Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat
“Dan mereka berkata: ‘Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?’ (QS. 17:49) Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50) atau suatu kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.’ Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’ Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’ Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: ‘Kapan itu (akan terjadi)?’ Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat,’ (QS. 17:51) yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS. 17:52)” (al-Israa’: 49-52)
Allah berfirman seraya menceritakan tentang orang-orang kafir yang mengingkari terjadinya hari akhirat, dengan nada mengingkarinya mereka mengajukan pertanyaan: a idzaa kunnaa ‘idhaaman wa rufaatan (“Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur.”) Yakni, menjadi tanah.
Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid. `Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu `Abbas, yakni menjadi debu.
A innaa lamab’uutsuuna khalqan jadiidan (“Apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”) Yakni pada hari Kiamat, setelah kami hancur dan jadilah kami tidak berwujud. Lalu Allah menyuruh Rasulullah agar memberikan jawaban kepada mereka, di mana Dia berfirman: qul kuunuu hijaaratan au hadiidan (“Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi.’”) Karena keduanya (batu dan besi) merupakan dua hal yang lebih kuat daripada
tulang dan tanah. Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”)
Ibnu Ishaq menceritakan dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ibnu `Abbas mengenai hal tersebut, maka ia menjawab: ‘Yaitu kematian.’”
`Athiyyah juga meriwayatkan dari Ibnu `Umar, dalam menafsirkan ayat ini, ia berkata: “Seandainya kalian itu mati, niscaya Aku (Allah) akan menghidupkan kalian semua.” Dan hal itu berarti, seandainya kalian dalam keadaan mati, niscaya jika menghendaki Allah Ta’ala akan menghidupkan kalian, karena tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya jika Dia sudah menghendaki.
Dan mengenai firman Allah: Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”) Mujahid mengemukakan: “Yakni langit, bumi dan gunung.”
Dalam tafsir yang diriwayatkan dari Imam Malik, dari az-Zuhri, mengenai firman-Nya ini, Nabi bersabda, Malik berkata, mereka berkata, yaitu kematian.
Dan firman Allah Ta’ala: fasayaquuluuna may yu’iidunaa (“Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’”) Maksudnya, siapakah yang akan menghidupkan kita kembali jika kami sudah menjadi batu atau besi atau makhluk lain yang sangat kokoh?
Qulil ladzii fatharakum awwala marratin (“Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’”) Yaitu Yang telah menciptakan kalian, padahal kalian belum pernah ada sebelumnya. Setelah itu kalian menjadi manusia yang tersebar dimana-mana. Maka sesungguhnya Dia mampu untuk menghidupkan kalian kembali meskipun kalian telah berubah menjadi bentuk apa pun dan dalam keadaan bagaimana pun, Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Dan Dialah yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagiNya.” (QS. Ar-Ruum: 27)
Firman Allah Ta’ala selanjutnya: fasayunghidluuna ilaika ru-uusaHum (“Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu.”) Ibnu `Abbas dan Qatadah berkata: “Mereka menggerakkan kepala mereka sebagai bentuk pengejekan.”
Apa yang dikemukakan oleh keduanya itulah yang diketahui oleh bangsa Arab sebagai bagian dari bahasa mereka, karena kata al-in ghaadl berarti gerakan dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah.
Dan firman Allah Ta’ala: fayaquuluuna mataa Huwa (“Dan berkata: ‘Kapan itu [akan terjadi]?’”) Yang demikian itu merupakan pemberitahuan tentang mereka atas penolakan mereka akan terjadinya kebangkitan. Dan firman-Nya: qul ‘asaa ay yakuuna qariiban (“Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.”) Maksudnya, berhati-hatilah karena yang demikian sudah sangat dekat dengan kalian, dan itu pasti akan mendatangi kalian. Dan semua yang akan datang itu pasti tiba.
Firman-Nya lebih lanjut: yauma yad’uukum (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu,”) yakni, Rabb yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Dan panggilan itu hanya sekali perintah saja supaya bangkit. Tiba-tiba orang-orang pun keluar dari dalam bumi, sebagaimana yang difirmankan Nya: yauma yad’uukum fatastajibuuna bihamdiHi (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.”) Maksudnya, kalian semua menyahut sebagai jawaban terhadap perintah-Nya sekaligus sebagai bentuk ketaatan terhadap kehendak-Nya.
`Ali bin Abi Thalhah bercerita, dari Ibnu `Abbas: “Kalimat fatastajiibuuna bihamdiHi, yakni menjawab terhadap perintah-Nya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Juraij.
Sedangkan Qatadah mengemukakan: “Yaitu mereka menjawab sesuai dengan ma’rifat dan ketaatan terhadap-Nya.”
Sebagian mereka ada yang mengatakan: “Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.” Yakni, bagi-Nya segala puji dalam keadaan bagaimana pun.
Dan firman-Nya: wa tadhunnuuna (“Dan kamu mengira,”) yakni, pada hari kalian bangkit dari kubur kalian; il labitstum (“Bahwa kamu tidak berdiam,”) yakni di dunia; illaa qaliilan (“Kecuali sebentar saja.”) Seperti firman Allah Ta’ala: “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Naazi’aat: 46)
bersambung
Tag:49, 50, 51, 52, agama islam, al isra', al-israa', Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, ibnu katsir, islam, religion, surah, surat, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 49-52