Arsip | September, 2015

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 87

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 87“Mereka berkata: ‘Hai Syu’aib, apakah agamamu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang diibadahi oleb bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalab orang yang sangat penyantun lagi berakal.’” (QS. Huud: 87)

Mereka berkata dengan tujuan mengejek, semoga Allah memberikan keburukan kepada mereka. Ashalaatuka (“Apakah agamamu”) al-A’masy berkata: “Maksudnya bacaanmu.” Ta’muruka an natruka maa ya’budu aabaa-unaa (“Yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang diibadahi oleh bapak-bapak kami.”) Maksudnya, berhala-berhala dan patung-patung. Au an naf’ala fii amwaalinaa maa nasyaa-u (“Atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami,”) lalu kami meninggalkan kecurangan karena ucapanmu, sedang itu adalah harta kami, kami dapat melakukan apa saja yang kami kehendaki.

Al-Hasan berkata tentang firman-Nya: Ashalaatuka Ta’muruka an natruka maa ya’budu aabaa-unaa (“Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang diibadahi oleh bapak-bapak kami.”) maksudnya, demi Allah, shalatnya itu menyuruh mereka untuk meninggalkan apa yang diibadahi bapak-bapak mereka.

Ats-Tsauri berkata tentang firman-Nya: Au an naf’ala fii amwaalinaa maa nasyaa-u (“Atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami,”) yang dimaksud mereka adalah zakat.

Innaka la anta haliimur rasyiid (“Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.”)

Ibnu `Abbas, Maimun bin Mihran, Ibnu Juraij, Aslam dan Ibnu Jarir berkata: “Mereka, musuh-musuh Allah, berkata demikian untuk memperolok-olok.” Semoga Allah memberikan keburukan dan melaknat mereka dari rahmat-Nya dan Allah telah memberlakukannya.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 85-86

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 85-86“Dan Syu’aib berkata: ‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS. 11:85) Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu, jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.’ (QS. 11:86)” (Huud: 85-86)

Dia (Nabi Syu’aib as) pertama-tama melarang mereka untuk tidak mengurangi takaran dan timbangan jika mereka memberi untuk orang lain, kemudian dia menyuruh mereka untuk menepati takaran dan timbangan dengan jujur, baik saat menerima maupun saat memberi dan dia melarang mereka untuk tidak congkak dengan membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka waktu itu menjadi pembegal.

Dan firman-Nya: baqiyyatullaaHi khairul lakum (“Sisa [keuntungan] dari Allah adalah lebih baik bagimu.”)

Ibnu `Abbas berkata: “Rizki Allah adalah lebih baik bagimu.” Ar-Rabi’ bin Anas berkata: “Wasiat Allah adalah lebih baik bagimu.” Mujahid berkata: “Taat kepada Allah.” Qatadah berkata: “Bagianmu dari Allah adalah lebih baik bagimu.” `Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Kebinasaan itu dalam siksaan dan keutuhan itu dalam rahmat.”

Dan Abu Ja’far bin Jarir berkata: “Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu.” Maksudnya, apa yang dianugerahkan Allah kepadamu yang berupa keuntungan setelah kamu menepati takaran dan timbangan adalah lebih baik bagimu daripada mengambil harta orang lain, ia berkata: “lni adalah riwayat dari Ibnu `Abbas,” aku berkata: “Perkataan ini adalah menyerupai firman Allah Ta’ala: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik harimu.’” (QS. Al-Maaidah: 100)

Dan firman-Nya: wamaa ana ‘alaikum bihafiidh (“Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.”) Maksudnya, bukan sebagai pengawas dan bukan pula pemelihara, tetapi berbuatlah dengan hal itu karena Allah Mahamulia dan Mahaagung. Janganlah kamu melakukannya agar dilihat manusia, akan tetapi lalukanlah karena Allah.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 84

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 84“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan adzab bad yang membinasakan (Kiamat).” (QS. Huud: 84)

Allah berfirman: “Kami telah mengutus ke Madyan [Syu’aib as] Penduduk Madyan, mereka adalah satu suku dari bangsa Arab yang menempati daerah antara Hijaz dan Syam, berdekatan dengan Ma’an. Sebuah negeri yang dikenal dengan sebutan Madyan.

