Arsip | 16.57

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 22-23

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 22-23“Ilah kamu adalah Ilah Yang Mahaesa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (QS. 16:22) Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. 16:23)” (an-Nahl: 22-23)

Allah memberi khabar bahwasannya tidak ada Ilah kecuali Dia yang Mahaesa, Mahasatu, Mahatunggal dan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dan Allah memberi khabar bahwasanya hati orang-orang kafir mengingkari hal itu, sebagaimana Allah memberi khabar tentang mereka, bahwa mereka itu heran kalau Ilah itu hanya satu: “Mengapa Dia menjadikan ilah-ilah itu Ilah yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad: 5)

Firman Allah: wa Hum mustakbiruun (“Sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong,”) maksudnya dari beribadah kepada Allah serta ingkarnya hati mereka untuk mentauhidkan Allah, maka dari itu Allah berfirman: laa jarama (“Tidak diragukan lagi,”) maksudnya dengan benar. annallaaHa ya’lamu maa yusirruuna wamaa yu’linuun (“Bahwa sesunguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan,”) maksudnya Allah akan membalas mereka atas itu semua, dengan balasan yang sempurna.
innaHuu laa yuhibbul mustakbiriin (“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.”)

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 19-21

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 19-21“Dan Allah mengetahui apa yang kamu Ilah kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan. (QS. 16: 19) Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (QS. 16:20) (Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan. (QS. 16:21)” (an-Nahl: 19-21)

Allah memberi khabar bahwa sesungguhnya Dia mengetahui hati dan rahasia-rahasia, sebagaimana Dia mengetahui sesuatu yang dhahir. Dan Dia akan membalas setiap orang dengan amal perbuatannya, pada han Kiamat, jika amal itu baik maka balasannya baik, dan jika amal itu buruk maka balasannya buruk pula. Kemudian Allah memberi khabar bahwa berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah itu tidak dapat menciptakan suatu apa pun, dan bahkan berhala-berhala itu diciptakan, seperti apa yang di katakan Nabi Ibrahim al-Khalil yang artinya: “Apakah kamu menyembah patung patung yang kamu pahat itu? Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaaffaat: 95-96)

Firman Allah: amwaatun ghairu ahyaa-in (“[Berhala-berhala] itu benda mati tidak hidup,”) maksudnya berhala-berhala itu benda mati yang tidak ada ruh di dalamnya, maka ia tidak mendengar, tidak melihat dan tidak berakal.
Wa maa yasy’uruuna ayyaana yub’atsun (“Dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah
penyembah penyembahnya akan dibangkitkan,”) maksudnya berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan adanya Kiamat, dan bagaimana harus berharap, kemanfaatan, pahala, atau balasan kepada berhala-berhala ini, akan tetapi semua itu dapat diharapkan dari Rabb yang mengetahui segala sesuatu dan yang menciptakan segala sesuatu yang ada.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 14-18

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 14-18“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. 16:14) Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan jalan agar kamu mendapat petunjuk, (QS. 16:15) dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penuuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapatpetunjuk. (QS. 16:16) Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (QS. 16:17) Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha-pengampun lagi Mahapenyayang. (QS. 16:18)” (an-Nahl: 14-18)

Allah memberi khabar tentang pengendalian-Nya terhadap lautan yang menggebu-gebu dengan ombak, dan Allah memberi anugerah kepada hamba-Nya dengan menundukkan lautan itu untuk mereka, dan membuatnya mudah untuk mengarunginya, dan menjadikan di dalamnya ikan besar dan ikan kecil, dan menjadikan dagingnya halal; baik dari yang hidup atau dari yang mati, ketika halal (diluar kegiatan haji dan umrah) atau ketika ihram, dan Allah memberi anugerah kepada mereka dengan apa yang Allah ciptakan di dalam lautan itu, berupa mutiara dan permata yang sangat berharga.

Dan Allah memudahkan bagi mereka untuk mengeluarkan mutiara dan permata itu dari tempatnya, sehingga menjadi perhiasan yang mereka memakainya. Dan Allah memberi anugerah kepada mereka dengan menundukkan lautan untuk membawa perahu-perahu mengarunginya dan dikatakan pula, angin yang menggerakkannya; dua macam pengertian ini benar.

