Arsip | 16.52

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 40

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 40“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: ‘Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina) dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.’ Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)

Ini adalah janji Allah kepada Nuh as, ketika datang perintah Allah yang berupa hujan secara terus-menerus dan sumber air yang tiada henti dan tidak surut, bahkan sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al-Qamar: 11-12)

Adapun firman-Nya: wa farrat tannuuru (“Dan dapur telah memancarkan air,”) dari Ibnu `Abbas bahwa [arti] “at tannuuru” adalah permukaan bumi. Maksudnya bahwa di bumi itu terjadi mata air-mata air yang bergolak, sehingga air itu memancar dari dapur-dapur, yaitu tempat-tempat api yang berubah menjadi mata air. Ini adalah perkataan sebagian besar ulama salaf dan khalaf. Maka, pada waktu itulah Allah Ta’ala memerintahkan Nuh as. agar beliau membawa dalam perahu itu sepasang-sepasang dari berbagai macam makhluk yang bernyawa. Pendapat lain mengatakan, juga termasuk tumbuh-tumbuhan dari jenis jantan dan betina.

Firman-Nya: wa aHlaka illaa man sabaqa ‘alaiHil qulu (“Dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya.”) Maksudnya, dan bawalah keluargamu ke dalamnya, mereka adalah keluarganya dan kerabatnya, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan baginya untuk tidak beriman kepada Allah, di antara mereka adalah anaknya yang mengasingkan diri serta isteri Nuh yang kafir terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Dan firman-Nya: wa man aaman (“Dan [muatkan pula] orang-orang yang beriman.”) Maksudnya, dari kaummu.
Wa maa aamana ma’aHuu illaa qaliil (“Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”) Maksudnya, sekelompok kecil saja, sedangkan waktu (zaman) dan keberadaannya bersama mereka sangatlah panjang, yaitu seribu tahun kurang lima puluh tahun.

Satu riwayat dari Ibnu `Abbas: “Mereka adalah (berjumlah) delapan puluh orang, termasuk wanitanya.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 36-39

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 36-39“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS.11:36) Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang dhalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. 11:37) Dan mulailah Nub membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: ‘Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS. 11:38) Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh adzab yang menghinakan(nya) dan yang akan ditimpa adzab yang kekal.’ (QS. 11:39)” (Huud: 36-39)

Allah memberi kabar, bahwa sesungguhnya Dia telah memberi wahyu kepada Nuh, yang berkaitan dengan siksa dan adzab-Nya yang diminta oleh kaumnya untuk menyiksa mereka, maka Nuh berdo’a terhadap mereka dengan do’anya yang Allah Ta’ala kabarkan dalam firman-Nya yang artinya: “Ya Rabbku janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Nuh: 26)
annaHuu laa yu’mina min qaumika illaa man qad aamana (“Bahwasannya sekali-sekali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman [saja].”) maka janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan janganlah kau hiraukan urusan mereka.

washna’il fulka (“dan buatlah bahtera itu”) yaitu perahu; bi-a’yunina (“dengan pengawasan”) maksudnya dengan pengawasan Kami; wa wahyinaa (“dan petunjuk wahyu kami”) maksudnya dengan pengajaran Kami kepadamu apa yang harus (bagaimana engkau membuatnya).

Walaa takhaathibnii fil ladziina dhalamuu innaHum mughraquun (“Dan janganlah engkau bicara dengan Aku tentang orang-orang dhalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”)

Dan firman-Nya: wa yashna’ul fulka wa kullamaa marra ‘alaiHi mala-um min qaumiHii sakhiruu minHu (“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kalia pemimpin kaumnya melewati Nuh, mereka mengejeknya.”) maksudnya mereka mengolok-olok dan mendustakan ancaman yang ditujukan kepada mereka bahwa mereka akan ditenggelamkan. Qaala in taskharuu minnaa fa innaa naskharu minkum (“Berkata Nuh: ‘Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kamu [pun] mengejekmu.’”) ayat seterusnya.

Ini merupakan ancaman yang keras dan janji yang kokoh. May ya’tiiHi ‘adzaabuy yukhziiHi (“Siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya”) maksudnya adalah menghinakannya di dunia. Wa yahillu ‘alaiHi ‘adzaabum muqiim (“Dan yang akan ditimpa adzab yang kekal”) yakni abadi, terus-menerus dan selama-lamanya di akherat kelak.

