Arsip | 17.17

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 43

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 43“Berkatalah orang-orang kafir: ‘Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul.’ Katakanlah: ‘Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu al-Kitab.’” (QS. ar-Ra’du: 43)

Allah berfirman, orang-orang kafir itu mendustakanmu dan mengatakan: lasta mursalan (“Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul.”) Maksudnya Allah tidak mengutusmu menjadi Rasul. Qul kafaa billaaHi syaHiidan bainii wa bainakum (“Katakanlah: ‘Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kalian.’”) Maksudnya, bahwa Allah cukup bagiku, Dialah saksi terhadapku dan terhadap kalian, yang menyaksikanku atas risalah (misi) yang telah aku sampaikan, dan menyaksikan kalian wahai orang-orang yang mendustakan, atas segala kebathilan yang kalian buat.

Firman Allah: wa man ‘indaHuu ‘ilmul kitaab (“Dan antara orang yang mempunyai ilmu al-Kitab.”) Pendapat yang benar dalam hal ini bahwa: wa man ‘indaHu (“dan orang yang mempunyai.”) Man adalah nama atau kata jenis yang mencakup ulama Ahli Kitab yang mengetahui sifat-sifat Nabi Muhammad yang tertera dalam kitab-kitab mereka terdahulu yang mengandung berita-berita tentang Nabi Muhammad seperti yang difirmankan Allah Ta’ala:

“Dan rahmat-Ku itu luas mencakup segala sesuatu, maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, membayar zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. Yaitu mereka yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis) yang mereka dapati tertulis sisi mereka, dalam Taurat dan Injil.” (QS. Al-A’raaf: 156-157)

Allah Ta’ala juga berfirman: “Apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?” (QS. Asy-Syu’araa’: 197)

Dan (banyak) ayat-ayat lainnya yang memberitakan tentang ulama Bani Israil, bahwa mereka mengetahui hal tersebut (sifat-sifat Muhamma) dari kitab-kitab suci mereka yang telah diturunkan oleh Allah.

Ini adalah akhir dari tafsir surat ar-Ra’d (Guntur). Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah semata.

Selesai

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 42

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 42“Dan sungguh orang-orang kafir yang sebelum mereka (kafir Makkah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu adalah ada dalam kekuasaan Allah. Allah mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik) itu.” (QS. ar-Ra’du: 42)

Allah berfirman: wa qad makaral ladziina min qabliHim (“Dan sungguh orang-orang kafir yang sebelum mereka [kafir Makkah] telah mengadakan tipu daya.”) Terhadap Rasul-Rasul mereka, dan mereka ingin mengusir para Rasul itu dari negeri mereka. Maka Allah membalas tipu daya me.reka, dan menjadikan akibat yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.

Ya’lamu maa taksibu kullu nafsin (“Allah mengetahui apa yang diusahakan setiap diri.”) Maksudnya, Allah Ta’ala mengetahui segala rahasia yang terpendam dalam jiwa. Dan akan membalas setiap orang atas perbuatannya.

Wa saya’lamul kuffaaru (“Dan orang-orang kafir akan mengetahui.”) Pada qira’at lain dibaca dengan “kaafir” (orang kafir); liman ‘uqbad daar (“Untuk siapa tempat kesudahan [yang baik] itu.”) Maksudnya adalah, untuk siapa giliran kemenangan dan akibat yang baik itu, apakah untuk mereka atau untuk pengikut para Rasul itu? Tentu saja untuk pengikut para Rasul itu, baik di dunia ini ataupun di akhirat nanti.

Hanya milik Allah-lah segala puji dan anugerah.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 40-41

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 40-41“Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. (QS. 13:40) Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lain Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya, dan Allah-lah yang Mahacepat hisab-Nya. (QS. 13:41)” (ar-Ra’du: 40-41)

Allah berfirman kepada Rasul-Nya: wa im maa nuriyannaka (“Dan jika Kami perlihatkan kepadamu.”) Wahai Muhammad sebagian dari (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka, musuh-musuhmu berupa kehinaan dan musibah di dunia ini; au natawaffannaka (“Atau Kami wafatkan kamu.”) Sebelum hal tersebut terjadi, hal itu tidak penting bagimu. Fa innamaa ‘alaikal balaagh (“Karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja.”) Maksudnya, Kami mengutusmu hanyalah untuk menyampaikan risalah (mis) Allah kepada mereka, dan kamu telah melaksanakan perintah tersebut. Wa ‘alainal hisaab (“Sedang Kami lah yang menghisab amalan mereka.”) Maksudnya, memperhitungkan perbuatan mereka, lalu membalasnya.