Allah mengutus kepada mereka Syu’aib as, beliau berasal dari keturunan terhormat. Dan untuk inilah Allah berfirman: akhaaHum syu’aiban (“[ke Madyan Kami utus] saudara mereka Syu’aib.”) Syu’aib memerintahkan kepada mereka untuk beribadah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tidak menyekutukan-Nya dan melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan.

Innii araakum bikhairin (“Sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik [mampu].”) Maksudnya, baik dalam kehidupan dan penghasilan kalian. Aku mengkhawatirkan kalian, bahwa akan diangkat kebaikan yang ada pada kalian dengan sebab kalian melanggar larangan-larangan Allah.
Wa innii akhaafu ‘alaikum ‘adzaaba yaumim muhiith (“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian akan adzab pada hari yang membinasakan [Kiamat].”) Maksudnya, nanti di negeri akhirat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 82-83

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 82-83“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, (QS. 11:82) yang diberi tanda oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dhalim. (QS. 11:83)” (Huud: 82-83)

Allah Ta’ala berfirman: falammaa jaa-a amrunaa (“Maka tatkala datang adzab Kami,”) waktu itu adalah saat terbitnya matahari. Ja’alnaa ‘aaliyaHaa (“Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas,”) yaitu Sadum. SaafilaHaa (“Ke bawah [Kami balikkan].”) Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Lalu Allah menimpakan atas negeri itu adzab besar yang menimpanya.” (QS. An-Najm: 54).

Maksudnya, Kami menghujaninya dengan batu dari sijjil, yaitu berasal dari bahasa Persia, artinya adalah batu dari tanah liat, ini adalah perkataan Ibnu `Abbas dan lainnya. Sebagian ulama berkata: “Maksudnya dari batu dan tanah liat dan sungguh Allah telah berfirman dalam ayat lain: ia adalah batu dari tanah liat, maksudnya, yang telah membatu kuat dan keras.” Dan sebagian yang lain berkata: “Ia adalah batu tanah liat yang dibakar.”

Al-Bukhari berkata: “Sijjil adalah yang keras dan besar.” Kalimat “sijjil dan sijjin” adalah satu arti, Tamim bin Muqbil berkata:

Dengan kekuatan gerak kaki mereka memukul topi baja di tengah hari.
Pukulan yang keras panas (sijjin) yang dipesankan oleh para pahlawan.

Firman-Nya: mamdluudin (“Dengan bertubi-tubi.”) Sebagian ulama berkata: “Maksudnya disiapkan untuk itu.” Dan sebagian yang lain berkata: maksudnya bertubi-tubi jatuhnya kepada mereka.

Firman-Nya: musawwamatan (“Yang diberi tanda.”) Maksudnya, ditandai dengan terpahat di atasnya nama-nama orangnya, setiap batu tertulis di atasnya nama orang yang akan ditimpa dengannya. Qatadah dan Ikrimah berkata: musawwamatan (“Yang diberi tanda.”) dikelilingi dengan percikan bara, mereka menyebutkan bahwa batu itu mengenai penduduk negeri dan penduduk yang terpencar berbagai desa sekitarnya. Suatu saat salah seorang sedang berbicara di tengah-tengah manusia, tiba-tiba ia tertimpa batu dari langit dan jatuh di antara mereka, kemudian batu bertubi-tubi menghujani mereka hingga seluruh negeri, sehingga mereka mati semuanya, tidak tersisa seorang pun dari mereka.

Mujahid berkata: “Jibril mengambil kaum Luth dari tempat gembala dan dari rumah mereka. Ia membawa mereka dengan binatang-binatang harta benda mereka, kemudian ia mengangkatnya hingga penduduk langit mendengar jeritan anjing mereka, lalu ia membungkamnya.”

Firman-Nya Ta’ala: wa amtharnaa ‘alaiHaa (“Dan Kami hujani di atasnya [mereka.”) Maksudnya, di desa-desa dengan batu dari tanah liat, demikian dikatakan as-Suddi.

Dan firman-Nya: wamaa Hiya minadh dhaalimiina biba’iid (“Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dhalim.”) Maksudnya, tidaklah siksa ini jauh dari orang yang menyerupai mereka dalam kedhaliman (kaum musyrikin Makkah).

