Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat
“Dan wanita-wanita di kota berkata: ‘Isteri al-`Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.’ (QS. 12:30) Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusu): ‘Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.’ Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: ‘Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia.’ (QS. 12:3 1) Wanita itu berkata: ‘Itulah dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.’ (QS. 12:32) Yusuf berkata: ‘Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.’ (QS. 12:33) Maka Rabbnya perkenankan do’a Yusuf, dan Allah menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yangMahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. 12:34)” (Yusuf: 30-34)
Allah menyatakan bahwa berita tentang Yusuf dan isteri al-‘Aziz tersebar di kota Mesir sehingga semua orang menggunjingkannya. Wa qaala niswatun fil madiinati (“Wanita-wanita di kota itu mengatakan,”) seperti isteri para pembesar dan pejabat mengingkari dan mencela isteri al-‘Aziz atas perbuatannya terhadap Yusuf karena dia adalah isteri seorang menteri.
Imra-atul ‘aziizi turaawidu fataaHaa ‘an nafsiHi (“Isteri al- Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya [kepadanya]”) maksudnya yaitu berusaha merayu bujangnya dan mengajaknya agar mendekati dirinya; qad syaghafaHaa hubban (“Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendalam,”) cintanya sudah sampai ke lubuk hatinya, menembus kulit hatinya.
Adh-Dhahhak mengatakan dari Ibnu `Abbas: “Asy-syaghaf adalah cinta yang membunuh (mendalam), juga cinta di bawah itu, sedang asy-Syaghaaf adalah dinding hati (qalbu).”
Innaa lanaraaHaa fii dlalaalim mubiin (“Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”) dengan perbuatan itu, karena jatuh cinta kepada bujangnya dan merayunya untuk berbuat serong dengannya.
Falammaa sami’at bimakriHinna (“Maka tatkala dia [Zulaikha] mendengar cercaan wanita-wanita itu”) sebagian ahli tafsir mengatakan: “Mendengar perkataan wanita-wanita bahwa cinta telah membawanya untuk berbuat demikian.” Muhammad bin Ishaq mengatakan: “Setelah sampai kepada mereka berita tentang eloknya rupa Yusuf as. maka mereka ingin menyaksikannya.” Mereka mengatakan hal itu agar mereka dapat melihat dan menyaksikannya sendiri.
Setelah itu: arsalat ilaiHinna (“Dia [Zulaikha] mengutus kepada mereka.”) maksudnya mengundang mereka ke rumah untuk menjamu mereka. wa a’tadat laHunna muttaka-an (“Dan disediakan untuk mereka tempat duduk”) Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid, al-Hasan, as-Suddi, dan lain-lainnya ngatakan: “Yaitu tempat duduk yang disediakan, dilengkapi dengan karpet (Permadani), bantal, dan makanan, di antaranya ada yang harus dipotong dengan pisau seperti buah citrun (semacam buah jeruk) dan lain-lainnya.”
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: wa aatat kulla waahidatim min Hunna sikkiinan (“Dan diberikannya kepada masing-masing wanita itu sebuah pisau”) ini merupakan tipudaya dari wanita al-‘Aziz, sebagai balasan dari upaya mereka untuk dapat melihat Yusuf.
Wa qaalatikhruj ‘alaiHinna (“Dia berkata [kepada Yusuf]: ‘Keluarlah [nampakkanlah dirimu] kepada mereka.’”) karena ia menyembunyikannya di tempat lain. Falammaa (“Tatkala”) ia keluar, dan: ra ainaHuu akbarnaHu (“Mereka melihatnya, mereka tercengang kagum kepada [keelokan rupa]nya,”) mengagumi keadaan Yusuf yang sangat agung dan menarik, sehingga dengan tidak terasa, mereka memotong jari-jari tangan mereka [dengan pisau] karena tertegun, mengagumi apa yang mereka lihat dari keelokan Yusuf as. Mereka mengira bahwa mereka sedang memotong buah-buahan yang ada di tangan mereka dengan pisau. Maksudnya, mereka melukai tangan mereka dengan pisau tersebut. Demikian menurut pendapat kebanyakan ahli tafsir.
Qulna haasya lillaaHi maa Haadzaa basyaran in Haadzaa illaa malakun kariim (“Mereka berkata: ‘Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”) Kemudian mereka berkata kepada isteri al-‘Aziz: “Kami tidak menyalahkanmu setelah kami melihat sendiri bahwa kenyataannya seperti ini.” Mereka tidak pernah melihat keelokan rupa pada manusia seperti dia atau yang mendekatinya, karena Yusuf as. diberi separuh dari keelokan manusia seluruhnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang berkaitan dengan peristiwa Isra’, bahwa Rasulullah saw. bertemu dengan Yusuf as. langit ketiga, beliau mengatakan bahwa Yusuf diberi separuh dari keelokan. (Diriwayatkan oleh Muslim di kitab al-Iman, dalam bab al-Israa’.)
