Arsip | 06.42

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 22-23

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 22-23“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. 14:22) Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan izin Rabb mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah ‘salaam.’ (QS. 14:23)” (QS. Ibrahim: 22-23)

Allah memberitahukan tentang kata-kata Iblis kepada para pengikutnya setelah Allah memutuskan nasib hamba-hamba-Nya, dengan memasukkan orang-orang yang beriman ke dalam surga dan menempatkan orang-orang kafir di dasar neraka, maka Iblis yang terlaknat itu berdiri dan berbicara untuk menambah kesusahan, penipuan dan penyesalan kepada mereka. Ia berkata: innallaaHa wa’adakum wa’dal haqqi (“Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang henar,”) melalui para Rasul-Nya dan menjanjikan keselamatan bagi siapa yang mengikuti mereka, itu adalah janji yang benar dan berita yang benar. Adapun aku (Iblis) berjanji kepada kalian, tetapi aku (Iblis) menyalahinya.

Seperti firman Allah Ta’ala: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (QS. An-Nisaa’: 120)

Kemudian syaitan itu berkata: wa maa kaana liya ‘alaikum min sulthaan (“Sekali-sekali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu.”) Maksudnya, tidak ada bagiku dalil atau argumentasi apapun dalam janji yang kuberikan kepada kalian: illaa an da’autukum fastajabtum lii (“Melainkan [sekedar] aku menyerumu, lalu kamu mematuhi seruanku,”) hanya dengan cara seperti itu (saja).

Sedangkan para Rasul itu telah membawa bukti, alasan dan dalil yang benar yang membuktikan
kebenaran misi yang mereka bawa, tetapi kalian menyelisihi mereka sehingga kalian menerima akibat seperti ini.
Falaa taluumuunii (“Oleh sebab itu janganlah kamu mencercaku,”) hari ini;
Waluumuu anfusakum (“Akan tetapi, cercalah dirimu sendir.”) karena itu adalah dosa kalian sendiri akibat kalian menyelisihi Rasul, dan kalian mengikutiku begitu kuajak kalian kepada kebathilan.

Maa ana bimushrikhikum (“Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu,”) tidak dapat memberi manfaat, menolong dan membebaskan kalian dari apa yang menimpa kalian. Wa maa antum bimush-rikhiy (“Dan kamu pun sekali- sekali tidak dapat menolongku.”) dengan menyelamatkanku dari penderitaan yang sedang kualami ini.
Innii kafaitu bimaa asyraktumuuni min qablu (“Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku [dengan Allah] sejak dulu.”) Ibnu Jarir mengatakan: “Sesungguhnya aku mengingkari bahwa aku adalah sekutu Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung.”

Seperti firman-Nya: “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang beribadah kepada selain Allah yang tidak dapat mengabulkan doanya pada hari kiamat, sedang mereka itu lalai dari memperhatikan do’a mereka? Dan sesungguhnya apabila manusia dikumpulkan (pada hari Kiamat), niscaya sesembahan-sesembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan pemujaan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 5-6)

Firman Allah: innadh dhaalimiina (“Sesungguhnya orang-orang dhalim itu,”) yang berpaling dari kebenaran dari mengikuti kebathilan; laHum ‘adzaabun aliim (“Bagi mereka [mendapat] siksaan yang pedih.”)

Setelah Allah menyebutkan nasib dan kesudahan orang-orang yang celaka berupa kehinaan dan siksa dan menyebutkan bahwa juru bicara mereka adalah Iblis, maka Allah menyeruakan pula nasib dan kesudahan dari orang-orang yang bahagia seraya berfirman: wa udkhilal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati jannaatin tajrii min tahtiHal anHaaru (“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”) yakni mengalir disana, kemanapun dan dimanapun mereka berjalan; khaalidiina fiiHaa (“mereka kekal di dalamnya”) tinggal selama-lamanya di sana, mereka tidak berpindah dan tidak binasa.

Bi idzni rabbiHim tahiyyatuHum fiiHaa salaamun (“Dengan izin Rabb mereka, ucapan penghormatan mereka di dalam surga itu ialah `salaam,”) artinya, sejahtera dan selamat dari segala bencana.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 21

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 21“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap kehadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, raka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami adzab Allah [walau] sedikit saja? Mereka menjawab: ‘Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS. Ibrahim: 21)

Allah berfirman: wa barazuu lillaaHi jamii’an (“Dan mereka semuanya [di padang mahsyar] akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah.”) Maksudnya, makhluk ini semua, yang baik dan yang jahat, akan berkumpul menghadap Allah yang Mahaesa lagi Mahaperkasa. Mereka berkumpul di tempat yang lapang yang tidak ada sesuatu yang dapat menyembunyikan seorang pun di antara mereka.

