Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (para Malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: ‘Selamat.’ Ibrahim menjawab: ‘Selamatlah,’ maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. (QS. 11:69) Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (para Malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.’ (QS. 11:70) Dan isterinya berdiri (di balik tirai) dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub. (QS. 11:71) Isterinya berkata: ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku dalam keadaan yang sudah tua pula. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.’ (QS. 11:72) Para Malaikat itu berkata: ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah. (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Mahaterpuji lagi Mahapemurah.’ (QS. 11:73)” (Huud: 69-73)
Allah berfirman: wa laqad jaa-at rusulunaa (“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami [Para Malaikat] telah datang.”) Mereka adalah para Malaikat yang datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Dalam satu riwayat, mereka memberi kabar gembira tentang Ishaq, dan riwayat yang lain, mereka memberi kabar tentang kebinasaan kaum Luth. Pendapat pertama telah diperkuat dengan firman-Nya yang artinya:
“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal-jawab dengan (para Malaikat) Kami tentang kaum Luth.” (QS. Huud: 74)
Qaaluu salaaman qaala salaamun (“Mereka mengucapkan: ‘Salaman’ [selamat]. Ibrahim menjawab: `Salamu’ (selamatlah), ” maksudnya atas kamu.
Ulama (ahli ilmu) al-bayan berkata: “Ini adalah lebih baik daripada penghormatan mereka (dengan mengucapkan “Salaman”), karena rafa’ (bacaan dengan akhiran “mun”) pada kata “salamun” menunjukkan ketetapan kesinambungan.”
Famaa labitsa an jaa-a bi’ijlin haniid (“Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”) Maksudnya, Ibrahim pergi dengan cepat, kemudian dia datang kepada mereka dengan membawa sapi muda. Sapi itu dipanggang di atas batu yang telah dipanaskan. Ini adalah pengertian yang diriwayatkan oleh Ibnu `Abbas, Qatadah dan beberapa ulama.
Sebagaimana Allah berfirman di ayat yang lain yang artinya: “Maka dia pergi dengan diam-diam meneinui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk [yang dibakar], lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: ‘Silahkan anda makan.’” (QS. Adz-Dzaariyaat: 26-27). Ayat ini memberi pelajaran dari berbagai segi tentang tata krama bagaimana adab dalam menyambut tamu.
Firman-Nya: falammaa ra-aa aidiyaHum laa tashilu ilaiHi nakiraHum wa aujasa minHum khiifatan (“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka. Dan merasa takut kepada mereka.”) Hal yang demikian karena Malaikat tidak berminat kepada makanan, tidak tertarik dan tidak makan makanan, maka dari itu ketika dia (Ibrahim) melihat keadaan mereka yang menghindar secara total dari makanan yang dihidangkan kepada mereka, maka dia memandang aneh dengan perbuatan (tingkah) mereka: wa aujasa minHum khiifatan (“Dan merasa takut kepada mereka.”)
As-Suddi berkata: “Ketika Allah mengutus Malaikat kepada kaum Luth, mereka bergegas berjalan dengan penampilan sebagai laki-laki muda, kemudian mereka singgah di rumah Ibrahim dan bertamu kepadanya, ketika Ibrahim melihat mereka, dia menghormati mereka. “Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar).” (Adz-Dzaariyaat: 26). Maka dia menyembelihnya kemudian memanggangnya dalam batu besar dan menghidangkannya, lalu duduk bersama mereka, Sarah pun melayani mereka, maka ketika itulah Allah Ta’ala berfirman: “Istrinya berdiri sedangkan dia duduk.”
Dalam bacaan Ibnu Masud: faqarrabaHuu ilaiHim qaala alaa ta’kuluun (“Ketika dihidang-kannya kepada mereka, Ibrahim berkata: ‘Silahkat anda makan.’”) (QS. Dzaariyaat: 27). Mereka berkata: “Hai Ibrahim, kami tidak makan makanan kecuali dengan memberikan harganya.” Ibrahim berkata: “Ini ada harganya.” Mereka berkata: “Apa itu harganya?” Ibrahim berkata: “Anda menyebut nama Allah di awal makan dan anda memuji-Nya di akhirnya.” Maka fibril melihat kepada Mikail, lalu berkata: “Memang pantas untuk orang ini kalau Rabbnya menjadikannya kekasih.”
falammaa ra-aa aidiyaHum laa tashilu ilaiHi nakiraHum (“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka.”) Allah berfirman: “Ketika Ibrahim melihat mereka tidak makan, maka terperanjatlah ia dan takut kepada mereka, maka ketika Sarah melihat, bahwa Ibrahim telah memuliakan mereka dan ia pun melayaninya, ia tersenyum dan berkata: “Heran terhadap tamu-tamu kami, kami telah melayaninya untuk menghormatinya, sedangkan mereka tidak mau makan.”
