Arsip | 10.04

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 60

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 60“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: ‘Sesungguhnya (ilmu) Rabbmu meliputi semua manusia.’ Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS. Al-Israa’: 60)

Mengenai firman Allah: wa idz qulnaa laka inna rabbaka ahaatha bin naasi (“Dan ingatlah ketika Kami wahyukan kepadamu, ‘Sesungguhnya (ilmu) Rabbmu meliputi semua manusia,’”) Mujahid, `Urwah bin az-Zubair, al-Hasan, Qatadah dan lain-lain mengemukakan: “Artinya, Dia melindungimu dari mereka.”

Dan firman-Nya: wa maa ja’alnal ru’yal latii arainaaka illaa fitnatal lin naasi (“Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.”) Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, mengenai firman-Nya ini, ia mengatakan: “Yakni, penglihatan mata yang diperlihatkan kepada Rasulullah pada malam beliau diperjalankan (malam Isra’).”

Wasy-syajaratal mal’uunata fil qur-aani (“Dan begitu pula pohon kayu yang terkutuk dalam al-Qur’an,”) ialah pohon zaqqum. Demikian yang diriwayatkan oleh Ahmad, `Abdurrazzaq dan selain keduanya, dari Sufyan bin `Uyainah. Hal yang sama juga diriwayatkan al-‘Aufi dari Ibnu `Abbas. Demikianlah Mujahid, Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Masruq, Ibrahim, Qatadah, `Abdurrahman bin Zaid, dan beberapa ulama lainnya menafsirkan hal itu dengan malam Isra’.

Illaa fitnatan (“Melainkan sebagai fitnah.”) Maksudnya, ujian. Sedangkan pohon yang terkutuk adalah pohon zaqqum. Hal itu didasarkan pada apa yang diberitahukan Rasulullah kepada mereka, bahwasanya beliau pernah melihat surga dan neraka, juga melihat pohon zaqqum. Tetapi mereka mendustakan hal itu. Bahkan Abu Jahal -la’natullah ‘alaih- berkata: “Berikanlah kepada kami kurma dan zubdah (kepala susu).” Kemudian ia memakan makanan yang satu (zubdah) dicampur dengan yang satu lagi (mentega) seraya berkata: “Makanlah zaqqum ini, kita tidak mengetahui zaqqum yang lain selain ini.” Kisah tersebut diceritakan Ibnu `Abbas dan beberapa ulama lainnya.

Dan firman-Nya lebih lanjut: wa nukhawwifuHum (“Dan Kami menakut nakuti mereka,”) yakni orang-orang kafir yang diancam dengan adzab dan siksaan. Famaa yaziiduHum illaa tughyaanan kabiiran (“Tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”) Maksudnya, keingkaran yang disebabkan oleh kekufuran dan kesesatan yang mereka geluti. Dan hal itu merupakan bentuk penghinaan Allah Ta’ala terhadap mereka.

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 59

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 59“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS. Al-Israa’: 59)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, ia bercerita: “Penduduk Makkah pernah meminta kepada Nabi agar beliau menjadikan Shafa sebagai emas bagi mereka dan menyingkirkan gunung-gunung sehingga mereka dapat bercocok tanam.” Kemudian dikatakan (oleh Malaikat) kepada beliau: “Jika engkau menghendaki, kami tangguhkan mereka apa yang mereka minta atau jika engkau menghendaki akan datang kepada mereka apa yang mereka minta. Namun jika mereka kafir, maka mereka akan binasa sebagaimana umat-umat sebelum mereka telah binasa.” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi tangguhkanlah mereka.” Dan Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: wamaa mana’anaa an nursila bi aayaati illaa an kadzdzaba biHal awwaluun (“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan [kepadamu] tanda-tanda [kekuasaan Kami] melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu.”) Demikianlah hadits yang diriwayatkan Imam an-Nasa’i.

