Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat
“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. 14:22) Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan izin Rabb mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah ‘salaam.’ (QS. 14:23)” (QS. Ibrahim: 22-23)
Allah memberitahukan tentang kata-kata Iblis kepada para pengikutnya setelah Allah memutuskan nasib hamba-hamba-Nya, dengan memasukkan orang-orang yang beriman ke dalam surga dan menempatkan orang-orang kafir di dasar neraka, maka Iblis yang terlaknat itu berdiri dan berbicara untuk menambah kesusahan, penipuan dan penyesalan kepada mereka. Ia berkata: innallaaHa wa’adakum wa’dal haqqi (“Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang henar,”) melalui para Rasul-Nya dan menjanjikan keselamatan bagi siapa yang mengikuti mereka, itu adalah janji yang benar dan berita yang benar. Adapun aku (Iblis) berjanji kepada kalian, tetapi aku (Iblis) menyalahinya.
Seperti firman Allah Ta’ala: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (QS. An-Nisaa’: 120)
Kemudian syaitan itu berkata: wa maa kaana liya ‘alaikum min sulthaan (“Sekali-sekali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu.”) Maksudnya, tidak ada bagiku dalil atau argumentasi apapun dalam janji yang kuberikan kepada kalian: illaa an da’autukum fastajabtum lii (“Melainkan [sekedar] aku menyerumu, lalu kamu mematuhi seruanku,”) hanya dengan cara seperti itu (saja).
Sedangkan para Rasul itu telah membawa bukti, alasan dan dalil yang benar yang membuktikan
kebenaran misi yang mereka bawa, tetapi kalian menyelisihi mereka sehingga kalian menerima akibat seperti ini.
Falaa taluumuunii (“Oleh sebab itu janganlah kamu mencercaku,”) hari ini;
Waluumuu anfusakum (“Akan tetapi, cercalah dirimu sendir.”) karena itu adalah dosa kalian sendiri akibat kalian menyelisihi Rasul, dan kalian mengikutiku begitu kuajak kalian kepada kebathilan.
Maa ana bimushrikhikum (“Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu,”) tidak dapat memberi manfaat, menolong dan membebaskan kalian dari apa yang menimpa kalian. Wa maa antum bimush-rikhiy (“Dan kamu pun sekali- sekali tidak dapat menolongku.”) dengan menyelamatkanku dari penderitaan yang sedang kualami ini.
Innii kafaitu bimaa asyraktumuuni min qablu (“Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku [dengan Allah] sejak dulu.”) Ibnu Jarir mengatakan: “Sesungguhnya aku mengingkari bahwa aku adalah sekutu Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung.”
Seperti firman-Nya: “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang beribadah kepada selain Allah yang tidak dapat mengabulkan doanya pada hari kiamat, sedang mereka itu lalai dari memperhatikan do’a mereka? Dan sesungguhnya apabila manusia dikumpulkan (pada hari Kiamat), niscaya sesembahan-sesembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan pemujaan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 5-6)
Firman Allah: innadh dhaalimiina (“Sesungguhnya orang-orang dhalim itu,”) yang berpaling dari kebenaran dari mengikuti kebathilan; laHum ‘adzaabun aliim (“Bagi mereka [mendapat] siksaan yang pedih.”)
Setelah Allah menyebutkan nasib dan kesudahan orang-orang yang celaka berupa kehinaan dan siksa dan menyebutkan bahwa juru bicara mereka adalah Iblis, maka Allah menyeruakan pula nasib dan kesudahan dari orang-orang yang bahagia seraya berfirman: wa udkhilal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati jannaatin tajrii min tahtiHal anHaaru (“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”) yakni mengalir disana, kemanapun dan dimanapun mereka berjalan; khaalidiina fiiHaa (“mereka kekal di dalamnya”) tinggal selama-lamanya di sana, mereka tidak berpindah dan tidak binasa.
Bi idzni rabbiHim tahiyyatuHum fiiHaa salaamun (“Dengan izin Rabb mereka, ucapan penghormatan mereka di dalam surga itu ialah `salaam,”) artinya, sejahtera dan selamat dari segala bencana.
Bersambung