Firman-Nya, mengabarkan tentang Malaikat: qaaluu laa takhaf (“Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut.’”) Maksudnya, mereka berkata: “Janganlah kamu takut kepada kami, kami adalah Malaikat yang diutus kepada kaum Luth untuk membinasakan mereka.” Maka Sarah tertawa karena senang dengan kebinasaan mereka, karena mereka telah banyak membuat kerusakan, kekafiran dan penentangan mereka yang teramat sangat, maka dengan kesenangan dihadiahilah (mereka) dengan seorang anak laki-laki setelah ia berusia lanjut.
Al-`Aufi berkata dari Ibnu `Abbas: “fadlahikat” maksudnya adalah haid. fabasysyarnaaHaa bi-ishaaqa wa miw waraa-i ishaaqa ya’quuba (“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentarig [kelahiran] Ishaq dan dari Ishaq [akan lahir puteranya] Ya’qub.”) Maksudnya, dari anaknya akan mempunyai anak, cucu dan keturunan Karena Ya’qub adalah anak Ishaq, maka dari sinilah ada sebagian ulama berdalil dengan ayat ini, bahwasanya yang disembelih adalah Isma’il, dan tidak dapat dikatakan bahwa ia adalah Ishaq, karena Ishaq diberikan sebagai penggembira, juga karena ia akan mempunyai anak (yaitu) Ya’qub, maka bagaimana mungkin Ibrahim diperintahkan untuk menyembelihnya, sedangkan ia masih seorang anak kecil dan Ya’qub yang dijanjikan keberadaannya belum dilahirkan, janji Allah adalah benar, tidak diingkari, maka tidak bisa diperintahkan untuk menyembelihnya, sedang keadaannya seperti demikian, maka bisa ditentukan bahwa yang disembelih itu adalah Isma’il as.
Inilah pengambilan dalil yang paling baik, shahih dan jelas, hanya milik Allahlah segala puji.
Qaalat yaa wailataa a alidu wa ana ‘ajuuzuw wa Haadzaa ba’lii syaikhan (“Isterinya berkata: ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula.”)
Qaaluu a ta’jabiina min amrillaaHi (“Para Malaikat itu berkata: ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah.’”) Maksudnya, Malaikat berkata kepada Sarah: “Janganlah kamu heran terhadap urusan Allah, karena jika Allah menginginkan sesuatu, Dia akan berfirman: ‘Jadilah,’ maka jadilah sesuatu itu. Maka janganlah kamu heran terhadap ini, meskipun kamu sudah tua-renta dan mandul, juga dengan suamimu yang sudah tua-renta, sesungguhnya Allah adalah Mahakuasa atas segala sesuatu yang Dia kehendaki.
rahmatullaaHi wa barakaatuHu ‘alaikum aHlal baiti innaHuu hamiidum majiid (“[Itu adalah] rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atasmu, Ahlulbait! Sesungguhnya Allah terpuji lagi Mahapemurah.”) Maksudnya, Allah adalah Mahaterpuji dalam segala perbuatan dan firman-Nya, Sifat dan Dzat-Nya.
Untuk itu, telah tetap dalam ash-Shahihain, bahwa mereka (sahabat Rasulullah saw.) berkata: “Kami telah mengetahui bagaimana salam kepada engkau, maka bagaimana shalawat atas engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Bacalah oleh kalian: allaaHumma shalli ‘alaa muhammadiw wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shallaita ‘alaa ibraaHiima wa ‘alaa aali ibraaHiim, wa baarik ‘alaa muhammadiw wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarakta ‘alaa ibraaHiim. Innaka hamiidum majiid. (`Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau adalah Mahaterpuji lagi Mahaagung.’)”
bersambung
Tag:69, 73, agama islam, Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, hud, huud, ibnu katsir, islam, religion, surah, surah huud, surat, surat huud, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 69-73