Allah berfirman mengenai kaum Tsamud, yaitu ketika mereka meminta dikeluarkannya unta betina dari sebongkah batu. Lalu Shalih berdo’a memohon kepada Rabbnya, hingga akhirnya Allah mengeluarkan untuk mereka unta betina dari sebongkah batu seperti yang mereka minta. Setelah mereka berbuat aniaya terhadap unta betina itu, yakni kufur terhadap Rabb yang menciptakannya, mendustakan Rasul-Nya, serta membunuh unta tersebut, maka Shalih as. berkata: “Bersukarialah kamu di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Huud: 65)

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: wa aatainaa tsamuudan naaqata mubshiratan fadlalamuu biHaa (“Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu [sebagai mukjizat] yang dapat dilihat tetapi mereka menganiaya unta betina itu.”) Maksudnya, yang demikian itu menunjukkan keesaan Penciptanya dan kebenaran Rasul-Nya yang dikabulkan do’anya.

Fadhalamuu biHaa (“Tetapi mereka menganiaya unta betina itu.”) Maksudnya, mereka mengingkarinya dan melarang unta betina itu minum air minumnya dan kemudian mereka membunuhnya. Hingga akhirnya Allah membinasakan mereka serta menimpakan siksaan kepada mereka dengan adzab Rabb yang Mahaperkasa lagi Mahamulia.

Dan firman-Nya: wa maa nursilu bi-aayaati illaa takhwiifan (“Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.”) Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala membuat manusia takut dengan memberikan tanda-tanda yang dikehendaki-Nya, agar mereka ingat dan mengambil pelajaran serta kembali kepada-Nya.

Demikian juga yang disabdakan Rasulullah dalam sebuah hadits berikut ini: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah. Keduanya tidak keluar sebagai gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang, tetapi dengan keduanya itu Allah bermaksud menakut-nakuti hamba-hamba-Nya. Karenanya, jika kalian melihat hal itu, maka bersegeralah kalian untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampunan kepada-Nya.” Lebih lanjut beliau bersabda: “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah bila melihat hamba laki-lakinya atau hamba perempuannya berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui tentulah kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq `alaih)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 58

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 58“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari Kiamat atau Kami adzab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauhul Mahfuzh).” (QS. Al-Israa’: 58)

Ini merupakan pemberitahuan dari Allah, bahwasanya Dia telah memutuskan dan melaksankan apa yang telah ditetapkan di sisi-Nya di Lauhil Mahfuzh. Yaitu tidak ada suatu negeri pun melainkan akan dibinasakan-Nya. Akan Dia binasakan penduduknya secara keseluruhan atau akan di adzab; ‘adzaaban syadiidan (“Dengan adzab yang sangat keras.”) Baik melalui pembunuhan (peperangan) ataupun malapetaka sesuai dengan kehendak-Nya. Dan hal itu terjadi disebabkan oleh dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan mereka.

Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala mengenai umat-umat terdahulu: “Dan Kami tidaklah menzhalimi mereka, tetapi mereka sendiri yang menzhalimi diri mereka sendiri.” (QS. Huud: 101)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 56-57

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 56-57“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (ilah) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya.’ (QS. 17:56) Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (QS. 17:57)” (al-Israa’: 56-57)

Allah berfirman: qul (“Katakanlah,”) hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah. Ud’ul ladziina ja’amtum min duuniHi (“Panggillah mereka yang kamu anggap [ilah] selain Allah,”) yakni berupa berhala dan sekutu, lalu bersandarlah kepada mereka. Sesungguhnya mereka itu: Falaa yamlikuuna kasyfadl-dlurii ‘ankum (“Tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu.”) Yakni secara keseluruhan.

Wa laa tahwiilan (“Dan tidak pula memindahkannya.”) Maksudnya, mereka tidak mampu memindahkan kesulitan kalian kepada orang lain. Dengan kata lain, yang mampu melakukan hal itu adalah Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, penciptaan dan perintah hanya berada di tangan-Nya.

