Arsip | 01.54

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 36

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 36“Dan bersama dengan dia, masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. Berkatalah salab seorang di antara keduanya: ‘Sesungguhnya aku bermimpi, babwa aku memeras anggur.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung.’ Berikanlah kepada kami ta’birnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (mena’birkan mimpi.’) (Yusuf: 36)

Qatadah mengatakan: “Salah seorang dari mereka berdua adalah pelayan minuman raja, sedang yang lain adalah tukang pembuat roti raja.” As-Suddi berkata: “Bahwa mereka dipenjara dengan tuduhan meracuni makanan dan minuman raja.” Sedangkan Yusuf terkenal di penjara itu karena sifat kedermawanan, dapat dipercaya, kejujuran kata-katanya, baik, banyak beribadah, dapat meta’birkan mimpi, suka berbuat baik kepada orang-orang yang dipenjara, menjenguk yang sakit, dan melaksanakan hak-hak mereka.

Setelah dua pemuda itu masuk penjara, mereka akrab dengan Yusuf dan sangat mencintainya, mereka berdua mengatakan: “Kami sangat mencintaimu.” Yusuf menjawab: “Semoga Allah memberkahi kalian, setiap kali orang mencintaiku pasti aku mendapatkan kerugian (bahaya) karena kecintaan: “Bibiku mencintaiku, kemudian menyebabkan kerugian padaku, ayahku mencintaiku, kemudian menyebabkan aku disakiti saudara-saudaraku, demikian pula setelah isteri al-‘Aziz mencintaiku.” Mereka berdua menjawab: “Demi Allah, kami tidak dapat berbuat selain itu.”

Kemudian mereka bermimpi, penyaji minuman bermimpi bahwa dia memeras khamr, maksudnya anggur (‘inab) Seperti dalam bacaan ‘Abdullah bin Mas’ud: “innii araanii a’sharu ‘inaban” dan beliau mengatakan bahwa penduduk Oman menamakan ‘inab dengan khamr.”

Ikrimah berkata: “pemuda itu berkata kepada Yusuf: ‘Aku bermimpi dalam tidur bahwa aku menanam pohon anggur kemudian tumbuh, berbuah, kuperas dan kupersembahkan kepada raja.’ Pemuda yang lain, tukangroti, mengatakan: ‘Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung. Berikanlah kepada kami ta’birnya,”dan seterusnya.

Yang masyhur bagi kebanyakan ulama tafsir adalah pendapat yang telah kami kemukakan, yaitu bahwa kedua pemuda itu telah bermimpi dan keduanya meminta kepada Yusuf untuk menafsirkan mimpi mereka masing-masing. Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan: “Kedua kawan Yusuf tersebut sama sekali tidak bermimpi, tetapi mereka berpura-pura mimpi untuk mengujinya.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 35

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 35“Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai suatu waktu.” (QS. Yusuf: 35)

Allah Ta’ala berfirman, kemudian mereka berpendapat bahwa sebaiknya Yusuf dipenjara saja untuk sementara waktu, setelah mereka tahu bahwa Yusuf terlepas dari tuduhan itu berdasarkan kepada bukti-bukti yang menunjukkan atas kebenaran, kesucian dan kebersihannya. Nampaknya, -wallaHu a’lam- mereka memenjarakannya ketika kabar dan kejadian ini merebak dengan tuduhan bahwa Yusuf telah merayu diri isteri al-‘Aziz, itulah yang membuat mereka memenjarakannya.

Oleh karena itu, ketika raja memintanya keluar untuk menghadapnya pada masa-masa terakhir dari masa penjaranya, Yusuf menolak. Sampai adanya kejelasan tentang kesucian dirinya dari tuduhan dan pengkhianatan yang ditujukan kepadanya. Setelah ditetapkan bahwa Yusuf bersih dari tuduhan itu maka beliaupun -shalawat dan salam atasnya- keluar menghadap raja.

As-Suddi menuturkan bahwa mereka memenjarakannya dengan tujuan untuk menjaga agar perbuatan isteri al-‘Aziz terhadap Yusuf as. tidak tersebar luas, dan (pada hakekatnya) akan membersihkan kehormatan Yusuf, sedangkan isteri al-‘Aziz akan tercemar (karena perbuatannya)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 30-34

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 30-34“Dan wanita-wanita di kota berkata: ‘Isteri al-`Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.’ (QS. 12:30) Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusu): ‘Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.’ Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: ‘Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia.’ (QS. 12:3 1) Wanita itu berkata: ‘Itulah dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.’ (QS. 12:32) Yusuf berkata: ‘Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.’ (QS. 12:33) Maka Rabbnya perkenankan do’a Yusuf, dan Allah menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yangMahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. 12:34)” (Yusuf: 30-34)

Allah menyatakan bahwa berita tentang Yusuf dan isteri al-‘Aziz tersebar di kota Mesir sehingga semua orang menggunjingkannya. Wa qaala niswatun fil madiinati (“Wanita-wanita di kota itu mengatakan,”) seperti isteri para pembesar dan pejabat mengingkari dan mencela isteri al-‘Aziz atas perbuatannya terhadap Yusuf karena dia adalah isteri seorang menteri.