Dan terdapat hadits yang diriwayatkan dalam kitab-kitab sunan dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’: “Barangsiapa menjumpai seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth (sodomi), maka bunuhlah yang melakukan dan yang diperlakukan.”

Imam asy-Syafi’i dalam salah satu perkataannya dan segolongan ulama berpendapat, bahwa orang yang melakukan liwath (sodomi) adalah dibunuh, baik ia muhshan (sudah menikah) atau tidak, dengan berpegang kepada hadits ini. Imam Abu Hanifah berkata; bahwa orang itu adalah dilemparkan dari tempat tinggi lalu dilempari dengan batu seperti apa yang telah dilakukan oleh Allah terhadap kaum Luth. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Allah Yang lebih mengetahui tentang kebenarannya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 80-81

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 80-81“Luth berkata: ‘Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).’ (QS. 11:80) Para utusan (Malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggumu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga pengikut-pengikutmu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu shubuh; bukankah shubuh itu sudah dekat?” (QS. 11:81)” (Huud: 80-81)

Allah berfirman seraya memberi kabar tentang Nabi-Nya Luth as. bahwasanya Luth mengancam mereka dengan ucapannya: lau anna lii bikum quwwatan.. (“Seandainya aku mempunyai kekuatan..”) [untuk menolak] dan ayat seterusnya. Maksudnya, niscaya aku siksa kamu dan aku perdaya kamu dengan diriku sendiri dan keluargaku.

Untuk itu, telah ada hadits dari jalan Muhammad bin `Amr bin ‘Alqamah, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Rahmat Allah kepada Luth, karena dia telah bernaung kepada benteng yang kokoh [yakni Allah swt], maka Allah tidak mengutus Nabi setelahnya kecuali dari golongan terhormat dari kaumnya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, lihat Tuhfatul Ahwadzi no. 5120)

Maka seketika itu, para Malaikat itu memberitahukan bahwa mereka adalah utusan-utusan Allah kepadanya dan bahwasanya kaumnya tidak akan dapat mengganggunya: qaaluu yaa luuthu innaa rasulu rabbika lay yashiluu ilaika (“Para utusan [malaikat] berkata: ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu.’”) Dan para Malaikat itu menyuruhnya supaya dia membawa keluarganya pada akhir malam dan supaya dia menjadi pemandu di belakang mereka.

Wa laa yaltafit minkum ahadun (“Dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal.”) Maksudnya jika kamu mendengar sesuatu menimpa mereka, dan janganlah terpengaruh oleh suara-suara yang gemuruh itu, akan tetapi teruslah kamu pergi. Illam ra-ataka (“kecuali isterimu.”)

Kebanyakan ulama berkata bahwa kalimat ini adalah pengecualian dari kalimat yang telah ditetapkan, yaitu firman-Nya: fa asri bi-aHlika (“Sebab itu pergilah dengan membawa keluargamu.”) illam ra-ataka (“Kecuali isterimu.”)

Begitu juga Ibnu Mas’ud membacanya, mereka membaca (dengan) nashab: “imra-ataka”, karena itu adalah pengecualian dari yang telah ditetapkan, maka wajib dibaca nasab menurut mereka, sebagian ahli qira’at dan ahli nahwu lainnya berkata bahwa itu adalah pengecualian dari firman-Nya: Wa laa yaltafit minkum ahadun illam ra-ataka (“Dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal kecuali isterimu,”) maka mereka membolehkan rafa’ dan nashab dalam membacanya. Mereka menyebutkan, bahwa isterinya keluar bersama mereka dan ketika ia mendengar gemuruh, ia menoleh dan berkata: “Wah kaumku”, maka ia ditimpa batu dari langit dan matilah ia.