Firman Allah: awalam yarau annaa na’til ardla nanqushuHaa min ath-raafiHaa (“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah [orang-orang kafir], lalu Kami kurangi daerah-daerah itu [sedikit demi sedikit] dari tepi-tepinya?”) Ibnu `Abbas berkata: “Apakah mereka tidak melihat, bahwa Kami membukakan bagi Muhammad daerah demi daerah.” Dalam satu riwayat dari Ibnu `Abbas, ia mengatakan: “Yaitu rusaknya bumi dengan kematian para ulama, fuqaha’, dan orang-orang baik dari bumi ini.”

Pendapat pertama lebih utama, yaitu dengan kemenangan Islam atas kemusyrikan, daerah demi daerah, sebagaimana firman Allah: “Dan sesungguhnya telah Kami binasakan kampung-kampung yang ada di sekitarmu.” (QS. Al-Ahqaaf: 27). Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 38-39

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 38-39“Dan esungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul pun mendatangkan suatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu) (QS. 13:38) Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfudh). (QS. 13:39)” (ar-Ra’du: 38-39)

Allah berfirman, sebagaimana Kami mengutusmu, hai Muhammad, sebagai Rasul yang berupa manusia, demikian pula Kami mengutus Para Rasul sebelummu berupa manusia juga, mereka makan makanan dan mereka pun bejalan di pasar. Mereka juga berkumpul dengan isteri mereka dan mempunyai anak, dan Kami jadikan untuk mereka isteri-isteri dan keturunan. Allah Ta’ala telah berfirman kepada Rasul termulia dan terakhir yang artinya: “Katakanlah [wahai Muhammad, ‘Sesungguhnya aku ini manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku.’” (Kahfi: 110)

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda: “Adapun aku, aku pun puasa dan berbuka, aku juga berdiri shalat malam dan tidur, makan daging dan menikah dengan perempuan. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.”

Firman Allah: wamaa kaana lirasuulin ay ya’tiya bi-aayaatin illaa bi-idznillaaH (“Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkari suatu ayat [mukjizat] melainkan dengan Allah.”) Maksudnya adalah, bahwa Rasul itu tidak dapat mendatangkan hal-hal yang luar biasa (mukjizat) kepada kaumnya, kecuali jika Allah mengizinkan baginya. Hal itu bukan kembali kepada Rasul itu, tetapi kepada Allah yang dapat berbuat apa saja yang dikendaki-Nya, dan menetapkan apa yang diinginkan-Nya.

Likulli ajalin kitaab (“Bagi tiap-tiap masa ada kitab [yang ditentukan].”) maksudnya bagi tiap waktu yang dibuat itu mempunyai kitab tertentu, dan segala sesuatu itu sudah ditentukan kadarnya di sisi Allah.

“Tidak tahukah kamu bahwa Allah itu mengetahui apa yang di langit dan bumi. Sesungguhnya hal itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya hal itu bagi Allah hanyalah sesuatu yang mudah.” (QS. Al-Hajj: 70)

Adh-Dhahhak bin Muzahim berkata tentang firman Allah: Likulli ajalin kitaab (“Bagi tiap-tiap masa ada kitab [yang ditentukan].”) Maksudnya, masing-masing kitab itu mempunyai waktu tertentu. Setiap kitab yang diturunkan Allah dari langit itu mempunyai waktu dan batas tertentu di sisi Allah. Oleh karena itu: yamhullaaHu may yasyaa-u (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki”) Darinya. Wa yutsbitu (“Dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) Sampai semuanya dihapus dengan al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad Saw.

Para mufassir berbeda pendapat tentang firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”)

Ats-Tsauri, Waqi’, dan Hasyim meriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, al-Minhal bin `Amr, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas: “Allah mengatur urusan yang berlaku dalam tahun tersebut, maka Ia menghapuskan apa yang kehendaki, kecuali yang berkaitan dengan celaka dan bahagia, hidup dan Maka dari pendapat-pendapat tersebut bahwa semua ketentuan (takdir) ada yang dihapus oleh Allah dan ada yang ditetapkan oleh-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.