Imra-atul ‘aziizi turaawidu fataaHaa ‘an nafsiHi (“Isteri al- Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya [kepadanya]”) maksudnya yaitu berusaha merayu bujangnya dan mengajaknya agar mendekati dirinya; qad syaghafaHaa hubban (“Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendalam,”) cintanya sudah sampai ke lubuk hatinya, menembus kulit hatinya.

Adh-Dhahhak mengatakan dari Ibnu `Abbas: “Asy-syaghaf adalah cinta yang membunuh (mendalam), juga cinta di bawah itu, sedang asy-Syaghaaf adalah dinding hati (qalbu).”

Innaa lanaraaHaa fii dlalaalim mubiin (“Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”) dengan perbuatan itu, karena jatuh cinta kepada bujangnya dan merayunya untuk berbuat serong dengannya.

Falammaa sami’at bimakriHinna (“Maka tatkala dia [Zulaikha] mendengar cercaan wanita-wanita itu”) sebagian ahli tafsir mengatakan: “Mendengar perkataan wanita-wanita bahwa cinta telah membawanya untuk berbuat demikian.” Muhammad bin Ishaq mengatakan: “Setelah sampai kepada mereka berita tentang eloknya rupa Yusuf as. maka mereka ingin menyaksikannya.” Mereka mengatakan hal itu agar mereka dapat melihat dan menyaksikannya sendiri.

Setelah itu: arsalat ilaiHinna (“Dia [Zulaikha] mengutus kepada mereka.”) maksudnya mengundang mereka ke rumah untuk menjamu mereka. wa a’tadat laHunna muttaka-an (“Dan disediakan untuk mereka tempat duduk”) Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid, al-Hasan, as-Suddi, dan lain-lainnya ngatakan: “Yaitu tempat duduk yang disediakan, dilengkapi dengan karpet (Permadani), bantal, dan makanan, di antaranya ada yang harus dipotong dengan pisau seperti buah citrun (semacam buah jeruk) dan lain-lainnya.”

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: wa aatat kulla waahidatim min Hunna sikkiinan (“Dan diberikannya kepada masing-masing wanita itu sebuah pisau”) ini merupakan tipudaya dari wanita al-‘Aziz, sebagai balasan dari upaya mereka untuk dapat melihat Yusuf.

Wa qaalatikhruj ‘alaiHinna (“Dia berkata [kepada Yusuf]: ‘Keluarlah [nampakkanlah dirimu] kepada mereka.’”) karena ia menyembunyikannya di tempat lain. Falammaa (“Tatkala”) ia keluar, dan: ra ainaHuu akbarnaHu (“Mereka melihatnya, mereka tercengang kagum kepada [keelokan rupa]nya,”) mengagumi keadaan Yusuf yang sangat agung dan menarik, sehingga dengan tidak terasa, mereka memotong jari-jari tangan mereka [dengan pisau] karena tertegun, mengagumi apa yang mereka lihat dari keelokan Yusuf as. Mereka mengira bahwa mereka sedang memotong buah-buahan yang ada di tangan mereka dengan pisau. Maksudnya, mereka melukai tangan mereka dengan pisau tersebut. Demikian menurut pendapat kebanyakan ahli tafsir.

Qulna haasya lillaaHi maa Haadzaa basyaran in Haadzaa illaa malakun kariim (“Mereka berkata: ‘Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”) Kemudian mereka berkata kepada isteri al-‘Aziz: “Kami tidak menyalahkanmu setelah kami melihat sendiri bahwa kenyataannya seperti ini.” Mereka tidak pernah melihat keelokan rupa pada manusia seperti dia atau yang mendekatinya, karena Yusuf as. diberi separuh dari keelokan manusia seluruhnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang berkaitan dengan peristiwa Isra’, bahwa Rasulullah saw. bertemu dengan Yusuf as. langit ketiga, beliau mengatakan bahwa Yusuf diberi separuh dari keelokan. (Diriwayatkan oleh Muslim di kitab al-Iman, dalam bab al-Israa’.)

Imam Abul Qasim as-Suhaili mengatakan: “Artinya, bahwa Yusuf itu mempunyai separuh dari keelokan Adam as, karena Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya dalam bentuk yang paling sempurna dan paling baik, dan tidak ada seorang pun dari keturunannya yang menyamai keelokannya, sedang Yusuf as. diberi setengah dari keelokan Adam as. Oleh karena itu ketika melihatnya, wanita-wanita itu berkata: “Mahasempurna Allah.”