Bersambung

Tafsir Ibnu Ka

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 35

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 35“Malahan kaum Nuh itu berkata: ‘Dia cuma membuat-buat nasehatnya saja.’ Katakanlah: ‘Jika aku membuat-buat nasebat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat.’” (QS. 11:35)

Ayat ini merupakan kalimat sisipan di tengah-tengah kisah ini, sekaligus menguatkan dan menegaskan kisah tersebut. Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw: “Apakah orang-orang kafir itu mengatakan, bahwasanya al-Qur’an ini telah diada-adakan dan dibuat-dibuat seakan-akan berasal dari diri Muhammad saw.”
Qul iniftaraituHuu fa’alayya ijraamii (“Katakanlah: ‘Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku.’”) Yakni, dosa akibat hal itu kembali pada diriku sendiri.

Wa ana barii-um mimmaa tujrimuun (“Dan aku melepaskan diri dari dosa yang kalian perbuat.”) Maksudnya, bahwa hal itu sama sekali bukan dibuat-buat dan tidak pula diada-adakan, karena aku lebih mengetahui apa yang ada di sisi Allah berupa adzab bagi orang-orang yang mendustakan-Nya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 32-34

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 32-34“Mereka berkata: ‘Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.’ (QS. 11:32) Nuh menjawab: ‘Hanyalah Allah yang akan mendatangkan adzab itu kepadamu jika Allah menghendaki dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. (QS. 11:33) Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Rabbmu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.’ (QS. 11:34)” (Huud: 32-34)

Allah berfirman dengan mengabarkan tentang tuntutan penyegeraan siksa, adzab dan murka Allah oleh kaum Nuh as.
Qaaluu yaa nuuhu qad jaadaltanaa fa aktsarta jidaalanaa (“Mereka berkata: ‘Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami dan kamu memperpanjang bantahanmu terhadap kami.’”) Maksudnya, engkau telah melontarkan bantahan berulang kali dan kami tidak akan mengikutimu.

Fa’tinaa bimaa ta-‘idunaa (“Maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami.”) Yakni, berupa murka dan adzab. Kutuklah kami sesuka hatimu, lalu datangkanlah kutukan tersebut kepada kami.

In kunta minash shaadiqiina qaala innamaa ya’tiikum biHillaaHi insyaa-a wamaa antum bimu’jiziin (“’Jika kamu temasuk orang-orang yang benar.’ Nuh menjawab: ‘Hanya Allah yang akan mendatangkan adzab itu kepadamu jika Allah menghendaki dan kamu sekali-kali
tidak dapat melepaskan diri.’”) Maksudnya, sesungguhnya yang menimpakan siksaan dan menyegerakannya untuk kalian itu adalah Allah Ta’ala, yang tidak akan pernah dapat dipaksakan oleh sesuatu apa pun.

Wa laa tanfa’ukum nush-hii in aradtu an anshaha lakum in kaanallaaHu yuriidu ay yughwiyakum (“Dan nasihatku tidak bermanfaat bagi kalian jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian. Sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian.”) Yakni, jika Allah hendak menyesatkan kalian, apakah masih bisa berguna bagi kalian akan peringatanku dan nasihatku?

Huwa rabbukum wa ilaiHi turja’uun (“Allah adalah Rabbmu dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan.”) Maksudnya, Allah adalah Raja pengendali segala sesuatu, Hakim yang adil yang tidak akan pernah berbuat lalim. Hak penciptaan dan perintah itu hanya ada pada-Nya, Allahlah yang mengawali semua ciptaan dan Allah pula yang akan mengembalikan ciptaan setelah hancurnya. Allah adalah Raja dunia dan akhirat.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 31

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 31“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa) aku mempunyai gudang-gudang rizki dan kekayaan dari Allah dan aku tidak juga mengetahui yang ghaib, dan tidak (pula) aku mengatakan: ‘Bahwa sesungguhnya aku adalah Malaikat,’ dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu; ‘Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka.’ Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Huud: 31)

Lebih lanjut, Nuh as. memberitahu mereka bahwa dirinya adalah Rasul utusan Allah yang mengajak mereka beribadah kepada Allah Ta’ala semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan dalam hal itu, ia telah mendapatkan izin dari Allah.

Selain itu ia juga memberitahu mereka bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk mengatur berbagai perbendaharaan Allah dan tidak juga ia mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali sedikit yang Allah perlihatkan kepadanya, juga bahwasanya ia bukanlah seorang Malaikat, tetapi ia hanyalah manusia biasa yang diutus dengan didukung oleh mukjizat.