Pendapat ini bisa didukung dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Tsauban berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang itu terhalang rizkinya disebabkan dosa yang dilakukannya, dan tidak ada yang dapat menolak qadar selain do’a, dan tidak ada yang dapat menambah umur selain kebajikan.”

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dinyatakan dalam hadits yang shahih, bahwa silaturrahim (menghubungkan persaudaraan) itu menambah umur.

Sedangkan al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu wa ‘indaHuu ummul kitaab (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki] dan di sisinyalah terdapat Ummul Kitab”) ia mengatakan: “Yaitu orang yang sepanjang hidupnya taat kepada Allah, kemudian kembali berbuat maksiat (durhaka) kepada Allah, dan mati dalam keadaan sesat, itulah yang dihapuskan Allah.

Sedangkan yang ditetapkan adalah orang yang selalu berbuat maksiat (durhaka) kepada Allah tetapi baginya telah dicatat/ditakdirkan baik sehingga ketika hendak meninggal, dia dalam keadaan taat kepada Allah, itulah yang ditetapkan Allah.”

Diriwayatkan dari Sa’id bin jubair mengatakan, bahwa artinya sama dengan ayat yang artinya: “Allah mengampuni siapa yang Ia kehendaki dan menyiksa siapa yang Ia kehendaki. Dan Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 284)

‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman AllaH: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) ia mengatakan: Allah mengganti apa yang dikehendaki-Nya dengan menghapusnya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dengan tidak merubahnya. Wa ‘indaHuu ummul kitaab (“dan pada sisi-Nya lah terdapat umul kitab”) hal itu semua terdapat dalam Ummul Kitab di sisi-Nya yang menghapus. Dan apa yang dirubah [dihapus] dan ditetapkan semuanya terdapat dalam suatu kitab.

Tentang firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) Qatadah mengatakan bahwa artinya sama dengan ayat: “Ayat apapun yang Kami nasakh [nasakh] atau Kami jadikan [manusia] lupa kepadanya…” (al-Baqarah: 106)

Sedangkan Hasan al-Bashri berkata: “Siapa yang telah tiba ajalnya, pergilah ia dan tetaplah siaap yang masih hidup untuk berjalan menuju ajalnya.” Pendapat ini dipilih oleh Abu Ja’far bin Jarir.

Sedangkan firman Allah: wa ‘indaHuu ummul kitaab (“Dan di sisi-Nya lah terdapat ummul Kitaab”) maksudnya adalah yang halal dan yang haram. Sedangkan Qatadah berkata: “Maksudnya adalah induk kitab dan asalnya.”

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 36-37

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 36-37“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali.’ (QS. 13:36) Dan demikianlah, Kami telah menurunkan al-Qur`an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (QS. 13:37)” (ar-Ra’du: 36-37)

Allah berfirman: wal ladziina aatainaaHumul kitaaba (“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka.”) Sedang mereka melakukan sesuai dengan ajarannya [tuntunannya].
Yafrahuuna bimaa unzila ilaika (“bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu.”) Dari al-Qur’an, karena disebutkan dalam kitab mereka sebagian dari bukti-bukti kebenarannya dan memberikan kabar gembira akan kedatangannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Katakanlab: ‘Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman, (sama saja bagi Allah). Sesunggubnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelurnnya, apabila al-Qur’an dibacakan kepada rnereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan rnereka berkata: ‘Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.’” (QS. Al-Israa’: 107-108)

Maksudnya, jika apa yang dijanjikan Allah kepada kita dalam kitab kita, yaitu mengutus Muhammad itu memang benar (haq), betul dan dipenuhi, maka hal itu tidak mustahil dan pasti terjadi. Mahasuci Allah, betapa benar janji-Nya dan hanya bagi-Nyalah segala puji.