Mujahid dan lain-lain mengatakan: “Kami berlindung kepada Allah; maa Haadzaa basyaran in Haadzaa illaa malakun kariim (“Ini bukanlah manusia, sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia.”) qaalat fadzalikunnal ladzii lumtunnanii fiiHi (“Ia [Zulaikha] berkata: ‘Itulah yang menyebabkan kalian mencerca diriku.’”)
Dia mengatakan demikian sebagai alasan kepada mereka karena memang Yusuf as. layak dicintai karena keelokan [ketampanannya] dan kesempurnaan rupa yang dimilikinya.
Wa laqad raawadtuHuu ‘an nafsiHii fasta’sham (“Memang aku telah menggodanya untuk menundukkan dirinya [kepadaku] akan tetapi dia menolak.”)

Ista’shama artinya menolak, sebagian ahli tafsir mengatakan: “Tatkala wanita-wanita itu menyaksikan keelokan (ketampanan) lahiriyah Yusuf, isteri al-‘Aziz memberitahukan pula kepada mereka sifat-sifatnya yang baik yang belum mereka ketahui, yaitu menjaga diri dari yang terlarang di samping keelokan rupa (ketampanan) yang ia miliki itu.

Kemudian dia mengatakan dengan nada mengancam Yusuf: wa la il lam yaf’al maa aamuruHu layusjananna wa layakuunam minash shaaghiriin (“Jika tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang hina.”)

Setelah mendengar ancaman itu, Yusuf as. memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan dan tipu daya mereka, seraya berkata: rabbis sijnu ahabbu ilayya mimmaa yad’uunanii ilaiHi (“Rabbku, penjara lebih aku senangi daripada ajakan mereka terhadapku,”) maksudnya daripada perbuatan keji (kemesuman) itu: wa illaa tash-rif ‘annii kaidaHunna ash-habu ilaiHinna (“Dan jika Engkau tidak hindarkan [menjauhkan] tipu daya mereka dariku, tentu aku cenderung untuk memenuhi keinginan mereka,”) maksudnya, jika Rabb menyerahkan hal itu kepada diriku, pasti aku tidak mampu dan aku tidak dapat mengendalikan apa yang dapat merugikan dan berguna bagi diriku kecuali dengan daya-Mu dan kekuatan-Mu. Engkaulah al-Musta’an (tempat kami meminta pertolongan) dan kepada-Mulah kami bertawakkal, maka janganlah Engkau serahkan (urusan) diriku kepadaku sendiri:

wa akum minal jaaHiliina fastajaaba laHuu rabbuHuu (“’Tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi keinginan mereka] dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.’ Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf…,”) dan seterusnya. Karena Yusuf as. mendapat penjagaan dan perlindungan dari Allah, maka ia menolak dengan penolakan yang keras dan ia lebih memilih untuk dipenjara. Hal ini menunjukkan kedudukan yang sempurna; di samping dia seorang pemuda yang sangat tampan dan sempurna serta diajak oleh tuan putri yang merupakan isteri seorang menteri (pembesar) Mesir yang tentu saja sangat cantik, kaya, dan berkuasa, toh ia menolaknya dan lebih memilih dipenjara, karena ia takut kepada Allah dan mengharap pahala-Nya.

Oleh sebab itu, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Ada tujuh orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, (mereka itu adalah): Pemimpin (imam) yang adil, pemuda yang hidup (tumbuh) untuk beribadah kepada Allah, orang yang hatinya terpaut dengan masjid, jika keluar darinya pasti kembali ke sana lagi, dua orang yang saling mencintai karena Allah ketika berkumpul maupun berpisah, orang yang bersedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah disedekahkan oleh tangan kanannya, seorang yang dirayu oleh seorang wanita yang berkedudukan tinggi dan berparas ayu, tetapi ia mengatakan; `Aku takut kepada Allah,’ dan seorang yang ingat (berdzikir) kepada Allah (di waktu) sendirian hingga kedua matanya berlinang.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 25-29

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 25-29“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan adzab yang pedih.’ (QS. 12:25) Yusuf berkata: ‘Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya),’ dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: ‘Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. (QS. 12:26) Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.’ (QS. 12:27) Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia: ‘Sesungguhnya (kejadian) itu adalah (termasuk) di antara tipu dayamu, sesungguhnya tipu dayamu adalah besar.’ (QS. 12:28) ‘(Hai) Yusuf, berpalinglah dari ini dan (kamu hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.’ (QS. 12:29)” (Yusuf: 25-29)

Allah Ta’ala memberitakan tentang keadaan mereka berdua ketika mereka berlomba keluar menuju pintu. Yusuf lari, sedang wanita itu minta agar dia kembali ke rumah dan wanita itu dapat memegang baju Yusuf dari belakang, sehingga bajunya tersebut terkoyak lebar. Ada yang mengatakan, bahwa bajunya terlepas, dan Yusuf terus berlari sedang wanita itu tetap dibelakangnya. Akhirnya mereka berdua mendapati tuan rumah yaitu suaminya, di depan pintu. Saat itulah wanita itu berusaha lepas dari situasi tersebut dengan tipu daya dan sambil menuduh Yusuf berbuat tidak senonoh terhadapnya, ia berkata kepada suaminya: maa jazaa-a man araada bi-aHlika suu-an (“Apa pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu.”) yaitu berbuat keji; illaa ay yusjana (“selain dipenjarakan”) atau ditahan; au ‘adzaabun aliim (“atau disiksa dengan siksaan yang pedih”) yaitu dengan pukulan yang keras dan menyakitkan.