Ia juga memberitahukan, bahwa dirinya tidak mengatakan, bahwa orang-orang yang mereka hinakan dan usir itu tidak memperoleh pahala di sisi Allah atas amal perbuatan mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka. Jika mereka beriman secara batiniyah sesuai dengan yang ada pada lahiriyahnya, maka bagi mereka adalah balasan yang baik. Jika seseorang memutuskan dengan tuduhan yang buruk kepada mereka yang telah beriman, maka orang tersebut telah berbuat dhalim dengan mengatakan apa yang sebenarnya tidak ia ketahui.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 29-30

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 29-30“Dia [berkata]: ‘Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu [sebagai upah] bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-sekali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Rabb-nya, akan tetapi aku memandang kalian sebagai kaum yang tidak mengetahui.’ (QS. 11:29) Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari [adzab] Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?’ (QS 11: 30)” (Huud: 29-30)

Nuh as. berkata kepada kaumnya, aku tidak minta harta benda kepada kalian atas pelajaran yang kuberikan kepada kalian. Yakni aku tidak meminta upah yang kuambil dari kalian. Tetapi aku hanya mengharapkan balasan dari Allah;

Wa maa ana bithaaridil ladziina aamanuu (“Dan aku sekali-sekali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman.”)

Seolah-olah mereka mengajukan tuntutan kepadanya agar ia mengusir orang-orang yang beriman dari sisinya sebagai bentuk penghormatannya terhadap mereka dan supaya mereka [orang-orang yang beriman] tidak duduk bersama mereka. sebagaimana orang-orang yang serupa dengan mereka mengajukan tuntutan kepada Rasulullah saw. agar mengusir sekelompok du’afa dari mereka, kemudian beliau duduk bersama mereka dalam majelis tersendiri.

Maka Allah menurunkan firman-Nya yang artinya: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi hari dan pada petang hari, sedang mereka menghendaki keridlaan-Nya.” (al-An’am: 62)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 28

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 28“Berkata Nuh: ‘Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya.” (QS. Huud: 28)

Allah berfirman seraya menceritakan tentang tanggapan Nabi Nuh as. terhadap kaumnya. Dimana ia mengatakan: ara-aitum in kuntu ‘alaa bayyinatim mir rabbii (“Bagaimana pendapat kalian, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku.”) Maksudnya, berdasarkan keyakinan dan perintah yang jelas, serta kenabian yang benar, yang mana hal itu merupakan rahmat dari Allah , baginya dan juga bagi mereka.

Fa ‘ummiyat ‘alaikum (“Tetapi rahmat itu disamarkan bagi kalian.”) Maksudnya, disembunyikan dari kalian, sehingga kalian tidak mendapat petunjuk kepadanya dan tidak juga kalian mengetahui nilainya, bahkan kalian cepat-cepat mendustakannya.

A nulzimukumuuHaa (“Apa akan kami paksakan kalian menerimanya?”) Artinya, apakah kami harus mendesak kalian untuk menerima, sedang kalian tidak menyukainya?

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 25-27

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 25-27“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, (QS. 11:25) agar kamu tidak beribadah kepada selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa adzab (pada) hari yang sangat menyedihkan.’ (QS. 11:26) Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina-dina di antara kami yang lekas percaya saja dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.’ (QS. 11:27)” (Huud: 25-27)

Allah bercerita tentang Nuh, bahwa ia adalah Rasul yang pertama kali diutus oleh Allah Ta’ala kepada penduduk bumi, dari kalangan orang-orang musyrik, penyembah berhala. Bahwasanya ia pernah berkata kepada kaumnya: innii lakum nadziirum mubiin (“Sesungguhnya aku ini adalah seorang pemberi peringatan yang nyata bagi kalian.”) Maksudnya, pemberi peringatan kepada kalian secara terang-terangan dari adzab Allah, jika kalian beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu Allah berfirman: allaa ta’buduu illallaaH (“Agar kalian tidak beribadah kepada selain Allah.”)

Dan firman-Nya: innii akhaafu ‘alaikum ‘adzaaba yaumin ‘adhiim (“Sesungguhnya aku khawatir kalian akan ditimpa adzab pada hari yang sangat menyedihkan.”) Yakni, jika kalian terus-menerus dan tidak bergeming dari apa yang kalian kerjakan itu, niscaya Allah Ta’ala akan mengadzab kalian dengan siksaan yang pedih, menyakitkan dan berat di alam akhirat.

