Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hijr
Surah Makkiyyah; surah ke 15:99 ayat
“21. dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. 22. dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. 23. dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. 24. dan Sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada-mu dan Sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripadamu). 25. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang akan menghimpunkan mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (al-Hijr: 21-25)
Allah memberitahukan bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu, segala sesuatu itu sangat mudah bagi-Nya, gudang segala sesuatu dengna segala macam iatu berada di sisi-Nya: wa maa nunazziluHu illaa biqadarim ma’luum (“dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”) sebagaimana yang Dia kehendaki dan inginkan, itu mengandung hikmah yang besar, dan rahmat bagi hamba-Nya, bukan merupakan kewajiban, tetapi Allah mewajibkan kepada diri-Nya kasih sayang [rahmat] untuk hamba-hamba-Nya.
Yazin bin Abu Ziyad meriwayatkan dari Abu Juhaifah, dari ‘Abdullah, bahwa tidak ada tahun yang lebih banyak hujannya daripada tahun yang lain, tetapi Allah membaginya sesuai dengan kehendak-Nya, satu tahun hujan turun di sini dan satu tahun di sana. Kemudian membaca ayat: wa im ming syai-in illaa ‘indanaa khazaa-inuHu (“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya.”) diriwiyatkan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah: wa arsalnar riyaaha lawaakiha (“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan.”) maksudnya mengawinkan mendung sehingga menurunkan hujan, mengawinkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan sehingga terbuka daun-daun dan bunga-bunganya. Allah menyebutnya dengan bentuk jama’ untuk menunjukkan angin yang membuahi, bukan angin yang mandul, karena angin yang kedua ini sering disebutkan dengan bentuk mufrad dan disifati dengan mandul karena tidak dapat membuahi, karena pembuahan itu hanya terjadi antara dua benda [bunga jantan dan betina] atau lebih.
Firman Allah: fa anzalnaa minas samaa’i maa-an fa asqainaa kumuuHu (“dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu.”) maksudnya, Kami turunkan hujan itu kepada kalian dengan air yang segar [tawar] yang dapat kalian minum. Jika Kami mengehendaki, maka Kami menjadikannya air yang asin, seperti yang disebutkan dalam surah al-Waaqi’ah.
Firman Allah: wa maa antum laHuu bikhaaziniin (“Dan sekali-sekali bukanlah kamu yang menyimpannya.”) Sufyan ats-Tsauri mengatakan, bikhaaziniin artinya bimaa ni’iin (yang mencegah air tersebut), dan ada kemungkinan artinya, bihaafidhiin (yang menjaga, yang memeliharanya). Tapi Kamilah yang menurunkannya, menjaganya untuk kalian dan menjadikannya mata air dan sumber air di bumi. Jika Allah menghendaki, pasti dijadikan-Nya mengering dan hilang. Tetapi karena kasih sayang [rahmat]-Nya, Allah menurunkannya, menjadikannya air yang segar [tawar] dan menyimpannya dalam mata air, sumur, sungai dan lain-lainnya, agar air tersebut tetap tersedia bagi mereka sepanjang tahun, sehingga mereka dapat minum dan memberi makan ternak mereka, mengairi sawah dan buah-buahan mereka.
Firman Allah: wa innaa lanahnu nuhyii wa numiitu (“Dan sesungguhnya benar-benar Kamilah yang menghidupkan dan mematikan.”) ayat ini memberitahukan tentang kekuasaan Allah untuk memulai penciptaan-Nya dan mengembalikannya lagi seperti semula, dan sesungguhnya Allah lah yang menghidupkan makhluk dari tidak ada, lalu mematikannya dan membangkitkannya kembali semuanya pada hari kiamat dan akhirnya Allah mewarisi bumi dan seluruh isinya, dan kepada-Nyalah semua dikembalikan.
Kemudian Allah memberitahukan tentang pengetahuan-Nya yang sempurna terhadap mereka semua, dari awal sampai akhir. Allah berfirman: wa laqad ‘alimnal mustaqdimiina mingkum (“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui yang terdahulu daripadamu.”) dan ayat seterusnya. Ibnu ‘Abbas berkata: “Orang-orang terdahulu adalah setiap orang yang meninggal sejak Adam as. dan orang-orang yang kemudian adalah orang yang masih hidup sekarang dan orang yang akan datang kemudian sampai hari kiamat.”
Pendapat serupa diriwayatkan pula dari ‘Ikrimah, Mujahid, adh-Dhahhak, Qatadah, Muhammad bin Ka’ab, asy-Sya’bi dan lain-lain, pendapat ini juga menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Bersambung