Faqaaladl dlu’afaa-u (“Lalu berkatalah orang-orang yang lemah.”) yaitu para pengikut pimpinan, tuan dan pembesar mereka. Lil ladziinas takbaruu (“kepada orang-orang yang sombong,”) yang tidak mau beribadah kepada Allah yang Mahaesa dan enggan mengikuti ajaran para Rasul, mereka mengatakan: innaa kunnaa lakum taba’an (“Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu,”) apa pun yang kalian perintahkan, kami tunduk dan melaksanakannya; fa Hal antum mughnuuna ‘annaa min ‘adzaabillaaHi min syai-in (“Maka dapatkah kamu menghindarkan dari kaami adzab Allah [walau] sedikit saja?”) Maksudnya, apakah kalian dapat melindungi kami dari siksa Allah, sebagaimana yang kalian janjikan dan angan-angankan untuk kami.

Maka pemimpin-pemimpin itu menjawab: lau HadaanallaaHu laHadainaakum (“Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu,”) tetapi, benarlah perkataan Rabb dan takdir-Nya terhadap kita dan benar pula bahwa siksa itu ditimpakan kepada orang-orang kafir.

Sawaa-un ‘alainaa ajazi’naa am shabarnaa maa lanaa mim mahiish (“Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh atau bersabar, sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”) Maksudnya, kita tidak dapat lepas dan bebas dari keadaan ini, baik kita bersabar maupun mengeluh darinya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 19-20

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 19-20“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan haq. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia membinasakanmu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru, (QS. 14:19) dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah. (QS. 14:20)” (QS. Ibrahim: 19-20)

Allah Ta’ala memberitahukan tentang kekuasaan-Nya untuk mengembalikan badan-badan manusia pada hari Kiamat, bahwa Allah telah menciptakan langit dan bumi yang lebih besar daripada menciptakan manusia. Bukankah Allah yang kuasa menciptakan langit yang tinggi, luas dan besar dengan segala isinya. Seperti bintang-bintang (planet) yang tetap dan bintang-bintang yang beredar, gerakan-gerakan yang berbeda-beda dan tanda-tanda kebesaran yang cemerlang, bumi ini serta isinya yang terdiri dari tanah lapang, pengunungan, daratan, padang sahara, padang terjal, lautan, serta tumbuh-tumbuhan, hewan, dengan berbagai macam jenis, faedah, bentuk dan warnanya.

Firman Allah: iy yasya’ yudzHibkum wa ya’ti bikhalqin jadiid. Wamaa dzaalika ‘alallaaHi bi’aziz (“Jika Allah menghendaki, niscaya Allah membinasakanmu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru. Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah.”) Maksudnya, hal itu bukanlah hal yang besar dan tidak dapat dilakukan oleh Allah, bahkan itu adalah hal yang sangat mudah bagi-Nya. Bila kalian melanggar perintah-Nya mudah pula untuk melenyapkan kalian dan mengganti dengan manusia lain yang berbeda sifatnya dengan kalian, sebagaimana firman Allah: “Dan jika kamu berpaling [dari perintah Allah], maka Allah akan menggantikanmu dengan umat lain, yang mereka itu tidak sepertimu.” (QS. Muhammad: 38)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 18

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 18“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim: 18)

Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Allah bagi amal perbuatan orang-orang kafir yang beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepada yang lain (musyrik), mendustakan para Rasul utusan Allah dan membangun amal perbuatan mereka di atas dasar yang tidak benar, maka pasti hancur dan hilang pada waktu di mana mereka sangat memerlukannya.

Allah berfirman: matsalul ladziina kafaruu birabbiHim a’maaluHum karamaadinisy taddat biHir riihu (“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras.”) Maksudnya, perumpamaan amal perbuatan mereka pada hari Kiamat, ketika mereka meminta pahalanya dari Allah Ta’ala, karena mereka mengira bahwa mereka berhak atas suatu pahala dari amal perbuatan itu, tetapi ternyata mereka tidak mendapatkan sesuatu pun dan tidak mendapatkan hasilnya. Mereka bagaikan mencari abu yang telah ditiup angin badai.