Fa qaalal mala-ul ladziina kafaruu minHum (“Maka para pemimpin yang kafir dari kaumnya berkata”) Sedangkan yang dimaksud dengan al-mala’ adalah para pemuka dan pembesar kaum kafir.

Maa naraka illaa basyaram mitslanaa (“Kami tidak melihat kalian, melainkan sebagai seorang manusia biasa seperti kami.”) Maksudnya, kamu ini bukan seorang Malaikat, melainkan hanya manusia biasa, lalu bagaimana mungkin diturunkan wahyu kepadamu tanpa melibatkan kami. Kemudian kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu kecuali orang-orang hina di antara kami, misalnya pengemis, tukang tenun, dan yang sebangsanya. Dan tidak ada seorang pun dari orang-orang terhormat dan para pemimpin di antara kami yang mengikutimu. Kemudian orang-orang yang mengikutimu itu, orang-orang yang mengambil keputusan tanpa peninjauan dan pemikiran yang mendalam, tetapi mereka hanya sekedar menanggapi yang kamu serukan kepada mereka dan kemudian mengikutimu.

Oleh karena itu mereka berkata: wa maa naraakat taba’aka illalladziina Hum araadzilunaa baadiyar ra’yi (“Dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu melainkan orang-orang yang hina-dina antara kami yang lekas percaya saja.”) Yaitu, pada awal permulaan.

Wa maa naraa lakum ‘alainaa min fadlin (“Dan kami tidak melihatmu memiliki sesuatu kebihan apa pun atas kami.”) Mereka berkata, kami tidak melihat adanya kelebihan pada dirimu atas diri kami, baik dalam penciptaan, moral, rizki dan juga keadaan, setelah kalian masuk ke dalam agama kalian ini.

Bal nadzunnukum kaadzibiin (“Bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.”) Maksudnya, dusta dalam apa yang kamu serukan, baik berupa kebaikan, perbaikan, ibadah, dan bahagiaan di alam akhirat kelak jika kalian digiring menuju ke sana.

Ini adalah penyangkalan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap Nabi Nuh as. dan para pengikutnya. Dan hal yang demikian itu merupakan bukti yang menunjukkan kebodohan mereka dan minimnya pengetahuan yang mereka miliki serta lemahnya akal pikiran mereka.

Bukan suatu aib bagi kebenaran jika yang mengikutinya itu adalah orang-orang yang hina, karena kebenaran itu sendiri tetap shahih baik ia diikuti oleh orang-orang terhormat maupun orang-orang yang hina. Bahkan yang sebenarnya dan tidak diragukan lagi bahwa para pengikut kebenaran itu adalah orang-orang terhormat meski mereka itu orang-orang miskin, sedangkan mereka yang menolak kebenaran itulah justru yang hina-dina, meski mereka dari golongan orang-orang yang kaya-raya.

Kemudian, kenyataan yang dominan adalah bahwa para pengikut benaran itu berasal dari kaum dhu’afa’. Mayoritas para pemuka dan pembesar itulah yang menentang kebenaran. Sebagaimana yang difirmankan Allah yang artinya: “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelummu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak jejak mereka.’” (QS. Zukhruf: 23)

Ketika raja Romawi, Heraclius bertanya kepada Abu Sufyan Shakhr bin Harb, tentang sifat-sifat Nabi, ia bertanya: “Apakah yang mengikutinya itu dari kalangan orang-orang terhormat, ataukah dari kalangan orang-orang lemah?” Abu Sufyan menjawab: “Mereka adalah dari kalangan orang-orang yang lemah.” Maka Heraclius pun berkata: “Orang-orang lemah itu memang pengikut para Rasul.”

Ucapan mereka: “Yang lekas percaya saja,” bukanlah suatu hal yang tercela dan hina, serta tidak pula sebagai aib. Karena kebenaran itu jika sudah benar-benar jelas, maka tidak memerlukan lagi kepada pemikiran dan perenungan, tetapi hanya perlu diikuti dan ditaati. Demikian itulah yang dilakukan oleh setiap orang yang mempunyai kebersihan jiwa dan kecerdasan, bahkan orang yang berpikir kembali untuk menerima kebenaran tersebut merupakan orang bodoh dan tidak berpikiran.

Para Rasul Allah secara keseluruhan, mereka datang dengan membawa perintah yang sudah jelas dan nyata.