Mengenai firman Allah Ta’ala: Ud’ul ladziina ja’amtum min duuniHi (“Panggillah mereka yang kamu anggap [ilah] selain Allah,”) Al-`Aufi bercerita dari Ibnu `Abbas, ia berkata: “Dulu, orang-orang musyrik berkata, ‘Kami menyembah para Malaikat, `Isa dan `Uzair.’ Dan yang mereka seru (untuk memohon) itu adalah Malaikat, `Isa dan `Uzair.”

Firman Allah Ta’ala: ulaa-ika yad’uuna (“Orang-orang yang mereka seru itu.”) Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Mahran al-A’masy, dari Ibrahim, dari Abu Mu’ammar, dari `Abdullah mengenai firman Allah Ta’ala: ulaa-ika yad’uuna yad’uuna ilaa rabbiHimul wasiilata (“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka,”) ia berkata, yakni beberapa orang dari bangsa jin mereka disembah, lalu kemudian mereka masuk Islam.

Dan dalam riwayat yang lain, ia berkata: “Ada beberapa orang dari bangsa manusia yang menyembah beberapa orang dari bangsa jin, lalu jin itu memeluk Islam, sedang mereka tetap berpegang teguh pada agama mereka.

Dan kata al-wasilah di sini berarti taqarrub, sebagaimana yang dikatakan Qatadah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: ayyuHum aqrabu (“Siapa diantara mereka yang lebih dekat [kepada Allah].”)

Firman Allah: wa yarjuuna rahmataHu wa yakhafuuna ‘adzaabaHu (“Dan [mereka] mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya.”) Suatu ibadah tidak sempurna kecuali disertai dengan rasa takut dan harapan. Dengan rasa takut, maka akan terhindar dari berbagai larangan, dan dengan harapan akan memperbanyak ketaatan.

Dan firman-Nya: inna ‘adzaaba rabbika kaana mahdzuuran (“Sesungguhnya adzab Rabbmu adalah suatu yang [harus] ditakuti.”) Maksudnya, seorang muslim harus benar-benar berhati-hati dan takut terjatuh ke dalam adzab-Nya. Semoga Allah melindungi kita darinya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 54-55

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 54-55“Rabbmu lebih mengetahui tentang kamu. Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki dan Dia akan mengazabmu, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka. (QS. 17:54) Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian para Nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur (kepada) Dawud. (QS. 17:55)” (al-Israa’: 54-55)

Allah berfirman: rabbukum a’lamu bikum (“Rabbmu lebih mengetahui tentang kamu.”) Wahai sekalian manusia, Aku (Allah) lebih mengetahui siapa di antara kalian yang berhak mendapatkan hidayah, dan siapa pula orang yang tidak berhak mendapatkannya.

Iy yasya’ yarhamakum (“Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki.”) Yakni, jika menghendaki Dia akan menjadikan kalian taat dan kembali kepada-Nya. Au iy yasya’ yua’adzdzibkum wa maa arsalnaaka (“Dan Dia akan mengadzabmu, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu,”) hai Muhammad; ‘alaiHim wakiilan (“Untuk menjadi penjaga bagi mereka.”) Maksudnya, tetapi Aku mengutusmu sebagai pemberi peringatan. Barangsiapa mentaatimu, maka ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadamu, maka ia akan masuk neraka.

Dan firman-Nya: wa rabbuka a’lamu biman fis samaawaati wal ardli (“Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang [ada] di langit dan di bumi.”) Yakni tingkatan mereka dalam ketaatan dan kedurhakaan.

Wa laqad fadl-dlalnaa ba’dlan nabiyyiina ‘alaa ba’dlin (“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian para Nabi itu atas sebagian yang lain.”) Dan yang terakhir ini tidak bertentangan dengan apa yang ditegaskan dalam kitab ash-Shahihain, bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian saling mengutamakan (melebihkan) di antara para Nabi.”

