Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan adzab yang pedih.’ (QS. 12:25) Yusuf berkata: ‘Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya),’ dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: ‘Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. (QS. 12:26) Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.’ (QS. 12:27) Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia: ‘Sesungguhnya (kejadian) itu adalah (termasuk) di antara tipu dayamu, sesungguhnya tipu dayamu adalah besar.’ (QS. 12:28) ‘(Hai) Yusuf, berpalinglah dari ini dan (kamu hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.’ (QS. 12:29)” (Yusuf: 25-29)
Allah Ta’ala memberitakan tentang keadaan mereka berdua ketika mereka berlomba keluar menuju pintu. Yusuf lari, sedang wanita itu minta agar dia kembali ke rumah dan wanita itu dapat memegang baju Yusuf dari belakang, sehingga bajunya tersebut terkoyak lebar. Ada yang mengatakan, bahwa bajunya terlepas, dan Yusuf terus berlari sedang wanita itu tetap dibelakangnya. Akhirnya mereka berdua mendapati tuan rumah yaitu suaminya, di depan pintu. Saat itulah wanita itu berusaha lepas dari situasi tersebut dengan tipu daya dan sambil menuduh Yusuf berbuat tidak senonoh terhadapnya, ia berkata kepada suaminya: maa jazaa-a man araada bi-aHlika suu-an (“Apa pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu.”) yaitu berbuat keji; illaa ay yusjana (“selain dipenjarakan”) atau ditahan; au ‘adzaabun aliim (“atau disiksa dengan siksaan yang pedih”) yaitu dengan pukulan yang keras dan menyakitkan.
Saat itulah Yusuf as. mendapat kemenangan dengan kebenaran dan terbebas dari tuduhan berbuat khianat terhadap wanita itu. Qaala (“ia berkata”) dengan baik dan jujur: Hiya raawadatnii ‘an nafsii (“Dia yang menggodaku untuk menundukkan diriku [padanya]”) dan menuturkan bahwa wanita itulah yang mengejar dan menariknya sampai bajunya terkoyak.
Wa syaHida syaaHidum min aHliHaa in kaana qamiishaHuu quddamin qubulin (“Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: ‘Jika bajunya koyak di muka,’”) di bagian depan dari baju itu; fa shadaqat (“maka wanita itu benar”) yakni dalam ucapannya, bahwa Yusuf yang menggodanya, karena setelah dipanggil wanita itu menolak, maka wanita itu mendorong dada Yusuf sehingga bajunya terkoyak. Kalau memang demikian berarti pengakuan wanita itu benar.
Wa in kaana qamiishaHuu quddamin duburin fa kadzabat wa Huwa minash shaadiqiin (“Dan jika bajunya koyak belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.”) Hal itu seperti apa yang telah terjadi, tatkala ia lari menjauhinya lalu dikejar, lalu dipegang bajunya dari belakang (oleh wanita itu) untuk menahannya. Maka, baju Yusuf pun koyak dari belakang.
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saksi tersebut, apakah anak kecil atau orang besar, dikalangan ulama salaf pendapat tentang hal terbagi menjadi dua.
Fa lammaa ra-aa qamiishaHuu quddamin duburin (“Maka tatkala suami wanita itu melihat gamis Yusuf terkoyak di belakang”) maksudnya, setelah suami wanita itu memastikan kebenaran Yusuf dan kedustaan apa yang dituduhkan isterinya terhadap Yusuf; qaala innaHuu min kaidikunna (“la berkata: ‘Sesungguhnya [kejadian] itu adalah termasuk di antara tipu dayamu’”) maksudnya, kedustaan dan pencemaran kehormatan pemuda ini adalah sebagian dari tipu dayamu; inna kaidikunna ‘adhiim (“Sesungguhnya tipu dayamu adalah besar.”)
Kemudian ia memerintahkan Yusuf as. untuk merahasiakan kejadian itu: yuusufu a’ridl ‘an Haadzaa (“Hai Yusuf, berpalinglah dari ini”) maksudnya adalah maafkanlah, jangan kau ceritakan (kejadian ini) kepada siapa pun.
Wastaghfirii lidzambika (“Dan kamu [hai isteriku], mohon ampunlah atas dosamu itu”) ia mengatakan kepada isterinya sementara ia bersikap dengan lembut dan mudah atau memaafkannya karena sang isteri melihat sesuatu sehingga ia tidak dapat menahan dirinya, maka ia menyuruhnya untuk meminta ampun dari dosa yang telah dilakukannya berupa maksud jahat terhadap pemuda (Yusuf) itu dan tuduhan palsu kepadanya;
Innaki kunti minal khaathi-iin (“Karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”)
bersambung
Tinggalkan Balasan