Saat itulah Yusuf as. mendapat kemenangan dengan kebenaran dan terbebas dari tuduhan berbuat khianat terhadap wanita itu. Qaala (“ia berkata”) dengan baik dan jujur: Hiya raawadatnii ‘an nafsii (“Dia yang menggodaku untuk menundukkan diriku [padanya]”) dan menuturkan bahwa wanita itulah yang mengejar dan menariknya sampai bajunya terkoyak.

Wa syaHida syaaHidum min aHliHaa in kaana qamiishaHuu quddamin qubulin (“Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: ‘Jika bajunya koyak di muka,’”) di bagian depan dari baju itu; fa shadaqat (“maka wanita itu benar”) yakni dalam ucapannya, bahwa Yusuf yang menggodanya, karena setelah dipanggil wanita itu menolak, maka wanita itu mendorong dada Yusuf sehingga bajunya terkoyak. Kalau memang demikian berarti pengakuan wanita itu benar.

Wa in kaana qamiishaHuu quddamin duburin fa kadzabat wa Huwa minash shaadiqiin (“Dan jika bajunya koyak belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.”) Hal itu seperti apa yang telah terjadi, tatkala ia lari menjauhinya lalu dikejar, lalu dipegang bajunya dari belakang (oleh wanita itu) untuk menahannya. Maka, baju Yusuf pun koyak dari belakang.

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saksi tersebut, apakah anak kecil atau orang besar, dikalangan ulama salaf pendapat tentang hal terbagi menjadi dua.

Fa lammaa ra-aa qamiishaHuu quddamin duburin (“Maka tatkala suami wanita itu melihat gamis Yusuf terkoyak di belakang”) maksudnya, setelah suami wanita itu memastikan kebenaran Yusuf dan kedustaan apa yang dituduhkan isterinya terhadap Yusuf; qaala innaHuu min kaidikunna (“la berkata: ‘Sesungguhnya [kejadian] itu adalah termasuk di antara tipu dayamu’”) maksudnya, kedustaan dan pencemaran kehormatan pemuda ini adalah sebagian dari tipu dayamu; inna kaidikunna ‘adhiim (“Sesungguhnya tipu dayamu adalah besar.”)

Kemudian ia memerintahkan Yusuf as. untuk merahasiakan kejadian itu: yuusufu a’ridl ‘an Haadzaa (“Hai Yusuf, berpalinglah dari ini”) maksudnya adalah maafkanlah, jangan kau ceritakan (kejadian ini) kepada siapa pun.

Wastaghfirii lidzambika (“Dan kamu [hai isteriku], mohon ampunlah atas dosamu itu”) ia mengatakan kepada isterinya sementara ia bersikap dengan lembut dan mudah atau memaafkannya karena sang isteri melihat sesuatu sehingga ia tidak dapat menahan dirinya, maka ia menyuruhnya untuk meminta ampun dari dosa yang telah dilakukannya berupa maksud jahat terhadap pemuda (Yusuf) itu dan tuduhan palsu kepadanya;

Innaki kunti minal khaathi-iin (“Karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 24

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 24“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)

Pendapat dan penafsiran ulama berbeda-beda dalam hal ini. Telah diriwayatkan dari Ibnu `Abbas, Mujahid, Said bin Jubair dan sekelompok ulama salaf tentang hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan yang lain-lainnya, wallahu a’lam. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan keinginan Yusuf terhadap wanita itu adalah apa yang terbersit dalam hatinya seperti yang diriwayatkan oleh al-Baghawi dari sebagian peneliti, lalu ia menyampaikan hadits dari `Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Hamam, dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda:

“Allah Ta’ala berfirman: ‘Bila hamba-Ku berniat untuk berbuat baik, maka tulislah satu kebaikan baginya. Dan bila (kebaikan itu) dilakukannya, maka tulislah baginya sepuluh kebaikan. Bila ia bemiat untuk berbuat jahat tetapi tidak dilakukannya, maka tulislah satu kebaikan baginya, karena ia meninggalkannya (perbuatan jahat itu) karena Aku, dan bila ia melakukannya (kejahatan maka tulislah baginya satu kejahatan.’”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih mereka.

Ada yang mengatakan: “Yusuf mau memukulnya.” Ada lagi yang mengatakan: “Yusuf mengharapkannya (kelak dikemudian hari-Ed.) sebagai istri.