Yang dimaksudkan dengan pengutamaan dalam ayat di atas adalah pengutamaan dalam batas ashabiyah (kefanatikan), bukan tuntutan dalil. Jika ada dalil yang menunjukkan sesuatu, maka harus diikuti. Tidak ada ikhtilaf bahwa para Rasul itu lebih utama daripada para Nabi. Dan Ulul `Azmi dari mereka adalah lebih utama dari mereka secara keseluruhan.

Ulul `Azmi itu berjumlah lima orang yang disebutkan di dalam dua ayat Al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Ahzaab, di mana Allah berfirman: “Dan ingatlah ketika, Kami mengambil perjanjian dari para Nabi dan darimu sendiri, dari Nuh, Ibrahim, Musa dan `Isa putera Maryam.” (QS. AI-Ahzaab: 7)

Tidak ada ikhtilaf bahwa Nabi Muhammad yang paling utama dari para Nabi secara keseluruhan. Dan setelah beliau adalah Ibrahim, lalu Musa dan kemudian`Isa’ as. Demikianlah yang masyhur. Hal itu telah kami jelaskan dengan dalil-dalilnya yang lengkap di beberapa pembahasan.

Dan firman-Nya: wa aatainaa daawuuda zabuuran (“Dan Kami berikan Zabur [kepada Dawud].”) Sebagai peringatan akan keutamaan dan kemuliaannya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abudari Nabi,di mana beliau bersabda: “Dawud sangat cepat dalam membaca al-Qur’an. Ia pernah menyuruh menyiapkan binatang kendaraannya, lalu dipasangkan pelana pada binatangnya tersebut, lalu ia berhasil menyelesaikan membaca al-Qur’an sebelum pelana itu selesai dipasang. Yang dimaksud dengan al-Qur’an di sini adalah kitab Zabur.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 53

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 53“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.’” (QS. Al-Israa’: 53)

Allah yang Mahasuci lagi Mahatinggi memerintahkan hamba dan Rasul-Nya, Muhammad supaya beliau menyuruh hamba-hamba-Nya yang beriman agar dalam perbincangan dan omongan mereka selalu mengucapkan kata-kata yang benar dan kata-kata yang baik, karena jika mereka tidak melakukan hal itu, niscaya syaitan akan mengacaukan (di antara) mereka dan
mengantarkan mereka kepada kejahatan, perselisihan dan pertikaian. Sesungguhnya syaitan itu merupakan musuh Adam dari anak cucunya, yaitu sejak ia menolak bersujud kepada Adam. Dan permusuhan syaitan itu tampak jelas dan nyata.

Oleh karena itu Allah melarang seorang muslim menunjuk saudaranya dengan besi, karena syaitan akan melepaskan besi itu dari tangannya sehingga mungkin raja akan mengenai saudaranya tersebut.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, telah bersabda Rasulullah: “Tidak seharusnya seseorang di antara kalian menunjuk kepada saudaranya dengan senjata, sesungguhnya ia tidak mengetahui, mungkin saja syaitan akan melepaskannya dari tangannya, maka ia akan terjatuh ke dalam lubang dari neraka.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 49-52

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 49-52“Dan mereka berkata: ‘Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?’ (QS. 17:49) Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50) atau suatu kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.’ Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’ Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’ Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: ‘Kapan itu (akan terjadi)?’ Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat,’ (QS. 17:51) yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS. 17:52)” (al-Israa’: 49-52)

Allah berfirman seraya menceritakan tentang orang-orang kafir yang mengingkari terjadinya hari akhirat, dengan nada mengingkarinya mereka mengajukan pertanyaan: a idzaa kunnaa ‘idhaaman wa rufaatan (“Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur.”) Yakni, menjadi tanah.
Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid. `Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu `Abbas, yakni menjadi debu.