“Mereka menyungkur di atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.” (QS. A1-Israa’: 109)

Dan firman Allah: wa minal ahzaabi may yunkiru ba’dlaHu (“Dan di antara golongan-golongan [Yahudi dan Nasrani] yang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya.”) Maksudnya, di antara golongan-golongan yang mendustakan sebagian dari yang telah diturunkan kepadamu. Mujahid mengatakan, “Bahwa golongan-golongan yang dimaksud adalah, Yahudi dan Nasrani. May yunkira ba’dlaHu (“yang mengingkari sebagiannya.”) Maksudnya adalah, sebagian dari kebenaran yang kamu bawa, sebagaimana dikatakan oleh Qatadah dan `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.

Qul innamaa umirtu an a’budallaaHa walaa usy-riku biHi (“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”) Maksudnya, aku diutus hanya untuk beribadah kepada Allah saja, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, seperti halnya para Rasul sebelumku.

ilaiHi ad’uu (“Hanya kepada-Nya aku ajak manusia.”) kepada jalan Allah aku seru manusia. Wa ilaiHi ma-aab (“Dan hanya kepada-Nya aku kembali”) tempat aku pulang dan tempat aku kembali.

Firman Allah: wa kadzaalika anzalnaaHu hukman ‘arabiyyan (“Dan demikianlah Kami telah menurunkan al-Qur’an itu sebagai peraturan [yang benar] dalam bahasa Arab.”) Maksudnya, sebagaimana Kami telah mengutus sebelummu para Rasul dan Kami turunkan kepada mereka kitab-kitab dari langit, Kami juga menurunkan kepadamu al-Qur’an dalam keadaan yang muhkam (sempurna dan jelas) dan berbahasa Arab, Kami berikan kepadamu kemuliaan dan keutamaan (kelebihan) diatas mereka dengan Kitab al-Qur’an yang jelas dan terang serta gamblang.

“Yang tidak datang padanya (al’Qur’an) kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.” (QS. Fushshilat: 42)

Firman Allah: wa la-init-taba’ta aHwaa-aHum (“Dan seandainya engkau mengikuti hawa nafsu mereka.”) Pendapat-pendapat mereka. Ba’da maa jaa-aka minal ‘ilmi (“Setelah datang pengetahuan kepadamu.”) Dari Allah swt.
Maa laka minallaaHi waliyyiw walaa waaq (“Maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap [siksa] Allah.”) Ini adalah ancaman bagi orang-orang yang berilmu agar tidak mengikuti orang-orang yang sesat, setelah mereka mengikuti sunnah Nabi dan ajaran
Muhammad yang jelas. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam yang paling baik dan utama kepadanya.

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 34-35

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 34-35“Bagi mereka adzab dalam kehidupan dunia dan sesungguhnya adzab akhirat adalah lebih keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (adzab) Allah. (QS. 13:34) Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang yang kafir ialah neraka. (QS. 13:35)” (ar-Ra’du: 34-35)

Allah menyebutkan siksa orang-orang kafir dan pahala orang-orang yang berbakti, maka setelah Allah memberitakan tentang keadaan orang-orang musyrik dan tentang kekafiran dan kemusyrikan yang ada pada mereka, Allah berfirman: laHum ‘adzaabun fil hayaatid dun-yaa (“Bagi mereka adzab dalam kehidupan dunia.”) Melalui tangan orang-orang mukmin, dengan dibunuh dan ditawan.

Wa la’adzaabul aakhirati (“Dan sesungguhnya adzab akhirat.”) Yang tersimpan bersama kehinaan di dunia ini. Asyaddu (“Adalah lebih keras.”) Maksudnya, jauh lebih pedih daripada siksa di dunia ini. Karena siksa di dunia itu ada batas akhirnya, sedang siksa akhirat itu kekal abadi di neraka. Dibandingkan dengan siksa dunia, siksa akhirat itu berlipat ganda tujuh puluh kali dan tidak dapat dibayangkan kekuatan dan kekencangan belenggunya, sebagaimana firman Allah:

“Perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya. Sungai-sungai dari khamr atau arak yang lezat rasanya bagipeminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring, dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka?” (QS. Muhammad: 15)

Dan firman Allah Ta’ala: ukuluHaa daa-imuw wadhilluHaa (“Buahnya tak henti-henti, dan naungannya [demikian pula].”) Maksudnya dalam surga terdapat buah–buahan, makanan dan minuman yang tiada henti dan tidak binasa.