Imam Abul Qasim as-Suhaili mengatakan: “Artinya, bahwa Yusuf itu mempunyai separuh dari keelokan Adam as, karena Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya dalam bentuk yang paling sempurna dan paling baik, dan tidak ada seorang pun dari keturunannya yang menyamai keelokannya, sedang Yusuf as. diberi setengah dari keelokan Adam as. Oleh karena itu ketika melihatnya, wanita-wanita itu berkata: “Mahasempurna Allah.”
Mujahid dan lain-lain mengatakan: “Kami berlindung kepada Allah; maa Haadzaa basyaran in Haadzaa illaa malakun kariim (“Ini bukanlah manusia, sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia.”) qaalat fadzalikunnal ladzii lumtunnanii fiiHi (“Ia [Zulaikha] berkata: ‘Itulah yang menyebabkan kalian mencerca diriku.’”)
Dia mengatakan demikian sebagai alasan kepada mereka karena memang Yusuf as. layak dicintai karena keelokan [ketampanannya] dan kesempurnaan rupa yang dimilikinya.
Wa laqad raawadtuHuu ‘an nafsiHii fasta’sham (“Memang aku telah menggodanya untuk menundukkan dirinya [kepadaku] akan tetapi dia menolak.”)
Ista’shama artinya menolak, sebagian ahli tafsir mengatakan: “Tatkala wanita-wanita itu menyaksikan keelokan (ketampanan) lahiriyah Yusuf, isteri al-‘Aziz memberitahukan pula kepada mereka sifat-sifatnya yang baik yang belum mereka ketahui, yaitu menjaga diri dari yang terlarang di samping keelokan rupa (ketampanan) yang ia miliki itu.
Kemudian dia mengatakan dengan nada mengancam Yusuf: wa la il lam yaf’al maa aamuruHu layusjananna wa layakuunam minash shaaghiriin (“Jika tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang hina.”)
Setelah mendengar ancaman itu, Yusuf as. memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan dan tipu daya mereka, seraya berkata: rabbis sijnu ahabbu ilayya mimmaa yad’uunanii ilaiHi (“Rabbku, penjara lebih aku senangi daripada ajakan mereka terhadapku,”) maksudnya daripada perbuatan keji (kemesuman) itu: wa illaa tash-rif ‘annii kaidaHunna ash-habu ilaiHinna (“Dan jika Engkau tidak hindarkan [menjauhkan] tipu daya mereka dariku, tentu aku cenderung untuk memenuhi keinginan mereka,”) maksudnya, jika Rabb menyerahkan hal itu kepada diriku, pasti aku tidak mampu dan aku tidak dapat mengendalikan apa yang dapat merugikan dan berguna bagi diriku kecuali dengan daya-Mu dan kekuatan-Mu. Engkaulah al-Musta’an (tempat kami meminta pertolongan) dan kepada-Mulah kami bertawakkal, maka janganlah Engkau serahkan (urusan) diriku kepadaku sendiri:
wa akum minal jaaHiliina fastajaaba laHuu rabbuHuu (“’Tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi keinginan mereka] dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.’ Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf…,”) dan seterusnya. Karena Yusuf as. mendapat penjagaan dan perlindungan dari Allah, maka ia menolak dengan penolakan yang keras dan ia lebih memilih untuk dipenjara. Hal ini menunjukkan kedudukan yang sempurna; di samping dia seorang pemuda yang sangat tampan dan sempurna serta diajak oleh tuan putri yang merupakan isteri seorang menteri (pembesar) Mesir yang tentu saja sangat cantik, kaya, dan berkuasa, toh ia menolaknya dan lebih memilih dipenjara, karena ia takut kepada Allah dan mengharap pahala-Nya.
Oleh sebab itu, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Ada tujuh orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, (mereka itu adalah): Pemimpin (imam) yang adil, pemuda yang hidup (tumbuh) untuk beribadah kepada Allah, orang yang hatinya terpaut dengan masjid, jika keluar darinya pasti kembali ke sana lagi, dua orang yang saling mencintai karena Allah ketika berkumpul maupun berpisah, orang yang bersedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah disedekahkan oleh tangan kanannya, seorang yang dirayu oleh seorang wanita yang berkedudukan tinggi dan berparas ayu, tetapi ia mengatakan; `Aku takut kepada Allah,’ dan seorang yang ingat (berdzikir) kepada Allah (di waktu) sendirian hingga kedua matanya berlinang.”
Bersambung
Tag:30, 34, agama islam, Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, ibnu katsir, islam, religion, surah, surah yusuf, surat, surat yusuf, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 30-34, yusuf