Kemudian para Malaikat itu mendekatkan kebinasaan kaumnya, untuk menggembirakannya, karena dia telah berkata kepada mereka: “Binasakanlah mereka dengan seketika,” maka mereka berkata: inna mau’idaHumush shubhu alaisash shubhu biqariib (“Karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu shubuh; bukankah shubuh itu sudah dekat.”) Pada waktu ini, kaum Luth berdiri dan berdiam di ambang pintu, mereka datang tergesa-gesa kepada Luth dari tiap penjuru dan Luth berdiri di ambang pintu menahan mereka, menolak mereka dan melarang mereka dari apa yang mereka sedang kerjakan. Akan tetapi mereka tidak menerimanya, bahkan mengancam dan menakut-nakutinya, maka seketika itu Jibril as. mendatangi mereka dan memukul mereka dengan sayapnya, maka kaburlah penglihatan mereka, lalu mereka kembali dengan tidak mengetahui jalan.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku….” (QS. Al-Qamar: 37)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 77-79

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 77-79“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para Malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’(QS. 11:77) Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: ‘Hai kaumku, inilah puteri puteri (negeri)ku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’ (QS. 11:78) Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.’ (QS. 11:79)” (Huud: 77-79)

Allah menceritakan dalam ayat ini tentang kedatangan utusan-utusan-Nya dari Malaikat kepada Nabi Luth as. setelah para Malaikat itu memberitahukan kepada Ibrahim as. tentang akan terjadinya penghancuran kaum Nabi Luth’ pada malam hari itu. Mereka bertolak dari tempat Ibrahim as. untuk datang berkunjung kepada Nabi Luth as. Sedangkan dia, menurut suatu pendapat berada di kebunnya dan pendapat lain dia berada di rumahnya, mereka datang kepadanya dengan penampilan rupa yang sangat indah, dalam bentuk pemuda yang sangat tampan, sebagai ujian dari Allah dan Allah mempunyai hikmah dan dalil yang nyata, maka keadaan mereka membuat Luth as. resah dan khawatir jika dia tidak menerima mereka sebagai tamu (menjamu), mereka akan diterima oleh salah seorang dari kaumnya, lalu mereka mendapat perlakuan buruk.

Wa qaala Haadzaa yaumun ‘ashiib (“Dan dia berkata: ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’”) Ibnu `Abbas dan lainnya berkata: “Cobaannya sangat berat, yaitu diketahui bahwa Luth ingin melindungi mereka dan untuk melakukan hal itu, terasa sulit baginya.”

Firman-Nya: yuHra’uuna ilaiHi (“Dengan bergegas,”) maksudnya, mereka cepat-cepat dan bergegas karena sangat gembiranya dengan hal itu.
Dan firman-Nya: wa min qablu kaanuu ya’maluunas sayyi-aati ( “Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan perbuatan yang keji.”) Maksudnya, seperti inilah sifat mereka, sehingga mereka disiksa dalam keadaan seperti itu.

Firman-Nya: qaala yaa qaumi Haa-ulaa-i banaatii Hunna ath-Haru lakum (“Luth berkata: ‘Hai kaumku, inilah puteri puteri [negeri]ku mereka Iebih suci bagimu.’”) Dia mengarahkan mereka kepada perempuan-perempuan mereka, karena seorang Nabi terhadap umatnya adalah bagaikan ayah, maka dia mengarahkan mereka kepada hal yang lebih berguna untuk mereka di dunia dan akhirat.

Dan firman-Nya: fat taqullaaHa wa laa tukhzuuni fii dlaifii (“Maka bertakwalah kepada Allah, dan janganlah kamu mencemarkan [nama]ku terhadap tamuku ini.”) Maksudnya, terimalah apa yang diperintahkan untuk kalian yaitu hanya merasa puas (membatasi diri) terhadap perempuan kami.

Alaisa minkum rajulur rasyiid (“Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?”) Maksudnya, di dalamnya ada kebaikan, yaitu bila menerima apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.

Qaaluu laqad ‘alimta maa lanaa fii banaatika min haqqi (“Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu.’”) Maksudnya, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa perempuan-perempuan kami tidak menarik dan kami tidak berhasrat kepada mereka.

Wa innaka ta’lamu maa nuriid (“Dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.”) Maksudnya, kami tidak ada hasrat kecuali kepada laki-laki dan kamu mengetahui hal itu, maka kami tidak perlu lagi untuk mengulangi perkataan tentang hal itu.