Fii yaumin ‘aashifin (“Pada suatu hari yang berangin kencang,”) berbadai yang sangat keras, maka mereka tidak mendapatkan sedikit pun dari amal perbuatan yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka seperti orang yang mengumpulkan abu itu pada hari yang berangin kencang, sebagaimana firman Allah pula yang artinya: “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan abu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqaan: 23)

Firman Allah dalam ayat ini: dzaalika Huwadl-dlalaalul ba’iid (“Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”) Maksudnya, usaha dan amal perbuatan mereka itu tidak berdasar dan tidak berdiri tegak, sehingga merekapun tidak mendapatkan pahala yang sangat dibutuhkannya. dzaalika Huwadl-dlalaalul ba’iid (“Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 13-17

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 13-17“Orang-orang kafir berkata kepada para Rasul mereka: ‘Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami, atau kamu kembali kepada agama kami.’ Maka Rabb mereka mewahyukan kepada mereka: ‘Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang dhalim itu, (QS. 14:13) dan Kami pasti akan menempatkanmu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.’ (QS. 14:14) Dan mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka), dan binasalah semua orang-orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, (QS. 14:15) di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah (QS. 14:16) diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan di hadapannya masih ada adzab yang berat. (QS. 14:17)” (QS. Ibrahim: 13-17)

Allah memberitakan tentang ancaman orang-orang kafir terhadap para Rasul dengan mengusir mereka dari negeri mereka dan menjauhkan mereka dari masyarakat mereka, seperti ancaman kaum Syu’aib kepada Nabi Syu’aib dan orang-orang yang beriman kepadanya: “Kami pasti akan mengusirmu wahai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kampung kami.” (al-A’raaf: 88)

Allah berfirman memberitahukan tentang orang-orang musyrik dari kaum Quraisy: “Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) berbuat makar (tipudaya) terhadap untuk menangkap dan memenjarakanmu, membunuh atau mengusirmu. Mereka berbuat makar (tipudaya), dan Allah pun berbuat demikian, sedang Allah adalah sebaik-baik pembuat tipudaya.” (QS. Al-Anfaal: 30)

Di antara yang dilakukan Allah Ta’ala adalah memenangkan dan menolong Rasul-Nya dan menjadikan baginya banyak penolong dan pendukung karena terusir dari Makkah sehingga akhirnya dapat menundukkan Makkah yang dulu (musuh-musuhnya) pemah mengusirnya keluar dari kota ini, kemudian menguasainya dan memaksa musuh-musuh mereka dari seluruh dunia untuk tunduk kepadanya.

Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: fa auhaa ilaiHim rabbuHum linuHlikannadh dhaalimiina wa lanuskinannakumul ardla mim ba’dliHim (“Maka Rabb mereka mewahyukan kepada mereka bahwa Kami pasti akan menghancurkan orang-orang yang dhalim, dan menempatkanmu di negeri-negeri itu sesudah mereka, sebagaimana Allah berfirman juga: “Telah Kami tetapkan kalimat Kami sebelumnya bagi hamba-hamba utusan Kami, bahwa sesungguhnya tentara Kamilah yang pasti menang.” (QS. Ash-Shaaffaat: 171-173)

Dan firman-Nya: dzaalika liman khaafa maqaama wa khaafa wa’iid (“Yang demikian itu [adalah untuk] orang yang takut [akan menghadapi] kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.”) maksudnya, ini bagi orang yang takut [akan menghadap] kehadirat-Ku pada hari kiamat dan takut kepada ancaman-Ku yaitu siksa dan adzab-Ku.

Seperti juga firman Allah: “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya ada dua surga.” (ar-Rahmaan: 46)

Firman Allah: wastaftahuu (“Dan mereka memohon kemenangan [atas musuh-musuh mereka].”) maksudnya para Rasul itu memohon kemenangan atas kaum mereka seperti dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid dan Qatadah.
Sedang `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan bahwa umat-umat memohon kemenangan atas diri mereka. Tetapi, bisa pula yang dimaksud adalah keduanya, sebagaimana mereka mengharapkan kemenangan atas mereka pada perang Badar dan Rasulullah juga memohon kemenangan dan pertolongan.

Wa khaafa kullu jabbaarin ‘aniid (“Dan binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala,”) maksudnya, orang yang dirinya sombong, keras kepala dan tidak mau menerima kebenaran. Ia binasa dan rugi tatkala para Nabi memohon dengan sungguh-sungguh kepada Rabb yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.

Firman Allah: miw waraa-iHii jaHannama (“Di hadapannya ada jahanam”) waraa-i di sini artinya adalah di depan, seperti dalam firman Allah: wa kaana waraa-aHum malikuy ya’khudzu kulla safiinatin ghashban (“Dan di depan mereka terdapat seorang raja yang merampas semua kapal dengan paksa.”) (QS. Al-Kahfi: 79). Jadi maksudnya, di depan orang yang sombong dan keras kepala itu terdapat jahannam yang menunggu kedatangan mereka untuk tinggal di sana selama-lamanya dan kepadanya dinampakkan Jahannam itu pada waktu pagi dan sore sampai
Kiamat.

Wa yusqaa mim maa-in shadiid (“Dan dia akan diberi minuman dengan air nanah,”) maksudnya, di Jahannam itu mereka tidak mendapat minuman selain dari air yang sangat panas dan air yang sangat dingin, sedangkan air nanah ini sangat dingin dan amat busuk baunya, sebagaimana firman Allah: “Inilah (adzab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minum mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan adzab lain yang serupa itu berbagai macam.” (QS. Shaad: 57)

Mujahid dan `Ikrimah berkata: “Shadiid merupakan cairan yang berasal dari nanah dan bercampur dengan darah.” Sedang menurut Qatadah: “Ia adalah cairan yang mengalir dari daging dan kulitnya.” Dalam riwayat yang lain, Qatadah berkata: “Shadid adalah cairan yang keluar dari perut orang kafir yang sudah bercampur dengan nanah dan darah.”

Dalam hadits yang diriwayatkan Syahr bin Hausyab, dari Asma’ binti Yazid bin as-Sakan berkata, aku bertanya kepada Rasulullah: “Apakah thinatul khabal itu?” Beliau menjawab: “Nanahnya penduduk neraka.” (HR Imam Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan: “Cairan penduduk neraka.” (HR Imam Ahmad dari Abu Dzar)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Umamah dari Nabi saw. tentang firman Allah: Wa yusqaa mim maa-in shadiid. Yatajarra’uHuu (“Dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air nanah itu”) beliau berkata: “Ia mendekatinya tetapi membencinya, bila ia sudah dekat darinya maka terbakarlah wajahnya yang terkelupas kulit kepalanya, dan jika meminumnya usus mereka terpotong-potong sampai keluar dari duburnya.”

Sebagaimana firman Allah: “Dan mereka diberi minum air yang mendidih sehingga memotong-motong usunya.” (QS. Muhammad: 15)
Dan firman-Nya: “Dan bila mereka minta minum, maka mereka diberi minum air yang seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka….” (al-Kahfi: 29). Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim.

Sedang firman Allah: yatajarra’uHuu (“diminumnya air nanah itu”) artinya meminumnya dengan terpaksa, begitu sampai di mulutnya Malaikat memukulnya dengan palu besi; wa laa yakaadu yusiighuHu (“Dan hampir dia tidak dapat menelannya”) karena tidak enak rasa, warna dan baunya, disamping sangat panas atau sangat dingin yang tidak kuat menahannya.

Ibnu Jarir berkata tentang: wa ya’tiiHil mautu min kulli makaanin (“Dan datanglah [bahaya] maut kepadanya dari segenap penjuru,”) dari muka dan dari belakang. Dalam riwayat lain disebutkan: “Dari kanan dan kiri, dari atas, dari bawah kaki dan dari semua anggota badannya.”

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu `Abbas tentang: wa ya’tiiHil mautu min kulli makaanin (“Dan datanglah [bahaya] maut kepadanya dari segenap penjuru,”) berkata: “Macam-macam adzab yang Allah siksakan kepadanya pada hari Kiamat di neraka, setiap macamnya pasti mematikan jikalau ia dapat mati, tetapi ia tidak dapat mati karena Allah berfirman: “Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati, dan adzab pun tidak diringankan untuk mereka.” (Fathir: 36)

Oleh karena itu Allah berfirman: wa ya’tiiHil mautu min kulli makaanin wa maa Huwa bimayyitin (“Dan datanglah [bahaya] maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati.”)

Firman-Nya: wa miw waraa-iHii ‘adzaabun ghaliidh (“Dan di hadapannya masih ada adzab yang berat.”) maksudnya sesudah keadaan seperti itu, masiha ada siksa lain yang menyakitkan, lebih berat, lebih keras, dan lebih pahit, seperti firman Allah yang artinya:

“Beginilah keadaan mereka. Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka pasti (disediakan) tempat kembali yang buruk. Yaitu neraka Jahannam; yang mereka masuk ke dalamnya. Maka sangat buruklah jahannam itu sebagai tempat kembali. Inilah (adzab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan adzab lain yang serupa itu berbagai macam.” (QS. Shaad: 55-58)

Dan juga ayat-ayat lain yang menunjukkan berbagai macam adzab, ditimpakan kepada mereka dengan berulang kali, bermacam-macam jenis bentuknya, yang hanya dapat dihitung oleh Allah saja, hal itu sebagai balasan yang setimpal atas perbuatan mereka di dunia ini.
Wamaa rabbuka bidlallaamil lil ‘abiid (“Dan Rabbmu sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Fushshilat: 46)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 10-12

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 10-12“Para Rasul mereka berkata: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan.’ Mereka berkata: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu diibadahi nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.’ (QS. 14: 10) Para Rasul mereka berkata kepada mereka: ‘Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberikan karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepadamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang yang mukmin itu bertawakkal. (QS. 14:11) Mengapa kami tidak bertawakkal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri” (QS. 14:12)” (QS. Ibrahim: 10-12)

Allah memberitakan tentang perdebatan yang terjadi antara orang-orang kafir dan para Rasul mereka, karena ketika umat mereka menghadapi para Rasul itu dengan keraguan terhadap apa yang disampaikan kepada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, para Rasul itu berkata: a fillaaHi syakkun (“Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah?”)

Dari sini, terdapat dua kemungkinan makna:
Pertama, apakah masih ada keraguan tentang adanya Allah, karena fitrah manusia menyaksikan adanya Allah dan cenderung mengakuinya. Pengakuan terhadap wujud Allah itu pasti ada dalam fitrah yang sehat, tetapi kadangkala terjadi keraguan dan keterpaksaan pada sebagiannya. Maka ia perlu melihat dalil untuk sampai kepada keyakinan adanya Allah. Oleh karena itu, untuk menunjukkan mereka kepada jalan untuk mengenal Allah, para Rasul itu berkata kepada mereka: faathiris samaawaati wal ardli (“Pencipta langit dan bumi,”) yang telah membuat dan menciptakan keduanya tanpa contoh yang sudah ada sebelumnya, karena bukti-bukti bahwa langit dan bumi itu adalah makhluk baru, diciptakan dan dikendalikan itu sudah nampak jelas. Jadi, pasti ada yang membuat (menciptakan)nya yaitu Allah, tidak ada Ilah selain Allah, Pencipta, Pemilik dan Penguasa segala sesuatu.

Kedua, tentang: a fillaaHi syakkun (“Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah.”) Menurut ulama tafsir adalah, apakah masih ada keragu-raguan tentang ke-Ilahiyyahan-Nya dan sebagai satu-satunya Rabb yang berhak diibadahi, sedang Allah adalah Pencipta semua makhluk yang ada ini dan tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, karena mayoritas umat mengakui Rabb Pencipta ini, tetapi mereka beribadah juga kepada selain-Nya, yang dianggap sebagai perantara yang berguna atau dapat mendekatkan mereka kepada Allah?

Para Rasul berkata: yad’uukum liyaghfira lakum min dzunuubikum (“Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu,”) yakni di kampong akhirat.
Wa yu-akhkhirakum ilaa ajalim musammaa (“Dan menangguhkan [siksaan]mu sampai masa yang ditentukan.”) maksudnya, di dunia ini. Seperti firman Allah:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3)

Maka umat-umat itu berkata kepada para Rasul sambil menghujat kedudukan mereka sebagai Rasul setelah mereka menerima kedudukan pertama, mereka berkata: in antum illaa basyarum mitslunaa (“Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga.”) Maksudnya, bagaimana kami mengikuti kalian hanya karena kata-kata kalian saja dan kami belum melihat mukjizat apa pun dari kalian.
Fa’tuunaa bisulthaanim mubiin (“Karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.”) maksudnya yang luar biasa yang kami minta kepada kalian.

Qaalat laHum rusuluHum in nahnu illaa basyarum mitslukum (“Para Rasul mereka berkata kepada mereka: ‘Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu,’”) memang benar, kami ini adalah seperti kalian dalam sifat sebagai manusia: wa laakinnallaaHa yamunnu ‘alaa may yasyaa-u min ‘ibaadiHi (“Akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,”) yaitu, dengan diangkat sebagai Rasul dan Nabi.

wa maa kaana lanaa an na’tiyakum bisulthaan (“Dan tidak patut bagi kami mendatangkan sesuatu bukti kepadamu,”) sesuai dengan permintaan kalian; illaa bi-idznillaaHi (“melainkan dengan izin Allah”) yakni setelah kami memohon kepada Nya dan izin-Nya untuk kami;
wa ‘alallaaHi falyatawakkalil mu’minuun (“Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal,”) dalam segala urusan mereka.

