Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 30-33

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 30-33“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetabui bahwasanya langit bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman? (QS. 21: 30) Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi ini goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (QS. 21: 31) Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya 21: 32) Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan Siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS. 21: 33)” (al-Anbiyaa’: 30-33)

Allah Ta’ala berfirman mengingatkan tentang kekuasaan-Nya sempurna dan kerajaan-Nya yang agung.

Awalam yaral ladziina kafaruu (“Dan apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui,”) yaitu orang-orang yang mengingkari Ilahiyyah-Nya lagi menyembah selain Dia bersama-Nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Mahaesa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin layak diibadahi bersama selain-Nya atau disekutukan bersama yang lain-Nya?

Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu, yaitu seluruhnya sambung menyambung, bersatu dan sebagiannya bertumpuk di atas bagian yang lainnya pertama kali? Lalu, satu bagian yang ini berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dunia dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman.

Untuk itu, Dia berfirman: wa ja’alnaa minal maa-i kulla syai-in hayyin afalaa yu’minuun (“Dan dari air, Kami jadikansegala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”) Yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Mahapencipta Yang berbuat secara bebas lagi Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.

Athiyyah al-‘Aufi berkata: “Dahulu, alam ini bersatu, tidak menurunkan hujan, lalu hujan pun turun. Dan dahulu alam ini bersatu, tidak menumbuhkan tanam-tanaman, lalu tumbuhlah tanam-tanaman.”

Isma’il bin Abi Khalid berkata: “Aku bertanya kepada Abu Shalih al-Hanafi tentang firman-Nya: annas samaawaati wal ardla kaanataa ratqan fafataqnaa Humaa (“Bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya,”) maka dia menjawab: `Dahulu langit itu satu, kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis langit. Dan dahulu bumi itu kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis bumi.` Demikian yang dikatakan oleh Mujahid dan dia menambahkan: “Dahulu, langit dan bumi tidak saling bersentuhan.”

Said bin Jubair berkata: “Bahkan, dahulu langit dan bumi saling bersatu padu. Lalu, ketika langit diangkat dan bumi dihamparkan, maka itulah pemisahan keduanya yang disebutkan oleh Allah dalam Kitab-Nya.”
Al-Hasan dan Qatadah berkata: “Dahulu, keduanya menyatu, lalu keduanya dipisahkan dengan udara ini.”

Dan firman-Nya: wa ja’alnaa minal maa-i kulla syai-in hayyin (“Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup,”) yaitu asal setiap yang hidup. Wallahu a’lam.

Firman-Nya: wa ja’alnaa fil ardli rawaasiya (“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh,”) yaitu gunung-gunung yang mengokohkan, memantapkan dan memperberat bumi agar ia tidak goncang bersama manusia, yaitu goncang dan bergerak, hingga mereka tidak dapat tenang di dalamnya.

Karena, gunung-gunung itu tertutup di dalam air kecuali seperempatnya saja yang menjulang di udara dan mendekati matahari, agar penghuninya dapat menyaksikan langit serta tanda-tanda yang melimpah, hikmah-hikmah dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk itu Dia berfirman: an tamiida biHim ( “Supaya bumi itu tidak tidak goncang bersama mereka.”)

Dan firman-Nya: wa ja’alnaa fiiHaa subulan fijaajan (“Dan telah Kami jadikan pula di bumi itu jalan jalan yang luas,”) yaitu lubang-lubang di dalam gunung-gunung yang digunakan untuk menempuh perjalanan dari satu daerah ke daerah lain dan dari satu negara ke negara lain. Sebagaimana yang dapat disaksikan di bumi, gunung-gunung itu menjadi dinding antara satu negeri dengan negeri yang lain, lalu Allah menjadikan di dalamnya lubang-lubang jalan yang luas, agar manusia berjalan di atasnya dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu Dia berfirman: la’allaHum yaHtaduun (“Agar mereka mendapat petunjuk.”)

Firman-Nya: wa ja’alnas samaa-a saqfam mahfuudhan (“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,”) yaitu di atas bumi, seperti kubah yang ada di atasnya. Mahfuudhan (“Terpelihara,”) yaitu tidak dapat dicapai dan teryelihara. Mujahid berkata: “Tinggi terangkat.”

Firman-Nya: wa Hum ‘an aayaatiHaa mu’ridluun (“Sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang terdapat padanya,”) yaitu mereka tidak memikirkan apa yang diciptakan oleh Allah yang begitu luas lagi besar dan tinggi menjulang serta apa yang menghiasinya berupa bintang-bintang yang diam dan beredar pada malam hari dan Siang hari, beredar mengelilingi matahari yang menempuh (garis) edarnya secara sempurna satu hari satu malam. Dia menempuh perjalanan untuk tujuan yang tidak diketahui ukurannya kecuali oleh Allah Yang telah menentukan, menata dan memperjalankannya.

Kemudian Dia berfirman mengingatkan sebagian ayat-ayat-Nya: wa Huwal ladzii khalaqal laila wan naHaara (“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,”) yaitu malam dengan kegelapan dan ketenangannya serta siang dengan cahaya dan kesibukannya. Terkadang, malam lebih panjang waktunya dan siang lebih singkat, serta sebaliknya.

Wasy-syamsa wal qamara (“Matahari dan bulan,”) matahari memiliki cahaya yang khusus, ruang edar sendiri, masa yang terbatas serta gerakan dan perjalanan khusus. Sedangkan bulan dengan cahaya lain, ruang edar lain, perjalanan lain dan ukuran lain. Kullun fii falakiy yasbahuun (“Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya,”) yaitu mereka beredar.

Ibnu `Abbas berkata: “Mereka beredar sebagaimana tenunan beredar di alat putarannya.” Mujahid berkata: “Tenunan tidak beredar kecuali di alat putarannya dan tidak ada alat putaran kecuali dengan tenunannya. Demikian pula dengan bintang-bintang, matahari dan bulan tidak beredar kecuali dengan alat edarnya dan alat edarnya tidak berputar kecuali dengan semua itu.”

Bersambung

2 Tanggapan ke “Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 30-33”

  1. Zein 2 September 2017 pada 19.55 #

    Assalamualaikum.

    Terima kasih ustad, mohon lanjutannya.
    Mohon bisa juga dijelaskan/dipaparkan dalil2 terkait matahari yang beredar pada garis edarnya.
    Adakah yg dimaksudkan adalah beredar mengelilingi bumi atau beredar mengelilingi sesuatu? Jika mengelilingi sesuatu apakah benda “sesuatu” yg dikelilingi itu?

    Wassalamualaikum.

    • untungsugiyarto 24 September 2017 pada 13.43 #

      Wa ‘alaykumus salaam wr.wb.
      terimakasih atas masukannya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: