Arsip | 17.05

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 21-25

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 21-25“21. dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. 22. dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. 23. dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. 24. dan Sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada-mu dan Sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripadamu). 25. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang akan menghimpunkan mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (al-Hijr: 21-25)

Allah memberitahukan bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu, segala sesuatu itu sangat mudah bagi-Nya, gudang segala sesuatu dengna segala macam iatu berada di sisi-Nya: wa maa nunazziluHu illaa biqadarim ma’luum (“dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”) sebagaimana yang Dia kehendaki dan inginkan, itu mengandung hikmah yang besar, dan rahmat bagi hamba-Nya, bukan merupakan kewajiban, tetapi Allah mewajibkan kepada diri-Nya kasih sayang [rahmat] untuk hamba-hamba-Nya.

Yazin bin Abu Ziyad meriwayatkan dari Abu Juhaifah, dari ‘Abdullah, bahwa tidak ada tahun yang lebih banyak hujannya daripada tahun yang lain, tetapi Allah membaginya sesuai dengan kehendak-Nya, satu tahun hujan turun di sini dan satu tahun di sana. Kemudian membaca ayat: wa im ming syai-in illaa ‘indanaa khazaa-inuHu (“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya.”) diriwiyatkan oleh Ibnu Jarir.

Firman Allah: wa arsalnar riyaaha lawaakiha (“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan.”) maksudnya mengawinkan mendung sehingga menurunkan hujan, mengawinkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan sehingga terbuka daun-daun dan bunga-bunganya. Allah menyebutnya dengan bentuk jama’ untuk menunjukkan angin yang membuahi, bukan angin yang mandul, karena angin yang kedua ini sering disebutkan dengan bentuk mufrad dan disifati dengan mandul karena tidak dapat membuahi, karena pembuahan itu hanya terjadi antara dua benda [bunga jantan dan betina] atau lebih.

Firman Allah: fa anzalnaa minas samaa’i maa-an fa asqainaa kumuuHu (“dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu.”) maksudnya, Kami turunkan hujan itu kepada kalian dengan air yang segar [tawar] yang dapat kalian minum. Jika Kami mengehendaki, maka Kami menjadikannya air yang asin, seperti yang disebutkan dalam surah al-Waaqi’ah.

Firman Allah: wa maa antum laHuu bikhaaziniin (“Dan sekali-sekali bukanlah kamu yang menyimpannya.”) Sufyan ats-Tsauri mengatakan, bikhaaziniin artinya bimaa ni’iin (yang mencegah air tersebut), dan ada kemungkinan artinya, bihaafidhiin (yang menjaga, yang memeliharanya). Tapi Kamilah yang menurunkannya, menjaganya untuk kalian dan menjadikannya mata air dan sumber air di bumi. Jika Allah menghendaki, pasti dijadikan-Nya mengering dan hilang. Tetapi karena kasih sayang [rahmat]-Nya, Allah menurunkannya, menjadikannya air yang segar [tawar] dan menyimpannya dalam mata air, sumur, sungai dan lain-lainnya, agar air tersebut tetap tersedia bagi mereka sepanjang tahun, sehingga mereka dapat minum dan memberi makan ternak mereka, mengairi sawah dan buah-buahan mereka.

Firman Allah: wa innaa lanahnu nuhyii wa numiitu (“Dan sesungguhnya benar-benar Kamilah yang menghidupkan dan mematikan.”) ayat ini memberitahukan tentang kekuasaan Allah untuk memulai penciptaan-Nya dan mengembalikannya lagi seperti semula, dan sesungguhnya Allah lah yang menghidupkan makhluk dari tidak ada, lalu mematikannya dan membangkitkannya kembali semuanya pada hari kiamat dan akhirnya Allah mewarisi bumi dan seluruh isinya, dan kepada-Nyalah semua dikembalikan.

Kemudian Allah memberitahukan tentang pengetahuan-Nya yang sempurna terhadap mereka semua, dari awal sampai akhir. Allah berfirman: wa laqad ‘alimnal mustaqdimiina mingkum (“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui yang terdahulu daripadamu.”) dan ayat seterusnya. Ibnu ‘Abbas berkata: “Orang-orang terdahulu adalah setiap orang yang meninggal sejak Adam as. dan orang-orang yang kemudian adalah orang yang masih hidup sekarang dan orang yang akan datang kemudian sampai hari kiamat.”

Pendapat serupa diriwayatkan pula dari ‘Ikrimah, Mujahid, adh-Dhahhak, Qatadah, Muhammad bin Ka’ab, asy-Sya’bi dan lain-lain, pendapat ini juga menjadi pilihan Ibnu Jarir.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 16-20

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 16-20“16. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (Nya), 17. dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk, 18. kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu Dia dikejar oleh semburan api yang terang. 19. dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. 20. dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.” (al-Hijr: 16-20)

Allah menyebutkan bahwa Allah telah menciptakan langit yang tinggi yang dihiasi dengan bintang-bintang yang berjalan dan yang tetapi bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkan berulang kali tentang keajaiban dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas dan yang dia lihat, yang membuat pemandangannya menakjubkan. Karena itu, Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa alburuj di sini adalah bintang-bintang. Ibnu Katsir mengatakan, ini adalah firman Allah Ta’ala: tabaarakalladzii ja’ala fis samaa-i buruujan (“Mahasuci Allah yangmenjadikan di langit gugusan-gugusan bintang.”)(al-Furqaan: 61)

Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa alburuj adalah tempat-tempat peredaran matahari dan bulan. Sedang ‘Athiyyah al-‘Aufi mengatakan bahwa alburuj adalah benteng tempat para penjaga, bila ada yang melanggar dan berusaha mencuri berita yang dapat didengar, maka dia dikejar oleh semburan api yang terang dan menghancurkannya.

Mungkin saja dia sudah memberitakan berita yang didengarnya sebelum disambar semburan api yang terang itu kepada yang di bawahnya dan diambil oleh yang lain diberikan kepada walinya [wali syaitan], sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih seperti yang dikatakan oleh al-Bukhari dalam menafsirkan ayat ini, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Bila Allah menetapkan suatu perkara di langit, malaikat memukul-mukul sayapnya karena tunduk kepada firman Allah, seolah-olah rantai yang dipukulkan ke atas batu.”

‘Ali dan juga yang lainnya mengatakan: “Batu yang menerobos mereka.” Dan ketika ketakutan mencekam hati mereka, mereka berkata: “Apa yang dikatakan Rabb kalian?” Mereka mengatakan: “[Perkataan] yang benar, dan Allah adalah Rabb yang Mahatinggi dan Mahabesar.”) maka didengarkan oleh para pencuri berita, dan para pencuri berita satu berada di atas yang lainnya. Sufyan menjelaskan dengan dengan jari-jari tangan kanannya yang direnggangkan satu di atas yang lain. Mungkin saja semburan api yang terang itu telah menyambar dan membakarnya sebelum dapat menyampaikan berita hasil curian kepada kawannya. Dan mungkin saja mereka tidak terkena sambaran api yang terang itu dan dapat menyampaikan berita itu kepada bawahannya dan akhirnya sampai di bumi. Sufyan mengatakan: “Sehingga akhirnya sampai ke bumi dan disampaikan ke mulut tukang sihir atau dukun lalu ditambah dengan ratusan kebohongan, lalu dibenarkan.” Maka mereka mengatakan: “Bukankah dia telah memberitahukan kepada kita hari ini, hari itu, tentang hal tertentu dan ternyata kata-kata kami dengar dari langit itu benar.”

Kemudian Allah menuturkan bagaimana Dia menciptakan bumi dan menjadikannya membentang luas dan datar, menjadikan gunung-gunung yang tegak, lembah-lembah, tanah [daratan], pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbas mengatakan tentang: ming kulli syai-im mauzuun (“Segala sesuatu dengan ukurannya.”) mauzun artinya maklum [diketahui, tertentu]. Demikian juga dikatakan oleh sa;id bin Jubair, ‘Ikrimah, Abu Malik, Mujahid, al-Hakam bin ‘Uyainah, al-Hasan bin Muhammad, Abu Shalih dan Qatadah. Sebagian ulama mengatakan: “Mauzun artinya ditentukan kadarnya.” Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan: “Mauzun ialah apa yang ditimbang oleh pada pedangan di pasar.”

Firman Allah: wa ja’alnaa lakum fiiHaa ma’aayisya (“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup.”) Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Allah memberikan kepada manusia di bumi ini berbagai macam sarana dan kehidupan. Al-ma’aayisy jamak dari ma’iisyah [penghidupan].

Firman Allah: wa mal lastum laHuu biraaziqiina (“Dan [Kami menciptakan pula] makhluk-makhluk yang kamu sekali-sekali bukan pemberi rizky padanya.”) Mujahid mengatakan: “Yaitu binatang yang melata dan ternak.” Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan: “Mereka adalah para budak laki-laki dan perempuan, binatang melata dan binatang ternak.” Allah bermaksud memberi anugerah kepada manusia dengan apa yang dapat memudahkan berbagai macam mata pencaharian dan beraneka ragam sarana kehidupan, dan dengan menundukkan binatang untuk dapat dikendarai dan ternak yang dapat mereka makan, serta hamba sahaya yang dapat melayani mereka, rizky mereka adalah menjadi tanggungan Sang Pencipta, bukan atas tanggungan mereka. Jadi, mereka mendapatkan manfaat, sedang rizky adalah menjadi tanggungan Allah.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 14-15

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 14-15“14. dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, 15. tentulah mereka berkata: ‘Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan Kami adalah orang orang yang kena sihir.’” (al-Hijr: 14-15)

Allah memberitahukan tentang kekafiran, keras kepala dan kesombongan mereka yang sangat keras terhadap kebenarakan bahwa kalaupun seandainya dibukakan pintu bagi mereka ke langit dan mereka dapat naik ke sana, pasti mereka juga tetap tidak mempercayainya. Bahkan, mereka akan mengatakan: innamaa sukkirat abshaarunaa (“Pandangan kami kabur, tidak jelas dan kami telah tersihir.”) ibnu Zaid mengatakan: “Mata kami telah dikaburkan.”) sakran adalah orang yang tidak dapat menggunakan fikiran [mabuk].

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 10-13

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 10-13“10. dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (Beberapa Rasul) sebelum kamu kepada umat-umat yang terdahulu. 11. dan tidak datang seorang Rasulpun kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. 12. Demikianlah, Kami mamasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan itu) kedalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir), 13. mereka tidak beriman kepadanya (Al Quran) dan Sesungguhnya telah berlalu sunnatullah terhadap orang-orang dahulu.” (al-Hijr: 10-13)

Allah berfirman untuk menghibur Rasulullah saw. dalam menghadapi pendustaan orang-orang kafir Quraisy, bahwa Allah telah mengutus para Rasul dari umat-umat terdahulu dan setiap kali Rasul datang kepada suatu umat, pasti dia diolok-olok dan didustakan oleh umatnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah memang memasukkan hal seperti itu ke dalam hati orang-orang yang berdosa, yang keras kepala dan sombong, tidak mau mengikuti petunjuk. Anak dan al-Hasan al-Bashri mengatakan: kadzaalika naslukuHuu fii quluubil mujrimiin (“Demikianlah Kami memasukkan [rasa ingkar dan memperolok-olok itu] ke dalam hati orang-orang yang berdosa.”) maksudnya adalah memasukkan kemusyrikan. Firman Allah: waqad khalat sunnatul awwaluun (“Dan sesungguhnya sudah berlalu sunnatullah terhadap orang-orang dahulu.”) maksudnya sudah menjadi hal yang maklum apa yang dilakukan Allah Ta’ala [sunnatullah] terhadap orang yang mendustakan para Rasul itu, mereka mendapatkan kebinasaan dan kehancuran yang ditimpakan kepada mereka. Dan bagaimana Allah menyelamatkan para Nabi dan pengikutnya di dunia dan akhirat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 6-9

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 6-9“6. mereka berkata: ‘Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila. 7. mengapa kamu tidak mendatangkan Malaikat kepada Kami, jika kamu Termasuk orang-orang yang benar?’ 8. Kami tidak menurunkan Malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan Tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh. 9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 6-9)

Allah memberitahkan tentang kekafiran dan sikap keras kepala mereka dengan mengatakan: yaa ayyuHalladzii nuzzila ‘alaiHidz dzikru (“Hai orang yang diturunkan al-Qur’an kepadanya.”): innaka lamajnuun (“Sesungguhnya kamu adalah orang gila.”) dalam seruatnmu kepada kami untuk mengikutimu dan meninggalkan apa yang kami dapatkan dilaukan oleh nenek moyang kami itu.

Lau maa ta’tiinaa bil malaa-ikati (“Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami.”) yang menyaksikan kebenaran apa yang telah kamu bawa kepada kami. Ini seperti kata-kata Fir’aun: “Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang-gelang dari emas atau datang malaikat bersamanya untuk menggiringnya?” (az-Zukhruf: 53)

Firman Allah: maa nunazzilul malaa-ikata illaa bil haqqi wa maa kaanuu idzam mundhariin (“Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar [untuk membawa adzab] dan mereka pada waktu itu tidaklah diberi penangguhan waktu.”) Mujahid mengatakan tentang firman Allah dalam ayat ini: bilhaqqi (“dengan benar.”) maksudnya dengan risalah [wahyu] dan adzab [siksa]. Kemudian Allah menetapkan bahwa Allah-lah yang menurunkan adz-dzikru yaitu al-Qur’an kepadanya, dan Dia pula yang menjaganya dari usaha untuk merubah dan menggantinya. Ada sebagian ulama yang mengembalikan dlamir [kata ganti] laHuu lahaafidhuun kepada Nabi Muhammad, seperti firman Allah: wallaaHu ya’shimuka minannaas (“Allah menjagamu dari manusia.”)(al-Maa-idah: 67). Artinya yang pertama itu lebih baik dan sesuai dengan konteks ayat ini.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 4-5

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 4-5“4. dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. 5. tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (Nya).” (al-Hijr: 4-5)

Allah berfirman bahwa sesungguhnya Dia tidak membinasakan suatu negeripun kecuali setelah ada alasan yang nyata dan memang ajalnya sudah tiba, Allah tidak menunda suatu ummat yang sudah datang saat kehancurannya dari waktu yang sudah ditetapkan dan tidak pula mereka dapat mendahului masa mereka. Ini merupakan peringatan bagi penduduk Makkah dan petunjuk bagi mereka agar cepat-cepat meninggalkan kemusyrikan, sikap keras kepala dan ingkar yang menyebabkan mereka memang berhak binasa.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr ayat 1-3

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat

tulisan arab alquran surat al hijr ayat 1-3bismillaaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang”)
“1. Alif, laam, raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat Al-Kitab (yang sempurna), Yaitu (ayat-ayat) Al Quran yang memberi penjelasan. 2. orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim. 3. biarkanlah mereka (di dunia ini) Makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (al-Hijr: 1-3)

Rubamaa yawaddulladziina kafaruu (“Orang-orang yang kafir itu seringkali [nanti di akhirat] menginginkan.”) dan ayat seterusnya. Ayat ini memberitahukan bahwa mereka akan menyesal atas kekafiran mereka, dan mereka menginginkan alangkah baiknya jika mereka di dunia dulu menjadi orang-orang muslim. Ada yang berpendapat tentang apa yang dimaksud ayat ini adalah setiap orang kafir pada waktu menghadapi sakaratul maut, ia menyesal dan mengharapkan alangkah baiknya jika dulu ia menjadi orang mukmin. Ada pula yang berpendapat bahwa ayat ini memberitahukan tentang hari kiamat, seperti firman-Nya yang artinya: “Jika sekiranya mereka dihadapkan pada neraka, maka mereka pasti mengatakan: ‘Aduh, alangkah baiknya bila kami dikembalikan ke dunia dan tidak lagi mendustakan ayat-ayat Rabb kami, dan kami menjadi orang-orang yang beriman.’”(al-An’am: 27)

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abu Musa ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Jika penduduk neraka telah berkumpul di neraka dan bersama mereka orang-orang ahli Kiblat [Muslim] yang dikehendaki Allah, orang-orang kafir itu berkata kepada orang-orang Muslim: ‘Bukahkah kalian ini orang-orang Muslim?’ Mereka menjawab: ‘Ya. Benar.’ Mereka bertanya: ‘Apakah Islam tidak memberi manfaat kepadamu sehingga kalian bersama kami di neraka ini ?’ Mereka menjawab: ‘Kami punya dosa-dosa, maka kami dihukum dengan api nereka ini.’ Allah pun mendengar kata-kata itu, lalu memerintahkan agar orang ahli kiblat [Muslim] yang berada di neraka itu dikeluarkan. Setelah orang-orang kafir yang masih tetap berada di neraka itu melihat hal itu, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya jika kami dahulu menjadi orang-orang Muslim, sehingga kami dapat keluar dari neraka ini seperti mereka itu.’”
Kemudian Rasulullah membaca: a-‘uudzu billaaHi minasy syaithaanir rahiim. aliif laam ra’. tilka aayaatul kitaabi wa qur-aanim mubiin. Rubamaa yawaddulladziina kafaruu lau kaanuu muslimuun (“Alif laam ra’. [Surah] ini adalah [sebagian dari] ayat-ayat Kitabullah [yang sempurna], yaitu ayat-ayat al-Qur’an yang memberi penjelasan. Orang-orang yang kafir itu [nanti di akhirat] menginginkan, sekiranya mereka dahulu [di dunia] menjadi orang-orang Muslim.”) hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan menambahkan bismillaaHir rahmaanir rahiim, sebagai ganti isti’adzaH.

Firman Allah: dzarHum ya’kuluu wa yatamatta’uu (“Biarkanlah mereka itu [di dunia ini] makan dan bersenang-senang”) ini merupakan ancaman yang keras, seperti firman Allah: qul tamatta’uu fa inna mashiirakum ilannaar (“Katakanlah [hai Muhammad]: ‘Bersenang-senanglah sebentar, sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang berdosa.”)(al-Mursaalaat: 46) oleh karena itu Allah berfirman: wayulHiHimul amal (“dan mereka dilalaikan oleh angan-angan kosong.”) dari bertaubat dan kembali kepada Allah: fasaufa ya’lamuuna (“Maka kelak mereka akan mengetahui.”) akibat perbuatan mereka.

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 126-128

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 126-128“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. 16:126) Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. 16:127) Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. 16:128)” (an-Nahl: 126-128)

Allah Ta’ala memerintahkan untuk berlaku adil dalam pemberlakuan hukuman qishash dan penyepadanan dalam pemenuhan hak, sebagaimana yang dikatakan `Abdurrazzaq dari Ibnu Sirin, di mana dia berkata mengenai firman Allah Ta’ala: fa’aaqibuu bimitsli maa ‘uuqibtum biHii (“Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian.”) Artinya, jika salah seorang di antara kalian mengambil sesuatu, maka ambillah dengan kadar yang sama.

Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Ibrahim, al-Hasan al-Bashri, dan selain mereka, serta menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Ibnu Zaid mengatakan: “Mereka diperintahkan untuk memberi maaf kepada kaum musyrikin.” Setelah pemberian maaf itu, banyak orang-orang kuat yang masuk Islam. Kemudian mereka berkata, “Ya Rasulullah, jika Allah mengizinkan, niscaya kami akan menuntut hak dari anjing-anjing itu.” Maka turunlah ayat ini, yang kemudian dinasakh dengan ayat jihad.

Firman-Nya: washbir wa maa shab-ruka illa billaaHi (“Dan bersabarlah [hai Muhammad] dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah,”) sebagai tekanan dalam perintah untuk bersabar dan sebagai pemberitahuan bahwa (siapa pun) tidak akan mencapainya kecuali hanya dengan kehendak Allah dan pertolongan-Nya serta kekuatan-Nya.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman: wa laa tahzan ‘alaiHim (“Dan janganlah kamu bersedih Kati terhadap [kekafiran] mereka,”) maksudnya atas orang-orang yang menyalahimu, sesungguhnya Allah telah menentukan untuk itu; wa laa taku fii dlaiqin (“Dan janganlah kamu bersempit dada,”) maksudnya gundah-gulana; mimmaa yamkuruun (“Terhadap apa yang mereka tipu dayakan,”) maksudnya dari kesungguhan mereka dalam memusuhimu dan
menyebabkan keburukan terhadapmu, Allah Ta’ala sebagai Pemeliharamu dan Penolongmu, juga yang memberikan kekuatan kepadamu dengan memenangkan atas mereka.

Firman-Nya: innallaaHa ma’al ladziina taqaw wal ladziina Hum muhsinuun (“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”) Maksudnya, Allah bersama mereka dengan dukungan, bantuan, pertolongan, petunjuk, dan usaha-Nya. Ma’iyyah (kebersamaan) di atas adalah Ma’iyyah khusus. Penggalan ayat itu sama seperti firman-Nya:

“(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersamamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.’” (Al-Anfaal: 12).
Juga firman-Nya kepada Musa dan Harun:
“Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS. Thaahaa: 46)

Demikian juga dengan sabda Nabi kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ketika keduanya sedang berada di gua Hira: “Janganlah kamu bersedih, karena Allah selalu bersama kita.”

Sedangkan ma’iyyah yang bersifat umum adalah berupa pendengaran, penglihatan, dan pengetahuan. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadiid: 4)

Juga seperti firman-Nya: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya, ” dan ayat seterusnya. (QS. Al-Mujaadilah: 7)

Dan juga sama seperti yang Dia firmankan: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atas kamu,” dan ayat seterusnya. (QS. Yunus: 61)

Dan makna: alladziinat taqaw (“Orang-orang yang bertakwa,”) yakni, orang-orang yang meninggalkan segala macam larangan. Wal ladziina Hum muhsinuun (“Dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”) Yakni, yang mengerjakan ketaatan, mereka itulah orang-orang yang dipelihara, dilindungi, ditolong, diperkuat, dan dimenangkan oleh Allah atas musuh-musuh mereka dan orang-orang yang menentang mereka.

Demikianlah akhir dart penafisran surat an-Nahl. Segala puji dan sanjungan hanya bagi Allah. Semoga shalawat dan dalam senantiasa dilimpahkan kepada Muhammad saw, keluarga, dan para Sahabatnya. Aamiin

Selesai

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 125

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 125“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetabui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Nahl: 125)

Allah Ta’ala berfirman seraya memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad saw. agar menyeru umat manusia dengan penuh hikmah. Ibnu Jarir mengatakan: “Yaitu apa yang telah diturunkan kepada beliau berupa al-Qur’an dan as-Sunnah serta pelajaran yang baik, yang di dalamnya berwujud larangan dan berbagai peristiwa yang disebutkan agar mereka waspada terhadap siksa Allah Ta’ala.

Firman-Nya: wa jaadilHum bil latii Hiya ahsanu (“Dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik,”) yakni, barangsiapa yang membutuhkan dialog dan tukar pikiran, maka hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, lemah lembut, serta tutur kata yang baik. Yang demikian itu sama seperti firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang dhalim di antara mereka,” dan ayat seterusnya. (QS. Al-‘Ankabuut: 46)

Dengan demikian, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk berlemah lembut, sebagaimana yang Dia perintahkan kepada Musa as. dan Harun as. ketika Dia mengutus keduanya kepada Fir’aun, melalui firman-Nya: “Maka bicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang lemah lebut. Mudah-mudahan dia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)

Firman Allah Ta’ala: inna rabbaka Huwa a’lamu biman dlalla ‘an sabiiliHii (“Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,” )dan ayat seterusnya. Maksudnya, Dia mengetahui siapa yang sengsara dan siapa pula yang bahagia. Hal itu telah Dia tetapkan di sisi-Nya dan telah usai pemutusannya. Serulah mereka kepada Allah Ta’ala, janganlah kamu bersedih hati atas kesesatan orang-orang di antara mereka, sebab hidayah itu bukanlah urusanmu. Tugasmu hanyalah memberi peringatan dan menyampaikan risalah, dan perhitungan-Nya adalah tugas Kami.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 124