As-Suddi berkata: Wa innaka ta’lamu maa nuriid (“Dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.”) kami hanyalah menginginkan laki-laki.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 74-76

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 74-76“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal-jawab dengan (para Malaikat) Kami tentang kaum Luth. (QS. 11:74) Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali (bertaubat) kepada Allah. (QS. 11:75) Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal-jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Rabbmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi adzab yang tidak dapat ditolak. (QS. 11:76)” (Huud: 74-76)

Allah mengabarkan (dalam firman-Nya) tentang Ibrahim as, bahwa ketika rasa takutnya telah hilang, yaitu dia merasa takut ketika para Malaikat tidak mau makan. Lalu setelah itu, mereka (para Malaikat) memberikan berita gembira bahwa ia akan mendapatkan anak, juga mereka mengabarkan tentang kebinasaan kaum Nabi Luth.

Firman-Nya: inna ibraaHiima lahaliimun awwaaHum muniib (“Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah,”) merupakan sanjungan kepada Ibrahim as. dengan sifat-sifat yang bagus ini, dan tafsirnya telah dijelaskan sebelum ini.

Dan firman-Nya Ta’ala: yaa ibraaHiimu a’ridl ‘an Haadzaa innaHuu qad jaa-a amru rabbika (“Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal-jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Rabbmu,”) dan ayat seterusnya. Maksudnya, Allah telah memberlakukan suatu keputusan terhadap mereka, telah nyata kalimat kebinasaan terhadap mereka dan datangnya siksa yang tidak akan tertolak dari kaum yang berbuat dosa.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 69-73

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 69-73Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (para Malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: ‘Selamat.’ Ibrahim menjawab: ‘Selamatlah,’ maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. (QS. 11:69) Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (para Malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.’ (QS. 11:70) Dan isterinya berdiri (di balik tirai) dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub. (QS. 11:71) Isterinya berkata: ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku dalam keadaan yang sudah tua pula. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.’ (QS. 11:72) Para Malaikat itu berkata: ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah. (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Mahaterpuji lagi Mahapemurah.’ (QS. 11:73)” (Huud: 69-73)

Allah berfirman: wa laqad jaa-at rusulunaa (“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami [Para Malaikat] telah datang.”) Mereka adalah para Malaikat yang datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Dalam satu riwayat, mereka memberi kabar gembira tentang Ishaq, dan riwayat yang lain, mereka memberi kabar tentang kebinasaan kaum Luth. Pendapat pertama telah diperkuat dengan firman-Nya yang artinya:
“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal-jawab dengan (para Malaikat) Kami tentang kaum Luth.” (QS. Huud: 74)

Qaaluu salaaman qaala salaamun (“Mereka mengucapkan: ‘Salaman’ [selamat]. Ibrahim menjawab: `Salamu’ (selamatlah), ” maksudnya atas kamu.

Ulama (ahli ilmu) al-bayan berkata: “Ini adalah lebih baik daripada penghormatan mereka (dengan mengucapkan “Salaman”), karena rafa’ (bacaan dengan akhiran “mun”) pada kata “salamun” menunjukkan ketetapan kesinambungan.”

Famaa labitsa an jaa-a bi’ijlin haniid (“Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”) Maksudnya, Ibrahim pergi dengan cepat, kemudian dia datang kepada mereka dengan membawa sapi muda. Sapi itu dipanggang di atas batu yang telah dipanaskan. Ini adalah pengertian yang diriwayatkan oleh Ibnu `Abbas, Qatadah dan beberapa ulama.

Sebagaimana Allah berfirman di ayat yang lain yang artinya: “Maka dia pergi dengan diam-diam meneinui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk [yang dibakar], lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: ‘Silahkan anda makan.’” (QS. Adz-Dzaariyaat: 26-27). Ayat ini memberi pelajaran dari berbagai segi tentang tata krama bagaimana adab dalam menyambut tamu.

Firman-Nya: falammaa ra-aa aidiyaHum laa tashilu ilaiHi nakiraHum wa aujasa minHum khiifatan (“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka. Dan merasa takut kepada mereka.”) Hal yang demikian karena Malaikat tidak berminat kepada makanan, tidak tertarik dan tidak makan makanan, maka dari itu ketika dia (Ibrahim) melihat keadaan mereka yang menghindar secara total dari makanan yang dihidangkan kepada mereka, maka dia memandang aneh dengan perbuatan (tingkah) mereka: wa aujasa minHum khiifatan (“Dan merasa takut kepada mereka.”)