Lain pendapat mengatakan, menggerakkannya pada lambungnya yang melengkung, Allahlah yang mengajari hamba-hamba-Nya tentang cara membuat perahu-perahu itu yang merupakan warisan dari bapak mereka Nabi Nuh as. karena dialah orang pertama yang mengendarai perahu, dan dia memiliki pengetahuan tentang cara pembuatannya, lalu orang-orang mengambil darinya, dari abad ke abad, dari generasi ke generasi, mereka berjalan dari negara ke negara, dan dari negeri ke negeri, dari benua ke benua, untuk mengambil apa yang ada di sana, untuk apa yang ada di sini. Dan apa yang ada,di sing, untuk apa yang ada di sana.

Maka dari itu Allah berfirman: wa litabtaghuu min fadl-liHii wa la’allakum tasykuruun (“Dan supaya kamu mencari [keuntungan] dari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”) Maksudnya, nikmat-nikmat-Nya dan kebaikan-kebaikan-Nya.

Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan bumi dan apa yang ada di dalamnya berupa gunung-gunung yang tinggi dan kokoh agar bumi tenang dan tidak goncang dengan apa yang ada di atasnya berupa binatang-binatang, karena kalau bumi goncang, binatang binatang itu tidak nyaman hidupnya, maka dari itu Allah berfirman: wal jibaala arsaaHaa (“Dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh.”) (QS. An-Naazi’aat: 32)

Firman Allah: wa anHaaraw wa subulan (“[Dan Dia menciptakan] sungai-sungai dan jalan-jalan,”) maksudnya, Allah menjadikan di atas bumi sungai-sungai yang mengalir dari suatu tempat ke tempat yang lain, sebagai rizki untuk para hamba. Sungai-sungai itu bersumber disuatu tempat dan merupakan rizki bagi penduduk tempat yang lain, sungai-sungai itu membelah bumi, daratan, tempat-temp at sunyi, mengoyak gunung-gunung dan bukit-bukit, maka sampailah sungai-sungai itu ke negeri yang Allah tentukan untuk penduduknya itu.

Sungai-sungai itu mengalir di atas bumi, ke kanan, ke kiri, ke selatan, ke utara, ke timur dan ke barat. Sungai-sungai itu ada yang kecil, ada yang besar.

Dan Allah menjadikan wadi-wadi yang terkadang mengalir airnya dan terkadang berhenti dan diantara mata air dan kolam-kolam. terkadang mengalir deras dan terkadang mengalir lamban, tergantung kehendak Allah, kuasa-Nya, penundukan-Nya, dan kemudahan-Nya, maka tidak ada Ilah selain Dia dan tidak ada Rabb selain-Nya, dan begitu juga Allah menciptakan di atas bumi itu jalan-jalan yang menghubungkan antara suatu negeri dengan negeri yang lain, sehingga Allah memotong gunung untuk mengadakan di antara kedua negeri itu jalan tembus dan terowongan.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: wa ja’alnaa fiiHaa fijaajan subulan…. (“Dan telah Kami jadikan [pula] di bumi itu jalan-jalan yang luas…,”) dan ayat seterusnya. (QS. Al-Anbiyaa’: 31)

Firman Allah: wa ‘alaamaatin (“Dan [Dia ciptakan] tanda-tanda [petunjuk],”) maksudnya petunjuk-petunjuk, berupa gunung-gunung yang besar, bukit-bukit yang kecil dan sejenisnya, yang orang-orang musafir dapat mengetahui adanya daratan dan lautan jika mereka tersesat di jalan.

Dan firman Allah: wa bin najmiHum yaHtaduun (“Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk,”) maksudnya dalam kegelapan malam, seperti yang di ucapkan Ibnu `Abbas. Kemudian Allah Ta’ala mengingatkan atas kebesaran-Nya dan bahwasanya ibadah itu tidak layak kecuali kepada-Nya, bukan untuk yang lain-Nya, berupa berhala-berhala yang tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan berhala-berhala itu diciptakan.