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim hadits Ibnu `Abbas tentang shalat gerhana, di dalamnya disebutkan bahwa para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah kami melihatmu menggapai sesuatu di tempatmu ini, kemudian kami melihatmu ketakutan dan mundur.” Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku melihat surga, lalu aku menggapai satu tangkai darinya, seandainya aku dapat mengambilnya pasti kalian akan makan darinya selama dunia ini masih ada.”

Dari Jabir bin `Abdullah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Penghuni surga makan dan minum, mereka tidak beringus, tidak buang air besar dan tidak kencing. Makanan mereka menjadi sendawa seperti bau minyak menjadi minyak wangi atau misik. Mereka mendapat ilham untuk senantiasa memuji dan mensucikan Allah sebagaimana mereka mendapatkan ilham untuk bernafas.” (HR Muslim)

Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya: “Dan buah-buahannya banyak, yang tidak pernah berhenti [buahnya] dan tidak terlarang [mengambilnya].”) (QS. Al-Waaqi’ah: 32-33)

Dan berfirman: “Dan naungan [pohon-pohon surga itu] dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.” (QS. Al-Insan: 14)

Demikian juga naungannya tidak hilang atau habis, dan Allah sering menyertakan sifat-sifat surga dengan sifat-sifat neraka, agar orang senang [berharap] dengan surga dan menghindari [takut] akan neraka.

Oleh karena itu, setelah Allah menyebutkan sifat surga seperti tersebut di atas, Allah berfirman: tilka ‘uqbal ladziinat taqau wa ‘uqbal kaafiriinan naar (“Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang kafr adalah neraka.”)

Sebagaimana pula Allah berfirman yang artinya: “Tidak sama penduduk neraka dengan penduduk surga, penduduk surga itulah mereka yang bahagia [beruntung].” (al-Hasyr: 20)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 33

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 33“Maka apakah Rabb yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah: ‘Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.’ Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau kamu mengatakan (tentang hal itu) sekedar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorang pun yang akan dapat memberinya petunjuk.” (QS. ar-Ra’du: 33)

Allah berfirman: afaman Huwa qaa-imun ‘alaa kulli nafsim bimaa kasabat (“Maka apakah Rabb yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya [sama dengan yang tidak demikian sifatnya?].”) Maksudnya adalah menjaga mereka, mengawasi semua makhluk yang bernafas, mengetahui segala perbuatan orang-orang yang berbuat baik maupun buruk, tak ada rahasia sedikitpun yang tidak diketahui-Nya. Apakah Rabb yang memiliki sifat-sifat seperti itu sama dengan berhala-berhala yang mereka sembah, yang tidak mendengar dan tidak melihat, tidak berakal dan tidak memiliki manfaat untuk diri mereka sendiri maupun untuk penyembah-penyembahnya. Juga tidak dapat memberi pertolongan untuk melenyapkan kesulitan kepada dirinya sendiri maupun kepada para penyembahnya.

Jawaban dari pertanyaan itu tidak disebutkan lagi, karena sudah cukup dimengerti dari susunan kalimatnya, yaitu firman-Nya: wa ja’aluu lillaaHi syurakaa-a (“Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah.”) Yaitu berhala-berhala, sekutu-sekutu dan sembahan-sembahan yang mereka anggap sebagai Rabb di samping Allah.

Qul sammuuHum (“Katakanlah: ‘Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.’”) Maksudnya, beritahukanlah mereka itu tentang kami, dan jelaskanlah tentang keyakinan mereka yang keliru sehingga mereka tahu. Karena sebenarnya mereka itu tidak punya hakikat (kenyataan).

Oleh karena itu, Allah berfirman: am tunabbi-uunaHu bimaa laa ya’lamu fil ardli (“Atau apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi.”) Maksudnya, apa yang tidak ada (yang mereka ada-adakan), karena kalau memang hal itu ada di bumi, pasti
Allah mengetahuinya, karena tidak ada sesuatu pun yang terahasiakan bagi Allah.

Am bidhaaHirim minal qaul (“Atau kalian mengatakan [tentang hal itu] sekedar perkataan pada lahirnya saja.”) Mujahid mengatakan: “Dengan kata-kata dugaan.”