Adapun tanda dari Rabb yang dilihatnya, terdapat beberapa pendapat. Ibnu jarir mengatakan: “Yang benar, bahwa Yusuf melihat tanda dari Allah yang mencegahnya untuk berbuat apa yang diinginkannya, bisa saja dalam bentuk Ya’qub, atau bentuk Malaikat atau tulisan yang melarang keinginannya. Tidak ada argumentasi pasti yang dapat menentukan bentuk dari tanda Allah yang dilihatnya. Jadi, yang benar adalah pertanda itu tetap mutlak sebagaimana firman Allah Ta’ala: kadzaalika linash-rifa ‘anHus suu-a wal fahsyaa-a (“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian.”)

Maksudnya, sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya tanda yang memalingkannya situasi yang dihadapinya, demikian pula Allah menjauhkannya dari perbuatan jahat dan keji dalam segala urusannya.

innaHuu min ‘ibaadinal mukhlashiin (“Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”) Maksudnya, termasuk dari hamba-hamba pilihan suci bersih, semoga shalawat dan salam-Nya dilimpahkan kepadanya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 23

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 23“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: ‘Marilah ke sini.’ Yusuf berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang yang dhalim tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf: 23)

Allah menceritakan tentang isteri al-‘Aziz yang Yusuf tinggal di rumahnya di Mesir dan suaminya telah berpesan agar Yusuf diperlakukan dengan baik dan dihormati. Tetapi dia menggoda dan memanggilnya agar mendekat padanya. Rasa cintanya yang mendalam kepada Yusuf disebabkan karena ketampanan dan keelokannya, sehingga membuat wanita itu bersolek, lalu menutup semua pintu dan memanggil Yusuf untuk mendekat kepadanya. la mengatakan: Haita laka (“Marilah ke sini,”) tetapi Yusuf menolaknya dengan keras dan mengatakan: ma’aa dzallaaHi innaHuu rabbii ahsana matswaay (“Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.”)

Mereka biasa menggunakan kata “rabb” untuk menyebut tuan, atau orang besar. Maksudnya, suamimu adalah tuanku yang telah memberiku tempat yang baik dan berbuat baik kepadaku. Maka, aku tidak akan membalasnya dengan berbuat keji kepada keluarganya.

innaHuu laa yuflihudh dhaalimiin (“Sesungguhnya orang-orang yang dhalim tidak akan beruntung.”) Sebagaimana dikatakan oleh Mujahid, as-Suddi, Muhammad bin Ishaq dan lain-lain.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 21-22

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 21-22“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: ‘Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia memberi manfaat kepada kita atau kita jadikan dia sebagai anak.’ Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia idak mengetahuinya. (QS. 12: 21) Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. 12:22)” (Yusuf: 21-22)

Allah menjelaskan tentang kelembutan-Nya kepada Yusuf as. dengan mentakdirkan untuknya, ada orang Mesir yang membelinya, memberikan perhatian kepadanya, memuliakan dan berpesan kepada keluarganya untuk berbuat baik kepadanya dan ia melihat adanya kebaikan dan keshalihan pada diri Yusuf as. Maka ia berkata kepada isterinya: akrimii matswaaHu ‘asaa ay yanfa’anaa au nattakhidzaHuu waladan (“Berikanlah kepadanya tempat [dan layanan yang baik, boleh jadi dia memberi manfaat kepada kita atau kita jadikan sebagai anak.”) Dan orang Mesir yang membelinya adalah orang yang mulia (berkuasa) di sana.

Abu Ishaq meriwayatkan dari `Abdullah bin Mas’ud, bahwa ia berkata: tiga orang yang paling tajam firasatnya, yaitu orang mulia Mesir yang mengatakan kepada isterinya: akrimii matsnaaHu (“Berikanlah kepadanya tempat [dan layanan yang baik,”) Dan wanita [putri Syu’aib] yang berkata kepada ayahnya: yaa abatis ta’jirHu (“Wahai ayah, pekerjakanlah ia [Musa]”) (al-Qashash: 26). Serta Abu Bakar ash-Shiddiq ketika ia menunjuk Umar bin Khaththab sebagai pengganti dirinya.

Allah berfirman, sebagaimana telah Kami selamatkan Yusuf dari saudara-saudaranya; wa kadzalika makkannaa liyuusufu fil ardli (“Demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi”) yaitu di negeri Mesir. Wa linu’allamaHuu min ta’wiilil ahaadiits (“Dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi”) Mujahid dari as-Suddi mengatakan: “Yaitu ta’bir mimpi.”

wallaaHu ghaalibun ‘alaa amriHi (“Dan Allah berkuasa atas urusannya”) maksudnya, bilaDia menghendaki sesuatu, tidak ada yang dapat menolak, melarang atau menyelisihi-Nya, bahkan Allah menang (berkuasa) di atas segala sesuatu yang lain. Wa laakina aktsaran naasi laa ya’lamuun (“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”) mereka tidak mengetahui hikmah dibalik penciptaan, kelembutan dan perbuatan-Nya terhadap apa yang dikehendaki-Nya. Wa lammaa balagha (“setelah sampai”) yaitu Yusuf as. AsyuddaHu (“Kedewasaannya”) yaitu dengan kesempurnaan akal dan tubuhnya. aatainaaHu hukmaw wa ‘ilman (“Kami berikan hikmah dan ilmu”) maksudnya adalah kenabian (nubuwwah), yaitu dengan dipilihnya sebagai Nabi di antara kaum-kaum itu.