Maka dari itu Allah berfirman: afamay yakhluku kamal laa yakhluqu afalaa tadzakkaruun (“Maka apakah Allah menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan [apa-apa] maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.”) Kemudian Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya atas banyaknya nikmat dan kebaikan yang diberikan kepada mereka.

Maka Allah berfirman: wa in ta’udduu ni’matallaaHi laa tuhshuuHaa innallaaHa laghafuurur rahiim (“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya, sesungguhnya Allah benar-benar Mahapengampun lagi Mahapenyayang,”) maksudnya nikmat-nikmat itu melimpah bagimu semua, dan seandainya Dia memintamu untuk bersyukur atas semua nikmat-Nya, niscaya kamu semua tidak mampu melaksanakannya kalaupun Dia memerintahkan untuk itu, kalian pun lemah dan meninggalkan untuk melaksanakannya dan seandainya Dia menyiksamu niscaya Dia akan menyiksamu, dan Dia tidak berbuat dhalim terhadapmu, akan tetapi Dia itu Mahapengampun lagi Mahapenyayang, mengampuni dosa yang banyak dan memberi pahala amal yang sedikit.

Ibnu Jarir berkata: “Sesungguhnya Allah benar-benar Mahapengampun ketika kamu kurang mensyukuri sebagian nikmat-nikmat-Nya, akan tetapi jika kamu bertaubat, kembali mentaati-Nya dan mengikuti keridhaan-Nya, niscaya Dia Mahapengampun terhadapmu, tidak menyiksamu, setelah kamu kembali dan bertaubat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 12-13

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 12-13“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), (QS. 16:12) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. (QS. 16:13)” (an-Nahl: 12-13)

Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya atas ayat-ayat-Nya yang agung dan pemberian-Nya yang besar, tentang pengendalian-Nya atas malam dan siang yang saling bergantian. Atas matahari dan bulan yang saling berputar, atas bintang-bintang, baik yang bergerak, maupun yang tetap di sudut-sudut langit. Sebagai sinar dan cahaya agar menjadi petunjuk dalam kegelapan. Dan masing-masing dari itu semua berjalan di atas jalur yang telah ditentukan oleh Allah, dengan gerakan yang telah ditentukan yang tidak bisa lebih dan tidak bisa kurang.

Semuanya di bawah paksaan-Nya, kekuasaan-Nya, pengendalian-Nya ketentuan-Nya dan kemudahan-kemudahan-Nya, maka dari itu Allah berfirman: inna fii dzaalika la-aayaatal liqaumiy ya’qiluun (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi kaum yang memahami[Nya],”) maksudnya sebagai bukti atas kekuasaan-Nya yang nyata, dan kerajaan-Nya yang agung bagi kaum yang memikirkan tentang Allah dan memahami bukti-bukti-Nya.

Firman Allah: wa maa dzara-alakum fil ardli mukhtalifan alwaanuHu (“Dan Dia [menundukkan Pula] apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya.”) Ketika Allah Ta’ala telah mengingatkan atas tanda-tanda yang ada di langit, Dia mengingatkan atas apa yang Dia ciptakan di bumi, berupa benda-benda yang menakjubkan dan berbagai macam sesuatu, di antaranya binatang-binatang, benda-benda tambang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati, dengan berbagai macam warna dan bentuknya termasuk kegunaan dan keistimewaannya.

Inna fii dzaalika la-aayaatal liqaaumiy yadzdzakkaruun (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda [kekuasaan Allah] bagi kaum yang mengambil pelajaran.”) Maksudnya, yaitu anugerah dan nikmat Allah, maka mereka mensyukurinya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 10-11

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 10-11“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang (pada tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. (QS. 16:10) Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. 16:11)” (QS. An-Nahl: 10-11)

Ketika Allah telah menyebutkan apa yang telah Dia berikan nikmat kepada mereka, yaitu berupa binatang-binatang ternak, dan binatang-binatang melata, mulailah Dia menyebutkan nikmat-Nya yang diberikan kepada mereka yaitu berupa turunnya hujan dari langit, yang di dalam hujan itu ada air minum dan kenikmatan dunia untuk mereka dan binatang-binatang mereka.