Adh-Dhahhak dan Qatadah mengatakan: “Dengan kata-kata yang bathil (tidak benar).” Maksudnya, kalian menyembah berhala-berhala itu hanyalah berdasarkan kepada dugaan kalian, bahwa berhala itu dapat memberikan manfaat kepada kalian dan dapat pula membahayakan kalian, dan kalian sebut mereka sebagai Ilah (Tuhan).

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan sesuatu keteranganpun untuk menyembahnya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. An-Najm: 23)

Bal zayyana lil ladziina makaruu mak-raHum (“Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan [oleh syaitan] memandang baik tipu-daya mereka.”) Mujahid berkata: “Perkataan mereka, maksudnya kesesatan yang ada pada mereka, dan ajakan mereka pada kesesatan di malam dan siang hari.”

Wa shadduu ‘anis sabiil (“Dan dihalanginya dari jalan yang benar.”) orang yang membacanya dengan shad difathah, maknanya: “Setelah syaitan menggoda mereka dan bahwa apa yang mereka lakukan itu benar, mereka pun mengajak kepadanya dan menghalangi orang lain untuk mengikuti jalan para Rasul.”
Sedang orang yang membacanya dengan shad didhammah, artinya: “Karena godaan syaitan, bahwa apa yang mereka lakukan itu benar, maka mereka terhalang dari jalan Allah.”

Karena itu Allah berfirman: wa may yudl-lilillaaHu famaa laHuu min Haad (“Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada baginya seorang pun yang akan dapat memberinya petunjuk.”) Sebagaimana Allah berfirman pula: “Barangsiapa yang Allah mengbendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) dari Allah.” (QS. Al-Maaidah: 41)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 32

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 32“Dan sesungguhnya telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, maka Aku menangguhkan orang-orang kafir itu, kemudian Aku binasakan mereka. Maka alangkah hebatnya siksaan-Ku itu!” (QS. ar-Ra’du: 32)

Allah berfirman untuk menghibur Rasulullah saw. dalam menghadapi pendustaan kaumnya: wa laqadis tuHzi-a bi rusulim min qablika (“Dan sesungguhnya telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelummu.”) Jadi kamu mendapatkan contoh kejadian dari mereka.

Fa amlaitu lil ladziina kafaruu (“Maka Aku menangguhkan orang-orang kafir itu.”) Kami tangguhkan dan Kami tunda mereka. Tsumma akhadztuHum (“Kemudian Aku binasakan mereka.”) Dengan keras, dan bagaimana sampai kepadamu apa yang telah Aku perbuat terhadap mereka, dan Aku siksa mereka serta Aku tangguhkan mereka.

Sebagaimana disebutkan dalam dua kitab shahih (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), bahwa: “Sesungguhnya Allah menangguhkan [adzab] terhadap orang dhalim, sehingga apabila Allah menindaknya, Dia tidak akan melepaskannya.”)

Kemudian Rasuluflah saw. membaca ayat yang artinya: “Demikianlah pembinasaan (adzab) Rabbmu bila membinasakan kampung-kampung yang penduduknya berbuat dhalim. Sesungguhnya pembinasaan (adzab) Rabb itu sangatlah pedih lagi keras.” (QS. Huud: 102)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 31

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 31“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu al-Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka apakah orang-orang yang beriman itu tidak mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi (di) dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. ar-Ra’du: 31)

Allah berfirman, memuji al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan mengutamakannya di atas semua kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya: walau anna qur-aanan suyyirat biHil jibaalu ( “Dan sekiranya ada suatu bacaan [kitab suci] yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan.”) Maksudnya kalau di antara kitab-kitab suci terdahulu ada kitab yang dapat menggoncangkan gunung-gunung dari tempatnya, atau bumi dapat terbelah oleh karenanya orang-orang yang telah mati dapat berbicara dalam kuburnya tentu al-Qur’an itulah yang mempunyai hal seperti itu, bukan yang lain, lebih berhak bersifat demikian, karena mukjizat-mukjizat yang terkandung dalamnya. Walaupun demikian, orang-orang musyrik itu tetap kafir,tidak percaya dan mengingkarinya.

Bal lillaaHi amru jamii’an (“Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah.”) Maksudnya, segala urusan itu kembali kepada Allah, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak dikendaki-Nya pasti tidak terjadi. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya.