Kadzaalika najzil muhsiniin (“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik,”) karena ia adalah orang yang baik dalam perbuatannya dan taat kepada Allah Ta’ala.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 19-20

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 19-20“Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: ‘Oh ! kabar gembira, ini seorang anak muda!’) Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Mahamengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 12:19) Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (QS. 12:20)” (Yusuf: 19-20)

Allah memberitakan apa yang terjadi pada diri Yusuf di dalam sumur ketika saudara-saudaranya melemparkannya dan meninggalkannya sendirian di dalam sumur tersebut. Dia berada di sumur itu selama tiga hari sebagaimana dikatakan Abu Bakar bin `Iyasy. Muhammad bin Ishaq mengatakan: “Setelah saudara-saudaranya melemparkannya ke dalam sumur, mereka duduk-duduk di sekitar sumur itu sepanjang hari tersebut, melihat apa yang diperbuat Yusuf dan apa yang terjadi padanya. Lalu Allah menggerakkan sekelompok musafir kepadanya dan mereka berhenti di dekat sumur, lalu mengutus seseorang untuk mengambil air. Setelah dia datang ke sumur dan menurunkan timba, Yusuf bergantung pada timba tersebut. Maka ia segera mengeluarkannya dan sangat gembira dengannya, seraya berkata: yaa busyraa Haadzaa ghulaam (“Oh kabar gembira, ini seorang anak muda.”)

Sebagian qurra’ membacanya “ya busyraay”, sehingga as-Suddi menduganya itu adalah nama orang yang dipanggil oleh orang yang menurunkan timba, untuk memberitahu bahwa ia mendapatkan seorang anak muda di situ. Ini adalah penafsiran yang aneh karena tidak ada yang menafsirkan seperti kecuali satu riwayat dari Ibnu `Abbas. Wallahu a’lam.

Tetapi arti bacaan seperti itu berdasarkan oleh bacaan lain yang memudhafkan (menghabungkan/menghubungkan) al-busyra kepada diri orang yang berbicara, kemudian ya’ idhafah dibuang sedang ia menghendakinya sebagaimana orang Arab mengatakan: ya nafsi ishbiri wayaa ghulami aqbil, dengan membuang huruf idhafah. Dalam hal seperti ini, boleh dibaca kasrah atau rafa’ dan ditafsirkan oleh qira’ah lain dengan ya busyraay. Wallahu A’lam.

Firman Allah: wa asaruuHu bidla’aH (“Kemudian mereka menyembunyikan sebagai barang dagangan.”) Maksudnya, para penimba air menyembunyikannya dari anggota musafir lainnya dengan mengatakan bahwa anak itu dibeli dan dijadikan barang dagangan dari pemilik air, khawatir mereka akan minta bagian bila mengetahui berita yang sesungguhnya, sebagaimana dikatakan Mujahid, as-Suddi dan Ibnu Jarir.

Al-‘Aufi dari Ibnu `Abbas berkata tentang: wa asaruuHu bidla’aH (“Kemudian mereka menyembunyikan sebagai barang dagangan.”) yakni saudara-saudara Yusuf merahasiakan tentang keadaan Yusuf dan tidak mengakui bahwa adalah saudara mereka dan Yusuf pun merahasiakan bahwa dirinya adalah saudara mereka karena khawatir mereka akan membunuhnya dan ia lebih memilih untuk dijual. Kemudian saudara-saudara Yusuf menyebutkan kepada penimba air dan dia memanggil kawan-kawannya, yaa busyraa Haadzaa ghulaam (“Oh kabar gembira, ini seorang anak muda.”) dijual, lalu saudara-saudara Yusuf menjualnya.

Firman Allah: wallaaHu ‘aliimum bimaa ya’maluun (“Allah Mahamengetahui apa yang mereka kerjakan.”) Maksudnya, Allah Mahamengetahui apa yang di kerjakan oleh saudara-saudara Yusuf dan para pembelinya, sedang Allah mampu untuk merubah dan menolaknya, tetapi Allah menyimpan hikmah dan takdir yang telah ditentukan sebelumnya. Maka, Allah membiarkan hal itu terjadi sesuai dengan takdir dan qadha’-Nya.

Alaa laHuu khalqu wal amru tabaarakallaaHu rabbul ‘aalamiin (“Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah milik Allah. Mahasuci Allah Rabb alam semesta.” (QS. al-A’raaf: 54). Ayat ini mengandung penjelasan dan pemberitahuan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw., bahwa Allah mengetahui penganiayaan yang dilakukan oleh kaumnya kepadanya dan Allah mampu untuk menolaknya. Tetapi Allah membiarkannya dan pada akhirnya akan menjadikan akibat baik dan kekuasaan berada di tangan beliau, sebagaimana Dia menjadikan kekuasaan dan akibat bagi Yusuf terhadap saudara-saudaranya.