Maka Allah berfirman: lakum minHu syaraabun (“Dan untukmu sebagiannya menjadi minuman.”) Maksudnya, Allah menjadikannya tawar lagi cair, yang mudah bagimu meminumnya, dan Allah tidak menjadikannya asin lagi pahit.

Wa minHu syajarun fiiHi tusiimuun (“Dan sebagiannya [menyuburkan] tumbuh-tumbuhan yang [pada tempat tumbuhnya] kamu mengembalakan ternakmu.”) Maksudnya Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dari hujan itu untukmu, yang kamu semua menggembalakan ternak-ternakmu di tempat itu, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu `Abbas, `Ikrimah, adh-Dhahhak, Qatadah dan Ibnu Zaid dalam Firman Allah: fiiHi tusiimuun (“Di tempat itu kamu menggembalakan ternakmu.”)

Tusiimuun; yaitu menggembalakan, dari lafazh itu pula disebut “al-ibilus saa-imatu” artinya, Unta yang digembalakan. Akar kata dari kata tersebut artinya penggembalaan.

Dan firman Allah: yunbitu lakum biHiz zar’a waz zaituuna wan nakhila wal a’naaba wa min kulits tsamaraat (“Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu tanaman-tanaman, zaituun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan,”) maksudnya Allah mengeluarkannya dari bumi, dengan air yang hanya satu macam ini, keluarlah buah-buahan itu dengan segala perbedaan, macamnya, rasanya, warnanya, baunya dan bentuknya.

Dan untuk itu Allah berfirman: inna fii dzaalika la-aayatal liqaumiy yatafakkaruun (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda [kekuasaan- Allah] bagi kaum yang memikirkan,”) maksudnya sebagai dalil dan bukti bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) kecuali Allah.

Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).” (an-Naml: 60) kemudian Allah berfirman:

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 9

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 9“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS. an-Nahl: 9)

Ketika Allah telah menyebutkan sebagian binatang-binatang yang memang diarahkan untuk jalan hissi (yang bisa diraba), Allah mengingatkan atas jalan maknawi (tidak nampak) dan agamis. Dan memang banyak dijumpai dalam al-Qur’an penyeberangan dari masalah-masalah yang bersifat hissi kepada masalah-masalah yang bersifat maknawi yang berguna dan agamis.

Seperti firman Allah Ta’ala: watajawwaduu fa inna khairaz zaadit taqwaa (“Dan berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”) (QS. Al-Baqarah: 197). Dan ketika Allah menyebutkan di dalam surat ini, binatang-binatang dari jenis binatang ternak dan jenis lainnya, yang mereka menungganginya, dan memenuhi kebutuhan hati mereka, dan binatang-binatang itu membawa beban-beban mereka ke negeri dan tempat yang jauh dan perjalanan yang memayahkan, mulailah Allah menyebutkan jalan yang di tempuh oleh manusia kepada-Nya.

Maka, Allah menerangkan agar jalan-jalan itu dipertemukan dengan jalan yang menuju kepada-Nya, maka Allah berfirman: wa ‘alallaaHi qashdus sabiili (“Dan hak bagi Allah [menerangkan] jalan yang lurus.”) seperti firman-Nya yang artinya: “Dan bahwa [yang Kami perintahkan] ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan jalan [yang lain] karena jalan jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’aam: 153)

Mujahid berkata dalam hal firman Allah: wa ‘alallaaHi qashdus sabiili (“Dan hak bagi Allah [menerangkan] jalan yang lurus.”) jalan kebenaran yang menuju kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberi khabar, bahwa disana banyak jalan yang ditempuh untuk menuju kepada-Nya, tapi tidak satu pun dari jalan-jalan itu menuju kepada-Nya kecuali jalan haq yaitu jalan yang Allah syari’atkan dan meridhainya. Jalan selain jalan itu adalah menyimpang dan amal perbuatan yang dilakukan di dalamnya ditolak.

