Pilar-pilar Keberhasilan Seorang Da’i
Dr. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah;
islamhouse.com
Ikhlas kepada Allah Ta’ala adalah merupakan ruhnya agama dan isinya ibadah dan pondasinya siapa saja yang ingin menyeru dan mengajak kepada Allah Ta’ala. (Ideem hal: 201)
Dan ikhlas itu mengindikasikan kuatnya iman yang ada pada dirinya, yang sebelumnya di dahului dengan pergulatan hati yang itu semua akan mengantarkan pemiliknya –setelah, tentunya di situ ada saling menarik dan mengikat- kepada berlepas diri dari kepentingan-kepentingan pribadi, dan akan mengangkat dirinya dari tujuan yang pokok, yang mana ia akan meniatkan dari amal perbuatannya itu wajah Allah Ta’ala, tidak mengharapkan di belakang amalannya tersebut balasan dari orang lain maupun hanya sekedar ucapan terima kasih. (Shifaat Da’iyah Nafsiyah hal: 12)
Maka orang-orang yang ikhlas di dalam amal perbuatannya mereka menjadikan amalan-amalannya tersebut seluruhnya hanya untuk Allah Ta’ala, ucapannya pun hanya untuk Allah Ta’ala, ketika memberi dan mencegah dirinya untuk tidak melakukan sesuatu apa pun itu semua di lakukan hanya untuk Allah Ta’ala, demikian pula cinta dan marahnya hanya untuk Allah Ta’ala, maka bisa di simpulkan, seluruh mu’amalahnya baik yang nampak maupun yang bathin (tersembunyi) di lakukan hanya untuk mencari wajahnya Allah Ta’ala semata. (Tahdzib Madariju Saalikiin hal: 68)
Dan ikhlas bagi seorang da’i adalah suatu keharusan tidak terkecuali siapa pun orangnya, di karenakan kebutuhan dirinya kepada ikhlas harus berada di atas segala kepentingan dan urusannya, yaitu dalam rangka memenuhi perintah Allah Ta’ala seperti dalam firmanNya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS Al-Bayyinah: 5)
Dan jika ia meninggalkan keikhlasan maka di khawatirkan dia akan terhalangi dan akan di kembalikan amalannya serta tercegah untuk bisa memperoleh taufiknya Allah Ta’ala, di karenakan Allah Ta’ala pernah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak membutuhkan amalan yang di sertai dengan kesyirikan, barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang di dalamnya disertai dengan kesyirikan, maka akan saya biarkan ia bersama dengan sekutunya”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab zuhud, bab yang menjelaskan tentang riya’ syarh shahih Muslim oleh Imam Nawawi 18/115.
Di dalam keikhlasan ini juga bisa sebagi tameng dari adzab pada hari kiamat nanti sebagaimana yang telah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam peringatkan tentang itu dalam sebuah sabdanya yang mengkisahkan orang yang beramal namun tidak di sertai dengan keikhlasan manakala beliau menyebutkkan kisah tiga orang (kelompok.pent) yang pertama kali akan di seret kedalam neraka mereka adalah qori’ (pembaca al-Qur’an) orang kaya dan seorang mujahid yang mana mereka tidak mempunyai niat sama sekali di dalam amalannya tersebut mengharap wajah Allah Ta’ala, sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim, kitab pemimpin, bab yang menjelaskan tentang orang yang berperang karena riya dan ingin di puji maka wajib bagi dirinya neraka.no:1513, 1514.
Maka menjadi suatu keharusan agar perkaranya senantiasa demikian yaitu berusaha sekuat tenaga agar selalu ikhlas di dalam amalannya dan berhati-hati dari semua yang bisa menghilangkan keikhlasan, di karenakan tidak akan mungkin berkumpul di dalam hati seseorang keikhlasan, cinta pujian dan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia kecuali seperti berkumpulnya air dan api dan dhob dengan ikan paus. (al-Fawaid hal: 195)
Yang menjadi kewajiban bagi seorang da’i yang telah paham dan tahu tentang Allah Ta’ala yang telah sampai pada tingkatan yang tinggi di dalam masalah iman adalah menjadikan raja’nya (rasa harapnya) hanya kepada Allah Ta’ala semata, itu semua lebih dulu di lakukan dari pada hanya sekedar memenuhi keinginan makhluk. Maka dengan ikhlas akan menjadikan nasehat mudah di terima dan membekas di dalam hati dan bagi da’wah akan menjadi mudah.
&
Tinggalkan Balasan