Firman Allah: wa syarauHu bitsamanim bakhsin daraaHima ma’duudatin (“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberap dirham saja.”) Saudara-saudara Yusuf menjualnya dengan harga yang sedikit, sebagaimana ditafsirkan oleh Mujahiid dan `Ikrimah, karena al-bakhsu artinya kurang, seperti firman Allah: walaa yakhaafu bakhsaw walaa raHaqan (“Maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan [tidak takut pula akan] penambahan dosa.”) (QS. Al-jinn: 13). Maksudnya, saudara-saudara Yusuf menukarkannya dengan harga dibawah harga terendah, samping itu memang sebenarnya mereka tidak merasa tertarik dengan pemberian harga, bahkan bila mereka memintanya dengan tanpa harga, pasti akan mereka berikan.

Ibnu `Abbas, Mujahid dan adh-Dhahhak berkata: “Kata ganti pada firman Allah wa syarauHu (“yang menjualnya”) kembali kepada saudara-saudara Yusuf (yang menjualnya adalah saudara-saudara Yusuf).” Sedang Qatadah mengatakan: “Kata ganti itu kembali kepada rombongan musafir (yang menjualnya adalah musafir yang menemukannya).” Pendapat pertama lebih kuat daripada pendapat kedua, karena firman Allah: wa kaanuu biHii minaz zaaHidiin (“Dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf,”) yang dimaksud adalah saudara-saudara Yusuf, bukan rombongan musafir.

Hal itu karena rombongan musafir itu merasa senang dengan menemukan Yusuf dan mereka merahasiakannya sebagai barang dagangan. Kalau mereka tidak tertarik (senang), pasti tidak akan membelinya. Dengan demikian, kata ganti pada kalimat wa syarauHu itu lebih layak kembali kepada saudara-saudara Yusuf.

Ada sebagian orang yang menafsirkan kata bakhsin dengan haram, sebagian lagi menafsirkannya dengan dhalim. Walaupun demikian, bukan itu yang dimaksud pada ayat ini, karena yang dimaksud sudah jelas, sudah difahami oleh semua orang, bahwa uang dari harga Yusuf itu haram dalam keadaan apa pun dan untuk siapa pun, karena dia seorang Nabi, putra seorang Nabi, cucu seorang Nabi dan buyut Ibrahim kekasih ar-Rahman. Tetapi yang dimaksud dengan bakhsin di sini adalah kurang (murah) atau palsu atau kedua-duanya. Artinya, mereka adalah saudara-saudaranya dan mereka telah menjualnya dengan harga yang sangat murah. Oleh sebab itu dijelaskan dalam ayat itu: daraaHima ma’duudatin (“Beberapa dirham saja.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 16-18

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 16-18“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. (QS. 12:16) Mereka berkata: ‘Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (QS. 12:17) Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata: ‘Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu, maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.’ (QS. 12:18)” (Yusuf: 16-18)

Allah memberitakan tentang apa yang dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf setelah mereka membuangnya ke dalam sumur, bahwa mereka kembali kepada ayah mereka pada kegelapan malam sambil menangis dan berpura-pura menyesal serta bersedih dan mereka menyatakan duka-cita mereka kepada sang ayah sambil meminta maaf dari apa yang telah terjadi pada Yusuf, dengan mengatakan: innaa dzaHabnaa nastabiq (“Sesungguhnya kami pergi berlomba”) yaitu memanah. Wa taraknaa yuusufa ‘inda mataa’ina (“Dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,”) yakni pakaian dan barang-barang kami. Fa akalaHudz dzi’bu (“Maka ia dimakan serigala,”) yaitu apa yang sudah dikhawatirkan dan diperingatkan sebelumnya.

Wa maa anta bimu’minil lanaa walau kunnaa shaadiqiin (“Kamu sekali-kali tidak akan percaya pada kami kekalipun kami orang-orang yang benar.”) Ini adalah usaha mereka dengan kelembutan yang tinggi untuk meyakinkan apa yang mereka usahakan, mereka berkata: “Kami mengetahui bahwa ayah tidak percaya kepada kami dalam keadaan seperti ini, bahwa kami adalah orang-orang yang jujur. Apalagi ayah menuduh kami dengan hal tersebut, karena ayah telah mengkhawatirkannya dimakan serigala dan kemudian benar-benar terjadi dimakan serigala. Kami memahami ketidak-percayaan ayah kepada kami, karena kejadian ini memang sangat ajaib dan mengherankan sekali karena sesuai dengan apa yang terjadi pada kami.”

