Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Ra’du (Guruh)
Surah Madaniyyah; surah ke 13: 43 ayat
“Dan esungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul pun mendatangkan suatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu) (QS. 13:38) Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfudh). (QS. 13:39)” (ar-Ra’du: 38-39)
Allah berfirman, sebagaimana Kami mengutusmu, hai Muhammad, sebagai Rasul yang berupa manusia, demikian pula Kami mengutus Para Rasul sebelummu berupa manusia juga, mereka makan makanan dan mereka pun bejalan di pasar. Mereka juga berkumpul dengan isteri mereka dan mempunyai anak, dan Kami jadikan untuk mereka isteri-isteri dan keturunan. Allah Ta’ala telah berfirman kepada Rasul termulia dan terakhir yang artinya: “Katakanlah [wahai Muhammad, ‘Sesungguhnya aku ini manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku.’” (Kahfi: 110)
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda: “Adapun aku, aku pun puasa dan berbuka, aku juga berdiri shalat malam dan tidur, makan daging dan menikah dengan perempuan. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.”
Firman Allah: wamaa kaana lirasuulin ay ya’tiya bi-aayaatin illaa bi-idznillaaH (“Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkari suatu ayat [mukjizat] melainkan dengan Allah.”) Maksudnya adalah, bahwa Rasul itu tidak dapat mendatangkan hal-hal yang luar biasa (mukjizat) kepada kaumnya, kecuali jika Allah mengizinkan baginya. Hal itu bukan kembali kepada Rasul itu, tetapi kepada Allah yang dapat berbuat apa saja yang dikendaki-Nya, dan menetapkan apa yang diinginkan-Nya.
Likulli ajalin kitaab (“Bagi tiap-tiap masa ada kitab [yang ditentukan].”) maksudnya bagi tiap waktu yang dibuat itu mempunyai kitab tertentu, dan segala sesuatu itu sudah ditentukan kadarnya di sisi Allah.
“Tidak tahukah kamu bahwa Allah itu mengetahui apa yang di langit dan bumi. Sesungguhnya hal itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya hal itu bagi Allah hanyalah sesuatu yang mudah.” (QS. Al-Hajj: 70)
Adh-Dhahhak bin Muzahim berkata tentang firman Allah: Likulli ajalin kitaab (“Bagi tiap-tiap masa ada kitab [yang ditentukan].”) Maksudnya, masing-masing kitab itu mempunyai waktu tertentu. Setiap kitab yang diturunkan Allah dari langit itu mempunyai waktu dan batas tertentu di sisi Allah. Oleh karena itu: yamhullaaHu may yasyaa-u (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki”) Darinya. Wa yutsbitu (“Dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) Sampai semuanya dihapus dengan al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad Saw.
Para mufassir berbeda pendapat tentang firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”)
Ats-Tsauri, Waqi’, dan Hasyim meriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, al-Minhal bin `Amr, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas: “Allah mengatur urusan yang berlaku dalam tahun tersebut, maka Ia menghapuskan apa yang kehendaki, kecuali yang berkaitan dengan celaka dan bahagia, hidup dan Maka dari pendapat-pendapat tersebut bahwa semua ketentuan (takdir) ada yang dihapus oleh Allah dan ada yang ditetapkan oleh-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Pendapat ini bisa didukung dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Tsauban berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang itu terhalang rizkinya disebabkan dosa yang dilakukannya, dan tidak ada yang dapat menolak qadar selain do’a, dan tidak ada yang dapat menambah umur selain kebajikan.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dinyatakan dalam hadits yang shahih, bahwa silaturrahim (menghubungkan persaudaraan) itu menambah umur.
Sedangkan al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu wa ‘indaHuu ummul kitaab (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki] dan di sisinyalah terdapat Ummul Kitab”) ia mengatakan: “Yaitu orang yang sepanjang hidupnya taat kepada Allah, kemudian kembali berbuat maksiat (durhaka) kepada Allah, dan mati dalam keadaan sesat, itulah yang dihapuskan Allah.
Sedangkan yang ditetapkan adalah orang yang selalu berbuat maksiat (durhaka) kepada Allah tetapi baginya telah dicatat/ditakdirkan baik sehingga ketika hendak meninggal, dia dalam keadaan taat kepada Allah, itulah yang ditetapkan Allah.”
Diriwayatkan dari Sa’id bin jubair mengatakan, bahwa artinya sama dengan ayat yang artinya: “Allah mengampuni siapa yang Ia kehendaki dan menyiksa siapa yang Ia kehendaki. Dan Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 284)
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman AllaH: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) ia mengatakan: Allah mengganti apa yang dikehendaki-Nya dengan menghapusnya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dengan tidak merubahnya. Wa ‘indaHuu ummul kitaab (“dan pada sisi-Nya lah terdapat umul kitab”) hal itu semua terdapat dalam Ummul Kitab di sisi-Nya yang menghapus. Dan apa yang dirubah [dihapus] dan ditetapkan semuanya terdapat dalam suatu kitab.
Tentang firman Allah: yamhullaaHu may yasyaa-u Wa yutsbitu (“Allah menghapuskan apa yang Ia kehendaki, dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki].”) Qatadah mengatakan bahwa artinya sama dengan ayat: “Ayat apapun yang Kami nasakh [nasakh] atau Kami jadikan [manusia] lupa kepadanya…” (al-Baqarah: 106)
Sedangkan Hasan al-Bashri berkata: “Siapa yang telah tiba ajalnya, pergilah ia dan tetaplah siaap yang masih hidup untuk berjalan menuju ajalnya.” Pendapat ini dipilih oleh Abu Ja’far bin Jarir.
Sedangkan firman Allah: wa ‘indaHuu ummul kitaab (“Dan di sisi-Nya lah terdapat ummul Kitaab”) maksudnya adalah yang halal dan yang haram. Sedangkan Qatadah berkata: “Maksudnya adalah induk kitab dan asalnya.”
bersambung
Tag:38, 39, agama islam, Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, ibnu katsir, islam, ra’d, religion, surah, surah ar-ra’du, surat, surat ar-ra’du, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’du ayat 38-39