Maka dari itu Allah Ta’ala berfirman: wa minHaa jaa-irun (“Dan di antara jalan jalan ada yang
bengkok,”) maksudnya melenceng, miring dan menyimpang dari kebenaran.
Ibnu `Abbas dan lainnya berkata: “Jalan-jalan yang bermacam-macam, pendapat-pendapat, dan hawa nafsu yang bermacam-macam seperti pemahaman Yahudi, Nasrani dan Majusi.

Kemudian Allah memberi khabar bahwa itu semua adalah hal yang pasti dari kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya. Maka Allah berfirman: wa lau syaa-a laHadaakum ajma’iin (“Dan jikalau Dia menghendaki tentulah Dia memimpin kamu semua [kepada jalan yang benar].”) Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: lau syaa-a rabbuka la-amana man fil ardli kulluHum jamii’an (“Dan jikalau Rabb-mu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.”) (QS. Yunus: 99)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 8

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 8“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, baghal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. An-Nahl: 8)

Ini adalah bagian lain dari apa yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, Allah anugerahkan itu untuk mereka, yaitu kuda, baghal, dan keledai, yang Allah jadikan sebagai tunggangan dan perhiasan. Dan itu semua adalah tujuan yang paling besar. Dan ketika Allah merinci binatang-binatang ini dan menyebutkannya secara terpisah dari binatang-binatang ternak, sebagian ulama menjadikan hal itu sebagai dalil atas pendapat mereka bahwa daging kuda adalah haram, seperti Imam Abu Hanifah; dan para ulama fiqih yang sependapat dengan beliau, bahwa sesungguhnya Allah menyebutkannya bersamaan dengan baghal dan keledai, yang memang kedua-duanya adalah haram, seperti yang telah ditetapkan oleh Sunnah Nabawiyyah, ini adalah pendapat sebagian besar para ulama.

Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, bahwa sesungguhnya Ibnu `Abbas memakruhkan daging kuda, keledai dan baghal. Dan beliau berkata: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu, padanya ada [bulu] yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu makan,’ berarti ini untuk di makan.”
“Dan Dia telah menciptakan kuda, baghal dan keledai agar kamu menungganginya.” Maka ini untuk di tunggangi. Begitu juga diriwayatkan melalui jalur Sa’id bin Jubair dan lainnya, dari Ibnu `Abbas dengan nada yang sama. Dan al-Hakam bin `Utaibah berkata seperti itu juga.

Lalu para ulama itu melanjutkan dalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, dari Khalid bin al-Walid, beliau berkata: “Rasulullah melarang makan daging kuda, baghal dan keledai.” Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits tersebut dari Shalih bin Yahya bin Miqdam, dan hadits tersebut perlu dikaji.

Imam Ahmad meriwayatkan hadits tersebut dari jalan lain dengan nada yang lebih terbuka dan lebih jelas dalam menunjukkan dalil, lalu beliau berkata: “Dari Miqdam bin Ma’d Yakrab berkata: ‘Kami telah melakukan peperangan bersama Khalid bin al-Walid di negeri ash-Sha-ifah, lalu sahabat-sahabat kami mendatangi daging, lalu mereka meminta batu dariku lalu aku berikan batu kepada mereka dan mereka mengikatkan tali pada batu itu (untuk menyembelih) lalu aku berkata kepada mereka: ‘Tetaplah kalian di tempat kalian sehingga aku menemui Khalid untuk bertanya kepadanya,’ setelah aku temui dia dan bertanya kepadanya, lalu beliau berkata: `Kami telah berperang bersama Rasulullah dalam perang Khaibar, lalu orang-orang bergegas menuju kebun orang Yahudi, lalu Rasulullah menyuruhku untuk memanggil bahwa shalat telah didirikan, dan tidak masuk surga kecuali orang muslim,’ lalu Rasulullah bersabda: “Hai orang-orang, sesungguhnya kalian telah tergesa-gesa (untuk mengambil) kebun orang-orang Yahudi, ingatlah!!! Tidak halal hartanya orang-orang yang hidup di bawah perjanjian kecuali dengan haknya, dan haram atas kalian daging keledai jinak, kuda jinak dan baghal jinak, dan setiap binatang-binatang yang memiliki taring dari jenis binatang buas, dan setiap binatang yang memiliki kuku pencakar dari jenis burung.”