Firman Allah Ta’ala: “Dan kami tidak melihatmu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami.” Mereka tidak mengetahui hal itu karena mereka buta, tidak dapat melihat kebenaran dan tidak mendengarnya, bahkan mereka selalu dalam keraguan dan senantiasa terombang-ambing dalam kebodohan mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang durhaka lagi pendusta, yang picik lagi hina. Dan di akhirat kelak, mereka itu termasuk orang-orang yang merugi.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 23-24

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 23-24“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS. 11:23) Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)? (QS.-11:24)” (Huud: 23-24)

Setelah Allah menceritakan keadaan orang-orang yang hidup sengsara, kemudian Allah menceritakan golongan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman dan mengerjakan amal shalih. Hati mereka benar-benar beriman dan seluruh anggota tubuh mereka berbuat amal shalih, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yakni dengan mengerjakan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai kemungkaran.

Dengan demikian, mereka menjadi pewaris beraneka ragam surga yang mempunyai banyak kamar yang tinggi, pelaminan yang berderet rapi, aneka buah-buahan yang segar, permadani yang tebal, serta berbagai keindahan yang menyenangkan, berbagai macam makanan yang lezat dan minuman yang segar, serta kesempatan memandang kepada Rabb Pencipta langit dan bumf. Di dalamnya mereka benar-benar kekal untuk selamanya, tidak akan mati, tidak tua, tidak juga sakit, tidak tidur, tidak buang kotoran, tidak meludah dan tidak berdahak, melainkan ia selalu mengeluarkan bau yang sangat harum.

Kemudian Allah memberikan perumpamaan antara orang orang kafir dengan orang-orang yang beriman, di mana Allah berfirman: matsalul fariqaini (“Perumpamaan kedua golongan itu.”) Yakni, golongan orang-orang kafir yang disifati dengan kesengsaraan dan golongan orang-orang mukmin yang memperoleh kebahagiaan.

Kelompok yang pertama itu adalah seperti orang buta dan tuli sedangkan kelompok kedua adalah seperti orang yang dapat melihat dan mendengar. Dengan demikian, orang kafir itu buta dari kebenaran selama hidup di dunia dan di akhirat ia tidak akan pernah mendapat petunjuk menuju kepada kebaikan dan tidak pula mengetahuinya, serta tuli dari berbagai hujjah sehingga ia tidak dapat mendengar apa yang bermanfaat baginya.

Sebagaimana yang difirmankan Allah: “Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (QS. Al-Anfaal: 23)

Sedangkan orang mukmin, mempunyai kecerdasan dan pikiran yang cemerlang, serta mampu melihat kebenaran, dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, sehingga ia akan mengikuti kebaikan dan meninggalkan segala hal yang buruk. Dan ia juga dapat mendengar hujjah dan mampu membedakannya dari hal-hal yang syubhat (samar-samar), sehingga ia tidak akan terjebak dalam kebathilan. Dengan demikian, apakah sama antara kelompok pertama dengan kelompok yang kedua?

Afalaa tadzakkaruun (“Maka tidakkah kalian mengambil pelajaran [dari perbandingan itu]?”) Tidakkah kalian memperhatikan, sehingga kalian dapat membedakan antara masing-masing kelompok di atas?

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 18-22

28 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 18-22“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah. Mereka itu akan di hadapkan kepada Rabb mereka, para saksi akan berkata: ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka.’ Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dhalim(QS. 11:18) (Yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat. (QS. 11: 19) Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengadzab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah. Siksaan itu dilipatgandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya). (QS 11:20) Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. 11: 21) Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. (QS 11:22)” (Huud: 18-22)

Allah menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap-Nya dan mengungkapkan rahasia mereka di akhirat kelak di hadapan semua makhluk, di antaranya para Malaikat, para Rasul, Nabi, Berta seluruh bangsa manusia dan bangsa jin. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Shafwan bin Muhriz, ia bercerita: “Aku pernah memegang tangan Ibnu ‘Umar, tiba-tiba ada seseorang yang menghadangnya. Ia berkata: ‘Apa yang kamu dengar ketika Rasulullah bersabda tentang pembicaraan rahasia pada hati Kiamat?’ Ibnu `Umar menjawab: `Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah swt. mendekati orang mukmin, lalu melindungi dan menutupi aibnya dari manusia serta membuatnya mengakui dosa-dosanya. Dia bertanya kepadanya: ‘Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini ?’ Sehingga apabila telah mengakui dosa-dosanya dan memandang dirinya telah binasa, maka Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa itu bagimu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya.’ Setelah itu Allah memberikan kitab amal kebaikannya. Sedangkan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, ‘Para saksi akan berkata: ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka.’ Ingatlah, kutukan Allah ditimpakan atas orang orang yang dhalim.’”

Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain.

Firman Allah: alladziina yashudduuna ‘an sabiilillaaHi wa yabghuunaHaa ‘iwajan (“Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan menghendaki supaya jalan itu bengkok.”) Maksudnya, mereka mencegah manusia mengikuti kebenaran dan menempuh jalan petunjuk yang mengantarkan mereka sampai kepada Allah swt. serta menjauhkan mereka dari surga.

Wa yabghuunaHaa ‘iwajan (“dan menghendaki supaya jalan itu bengkok.”) Artinya, mereka ingin agar jalan mereka itu menyimpang, tidak lurus. Wa Hum bil aakhirati Hum kaafiruun (“Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat.”) Maksudnya, mereka mengingkarinya dan bahkan mendustakan kejadiannya;

Mereka itu adalah: ulaa-ika lam yakuunuu mu’jiziina fil ardli wa maa kaana laHum min duunillaaHi min auliyaa’ (“Orang-orang yang tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk [mengadzab mereka] di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah.”) Artinya, justru mereka berada di bawah tekanan, kendali, genggaman dan kekuasaan-Nya.

Dan Allah mampu,untuk menuntut balas kepada mereka di alam dunia sebelum di alam akhirat, “Sesungguhnya Allah memberi penangguhan kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42)

Dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menangguhkan (adzab) kepada orang dhalim hingga apabila Allah menindaknya, maka la tidak akan melepaskannya.”

Oleh karena itu Allah berfirman: yudlaa’afu laHumul ‘adzaabu (“Siksaan itu dilipatgandakan kepada mereka.”) Maksudnya, siksaan mereka dilipatgandakan. Yakni bahwa Allah Ta `ala telah memberi pendengaran dan penglihatan, serta hati. Tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan justru mereka malah menjadi tuli dari mendengar kebenaran, buta untuk mengikuti kebenaran itu, sebagaimana diceritakan oleh Allah tentang diri mereka itu ketika masuk neraka.

Misalnya firman-Nya yang artinya berikut ini: “Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak akan termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-Mulk: 10)

Oleh karena itu, mereka disiksa atas setiap perintah yang mereka abaikan dan setiap larangan yang mereka langgar. Oleh sebab itu pendapat yang paling benar adalah, bahwa mereka dibebani dengan cabang-cabang syari’at, perintah maupun larangannya sampai ke alam akhirat.

Dan firman-Nya: ulaa-ikal ladziina khasiruu anfusaHum wa dlalla ‘anHum maa kaanuu yaftaruun (“Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri dan lenyap dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.”) Maksudnya, mereka merugikan diri sendiri karena mereka dimasukkan ke neraka yang menyala-nyala. Di dalamnya, mereka disiksa secara terus-menerus tanpa berhenti walau sekejap mata pun. Wa dlalla ‘anHum (“dan lenyap dari mereka”) artinya hal itu lepas sama sekali dari mereka. Yakni, maa kaanuu yaftaruun (“apa yang selalu mereka ada-adakan”) Yaitu, sekutu-sekutu dan juga berhala yang dijadikan Ilah selain Allah.

Semuanya itu tidak memberikan manfaat apa-apa bagi mereka tetapi malah mencelakakan mereka, sebagaimana yang difirmankan-Nya yang artinya: “Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari Kiamat), niscaya ilah-ilah itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan pemujaan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 6)

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan kerugian dan kebinasaan mereka. Oleh karena itu Allah berfirman: laa jarama anna Hum fil aakhirati Humul akhsaruun (“Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi.”) Allah memberitahukan tentang tempat kembalinya mereka, bahwa mereka adalah orang yang paling rugi di akhirat, karena mereka mengganti kebaikan dengan keburukan, kenikmatan surga dengan kesengsaraan neraka.

Mereka juga mengganti minuman yang menyegarkan dengan racun dan air mendidih. Mereka dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang panas mendidih, serta dalam naungan asap yang hitam. Selain itu mereka juga mengganti bidadari dengan makanan dari darah dan nanah. Juga mengganti kedekatan dengan Rabb yang Mahapengasih dan memandang kepada-Nya dengan kemurkaan dan siksaan-Nya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang yang paling merugi di akhirat. Na’udzubillah min dzalik.

Bersambung