Nama al-Qur’an terkadang digunakan untuk menyebut semua kitab terdahulu, karena asal kata Qur’an itu jama’, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah ra, ia mengatakan, Rasulullah saw. bersabda: “Al-Qur’an itu meringankan bagi Dawud. la memerintahkan agar dipasangkan pelana pada kudanya, dan ia membaca al-Qur’an sebelum pelana itu terpasang, dan ia (Dawud) tidak makan kecuali dari hasil kerja tangannya.”
Hadits ini hanya diriwayatkan oleh al-Bukhari. Sedangkan yang di-maksud dengan al-Qur’an di sini adalah kitab Zabur.

Afalam yai-asil ladziina aamanuu (“Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu rnengetahui,”) dari berimannya semua makhluk manusia dan mengetahui atau mengerti; al lau yasyaa-ullaaHu laHadan naasas jamii’an (“Bahwa seandainya Allah menghendaki semua manusia beriman tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Karena tidak ada alasan atau mukjizat yang lebih kuat dan lebih berguna akal dan jiwa daripada al-Qur’an ini, yang seandainya diturunkan kepada gunung pasti akan tunduk, luluh berantakan karena takutnya kepada Allah.

Disebutkan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Setiap Nabi pasti diberi oleh Allah apa yang (membuat) manusia percaya terhadap hal-hal seperti itu, tetapi apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu, yang diwahyukan Allah kepadaku, maka aku mengharapkan menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya pada hari Kiamat nanti.” (Muttafaq `alaih)

Maksudnya, mukjizat setiap Nabi itu habis (berakhir) setelah Nabi tersebut wafat, sedangkan al-Qur’an ini adalah hujjah (argumentasi) yang tetap kekal sepanjang masa yang tidak habis-habis keajaibannya. Tidak usang karena banyak diulang, dan ulama tidak akan merasa kenyang dengannya. Ia adalah pemisah antara yang haq dan yang bathil, bukan senda gurau. Barangsiapa yang meninggalkannya karena pengaruh orang yang dhalim, maka Allah pasti akan menghancurkannya, dan barangsiapa mencari petunjuk selain dari al-Qur’an, pasti Allah akan menyesatkannya.

Tentang firman Allah: bal lillaaHi amru jamii’an (“Sebenarnya segala urusan itu lalah kepunyaan Allah,”) Ibnu `Abbas mengatakan: “Maksudnya, Allah tidak berbuat dari hal-hal tersebut kecuali apa yang dikehendaki-Nya dan Allah tidak melakukannya (bila Dia tidak menghendaki).”

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan sanadnya dari Ibnu ‘Abbas mengatakan, bahwa tidak sedikit dari ulama salaf yang mengatakan tentang firman Allah: Afalam yai-asil ladziina aamanuu (“Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu rnengetahui,”) Bahwa yaias di sini artinya mengetahui.

Walaa yazaalul ladziina kafaruu tushiibuHum bimaa shana’uu qaari’atun au tahullu qariibam min diyaariHim (“Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri, atau bencana itu terjadi didekat tempat kediaman mereka.”) Maksudnya, disebabkan oleh pendustaan mereka, bencana selalu menimpa mereka di dunia, menimpa orang-orang di sekitar mereka agar mereka mengambil nasehat pelaiaran darinya, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Kami hancurkan kampung-kampung yang ada di sekitarmu, dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda (kekuasaan Allah) berulang-ulang agar mereka bertaubat.” (Al-Ahqaaf: 27)

Oatadah meriwavatkan dari al-Hasan, ia mengatakan: au tahullu qariibam min diyaariHim (“Atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.”) Maksudnya adalah bencana itu, dan inilah arti yang nampak dari susunan kalimat. Abu Dawud ath-Thayalisi meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, tentang firman Allah Ta’ala: Walaa yazaalul ladziina kafaruu tushiibuHum bimaa shana’uu qaari’atun (“Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri.”) berkata, maksudnya serangan pasukan.

au tahullu qariibam min diyaariHim (“Atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.”) Maksudnya, Muhammad saw. hattaa ya’tiya wa’dullaaHi (“Sehingga datanglah janji Allah,”) yaitu Fathu Makkah (penundukan kota Makkah). Demikian yang dikatakan oleh `Ikrimah
bin Jubair dan Mujahid menurut satu riwayat.