Seolah-olah kejadian ini terjadi setelah diberikannya kepada mereka (orang-orang Yahudi) perjanjian dan muamalah dengan syarat, wallahu a’lam.

Sekiranya hadits ini shahih, tentu akan menjadi nash dalam keharaman daging kuda, tetapi hadits ini tidak dapat menandingi apa yang telah ditetapkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Jabir Ibnu `Abdillah berkata: “Rasulullah perbolehkan daging kuda.” Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan dua isnad yang masing-masing isnad atas syarat Imam Muslim, dari Jabir Ibnu Abdillah berkata: Kami menyembelih pada perang Khaibar kuda, baghal dan keledai, lalu Rasulullah melarang kami dari baghal dan keledai dan beliau tidak melarang kami dari kuda.

Dan riwayat dalam Shahih Muslim, dari Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anha berkata: “Kami menyembelih kuda pada zaman Rasulullah, lalu kami memakannya, sedangkan kami (waktu itu) di Madinah.” Hadits-hadits ini merupakan dalil yang lebih jelas, lebih kuat dan lebih tetap. Maka sebagian besar para ulama, Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, pengikut-pengikut mereka, dan sebagian besar ulama Salaf dan Khalaf (mengarah) kepada pemahaman itu. Wallahu a’lam.

Nash (ayat) di atas menunjukkan dalil atas diperbolehkannya menunggang binatang-binatang tersebut, di antaranya adalah baghal. Rasulullah pemah dihadiahi seekor baghal, dan waktu itu Rasulullah menungganginya, sedangkan beliau melarang perkawinan keledai atas kuda agar keturunan tidak putus.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 5-7

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 5-7“5. dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. 6. dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. 7. dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” (an-Nahl: 5-7)

Allah memberi anugerah kepada hamba-Nya dengan apa yang diciptakan untuk mereka, berupa binatang-binatang ternak, yaitu unta, sapi dan domba. Sebagaimana Allah telah merincinya dalam surah al-An’am, hingga berjumlah delapan pasang. Dan Allah jadikan pula untuk mereka kemashlahatan dan kemanfaatan yang terdapat pada binatang-binatang itu, dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing. Mereka dapat menggunakannya sebagai pakaian dan permadani. Merekapun minum susunya dan makan anak-anak binatang tersebut.

Dan Allah jadikan pula untuk mereka keindahan dan perhiasan yang terdapat pada binatang-binatang itu, maka untuk itu Allah berfirman: wa lakum fiiHaa jamaalun hiina turiihuun (“Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya ketika kamu membawanya kembali ke kandang.”) yaitu pada pulangnya pada petang hari dari tempat penggembalaan, karena sesungguhnya tempat itulah yang memanjangkan tulang rusuk, membesarkan susu dan meninggikan punuk. Wa hiina tasrahuun (“Dan ketika kamu melepaskanya ke tempat penggembalaan.”) yaitu pada pagi hari ketika kamu membawanya ke tempat penggembalaan. Wa tahmilu atsqaalakum (“Dan ia memikul beban-bebanmu.”) yaitu beban-beban yang berat yang kamu tidak mampu memindahkannya dan memikulnya,

Ilaa baladil lam takuunuu baalighiiHi illaa bisyiqqil anfusy (“Ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya melainkan dengan kesukaran-kesukaran [yang memayahkan] diri.”) Dan itu semua adalah dalam haji, umrah, peperangan, perdagangan dan sejenisnya. Kamu semua menggunakannya dalam berbagai macam penggunaan, seperti tunggangan dan angkutan.

