahan. Dalam Kitab Al-Muqaddas dikatakan, akan dihukum mati penzina laki-laki dan perempuan:
“Dan jika seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan, jika dia berzina dengan perempuan keluarga dekatnya maka akan dibunuh penzina laki-laki dan perempuan tersebut”. (Lawien 20: 10).
Dan Islam juga memberikan hukuman terhadap penzina laki-laki ataupun perempuan, firman Allah Swt : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nuur: 2).
Akan tetapi defenisi al-Qur`an terhadap penzina berbeda dengan definisi Kitab Al-Muqaddas. Zina dalam al-Qur`an adalah seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan hubungan yang tidak syar`i (tidak sah). Adapun dalam Kitab Al-Muqaddas zina hanya dikhususkan bagi perempuan yang sudah menikah saja. Dalam artian jika perempuan yang sudah menikah tersebut melakukan hubungan tidak syar`i, ia dikategorikan sebagai penzina.
“Jika terdapat seorang laki-laki tidur dengan seorang perempuan yang telah bersuami dibunuh kedua-duanya laki-laki yang tidur dengan perempuan itu dan perempuan tersebut, maka akan di cabut kejahatan dari Israel”. (Tatsniyah 22: 22).
“Dan jika seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan, dan perempuan itu merupakan keluarga dekatnya maka sesungguhnya dibunuh penzina laki-laki tersebut dan penzina perempuan itu”. (Lawien 20: 10).
Menurut Kitab Al-Muqaddas, jika seorang laki-laki tidur dengan perempuan yang belum nikah maka ini tidak dikategorikan sebagai suatu perzinahan secara mutlak, akan tetapi laki-laki (baik dia sudah nikah atau belum) dianggap berzina jika tidur dengan perempuan yang sudah menikah. Pada keadaan seperti ini saja laki-laki dan perempuan dikategorikan berzina. Secara ringkas sesungguhnya zina adalah hubungan yang tidak syar`i yang dilakukan oleh perempuan yang telah menikah. Akan tetapi, laki-laki yang sudah menikah tidak dikategorikan sebagai penzina. Kenapa ukuran ini berganda? Pada referensi orang-orang Yahudi dikatakan perempuan dikuasai oleh suami, dan perzinahan dikategorikan menzalimi hak suami. Dan perempuan walaupun dia milik suami, dia tidak mempunyai hak ini. (Jeffery H. Togay, “Adultery”, Encyclopaedi Judaica, Vol. ll, col. 313. Also, see Judith Plaskow, Standing Again at Sinai: Judaism From a Feminist Perspective (New York: Harper & Row Publishers, 1990) pp. 170-177. )
Maka laki-laki yang melakukan hubungan yang tidak syari`i dengan perempuan yang telah menikah dia menzalimi hak laki-laki lain. Oleh karena itu, dia wajib dihukum. Dan di Israel sekarang, jika seorang laki-laki melakukan hubungan yang tidak sah dengan seorang perempuan yang belum menikah, kemudian dia melahirkan anak-anak maka anak-anak itu dikategorikan anak-anak yang sah.
Akan tetapi, jika seorang perempuan yang telah menikah melakukan hubungan yang tidak syar`i dengan seorang laki-laki (baik dia sudah nikah atau belum) dan perempuan tersebut melahirkan anak-anak maka anak-anak tersebut tidak dikategorikan sebagai anak-anak yang tidak sah saja bahkan mereka diterlantarkan (dianggurkan) tidak diperbolehkan bagi mereka menikah dengan orang Yahudi manapun kecuali jika orang Yahudi itu murtad atau terlantar seperti mereka. Dan hukuman akan berlangsung terhadap keturunan anak-anak laki-laki itu selama sepuluh generasi sampai berkurang aib perbuatan dosa ini.
Adapun al-Qur`an, dia tidak menganggap perempuan sebagai barang milik laki-laki, akan tetapi al-Qur`an menjelaskan dengan fasih hubungan antara suami isteri: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untumu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Ruum: 21).
Ini adalah gambaran suami isteri dalam Al Qur`an: cinta, rahmah, kasih sayang, rukun, dan tidak ada hal milkiyah (merajai) atau ukuran berganda.
&
Tinggalkan Balasan