Kemudian para Rasul itu berkata: wa maa lanaa allaa natawakkala ‘alallaaHi (“Mengapa kami tidak bertawakkal kepada Allah?”) Maksudnya, apa yang menghalangi kami bertawakkal kepada Allah, padahal Allah telah menunjukkan jalan yang paling lurus, paling jelas dan paling terang; wa lanash-biranna ‘alaa maa aadzaitumuunaa (“Dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami,”) baik berupa perkataan yang buruk maupun perbuatan yang hina.

Wa ‘alallaaHi falyatawakkalil mutawakkiluun (“Dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 9

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 9“Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetabui mereka selain Allah. Telah datang para Rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mereka menutupkan tangannya mulutnya (karena kebencian) dan berkata: ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diperintahkan (untuk) menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya.’” (QS. Ibrahim: 9)

Ibnu Jarir mengatakan, ayat ini merupakan lanjutan dari perkataan Musa kepada kaumnya, yakni peringatannya kepada mereka terhadap nikmat-nikmat Allah, dengan siksaan Allah terhadap umat-umat terdahulu yang mendustakan para Rasul. Pendapat Ibnu Jarir ini perlu dipertimbangkan kembali, karena nampaknya ayat ini adalah berita baru dari Allah Ta’ala untuk umat ini karena ada yang mengatakan bahwa kisah `Aad dan Tsamud ini tidak ada dalam Taurat. Kalau hal ini termasuk perkataan dan kisah-kisah Musa kepada kauninya, pasti kedua kisah itu terdapat pula dalam Taurat, wallahu a’lam.

Namun pada pokoknya, Allah Ta’ala telah menceritakan kepada kita kisah kaum Nuh, `Aad, Tsamud dan umat-umat lain yang mendustakan para Rasul yang jumlahnya banyak sekali sehingga hanya diketahui oleh Allah saja.

Jaa-at Hum rusuluHum bil bayyinaat (“Telah datang para Rasul kepada mereka [membawa] yang nyata.”) Maksudnya, dengan hujjah (argumentasi) dan dalil-dalil yang jelas, gamblang dan pasti. Tentang firman Allah: laa ya’alamuHum illallaaH (“Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah,”) Ibnu Ishaq meriwayatkan dari `Amr bin Maimun, dari `Abdullah yang mengatakan: “Telah berdusta orang-orang yang mengaku mengetahui nasab itu.” `Urwah bin az-Zubair berkata: “Kami tidak menjumpai seorang pun yang mengetahui nasab setelah Ma’ad bin `Adnan.”

Firman Allah: faradduu aidiyaHum fii afwaaHiHim (“Lalu mereka menutupkan tangan mereka ke mulut mereka [karena kebencian].”) Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna kalimat ini, ada yang mengatakan bahwa mereka menunjuk mulut para Rasul supaya diam setelah para Rasul itu mengajak mereka kepada agama Allah. Ada pula yang berpendapat bahwa mereka meletakkan tangan mereka pada mulut mereka sebagai pendustaan terhadap para Rasul.

Ada pula yang berpendapat lain bahwa yang dimaksud adalah mereka diam saja, tidak memenuhi panggilan para Rasul. Dalam hal ini Sufyan atsauri meriwayatkan pendapat dari `Abdullah, ia mengatakan: faradduu aidiyaHum fii afwaaHiHim (“Lalu mereka menutupkan tangan mereka ke mulut mereka [karena kebencian].”) ialah, menggigit tangan mereka karena geram.