Sebagaiman firman Allah yang artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagimu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untukmu, dan sebagian darinya kamu makan. Dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) diatas perahu-perahu kamu diangkut.” (QS. Al-Mu’minuun: 21-22)

Maka dari itu Allah berfirman di sini, setelah membeberkan nikmat-nikmat ini semua: inna rabbakum lara-uufur rahiim (“Sesungguhnya Rabbmu benar-benar Mahapengasih lagi Mahapenyayang.”) Artinya, Rabbmulah yang mengendalikan binatang-binatang ternak itu, dan menundukkannya untukmu.

Seperti firman Allah yang artinya: “Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri lalu mereka menguasainya dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan.” (QS. Yaasiin: 71-72)

Ibnu `Abbas berkata: LaHum fiiHaa dif-un (“Untuk kamu padanya ada [bulu] yang menghangatkan,”) maksudnya pakaian. Wa manaafi’u (“Dan berbagai manfaat,”) sesuatu yang kamu memanfa’atkannya berupa makanan dan minuman.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 3-4

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 3-4“3. Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan. 4. Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (an-Nahl: 3-4)

Allah memberi kabar tentang ciptaan-Nya [yang berupa] alam atas yaitu langit dan alam bawah yaitu bumi dan seisinya, bahwa itu semua diciptakan dengan haq, tidak untuk main-main, melainnkan: “Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap ada yang telah mereka kerjakan. Dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik [surga].”(an-Najm: 31). Lalu Allah membersihkan diri-Nya dari persekutuan orang yang menyembah-Nya dan menyembah yang lain-Nya, karena Dia yang mandiri dalam menciptakan, sendiri tiada sekutu bagi-Nya, maka dari itu hanya Dia-lah yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. lalu Allah mengingatkan atas penciptaan manusia [bahwa kejadiannya] dari mani, yaitu air yang menjijikkan dan lemah, dan ketika dia telah mandiri dan berkembang, tiba-tiba dia membantah Rabb-nya, mendustakan-Nya dan memerangi para Rasul-Nya, sedangkan dia diciptakan sebenarnya adalah sebagai hamba, bukan musuh. Sebagaimana firman Allah yang artinya:

“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya.” (al-Furqaan: 54-55)

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Bisyir bin Jahhasy, bahwa Rasulullah saw. meludah di telapak tangannya, lalu beliau bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Hai anak Adam! Bagaimana mungkin kamu meremehkan Aku dan Aku telah menciptakan kamu dari benda yang seperti ini, sehingga setelah Aku sempurnakan kejadianmu, dan Aku jadikan [susunan tubuh]mu seimbang, kamu berjalan dengan kedua kakimu, dan di bumi ada tempat kuburan bagimu. Lalu kamu kumpulkan harta dan kamu kikir, sehingga ketika kamu telah sekarat kamu berkata: ‘Aku akan bershadaqah, dan kapankah waktu shadaqah itu?’’”

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 2

15 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 2“2. Dia menurunkan Para Malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, Yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku”. (an-Nahl: 2)

Allah berfirman: yunazzilul malaa-ikata bir ruuhi (“Dia menurunkan para malaikat dengan [mebawa] ruh.”) maksudnya wahyu. Dan firman Allah: ‘alaa may yasyaa-u min ‘ibaadiHi (“Kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.”) mereka adalah para Nabi, sebagaimana Allah berfirman: AllaaHu a’lamu haitsu yaj’alu risaalataHu (“Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan.”)(al-An’am: 124)

Dan firman-Nya pula: AllaHu yashthafii minal malaa-ikati rusulaw wa minan naas (“Allah memilih utusan-utusan[Nya] dari Malaikat dan manusia.”)(al-Hajj: 75)
Fiman-Nya: an andziruu (“Peringatkanlah olehmu sekalian”) maksudnya agar mereka semua diberi peringatan: annaHuu laa ilaaHa illaa ana fattaquun (“Bahwasannya tidak ada ilah [yang haq] melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.”) maksudnya takutlah kamu kepada siksa-Ku , yang Aku peruntukkan bagi orang yang membangkang terhadap perintahku dan menyembah selain Aku.

Bersambung