Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat
“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah. Mereka itu akan di hadapkan kepada Rabb mereka, para saksi akan berkata: ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka.’ Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dhalim(QS. 11:18) (Yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat. (QS. 11: 19) Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengadzab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah. Siksaan itu dilipatgandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya). (QS 11:20) Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. 11: 21) Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. (QS 11:22)” (Huud: 18-22)
Allah menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap-Nya dan mengungkapkan rahasia mereka di akhirat kelak di hadapan semua makhluk, di antaranya para Malaikat, para Rasul, Nabi, Berta seluruh bangsa manusia dan bangsa jin. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Shafwan bin Muhriz, ia bercerita: “Aku pernah memegang tangan Ibnu ‘Umar, tiba-tiba ada seseorang yang menghadangnya. Ia berkata: ‘Apa yang kamu dengar ketika Rasulullah bersabda tentang pembicaraan rahasia pada hati Kiamat?’ Ibnu `Umar menjawab: `Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt. mendekati orang mukmin, lalu melindungi dan menutupi aibnya dari manusia serta membuatnya mengakui dosa-dosanya. Dia bertanya kepadanya: ‘Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini ?’ Sehingga apabila telah mengakui dosa-dosanya dan memandang dirinya telah binasa, maka Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa itu bagimu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya.’ Setelah itu Allah memberikan kitab amal kebaikannya. Sedangkan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, ‘Para saksi akan berkata: ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka.’ Ingatlah, kutukan Allah ditimpakan atas orang orang yang dhalim.’”
Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain.
Firman Allah: alladziina yashudduuna ‘an sabiilillaaHi wa yabghuunaHaa ‘iwajan (“Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan menghendaki supaya jalan itu bengkok.”) Maksudnya, mereka mencegah manusia mengikuti kebenaran dan menempuh jalan petunjuk yang mengantarkan mereka sampai kepada Allah swt. serta menjauhkan mereka dari surga.
Wa yabghuunaHaa ‘iwajan (“dan menghendaki supaya jalan itu bengkok.”) Artinya, mereka ingin agar jalan mereka itu menyimpang, tidak lurus. Wa Hum bil aakhirati Hum kaafiruun (“Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat.”) Maksudnya, mereka mengingkarinya dan bahkan mendustakan kejadiannya;
Mereka itu adalah: ulaa-ika lam yakuunuu mu’jiziina fil ardli wa maa kaana laHum min duunillaaHi min auliyaa’ (“Orang-orang yang tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk [mengadzab mereka] di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah.”) Artinya, justru mereka berada di bawah tekanan, kendali, genggaman dan kekuasaan-Nya.
Dan Allah mampu,untuk menuntut balas kepada mereka di alam dunia sebelum di alam akhirat, “Sesungguhnya Allah memberi penangguhan kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42)
Dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menangguhkan (adzab) kepada orang dhalim hingga apabila Allah menindaknya, maka la tidak akan melepaskannya.”
Oleh karena itu Allah berfirman: yudlaa’afu laHumul ‘adzaabu (“Siksaan itu dilipatgandakan kepada mereka.”) Maksudnya, siksaan mereka dilipatgandakan. Yakni bahwa Allah Ta `ala telah memberi pendengaran dan penglihatan, serta hati. Tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan justru mereka malah menjadi tuli dari mendengar kebenaran, buta untuk mengikuti kebenaran itu, sebagaimana diceritakan oleh Allah tentang diri mereka itu ketika masuk neraka.
Misalnya firman-Nya yang artinya berikut ini: “Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak akan termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-Mulk: 10)
Oleh karena itu, mereka disiksa atas setiap perintah yang mereka abaikan dan setiap larangan yang mereka langgar. Oleh sebab itu pendapat yang paling benar adalah, bahwa mereka dibebani dengan cabang-cabang syari’at, perintah maupun larangannya sampai ke alam akhirat.
Dan firman-Nya: ulaa-ikal ladziina khasiruu anfusaHum wa dlalla ‘anHum maa kaanuu yaftaruun (“Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri dan lenyap dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.”) Maksudnya, mereka merugikan diri sendiri karena mereka dimasukkan ke neraka yang menyala-nyala. Di dalamnya, mereka disiksa secara terus-menerus tanpa berhenti walau sekejap mata pun. Wa dlalla ‘anHum (“dan lenyap dari mereka”) artinya hal itu lepas sama sekali dari mereka. Yakni, maa kaanuu yaftaruun (“apa yang selalu mereka ada-adakan”) Yaitu, sekutu-sekutu dan juga berhala yang dijadikan Ilah selain Allah.
Semuanya itu tidak memberikan manfaat apa-apa bagi mereka tetapi malah mencelakakan mereka, sebagaimana yang difirmankan-Nya yang artinya: “Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari Kiamat), niscaya ilah-ilah itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan pemujaan mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 6)
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan kerugian dan kebinasaan mereka. Oleh karena itu Allah berfirman: laa jarama anna Hum fil aakhirati Humul akhsaruun (“Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi.”) Allah memberitahukan tentang tempat kembalinya mereka, bahwa mereka adalah orang yang paling rugi di akhirat, karena mereka mengganti kebaikan dengan keburukan, kenikmatan surga dengan kesengsaraan neraka.
Mereka juga mengganti minuman yang menyegarkan dengan racun dan air mendidih. Mereka dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang panas mendidih, serta dalam naungan asap yang hitam. Selain itu mereka juga mengganti bidadari dengan makanan dari darah dan nanah. Juga mengganti kedekatan dengan Rabb yang Mahapengasih dan memandang kepada-Nya dengan kemurkaan dan siksaan-Nya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang yang paling merugi di akhirat. Na’udzubillah min dzalik.
Bersambung
Tag:18, 22, agama islam, Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, hud, huud, ibnu katsir, islam, religion, surah, surah huud, surat, surat huud, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 18-22