Pendapat ini dipilih oleh `Aburrahman bin Zaid bin Aslam, demikian juga Ibnu Jarir dengan alasan firman Allah tentang orang-orang munafik: “Apabila mereka telah berlalu, mereka gigit jari mereka karena marah.” (QS. Ali-‘Imran: 119)

Al-`Aufi meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, bahwa setelah mendengar kalam Allah, mereka sangat heran dan menutupkan tangan mereka ke mulut mereka sambil berkata: “Kami kafir terhadap apa yang kalian sampaikan kepada kami.” Maksudnya, mereka mengatakan: “Kami tidak percaya terhadap apa yang kalian sampaikan, karena kami sangat meragukannya.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 6-8

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 6-8“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: ‘Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Allah menyelamatkanmu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Rabbmu.’ (QS. 14:6) Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.’ (QS. 14:7) Dan Musa berkata: ‘Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji.’ (QS. 14:8)” (Ibrahim: 6-8)

Allah memberitakan tentang Musa tatkala mengingatkan kaumnya tentang hari-hari Allah dan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka ketika Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan para pengikutnya dan dari siksaan serta penghinaan mereka, yaitu dengan membunuh anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan anak-anak perempuan mereka hidup. Maka, Allah menyelamatkan mereka dari adzab seperti itu.

Hal ini merupakan nikmat yang besar bagi mereka. Karena itu Allah berfirman: wa fii dzaalikum balaa-um mir rabbikum ‘adhiim (“Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari dari Rabb-mu”) maksudnya merupakan nikmat yang besar yang diberikan Allah kepada kalian, yang kalian tidak dapat mensyukurinya. Ada pendapat lain yang mengatakan, perbuatan-perbuatan pengikut Fir’aun terhadap kalian merupakan “balaa-un” (cobaan) yakni ujian besar bagi kalian. Dan mungkin juga yang dimaksud adalah keduanya. wallaaHu a’lam.

Seperti firman-Nya yang artinya: “Dan Kami coba mereka dengan nikmat [yang baik-baik] dan bencana [yang buruk-buru] agar mereka kembali [kepada kebenaran].” (al-A’raaf: 168)

Dan firman-Nya: wa idz ta-adzdzana rabbukum (“Dan ingatlah tatkala Rabbmu memaklumkan,”) yaitu memberitahukan tentang janji-Nya untuk kalian. Bisa juga artinya, “ingatlah tatkala Rabbmu bersumpah dengan keperkasaan, keagungan dan kebesaran-Nya.
Dan firman-Nya: la in syakartum la aziidannakum wa la in kafartum inna ‘adzaabii la syadiid (“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu. Dan bila kamu mengingkari [nikmat-Ku], maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih,”) yaitu dengan mengambil kembali nikmat itu dari mereka dan menyiksa mereka atas pengingkaran mereka terhadap nikmat tersebut.

Firman Allah Ta’ala: wa qaala muusaa in takfuruu antum wa man fil ardli jamii’an fa innallaaHa laghaniyyun hamiid (“Dan Musa berkata: ‘Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari [nikmat Allah], maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji.”) Maksudnya, Allah tidak memerlukan syukur dari hamba-hamba-Nya, dan Dia Mahaterpuji dan dipuji, walaupun orang-orang yang kafir kepada-Nya mengingkari nikmat-Nya, seperti firman-Nya: “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu.” (QS. Az-Zumar:7)

Disebutkan dalam shahih Muslim, dari Abu Dzar, dari Rasulullah, sebuah hadits qudsi, Allah swt. berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalaupun orang-orang terdahulu sampai terakhir di antara kalian, baik manusia maupun jin memiliki takwanya seorang yang paling takwa di antara kalian, maka hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, kalaupun orang-orang terdahulu sampai terakhir di antara kalian, baik manusia maupun jin itu memiliki kejahatan (kekafirannya) seorang yang paling jahat (kafir) di antara kalian, maka hal itu tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, kalaupun orang-orang terdahulu sampai terakhir di antara kalian, baik manusia maupun jin itu berdiri pada satu bukit dan mereka memohon kepada-Ku, kemudian Aku beri masing-masing apa yang dimintanya, maka hal itu tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikit pun, melainkan seperti (menguranginya) sebuah jarum, ketika dimasukkan ke dalam laut.” Mahasuci Allah Ta’ala yang Mahakaya lagi Terpuji.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 5

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 5“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, dan Kami perintahkan kepadanya: ‘Keluarkanlah kaummu gelap-gulita kepada cahaya terang-benderang, dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.’ Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap prang penyabar dan banyak bersyukur,” (QS. Ibrahim: 5)

Allah berfirman, sebagaimana Kami mengutusmu wahai Muhammad dan Kami menurunkan Kitab kepadamu untuk mengeluarkan manusia semua dan mengajak mereka untuk keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang, demikian pula Kami telah mengutus Musa kepada Bani Israil dengan membawa ayat-ayat Kami. Mujahid mengatakan, yaitu sembilan ayat.