21 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 124“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar akan memberi keputusan di antara mereka di hari Kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (QS. an-Nahl: 124)

Tidak diragukan lagi bahwa Allah Ta’ala telah mensyari’atkan kepada setiap umat satu hari dalam satu minggu supaya mereka berkumpul untuk beribadah. Karenanya, Allah mensyari’atkan hari Jum’at bagi umat ini, karena hari Jum’at adalah hari keenam yang padanya Allah menyempurnakan penciptaan serta sempurna pula nikmat bagi hamba-hamba-Nya.

Dikatakan bahwa Allah mensyari’atkan hari tersebut (Jum’at) kepada Bani Israil melalui lisan
Musa, tetapi mereka menolaknya dan malah memilih hari Sabtu, karena Sabtu merupakan hari di mana Allah tidak menciptakan makhluk apa pun di dalamnya, karena penciptaan semua makhluk telah sempurna pada hari sebelumnya, yaitu Jum’at. Yang kemudian Allah menetapkan hari itu bagi mereka di dalam syari’at Taurat. Dia berpesan kepada mereka supaya berpegang teguh padanya serta memeliharanya, disertai perintah-Nya kepada mereka supaya mengikuti Muhammad jika Dia telah mengutusnya dan mengambil janji dari mereka untuk itu.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: innamaa ju’ilas sabtu ‘alal ladziina yakhtalafuuna fiiHi (“Sesungguhnya diwajibkan [menghormati] hari Sabtu atas orang-orang [Yahudi] yang berselisih padanya.”) Mujahid mengemukakan, mereka mengikuti hari Sabtu dan meninggalkan hari Jum’at, lalu mereka masih tetap terus berpegang teguh padanya sehingga Allah Ta’ala mengutus `Isa putera Maryam. Ada yang mengatakan, bahwa dia merubahnya kepada hari Ahad. Ada juga yang mengatakan, bahwa dia tidak meninggalkan syari’at Taurat kecuali beberapa hukum yang dinasakh, dan bahwasanya’Isa masih terus memelihara hari Sabtu sehingga dia diangkat ke langit. Sepeninggal `Isa, kaum Nasrani pada masa Costantine, memindahkan hari Sabtu ke hari Minggu, dengan tujuan agar tidak bersamaan dengan orang-orang Yahudi. Mereka berpindah arah dalam shalat, yang sebelumnya menghadap ke Shakhrah menuju ke Timur. Wallahu a’lam.

Di dalam kitab ash-Shahihain disebutkan hadits `Abdurrazzaq, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Kami adalah orang-orang terakhir yang paling pertama pada hari Kiamat kelak, meskipun mereka telah diberi al-Kitab sebelum kita. Kemudian inilah
hari mereka yang telah diwajibkan kepada mereka, lalu mereka berselisih pendapat mengenai hari tersebut. Kemudian Allah memberi kita petunjuk padanya, dan mengenai hari itu, orang-orang mengikuti kita; kaum Yahudi besok, sedangkan kaum Nasrani lusa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dan lafazh hadits di atas adalah lafazh al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah dan Hudzaifah, keduanya bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Allah telah menyesatkan umat sebelum kita dari hari Jum’at. Kaum Yahudi memiliki hari Sabtu, sedangkan kaum Nasrani memiliki hari Ahad. Kemudian Allah mendatangkan kita dan menunjukkan kepada kita hari Jum’at. Maka Allah jadikan hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Demikianlah mereka menjadi pengikut kita pada hari Kiamat kelak. Kami adalah umat terakhir dari penduduk dunia, tetapi menjadi umat yang pertama pada hari Kiamat dan yang
pertama kali diselesaikan perkara di antara mereka sebelum makhluk-makhluk yang lain.” (HR. Muslim)

bersambung