A innaa lamab’uutsuuna khalqan jadiidan (“Apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”) Yakni pada hari Kiamat, setelah kami hancur dan jadilah kami tidak berwujud. Lalu Allah menyuruh Rasulullah agar memberikan jawaban kepada mereka, di mana Dia berfirman: qul kuunuu hijaaratan au hadiidan (“Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi.’”) Karena keduanya (batu dan besi) merupakan dua hal yang lebih kuat daripada
tulang dan tanah. Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”)

Ibnu Ishaq menceritakan dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ibnu `Abbas mengenai hal tersebut, maka ia menjawab: ‘Yaitu kematian.’”

`Athiyyah juga meriwayatkan dari Ibnu `Umar, dalam menafsirkan ayat ini, ia berkata: “Seandainya kalian itu mati, niscaya Aku (Allah) akan menghidupkan kalian semua.” Dan hal itu berarti, seandainya kalian dalam keadaan mati, niscaya jika menghendaki Allah Ta’ala akan menghidupkan kalian, karena tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya jika Dia sudah menghendaki.

Dan mengenai firman Allah: Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”) Mujahid mengemukakan: “Yakni langit, bumi dan gunung.”

Dalam tafsir yang diriwayatkan dari Imam Malik, dari az-Zuhri, mengenai firman-Nya ini, Nabi bersabda, Malik berkata, mereka berkata, yaitu kematian.

Dan firman Allah Ta’ala: fasayaquuluuna may yu’iidunaa (“Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’”) Maksudnya, siapakah yang akan menghidupkan kita kembali jika kami sudah menjadi batu atau besi atau makhluk lain yang sangat kokoh?

Qulil ladzii fatharakum awwala marratin (“Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’”) Yaitu Yang telah menciptakan kalian, padahal kalian belum pernah ada sebelumnya. Setelah itu kalian menjadi manusia yang tersebar dimana-mana. Maka sesungguhnya Dia mampu untuk menghidupkan kalian kembali meskipun kalian telah berubah menjadi bentuk apa pun dan dalam keadaan bagaimana pun, Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Dan Dialah yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagiNya.” (QS. Ar-Ruum: 27)

Firman Allah Ta’ala selanjutnya: fasayunghidluuna ilaika ru-uusaHum (“Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu.”) Ibnu `Abbas dan Qatadah berkata: “Mereka menggerakkan kepala mereka sebagai bentuk pengejekan.”

Apa yang dikemukakan oleh keduanya itulah yang diketahui oleh bangsa Arab sebagai bagian dari bahasa mereka, karena kata al-in ghaadl berarti gerakan dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah.

Dan firman Allah Ta’ala: fayaquuluuna mataa Huwa (“Dan berkata: ‘Kapan itu [akan terjadi]?’”) Yang demikian itu merupakan pemberitahuan tentang mereka atas penolakan mereka akan terjadinya kebangkitan. Dan firman-Nya: qul ‘asaa ay yakuuna qariiban (“Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.”) Maksudnya, berhati-hatilah karena yang demikian sudah sangat dekat dengan kalian, dan itu pasti akan mendatangi kalian. Dan semua yang akan datang itu pasti tiba.

Firman-Nya lebih lanjut: yauma yad’uukum (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu,”) yakni, Rabb yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Dan panggilan itu hanya sekali perintah saja supaya bangkit. Tiba-tiba orang-orang pun keluar dari dalam bumi, sebagaimana yang difirmankan Nya: yauma yad’uukum fatastajibuuna bihamdiHi (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.”) Maksudnya, kalian semua menyahut sebagai jawaban terhadap perintah-Nya sekaligus sebagai bentuk ketaatan terhadap kehendak-Nya.

`Ali bin Abi Thalhah bercerita, dari Ibnu `Abbas: “Kalimat fatastajiibuuna bihamdiHi, yakni menjawab terhadap perintah-Nya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Juraij.
Sedangkan Qatadah mengemukakan: “Yaitu mereka menjawab sesuai dengan ma’rifat dan ketaatan terhadap-Nya.”