Sedangkan al-‘Aufi dari Ibnu `Abbas mengatakan: Qari’ah maksudnya adzab dari langit yang turun menimpa mereka. au tahullu qariibam min diyaariHim (“Atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.”) Maksudnya, Rasulullah turun kepada mereka dan memerangi mereka. Demikian pula dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah. `Ikrimah menurut satu riwayat mengatakan, dari Ibnu `Abbas: “Qari’ah artinya bencana.” Dan mereka semua mengatakan: hattaa ya’tiya wa’dullaaHi (“Sehingga datanglah janji Allah,”) Yaitu, Fathu Makkah (penundukan kota Makkah). Al-Hasan al-Bashri mengatakan: “Yaitu datangnya hari Kiamat.”

Firman Allah: innallaaHa laa yukhliful mii’aad (“Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”) Maksudnya yaitu, tidak melanggar janji-Nya kepada para Rasul untuk menolong mereka dan pengikut mereka di dunia dan akhirat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 30

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat

tulisan arab alquran surat ar ra'du ayat 30“Demikianlah, Kami telah mengutusmu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (al-Qur’an) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir terhadap Rabb yang Mahapemurah. Katakanlah: ‘Dialah Rabbku, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.’” (QS. ar-Ra’du: 30)

Allah berfirman, sebagaimana Kami mengutusmu, wahai Muhammad, kepada umat ini; litat-luwa ‘alaiHimul ladzii au hainaa ilaika (“Supaya kamu membacakan kepada mereka [al-Qur’an] yang Kami wahyukan kepadamu.”) Maksudnya, kamu menyampaikan risalah Allah kepada mereka, demikian juga Kami telah mengutus kepada umat-umat terdahulu yang kafir kepada Allah dan mendustakan para Rasul sebelummu, maka kamu hendaknya mencontoh mereka. Dan sebagaimana Kami menjatuhkan kepada mereka adzab dan murka Kami, maka hendaklah mereka berhati-hati terhadap terjadinya murka Allah kepada mereka, karena pendustaan mereka kepadamu lebih berat daripada pendustaan (mereka) kepada para Rasul yang lain.

Firman Allah: wa Hum yakfuruuna bir rahmaani (“Padahal mereka kafir kepada Rabb yang Mahapemurah.”) Artinya, umat yang kamu diutus Allah kepada mereka itu kafir atau tidak percaya kepada Rabb yang Mahapemurah, tidak mengakui-Nya, karena mereka menolak untuk menyebut Allah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Karena itu mereka menolak menulis “Bismillahirrahmanirrahim” pada hari al-Hudaibiyyah, mereka mengatakan: “Kami tidak mengenal apa ar-Rahman (Rabb yang Mahapemurah) dan ar-Rahim (Mahapenyayang) itu, sebagaimana dikatakan Qatadah. Sedangkan hadits ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari.

Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: ‘Berdo alah kepada Allah atau kepada ar-Rahman, dengan nama apa saja, sesungguhnya Allah itu memiliki al-Asma’ al-Husna.’” (QS. Al-Israa’: 110)

Disebutkan dalam kitab Shahih Muslim, dari `Abdullah bin `Umar, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya nama yang paling disenangi Allah adalah ‘Abdullah dan ‘Abdur rahman.”

Qul Huwa rabbii laa ilaaHa illaa Huwa (“Katakanlah: ‘Dia Rabbku, tiada ilah [yang berhak diibadahi] selain Dia.’”) maksudnya apa yang kalian kafir kepada-Nya, itu aku percaya dan aku akui serta mengakuinya sebagai Rabb dan Ilah dan Allah lah Rabbku, tidak ada ilah yang haq selain Allah,
‘alaiHi tawakkaltu (“Hanya kepada-Nya aku bertawakal”) dalam segala hal dan urusanku. Wa ilaiHi mataab (“Dan hanya kepada-Nya aku bertaubat”) maksudnya hanya kepada-Nya aku kembali dan bertaubat, karena tidak ada yang berhak untuk itu selain Dia (Allah).

Bersambung