Arsip | 06.57

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 41-42

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 41-42“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (QS. 16:41) (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakkal. (QS. 16:42)” (an-Nahl: 41-42)

Allah memberi kabar tentang balasan-Nya yang diperuntukkan bagi orang-orang yang hijrah di jalan-Nya untuk mencari keridhaan-Nya, yaitu orang-orang yang meninggalkan rumah, saudara dan teman dekat, demi mengharapkan pahala Allah dan ganjaran-Nya.

Dimungkinkan pula bahwa sebab turunnya ayat adalah berkenaan dengan orang-orang yang hijrah ke Habasyah, yaitu orang-orang yang disakiti secara kejam oleh kaumnya di Makkah, sehingga mereka keluar dari tengah-tengah mereka menuju negeri Habasyah, agar mereka dapat melaksanakan ibadah kepada Rabbnya, dan di antara tokoh mereka adalah `Utsman bin `Affan yang disertai isterinya Ruqayyah binti Rasulullah saw, dan Ja’far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah dan Abu Salamah bin `Abdil Aswad, mereka dalam satu kelompok yang berjumlah sekitar delapan puluh orang laki-laki dan perempuan yang mereka semua adalah orang-orang jujur.

Mudah-mudahan Allah meridhai mereka dan Allah membuat mereka ridha, dan Allah telah melaksanakan hal itu, Allah Ta’ala menjanjikan untuk mereka balasan yang baik di dunia dan di akhirat, maka Allah berfirman: lanubawwa-annaHum fid-dun-yaa hasanatun (“Pasti Kami akan memberi tempat yang bagus kepada mereka di dunia.”)

Ibnu `Abbas, asy-Sya’bi dan Qatadah berkata: “Yaitu Madinah,” dan Mujahid berkata: “Berupa rizki yang baik,” dan kedua pendapat ini tidak saling bertentangan, karena sesungguhnya mereka meninggalkan rumah dan harta, kemudian Allah mengganti mereka dengan yang lebih baik di dunia, karena sesungguhnya orang yang meninggalkan sesuatu demi Allah, Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu itu untuknya.

Dan itu semua telah terjadi, karena sesungguhnya Allah telah menempatkan mereka di berbagai negeri, dan Allah jadikan mereka menguasai penduduknya, dan jadilah mereka pemimpin-pemimpin dan hakim-hakim. Masing-masing dari mereka adalah pemimpin untuk orang-orang yang bertakwa.

Dan Allah memberi khabar bahwa pahala yang Dia berikan untuk orang-orang Muhajirin di negeri akhirat adalah lebih besar daripada yang Dia berikan kepada mereka di dunia, maka Allah berfirman: wa la ajrul aakhirati akbaru (“Dan sesunguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar,”) maksudnya daripada sesuatu yang Kami berikan kepada mereka di dunia: lau kaanuu ya’lamuun (“Kalau mereka mengetahui,”) maksudnya, jika orang-orang yang tidak mau hijrah bersama mereka, mengetahui apa yang Allah simpan untuk orang-orang yang mentaati-Nya dan mengikuti Rasul-Nya.

Maka dari itu berkata Husyaim, dari al-‘Awwam dari seseorang yang bercerita kepadanya, sesunguhnya `Umar Ibnul Khaththab bila memberi suatu pemberian kepada orang laki-laki dari kaum Muhajirin, beliau berkata: “Ambillah, mudah-mudahan Allah memberi barakah untukrnu di dalamnya, inilah yang Allah janjikan untukmu di dunia, dan yang Allah simpan untukmu di akhirat lebih mulia.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia, dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.”

Kemudian Allah mensifati mereka, Allah berfirman: alladziina shabaruu wa ‘alaa rabbiHim yatawakkaluun (“[Yaitu] orang-orang yang sabar dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakkal.”) Maksudnya, mereka bersabar atas siksaan dari kaumnya, sambil bertawakkal
kepada Allah yang membuat akibat lebih baik di dunia dan akhirat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 38-40

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 38-40“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: ‘Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.’ (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui, (QS. 16:38) agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta. (QS. 16:39) Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: ‘Kun (jadilah),” maka jadilah ia. (QS. 16:40)” (an-Nahl: 38-40)

Allah Ta’ala berfirman seraya memberi khabar tentang orang-orang musyrik, bahwa sesungguhnya mereka telah bersumpah dengan nama Allah dengan sebenar-benarnya sumpah. Maksudnya bersungguh-sungguh dalam sumpah, bahwa sesungguhnya Allah tidak membangkitkan orang-orang yang telah mati, maksudnya mereka menjauhkan keyakinan itu dan mendustakan para Rasul, ketika para Rasul itu memberi khabar kepada mereka dengan hal itu dan mereka bersumpah untuk melanggarnya, maka Allah berfirman seraya menyangkal dan menolak mereka: balaa (“Tidak demikian”) maksudnya bahkan akan ada; wa’dan ‘alaiHi haqqan (“sebagai suatu janji [pasti Allah akan membangkitkannya] yang benar dari Allah,”) maksudnya pasti ada.

Wa laakinna aktsaran naasi laa ya’lamuun (“Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”) maksudnya karena kebodohan mereka, mereka menetang para Rasul, danmereka berada dalam kekafiran. Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan hikmah-Nya pada hari dikembalikannya semua makhluk, dan hari bangkitnya jasad-jasad, yaitu hari Kiamat. Maka Allah menjelaskan kepada mereka: liyubayyina laHum (“Agar Allah menjelaskan kepada mereka.”) maksudnya kepada manusia; alladzii yakhtalifuuna fiiHi (“Apa yang mereka perselisihkan itu,”) maksudnya dari setiap sesuatu.

“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat, dan terhadap apa yang telah mereka kerjakan, dan memberi balasan kepada orang orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)

Wa liya’lamal ladziina kafaruu annaHum kaanuu kaadzibiin (“Dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta,”) maksudnya dalam sumpah mereka bahwasanya Allah tidak membangkitkan orang yang telah mati. Maka dari itu mereka akan digiring pada hari Kiamat ke neraka Jahannam, Malaikat Zabaniyah berkata kepada mereka:
“(Dikatakan kepada mereka): ‘Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya.’ Maka apakah ini sihir ataukah kamu tidak melihat? Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Ath-Thuur: 14-16)

Kemudian Allah Ta’ala memberi khabar tentang kekuasaan-Nya atas apa yang Dia kehendaki. Dan sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang mampu melemahkan-Nya baik di bumi maupun di iangit, akan tetapi perintah-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu, Dia berfirman: kun fayakuun (“Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu,”) dan kebangkitan manusia kelak apabila Allah menghendaki keadaan seperti itu, maka Dia memerintahkan dalam satu kali perintah, terjadilah sesuatu yang Dia kehendaki.

Innamaa qaulunaa lisyai-in idzaa aradnaaHu an naquula laHuu kun fayakuun (“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: ‘Kun (jadilah)!’ Maka jadilah ia.”) Maksudnya, Allah Ta’ala tidak membutuhkan pengukuhan terhadap apa yang Dia perintahkan, karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak ada yang mampu melarang dan tidak ada yang mampu menentang, karena Dia yang Mahaesa, Mahaperkasa dan Mahaagung, yang kerajaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan wibawa-Nya mengalahkan segala sesuatu. Maka tidak ada Ilah selain Dia, dan tidak ada Rabb selain-Nya.

Dan berkata Ibnu Abi Hatim bahwa al-Hasan Ibnu Muhammad lbnu ash-Shabah menyebutkan, Hajjaj mengisahkan kepadaku dari Ibnu Juraij, ia berkata, ‘Atha’ memberi khabar kepadaku bahwa sesungguhnya dia mendengar Abu Hurairah ra. berkata, “Allah Ta’ala berfirman: ‘Anak Adam mencaci-maki Aku dan itu tidak layak baginya, dan anak Adam mendustai Aku dan itu tidak layak baginya. Adapun dustanya terhadap-Ku, maka Allah berfirman: ‘Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.’”

Abu Hurairah berkata: “Aku (Allah) berfirman: ‘(Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Adapun cacimakinya terhadap-Ku, maka Allah berfirman: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga,’ (QS. Al-Maa-idah: 73). Dan aku katakan: ‘Katakanlah: Dialah Allah yang Mahaesa, Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’ (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Demikianlah Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hadits secara mauquf, dan hadits itu diriwayatkan dalam ash-Shahihain secara marfu’ dengan lafazh yang berbeda.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 35-37

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 35-37“Dan berkatalah orang-orang musyrik: ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.’ Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para Rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS. 16:35) Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,’ maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para Rasul). (QS. 16:36) Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (QS. 16:37)” (an-Nahl: 35-37)

Allah Ta’ala memberi khabar tentang terperdayanya orang-orang musyrik dengan apa yang mereka berada dalam kemusyrikan dan alasan-alasan kemusyrikan itu, mereka pun berdalil dengan takdir, mereka berkata: lau syaa-allaaHu maa ‘abadnaa min duuniHii min syai-in nahnu walaa abaa-unaa wa laa harramnaa min duuniHii min syai-in (“Jika Allah menghendaki niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia baik kami maupun bapak-bapak kami dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu tanpa [izin]-Nya.”)

Maksudnya bahaa-ir, sawaa-ib, washaa-il dan lain sebagainya yang mereka ada-adakan dan direka-reka oleh diri mereka sendiri yang Allah tidak menurunkan keterangan lain, dan tidak mengajarkannya. Bahaa-ir adalah jama’ dari kalimat bahiirah, yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil air susunya. Dan sawaa-ib adalah jamak dan kalimat saa-ibah, yaitu unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran sesuatu nadzar. Sedangkan washaa-il adalah jama’ dari kalimat washiilah, yaitu seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washiilah tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.

Adapun ucapan mereka bahwa seandainya Allah Ta’ala benci terhadap apa
yang kami kerjakan, tentunya Allah telah mengingkarinya dengan menurunkan siksa-Nya, dan mengapa Allah menguasakan hal tersebut kepada kami?

Allah Ta’ala berfirman untuk menolak atas tuduhan mereka: faHal ‘alar rusuli illal balaaghul mubiin (“Maka tidak ada kewajiban atas para Rasul, selain dari menyampaikan [amanat Allah] dengan terang,”) maksudnya, permasalahan bukanlah seperti yang kalian duga, sesungguhnya Allah bukan hanya mengingkari perbuatan kalian, akan tetapi Allah benar-benar mengingkari dan melarang perbuatan itu.

Dan Allah mengutus pada tiap-tiap umat, maksudnya pada setiap generasi dan golongan manusia seorang Rasul dan masing-masing Rasul itu mengajak beribadah kepada Allah dan melarang beribadah kepada selain-Nya, maka Allah Ta’ala tidak henti-henti mengutus para Rasul-Nya kepada manusia dengan tujuan yang sama, semenjak terjadi kemusyrikan pada anak Adam di zaman Nabi Nuh as. Maka jadilah beliau Rasul pertama yang Allah mengutusnya untuk penduduk bumi, hingga Allah mengakhiri mereka dengan Muhammad yang dakwahnya tersusun untuk manusia dan jin di Timur dan di Barat, dan mereka semua seperti apa yang Allah Ta’ala firmankan yang artinya:

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiyaa’: 25)

Dan Allah Ta’ala berfirman dalam ayat yang mulia ini: wa laqad ba’atsnaa fii kulli ummatir rasuulan an a’budullaaHa wajtanibuth-thaaghuut (“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat [untuk menyerukan] sembahlah Allah [saja] dan jauhilah thaghut itu,”) maka bagaimana mungkin setelah itu Allah membiarkan salah seorang dari orang-orang musyrik untuk berkata: lau syaa allaaHu maa ‘abadnaa min duuniHii min syai-in (“Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia.”)

Maka kehendak Allah Ta’ ala yang bersifat syar’iyyah, yang mereka gunakan untuk alasan adalah manfiy (tidak ada), karena Allah telah melarang mereka dari itu semua melalui lisan para Rasul-Nya. Adapun kehendak-Nya yang bersifat kauniyyah yaitu penguasaan semua itu terhadap mereka secara takdir, bukanlah merupakan dalil untuk mereka, karena Allah Ta’ala menciptakan neraka dan penghuninya yang berupa syaitan dan orang-orang kafir, sedangkan Dia tidak ridha kekufuran terhadap hamba-Nya. Dan Allah dalam hal itu memiliki hujjah (dalil) yang sangat mengena, dan hikmah yang sangat pasti. Kemudian sesungguhnya
Allah Ta’ala telah memberi khabar, bahwa Dia benar-benar mengingkari mereka dengan menurunkan siksa di dunia setelah para Rasul itu memberi peringatan.

Maka dari itu Allah berfirman: fa minHum man HadallaaHu wa min Hum man haqqat ‘alaiHidl-dlalaalatu fasiiruu fil ardli fandhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadz-dzibiin (“Maka di antara umat itu ada orang-orang yang di beri petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan [para Rasul],”) maksudnya tanyakanlah olehmu bagaimana kesudahan orang-orang yang menentang para Rasul dan mendustakan kebenaran. Bagaimana: “Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS. Muhammad: 10)

Maka Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya orang-orang yang sehelum mereka telah mendustakan [para Rasul-nya] maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku.” (QS. Al-Mulk: 18)

Kemudian Allah Ta’ala memberi khabar kepada Rasul-Nya bahwa harapannya agar mereka mendapat petunjuk, tidak ada manfaatnya bagi mereka, jika Allah benar-benar berkehendak untuk menyesatkan mereka. Dan Allah telah berfirman dalam ayat yang mulia ini: in tahrish ‘alaa HudaaHum fa innallaaHa laa yaHdii may yu-dlill (“Jika kamu sangat mengharapkan agar
mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang di sesatkan-Nya; sebagaimana firman Allah yang artinya: “Barangsiapa yang Allah sesatkan maka baginya tak ada orang yang [dapat] memberi petunjuk, dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.” (QS. Al-A’raaf: 186)

Dan firman Allah: fa innallaaHa (“Maka sesungguhnya Allah,”) maksudnya, kehendak-Nya dan perintah-Nya, bahwa sesuatu yang Dia kehendaki pasti ada. Dan sesuatu yang Dia tidak kehendaki pasti tidak ada. Maka dari itu Allah berfirman: laa yaHdii may yu-dlill (“Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya,”) maksudnya, orang yang Dia sesatkan, lalu siapakah yang dapat memberi petunjuk setelah Allah? Maksudnya, tak seorang pun.

Wa maa laHum min naashiriin (“Dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong,”) maksudnya, menyelamatkan mereka dari siksa-Nya dan ikatan-Nya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 33-34

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 33-34“Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya para Malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Rabbmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. (QS. 16:33) Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh adzab yang selalu mereka perolok-olokkan. (QS. 16:34)” (an-Nahl: 33-34)

Allah Ta’ala berfirman seraya memberi ancaman terhadap orang-orang musyrik atas bertahannya mereka dalam kebathilan, dan terperdayanya mereka dengan dunia, tidak ada yang ditunggu-tunggu oleh mereka, kecuali Malaikat yang mendatangi mereka untuk mencabut ruh mereka. Qatadah berkata: au ya’tiya amru rabbika (“Atau datangnya perintah Rabbmu,”) maksudnya hari Kiamat dan apa yang mereka saksikan dari yang sangat menakutkan.

Dan firman Allah: kadzaalika fa’alal ladziina min qabliHim (“Demikianlah yang diperbuat oleh orang-orang [kafir] sebelum mereka,”) maksudnya demikian pula pendahulu-pendahulu, teman-teman dan kawan-kawan mereka yang berkepanjangan dalam kemusyrikan, sehingga mereka mencicipi siksa Allah dan menepati adzab dan hukuman.

Wa maa dhalama HumullaaHu (“Dan Allah tidak menganiaya mereka,”) karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberi alasan dan mendirikan dalil-dalil kepada mereka dengan mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Nya.

Walaakin kaanuu anfusaHum yadhlimuun (“Akan tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri,”) maksudnya dengan menentang para Rasul dan mendustakan apa yang dibawa para Rasul itu. Maka dari itu mereka ditimpa siksa Allah atas kejahatan mereka sendiri. Wa haaqa biHim (“Dan mereka diliputi,”) maksudnya siksa yang sangat pedih meliputi mereka; maa kaanuu biHii yastaHzi-uun (“Adzab yang selalu mereka olok-olokkan,”) maksudnya mereka mengejek para Rasul bila para Rasul itu mengancam mereka dengan siksa Allah.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 30-32

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 30-32“Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Rabbmu.’ Mereka menjawab: ‘(Allah telah menurunkan) kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (QS. 16:30) (yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa, (QS. 16:31) (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): ‘Salaamun alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. 16:32) (an-Nahl: 30-32)

Ini adalah khabar tentang orang-orang yang beruntung, kebalikan dari apa yang telah Allah khabarkan sebelumnya, yaitu tentang orang-orang yang celaka, yang apabila di katakan kepada mereka: maa dzaa anzala rabbukum (“Apakah yang diturunkan oleh Rabbmu?”) mereka menjawab seraya berpaling dari jawaban, Rabb tidak menurunkan apa-apa, sesungguhnya (al-Qur’an) ini adalah dongengan-dongengan orang-orang terdahulu.

Sedangkan orang-orang yang beruntung (orang-orang yang bertakwa) menjawab: “Baik,” maksudnya, Allah menurunkan kebaikan, yaitu rahmat dan barakah untuk orang yang mengikuti-Nya dan beriman kepada-Nya. Kemudian Allah memberi khabar tentang apa yang dijanjikan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, di dalam apa yang telah Allah turunkan kepada para Rasul-Nya, maka Allah berfirman: lil ladziina ahsanuu fii HaadziHid dun-yaa hasanatun… (“Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat pembalasan yang baik..”) dan ayat seterusnya.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Barangsiapa yang mengamalkan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan (sedang) dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan,” (QS. An-Nahl: 97)

Maksudnya, dari kebaikan amalnya di dunia, Allah memberikan kepadanya kebaikan di dunia dan akhirat. Kemudian Allah memberi khabar bahwa sesungguhnya negeri akhirat lebih baik, maksudnya dari kehidupan di dunia dan pembalasan di dalamnya lebih sempurna daripada pembalasan di dunia. Kemudian Allah memberi kriteria negeri akhirat, maka Allah berfirman: wa lani’ma daarul muttaqiin (“Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa,”) dan firman-Nya: jannaatu ‘adnin (“Yaitu surga Adn,”) kalimat ini adalah badal dari kalimat “Darul mut’taqiin” (tempat bagi orang-orang yang bertakwa), maksudnya di akhirat mereka mendapatkan surga `Adn, yaitu tempat yang mereka masuk ke dalamnya; tajrii min tahtiHal anHaaru (“Mengalir di bawahnya sungai-sungai,”) maksudnya di antara pohon-pohonnya dan istana-istananya.

laHum fiiHaa maa yasyaa-uuna (“Di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki,”) kadzaalika yajzillaaHul muttaqiin (“Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa,”) maksudnya begitulah Allah membalas setiap orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya dan berbuat baik atas perbuatannya.

Kemudian Allah Ta’ala memberi khabar tentang keadaan mereka di saat mereka menghadapi kematian, bahwa sesungguhnya mereka itu dalam keadaan thayyib, maksudnya mereka bebas dari kemusyrikan, kekotoran dan dari setiap kejahatan, dan bahwasanya para Malaikat memberi salam dan khabar gembira kepada mereka dengan surga. Dan telah kami sebutkan hadits-hadits yang menerangkan tentang di cabutnya ruh orang mukmin dan ruh orang kafir di dalam firman Allah Ta’ala: yutsabbitullaaHul ladziina aamanuu bil qaulits tsaabiti (“Allah meneguhkan [iman] orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh.” (QS. Ibrahim: 27)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 28-29

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 28-29“(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para Malaikat dalam keadaan berbuat dhalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); ‘Kami sekali-kali tidak mengerjakan suatu kejahatan pun.’ (Malaikat menjawab): ‘Ada, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang telah kamu kerjakan.’ (QS. 16:28) Maka masukilah pintu pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. 16:29)” (an-Nahl: 28-29)

Allah memberi khabar tentang keadaan orang-orang musyrik yang menganiaya diri mereka sendiri, ketika mereka kedatangan Malaikat untuk mencabut ruh-ruh mereka yang jahat: fa alqawus salama (“Mereka menyerah diri [sambil berkata]:”) maksudnya, mereka menampakkan bahwa mereka mendengar, taat, tunduk sambil berkata: maa kunna na’malu min suu-in (“Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun.”) seperti apa yang mereka katakan pada hari Kiamat: “Demi Allah Rabb kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (QS. Al-An’aam: 23)

Allah berfirman seraya menolak perkataan mereka itu: balaa innallaaHa ‘aliimum bimaa kuntum ta’maluuna. Fad-khuluu abwaaba jaHannama khaalidiina fiiHaa falabi’sal matswal mutakabbiriin (“Ada, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang telah kamu kerjakan, maka masukilah pintu-pintu neraka jahannam, kamu kekal di dalamnya maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu,”) maksudnya, alangkah buruknya perkataan, kedudukan dan tempat, dari rumah yang hina untuk orang-orang yang menyombongkan diri dari ayat-ayat Allah, dan dari mengikuti para utusan-Nya.

Dan mereka itu masuk neraka jahannam sejak hari kematian mereka dengan ruh-ruh mereka, dan jasad-jasad mereka mendapatkannya di dalam kubur mereka, panasnya Jahannam dan getirnya. Kemudian pada hari Kiamat, ruh-ruh mereka menyatu dengan jasad-jasad mereka dan kekal abadi di neraka Jahannam.

“Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka adzab-Nya.” (QS. Faathir: 36)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 26-27

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 26-27“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari pondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah adzab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. (QS. 16:26) Kemudian Allah menghinakan mereka di hari Kiamat, dan berfirman: ‘Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (para Nabi dan orang-orang mukmin).’ Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: ‘Sesungguhnya kehinaan dan adzab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir.’ (QS. 16:27)” (an-Nahl: 26-27)

Al-`Aufi berkata, dari Ibnu `Abbas dalam firman Allah: qad makaral ladziina min qabliHim (“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar,”) dialah Namrudz yang membangun bangunan tinggi yang menjulang ke langit, yang Allah Ta’ala berfirman: fa ataaHullaaHu bun-yaanaHum minal qawaa’idi (“Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari pondasinya,”) dan ulama-ulama lain berkata: Ini adalah sebagian dari perumpamaan untuk merusak apa yang di perbuat oleh mereka-mereka yang kafir kepada Allah, dan membuat sekutu dalam beribadah kepada-Nya sebagaimana Nabi Nuh as. berkata: “Dan melakukan tipu daya yang sangat besar,” (QS. Nuh: 22).

Maksudnya, menipu dalam penyesatan manusia dengan segala tipu daya dan membelokkan mereka ke dalam kemusyrikan, dengan segala cara, seperti apa yang diucapkan oleh pengikut-pengikut mereka kepada mereka, pada hari Kiamat.
“Tidak, sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami),” (QS. Saba’: 33), dan ayat seterusnya.

Firman Allah: fa ataaHullaaHu bun-yaanaHum minal qawaa’idi (“Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari pondasinya,”) maksudnya mencabut dari pangkalnya dan membatalkan amal mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya,” (QS. Al-Maa-idah: 64).

Dan Allah berfirman di sini: fa atallaaHu bun-yaanaHum minal qawaa’idi fakharra ‘alaiHimus saqfu min fauqiHim wa ataaHumul ‘adzaabu min haitsu laa yasy’uruuna tsumma yaumal qiyaamaati yukhziiHim (“Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari pondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas dan datanglah adzab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari kemudian Allah menghinakan di hari Kiamat,”) maksudnya, Allah memperlihatkan kebobrokan mereka dan apa yang mereka sembunyikan di hati mereka, maka Allah jadikan itu Nampak nyata.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Pada hari dinampakkannya segala rahasia,” (QS. Ath-Thaariq: 9). Maksudnya, menjadi jelas dan terbuka semua rahasia, sebagaimana di sebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu `Umar berkata, Rasulullah bersabda:
“Pada hari Kiamat akan di dirikan bendera untuk setiap pembangkang pada pinggangnya, dengan yang setimpal dengan penyelewangannya, lalu dikatakan ini penyelewengan Fulan bin Fulan.”

Demikianlah, akan nampak jelas kepada manusia apa yang mereka sembunyikan yang berupa tipu-daya, dan Allah menghinakan mereka di hadapan para makhluk. Dan Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata kepada mereka dengan nada mencela dan mengecam mereka: aina syuraka-iyal ladziina kuntum tusyaaquuna fiiHim (“Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu [yang karena membelanya] kamu selalu memusuhi mereka [para Nabi dan orang-orang mukmin].”) Kamu berperang dan berbuat garang di jalan sekutu-sekutu itu padahal, mana pertolongan mereka dan penyelamatan mereka di sini?

Hal yanshuruunakum au yantashiruun (“Dapatkah mereka menolongmu atau menolong diri mereka sendiri,”) (QS. Asy-Syu’araa’: 93). Maka ketika bukti telah di hadapkan kepada mereka, dalil telah tegak, dan keputusan telah nyata, mereka diam dan tidak punya alasan lagi, ketika tidak ada tempat melarikan diri.
Qaalal ladziina uutul ‘ilma (“Berkatalah orang-orang yang telah di beri ilmu,”) mereka adalah para pemimpin dunia dan akhirat, dan orang-orang yang mengerti tentang kebenaran di dunia dan akhirat, maka mereka berkata pada hari itu: innal khizyal yauma was suu-a ‘alal kaafiriin (“Sesungguhngya kehinaan dan adzab hari ini ditimpakan atas orang-orang kafir,”) maksudnya, cela dan siksa pada hari ini menyelimuti orang-orang yang kafir kepada Allah dan orang-orang yang menyekutukan-Nya dengan sekutu yang tidak dapat memberi bahaya
dan tidak pula memberi manfaat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 24-25

16 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 24-25“Dan apabila dikatakan terhadap mereka, ‘Apakab yang telah diturunkan Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Dongengan-dongengan orang-orang dahulu.’ (QS. 16:24) (Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada bari Kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (babwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (QS. 16:25)” (an-Nahl: 24-25)

Allah Ta’ala berfirman, jika dikatakan kepada mereka-mereka para pendusta: maa dzaa anzala rabbukum, qaala (“’Apakah yang telah diturunkan Rabbmu,’ mereka menjawab,”) seraya berpaling dari jawaban: asaathiirul awwaliin (“Dongeng-dongeng orang-orang terdahulu,”) maksudnya Allah tidak menurunkan sesuatu, sesungguhnya apa yang dibacakan kepada kami hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, maksudnya diambil dari kitab-kitab orang-orang terdahulu.

Allah Ta’ala berfirman: qaaluu asaathiirul awwaliinak tatabaHaa faHiya tumlaa ‘alaiHi bukrataw wa ashiilan (“Dan mereka berkata: ‘Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, di mintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.’”) (QS. Al-Furqaan: 5). Maksudnya, mereka mendustakan Rasul, dan mereka berkata dengan perkataan yang saling bertentangan dan berbeda, dan kesemuanya itu adalah bathil. Karena sesungguhnya setiap orang yang keluar dari kebenaran, apa pun perkataannya, dia dianggap salah.

Dan mereka berkata: “(Muhammad) itu tukang sihir, ahli sya’ir, dukun dan orang gila.” Perkataan mereka itu bermuara kepada apa yang telah direka-reka oleh guru mereka satu-satunya yang bernama al-Walid Ibnul Mughirah al-Makhzumi, ketika:
“Dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang di tetapkannya) maka celakalah dia ! Bagaimankah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia ! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah dia bermasam muka dan mengerut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata (al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu).” (QS. Al-Muddatstsir: 18-24)

Maksudnya, disalin dan di ceritakan. Kemudian mereka berpencar dengan membawa ucapannya dan pendapatnya. Mudah-mudahan Allah membuat mereka menjadi jelek.

Allah Ta’ala berfirman: liyahmiluu auzaaraHum kaamilatay yaumal qiyaamati wa min auzaaril ladziina yudlilluunaHum bighairi ‘ilmi (“Ucapan mereka menyebabkan mereka rnemikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari Kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun, (bahwa mereka di sesatkan),”) maksudnya, Kami benar-benar mentakdirkan mereka untuk berkata seperti itu, agar mereka menanggung dosa-dosa mereka sendiri dan dosa-dosa orang-orang yang mengikuti dan setuju kepada mereka, maksudnya kesalahan-kesalahan mereka menimpa mereka sendiri. Begitu juga kesalahan penipuan mereka terhadap orang lain, dan keikutsertaan orang itu pada mereka. sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:

“Barangsiapa mengajak kebaikan, dia mendapatkan pahala seperti pahala-pahalanya orang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa mengajak kesesatan dia mendapatkan dosa, seperti dosa-dosanya orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Abu Dawud [4609], Ibnu Majah [206] dan Imam Ahmad)

Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari Kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan. ” (QS. Al-Ankabuut: 13)

Demikian pula al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu `Abbas dalam ayat. Dan Mujahid berkata: “Mereka memikul beban-beban dosa mereka, dan dosa-dosa orang yang mentaati mereka, dan hal itu tidak meringankan siksa terhadap orang yang mentaati mereka.”

Bersambung