Sebagian mereka ada yang mengatakan: “Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.” Yakni, bagi-Nya segala puji dalam keadaan bagaimana pun.

Dan firman-Nya: wa tadhunnuuna (“Dan kamu mengira,”) yakni, pada hari kalian bangkit dari kubur kalian; il labitstum (“Bahwa kamu tidak berdiam,”) yakni di dunia; illaa qaliilan (“Kecuali sebentar saja.”) Seperti firman Allah Ta’ala: “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Naazi’aat: 46)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 47-48

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 47-48“Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkanmu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang dhalim itu berkata: ‘Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir.’ (QS. 17:47) Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (QS. 17:48)” (al-Israa’: 47-48)

Allah memberitahu Nabi-Nya, Muhammad mengenai apa yang saling dibisikkan oleh para pemimpin kaum kafir Quraisy, yakni ketika mereka datang dan mendengar bacaannya secara sembunyi-sembunyi dari kaum mereka. Di mana mereka menyebut bahwa beliau adalah seorang yang terkena sihir, demikian yang populer. Ada juga di antara mereka yang mengatakan, dia seorang penyair. Dan ada juga yang mengatakan, dia seorang dukun. Bahkan ada juga yang mengatakan, dia orang yang tidak waras. Dan ada pula yang mengatakan, dia seorang penyihir.

Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: undhur kaifa dlarabuu lakal amtsaalu fadlalluu falaa yastathii’uuna sabiilan (“Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan perumpamaan terhadapmu, karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan [yang benar].”) Maksudnya, mereka tidak mendapatkan petunjuk menuju kepada kebenaran dan tidak pula mereka mendapatkan jalan menuju kebenaran.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 45-46

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 45-46“Dan apabila kamu membaca al-Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, (QS. 17:45) dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Rabbmu saja dalam al Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang mereka karena bencinya. (QS. 17:46)” (al-Israa’: 45-46)

Jika kamu, hai Muhammad, membacakan al-Qur’an kepada orang-orang musyrik itu, maka Kami adakan antara dirimu dan mereka itu hijab yang menghalangi. Qatadah dan Ibnu Zaid mengemukakan, yaitu penutup dalam hati mereka. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala ini: “Mereka berkata: ‘Hati kami berada dalani tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu terdapat dinding.” (QS. Fushshilat: 5)

Yakni, dinding pemisah yang menghalangi dirinya sampai kepada kami, apa pun yang kamu katakan.

Firman-Nya: hijaaban mastuuran (“Suatu dinding yang tertutup.”) Dengan arti; yang menutupi, karena menghalangi. Ada juga yang mengartikan, yakni tertutup dari pandangan, sehingga tidak dapat melihat apa pun. Dengan demikian, hal itu berpengertian terdapat dinding pemisah antara mereka dengan petunjuk. Dan yang cenderung kepada pentarjihan pendapat tersebut adalah Ibnu Jarir.

Firman-Nya: wa ja’alnaa ‘alaa quluubiHim akinnatan (“Dan Kami adakan tutupan pada hati mereka.”) Kata akinnaH merupakan jamak dari kata kinan yang berarti sesuatu yang menutupi hati. Ay yafqaHuuHu (“Agar mereka tidak dapat memahaminya.”) Maksudnya, supaya mereka tidak dapat memahami Al-Qur’an.

Wa fii aadzaaniHim waqran (“Dan di dalam telinga mereka juga terdapat sumbatan.”) Yakni, beban yang menghalangi mereka dari mendengar al-Qur’an, suatu pendengaran yang bermanfaat dan memberikan petunjuk kepada mereka.