As-Suddi berkata: “Ketika Allah mengutus Malaikat kepada kaum Luth, mereka bergegas berjalan dengan penampilan sebagai laki-laki muda, kemudian mereka singgah di rumah Ibrahim dan bertamu kepadanya, ketika Ibrahim melihat mereka, dia menghormati mereka. “Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar).” (Adz-Dzaariyaat: 26). Maka dia menyembelihnya kemudian memanggangnya dalam batu besar dan menghidangkannya, lalu duduk bersama mereka, Sarah pun melayani mereka, maka ketika itulah Allah Ta’ala berfirman: “Istrinya berdiri sedangkan dia duduk.”

Dalam bacaan Ibnu Masud: faqarrabaHuu ilaiHim qaala alaa ta’kuluun (“Ketika dihidang-kannya kepada mereka, Ibrahim berkata: ‘Silahkat anda makan.’”) (QS. Dzaariyaat: 27). Mereka berkata: “Hai Ibrahim, kami tidak makan makanan kecuali dengan memberikan harganya.” Ibrahim berkata: “Ini ada harganya.” Mereka berkata: “Apa itu harganya?” Ibrahim berkata: “Anda menyebut nama Allah di awal makan dan anda memuji-Nya di akhirnya.” Maka fibril melihat kepada Mikail, lalu berkata: “Memang pantas untuk orang ini kalau Rabbnya menjadikannya kekasih.”

falammaa ra-aa aidiyaHum laa tashilu ilaiHi nakiraHum (“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka.”) Allah berfirman: “Ketika Ibrahim melihat mereka tidak makan, maka terperanjatlah ia dan takut kepada mereka, maka ketika Sarah melihat, bahwa Ibrahim telah memuliakan mereka dan ia pun melayaninya, ia tersenyum dan berkata: “Heran terhadap tamu-tamu kami, kami telah melayaninya untuk menghormatinya, sedangkan mereka tidak mau makan.”

Firman-Nya, mengabarkan tentang Malaikat: qaaluu laa takhaf (“Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut.’”) Maksudnya, mereka berkata: “Janganlah kamu takut kepada kami, kami adalah Malaikat yang diutus kepada kaum Luth untuk membinasakan mereka.” Maka Sarah tertawa karena senang dengan kebinasaan mereka, karena mereka telah banyak membuat kerusakan, kekafiran dan penentangan mereka yang teramat sangat, maka dengan kesenangan dihadiahilah (mereka) dengan seorang anak laki-laki setelah ia berusia lanjut.

Al-`Aufi berkata dari Ibnu `Abbas: “fadlahikat” maksudnya adalah haid. fabasysyarnaaHaa bi-ishaaqa wa miw waraa-i ishaaqa ya’quuba (“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentarig [kelahiran] Ishaq dan dari Ishaq [akan lahir puteranya] Ya’qub.”) Maksudnya, dari anaknya akan mempunyai anak, cucu dan keturunan Karena Ya’qub adalah anak Ishaq, maka dari sinilah ada sebagian ulama berdalil dengan ayat ini, bahwasanya yang disembelih adalah Isma’il, dan tidak dapat dikatakan bahwa ia adalah Ishaq, karena Ishaq diberikan sebagai penggembira, juga karena ia akan mempunyai anak (yaitu) Ya’qub, maka bagaimana mungkin Ibrahim diperintahkan untuk menyembelihnya, sedangkan ia masih seorang anak kecil dan Ya’qub yang dijanjikan keberadaannya belum dilahirkan, janji Allah adalah benar, tidak diingkari, maka tidak bisa diperintahkan untuk menyembelihnya, sedang keadaannya seperti demikian, maka bisa ditentukan bahwa yang disembelih itu adalah Isma’il as.

Inilah pengambilan dalil yang paling baik, shahih dan jelas, hanya milik Allahlah segala puji.

Qaalat yaa wailataa a alidu wa ana ‘ajuuzuw wa Haadzaa ba’lii syaikhan (“Isterinya berkata: ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula.”)