Wa jaa-uu ‘alaa qamiishiHii bidzamin kadzib (“Mereka datang membawa baju gamisnya [Yang berlumuran] dengan darah palsu,”) yakni bohong dan dibuat-buat. Perbuatan itu untuk meyakinkan makarnya mereka terhadap Yusuf yang penuh dengan tipuan. Mereka mencari seekor anak kambing, sebagaimana dikatakan Mujahid, as-Suddi dan lain-lainnya, lalu menyembelihnya dan melumurkan darahnya ke baju Yusuf, untuk mengesankan bahwa itu adalah baju yang dipakai Yusuf ketika dimakan serigala yang terlumuri darahnya. Tetapi mereka lupa tidak merobek baju tersebut sehingga kejadian itu tidak dapat diterima oleh Nabi Allah Ya’qub. Bahkan ia menjelaskan kepada mereka dengan perkataan mereka dan menerima perkataan hatinya, bahwa mereka telah merekayasanya, dengan mengatakan:

Bal sawwalat lakum anfusukum amran fa shabrun jamiil (“Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan [yang buruk] itu, maka kesabaran yang baik itulah [kesabaranku].”) Artinya, aku akan bersabar dengan sebaik-baik kesabaran dalam menghadapi masalah yang telah kalian sepakati ini, sehingga Allah memberi jalan keluar dengan pertolongan dan kelembutan-Nya.

wallaaHul musta’aanu ‘alaa maa tashifuun (“Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan,”) maksudnya atas kebohongan dan kemustahilan yang kalian sebutkan.

Dalam hal ini, al-Bukhari menyebutkan sebuah hadits dari `Aisyah radhiyallahu ‘anHaa tentang peristiwa “kabar bohong” dan akhirnya menyebutkan kata-kata `Aisyah: “Demi Allah, tidak ada contoh bagiku dan bagi kalian kecuali seperti yang dikatakan ayah Yusuf as: fa shabrun jamiil wallaaHul musta’aanu ‘alaa maa tashifuun (“Maka aku akan bersabar dengan sebaik-baik kesabaran, dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan,”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 15

26 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 15“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia) dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf ‘Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.’” (Yusuf: 15)

Allah berfirman ketika Yusuf telah dibawa pergi oleh saudara-saudaranya dari ayahnya setelah minta izin kepadanya: wa yajma’uu ay yaj’aluHuu fii ghayaabatil jubbi (“Dan mereka sepakat untuk membuangnya ke dasar sumur.”) Hal ini menjadikan besarnya dosa perbuatan mereka karena mereka semua sepakat untuk melemparkan Yusuf ke dasar sumur, sedang mereka mengambil Yusuf dari ayahnya dengan cara menampakkan rasa hormat yang dapat melegakan dan menyenangkan hati sang ayah serta menggembirakannya. Disebutkan bahwa Ya’qub as, ketika melepas Yusuf bersama saudara-
saudaranya, ia memeluk, mencium dan mendo’akannya.

As-Suddi dan lain-lainnya menyebutkan: “Bahwa antara penghormatan mereka kepada ayahnya dan perlakuan mereka yang menyakitkan kepada Yusuf tidak berselang lama. Begitu mereka hilang dari pandangan sang ayah, mereka mulai menyakiti Yusuf dengan perkataan maupun perbuatan berupa caci-maki, pukulan dan lain-lain. Kemudian, mereka membawanya ke sumur yang telah disepakati untuk membuangnya ke dalam sumur tersebut. Dengan cara mereka mengikatnya dengan tali dan timbanya. Pada saat ia minta tolong kepada salah seorang di antara mereka, mereka menjawab dengan tamparan dan makian. Bila ia berusaha bertahan di bibir sumur, mereka pukuli tangannya, lalu mereka potong talinya di tengah-tengah, sehingga is jatuh ke dalam air dan tenggelam, lalu ia merangkak ke atas batu di tengah sumur yang disebut dengan Raghufah dan berdiri di atasnya.”

Firman Allah: wa auhainaa ilaiHi latunabbi-annaHum bi-amriHim Haadzaa wa Hum laa yasy’uruun (“Kami wahyukan kepada Yusuf: ‘Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.’”) Allah Ta’ala menyebutkan kelembutan, rahmat dan kemudahan yang diberikan kepadanya pada waktu kesulitan. Allah memberi wahyu kepada Yusuf pada saat saat sulit seperti itu untuk menguatkan hati dan menghiburnya, bahwa kamu tidak perlu susah menghadapi masalah ini, karena kamu akan terlepas bebas darinya dengan baik dan Allah akan menolong dan mengangkat derajatmu di atas mereka, kemudian kamu akan menceritakan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat itu terhadap dirimu; wa Hum laa yasy’uruun (“Sedang mereka tidak ingat lagi.”)

Mujahid dan Qatadah mengatakan: wa Hum laa yasy’uruun (“Sedang mereka tidak ingat lagi.”) bahwa Allah memberi wahyu kepada Yusuf.”
Ibnu `Abbas berkata: “Kamu akan memberitahukan mereka apa yang telah mereka perbuat terhadapmu itu, sedang mereka tidak mengenalmu dan tidak mengetahuimu.”

Bersambung