An akhrij qaumaka (“Keluarkanlah kaummu,”) maksudnya, Kami perintahkan kepadanya dengan mengatakan: an akhrij qaumaka minadh-dhulumaati ilan nuuri (“Keluarkanlah kaummu dari gelap-gulita kepada cahaya terang-benderang.”) Maksudnya ajaklah mereka kepada kebaikan supaya mereka dapat keluar dari kegelapan yang mereka alami, berupa kebodohan dan kesesatan, menuju kepada cahaya petunjuk Allah dan penglihatan iman.

Wa dzakkirHum bi ayaamillaaH (“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah,”) maksudnya kepada pertolongan dan nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka, dengan membebaskan mereka dari tawanan Fir’aun, kebengisan dan kedhalimannya, serta pertolongan Allah dengan menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka, membelah laut untuk jalan mereka, melindungi mereka dengan mendung, menurunkan manna dan salwa untuk makanan mereka dan lain sebagiannya. Itulah di antara nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, seperti dikatakan oleh Mujahid, Qatadah dan lain-lain.

Disebutkan dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh `Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal
dalam Musnad Ahmad dari Abu Ka’b, dari Nabi Muhammad mengenai firman Allah: Wa dzakkirHum bi ayaamillaaH (“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah,”) (beliau) bersabda, maksudnya, adalah nikmat-nikmat Allah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin Abban, dan diriwayatkan pula oleh `Abdullah bin Imam Ahmad hadits serupa, tetapi mauquf dan inilah yang lebih sesuai.

Firman Allah: inna fii dzaalika la-aayaatil likulli shabbaarin syakuur (“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”) Maksudnya, sesungguhnya apa yang telah Kami perbuat untuk Bani Israil tatkala Kami selamatkan mereka dari tangan Fir’aun dan Kami selamatkan mereka dari adzab yang hina yang mereka alami merupakan contoh bagi setiap orang yang sabar dalam mendapatkan musibah dan banyak bersyukur dalam memperoleh kenikmatan.

Seperti dikatakan Qatadah: “Sebaik-baik hamba adalah seorang hamba yang jika tertimpa cobaan ia bersabar dan jika diberi nikmat ia bersyukur. Demikian diriwayatkan.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 4

23 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 4“4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Ibrahim: 4)

Hal ini termasuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya, bahwa Allah mengutus para Rasul dari kalangan mereka dan dengan bahasa mereka supaya mereka memahami apa yang dikehendaki dari mereka dan apa yang disampaikan kepada mereka, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Dzarr ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan dengan bahasa kaumnya.”

Firman Allah: fayu-dlillullaaHu may yasyaa-u wa yaHdii may yasyaa-u (“Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.”) maksudnya setelah memberikan keterangan dan bukti-buktinya kepada mereka, Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dari petunjuk itu dan menunjuki siapa yang Dia kehendaki kepada kebenaran.

Wa Huwal ‘aziizu (“Dan Dialah Rabb yang Mahakuasa.”) apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak terjadi. Al hakiim (“lagi Mahabijaksana.”) dalam perbuatan-Nya, maka Dia menyesatkan siapa yang memang berhak dengan kesesatan dan menunjuki siapa yang memang layak akan hal itu. Memang, hal itu merupakan sunnah atau ketentuan Allah yang berkenaan dengan makhluk-Nya bahwa Allah tidak mengutus seorang Nabi kepada suatu umat melainkan dengan bahasa mereka dan setiap nabi itu diutus untuk menyampaikan risalah kenabian kepada ummat mereka masing-masing, tidak kepada umat lain, kecuali Nabi Muhammad bin Abdillah yang khusus diperintahkan supaya menyampaikan risalah kepada semua manusia.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih yang tertera dalam kitab shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Jabir berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang Nabipun sebelumku; aku diberi kemenangan oleh karena rasa takut [dalam hati musuh] selama perjalanan satu bulan dan bumi [tanah] ini dijadikan untukku sebagai tempat shalat [masjid] dan untuk bersuci. Dihalalkan untukku harta rampasan perang yang mana hal tersebut tidak dihalalkan bagi seorang rasul pun sebelumku. Aku diberi syafa’at dan setiap Nabi diutus khusus kepada umatnya masing-masing, sedang akut diutus kepada semua manusia.”

Hadits ini didukung berbagai macam bukti dan Allah juga berfirman yang artinya; “Katakanlah: ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku ini adalah Rasul [utusan] Allah kepadamu semua.” (al-A’raaf: 158)

Bersambung