Qaaluu a ta’jabiina min amrillaaHi (“Para Malaikat itu berkata: ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah.’”) Maksudnya, Malaikat berkata kepada Sarah: “Janganlah kamu heran terhadap urusan Allah, karena jika Allah menginginkan sesuatu, Dia akan berfirman: ‘Jadilah,’ maka jadilah sesuatu itu. Maka janganlah kamu heran terhadap ini, meskipun kamu sudah tua-renta dan mandul, juga dengan suamimu yang sudah tua-renta, sesungguhnya Allah adalah Mahakuasa atas segala sesuatu yang Dia kehendaki.

rahmatullaaHi wa barakaatuHu ‘alaikum aHlal baiti innaHuu hamiidum majiid (“[Itu adalah] rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atasmu, Ahlulbait! Sesungguhnya Allah terpuji lagi Mahapemurah.”) Maksudnya, Allah adalah Mahaterpuji dalam segala perbuatan dan firman-Nya, Sifat dan Dzat-Nya.

Untuk itu, telah tetap dalam ash-Shahihain, bahwa mereka (sahabat Rasulullah saw.) berkata: “Kami telah mengetahui bagaimana salam kepada engkau, maka bagaimana shalawat atas engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Bacalah oleh kalian: allaaHumma shalli ‘alaa muhammadiw wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shallaita ‘alaa ibraaHiima wa ‘alaa aali ibraaHiim, wa baarik ‘alaa muhammadiw wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarakta ‘alaa ibraaHiim. Innaka hamiidum majiid. (`Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau adalah Mahaterpuji lagi Mahaagung.’)”

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 64-68

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 64-68“Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa adzab yang dekat.’ (QS. 11:64) Mereka membunuh unta itu, maka berkata Shalih: ‘Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.’ (QS. 11:65) Maka tatkala datang adzab Kami, Kami selamatkan Shalih beserta orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Rabbmu, Allahlah yang Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS. 11:66) Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang dhalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di tempat tinggal mereka, (QS. 11:67) seolab-olab mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Rabb mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud. (QS. 11:68)” (Huud: 64-68)

Telah lewat pembicaraan tentang kisah ini dalam surat al-A’raaf yang mana sudah dianggap cukup tanpa mengulangnya, dan kepada Allahlah tempat memohon taufik.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 62-63

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 62-63“Kaum Tsamud berkata: ‘Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk beribadah kepada apa yang diibadahi oleh bapak-bapak kami, dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.’ (QS. 11:62) Shalih berkata: ‘Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong aku dari (adzab) Allah, jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu kamu tidak menambah apa pun kepadaku selain daripada kerugian. (QS. 11:63)” (Huud: 62-63)

Allah menyebutkan tentang pembicaraan antara Shalih dan kaumnya serta Allah menyebutkan tentang kebodohan dan pembangkangan kaumnya dalam perkataan mereka: qad kunta fiinaa maruwwan qabla Haadzaa (“Sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seseorang di antara kami yang kami harapkan.”) maksudnya kami dulu mengharapkan kamu (sebagai orang yang berakal tajam) sebelum kamu berkata dengan apa yang kamu katakan itu.

A tanHaanaa an na’buda maa ya’budu aabaa-unaa (“Apakah kamu melarang kami untuk beribadah kepada apa yang diibadahi oleh bapak-bapak kami?”) Dan apa yang diperbuat oleh pendahulu kami.
Wa innanaa lafii syakkim mimmaa tad’uunaa ilaiHi muriib (“Dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.”) Maksudnya, dalam keraguan yang teramat sangat.

Qaala yaa qaumi ara-aitum in kuntu ‘alaa bayyinatim mir rabbii (“Shalih berkata: ‘Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku,”) pada apa yang Allah mengutusku kepadamu sebagai dasar yang meyakinkan dan keterangan yang kuat.

Wa aataanii minHu rahmatan famay ya’shurunii minallaaHi in ‘ashaituHu (“Dan diberin-Nya aku rahmat [kenabian] dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong aku dari [adzab] Allah jika aku mendurhakai-Nya.”) yaitu jika aku tidak mengajak kalian pada kebenaran dan beribadah kepada Allah saja, maka sekiranya aku meninggalkan-Nya, tentu kamu tidak memberiku manfaat dan tidak menambah apa pun; ghaira takhsiir (“Selain daripada kekurangan.”) Maksudnya, kerugian.

Bersambung