Firman-Nya: wa idzaa dzakarta rabbaka fil qur-aani wahdaHu (“Dan apabila kamu hanya menyebut Rabbmu saja dalam al-Qur’an.”) Maksudnya, jika engkau mengesakan Allah dalam bacaanmu dan engkau juga mengatakan tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah; wallau (“Niscaya mereka berpaling”) yakni, berpaling dan kembali kepada apa yang mereka fahami; ‘alaa adbaariHim nufuuran (“Ke belakang mereka karena bencinya.”) Kata nufuur dalam ayat ini merupakan jamak dari kata naafir, sebagaimana qu’uud merupakan jamak dari kata qaa’id. Boleh juga berkedudukan sebagai mashdar tanpa adanya kata kerja. WallaHu a’lam.

Mengenai firman Allah: wa idzaa dzakarta rabbaka fil qur-aani wahdaHu (“Dan apabila kamu hanya menyebut Rabbmu saja dalam al-Qur’an.”) Qatadah mengatakan bahwa ketika kaum muslimin mengatakan bahwa tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah, maka orang-orang musyrik pun mengingkari hal tersebut dan kalimat itu terlalu agung bagi mereka. Lalu Allah Ta’ala menolak mereka seraya meninggikan, mendukung dan memenangkannya atas orang-orang yang menentang kalimat tersebut Karena sesungguhnya ia merupakan kalimat yang barangsiapa bersikukuh dengannya, ia akan beruntung dan barangsiapa yang berperang dengan/untuknya, pasti akan menang.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 44

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 44“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun.” (QS. Al-Israa’: 44)

Allah berfirman, tujuh lapis langit dan juga bumi seisinya yang terdiri dari berbagai makhluk telah bertasbih kepada Nya, mensucikan, mengagungkan, dan membesarkan-Nya dari apa yang dikatakan orang-orang musyrik. Semuanya itu memberikan kesaksian akan keesaan-Nya dalam Rububiyyah dan Ilahiyyah:

Dalam setiap sesuatu mempunyai tanda
Yang menunjukkan bahwa Dia itu adalah satu.

Dan firman-Nya: wa im min syai-in illaa yusabbihu bihamdiHi (“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,”) maksudnya, tidak ada satu pun makhluk melainkan bertasbih seraya memuji Allah.
Wa laakil laa yafqaHuuna tasbiihaHum (“Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.”) Maksudnya, kalian wahai sekalian manusia, tidak memahami tasbih mereka, karena ia mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa kalian. Hal itu bersifat umum, berlaku pada hewan, benda-benda, dan juga tumbuh-tumbuhan. Dan yang demikian itu merupakan salah satu dari dua pendapat yang paling masyhur.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Mas’ud, di mana ia pernah bercerita: “Kami pernah mendengar tasbih yang diucapkan makanan ketika ia tengah dimakan.”

Sedangkan dalam kitab Sunan an-Nasa i juga disebutkan, dan `Abdullah bin `Amr, ia bercerita, Rasulullah melarang membunuh katak seraya bersabda: “Bunyinya adalah tasbih.” Wallahu a’lam.

Dan firman-Nya: innaHuu kaana haliiman ghafuuran (“Sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun.”) Maksudnya, Dia tidak akan segera menimpakan siksaan terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya, Dia akan mengakhirkan dan menangguhkannya, meskipun mereka terus-menerus dalam kekufuran dan keingkarannya. Dia akan mengadzab dengan adzab-Nya yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.

Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab ash-Shahihain, di mana Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah memberikan keleluasaan (penangguhan adzab) kepada orang dhalim sehingga apabila Dia menimpakan siksaan kepadanya, niscaya Dia tidak akan melepaskannya.” Kemudian Rasulullah membaca ayat berikut ini: “Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Diu mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dhalim.” (QS. Huud: 102)

Dan barangsiapa yang melepaskan diri dari kekufuran dan kemaksiatan serta kembali kepada Allah, dan bertaubat kepada-Nya, maka Dia pun akan menerima taubatnya; innaHuu kaana haliiman ghafuuran (“Sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun.”)

bersambung