Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya adalah di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali Rabbmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (Huud: 108)
Allah berfirman: wa ammal ladziina su’iduu (“Adapun orang-orang yang bahagia”) mereka adalah para pengikut Rasul. Fa fil jannati (“maka tempatnya adalah surga”) maksudnya tempat mereka adalah surga. Khaalidiina fiiHaa (“mereka kekal di dalamnya”) maksudnya mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya. maa daamatis samaawaatu wal ardlu illaa maa syaa-a rabbuka (“selama ada langit dan bumi. Kecuali jika Rabbmu menghendaki lain.”) Arti pengecualian di sini adalah, bahwa keabadian mereka dalam kenikmatan bukanlah sesuatu yang harus dilakukan oleh Allah , akan tetapi hal itu adalah diserahkan kepada kehendak Allah Ta’ala, maka hak Allahlah pemberian anugerah yang terus-menerus kepada mereka, maka dari itu mereka diilhami untuk bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka bernafas.
Adh-Dhahhak dan al-Hasan al-Bashri berkata: “Ayat itu menjelaskan tentang hak orang-orang ahli maksiat yang bertauhid yang semula mereka berada di neraka, kemudian dikeluarkan darinya, maka Allah melanjutkan firman-Nya: ‘athaa’an ghaira majdzuudz (“Sebagai karunia yang tiada putus putusnya”) maksudnya, tidak terputus.” Mujahid, Ibnu `Abbas, Abul `Aliyah dan yang lainnya mengatakan tentang ini (yaitu ayat: ‘Karunia yang tiada putus putusnya’)
Untuk tidak menjadikan keraguan (untuk meyakinkan) bagi orang-orang yang ragu setelah adanya pengecualian kehendak Allah, yang mana di sana menggambarkan adanya keterputusan, atau adanya kesamaran atau sesuatu pengertian yang lain. Akan tetapi dengan adanya keterangan ayat yang terakhir itu, menjelaskan bahwa Allah menekankan adanya kesinambungan dan tidak keterputusan, sebagaimana pula Allah menjelaskan di sana, bahwa adzab ahli neraka di dalamnya, kekal selama-lamanya. Kekekalan ini tertolak dengan adanya pengecualian kehendak-Nya.
Sesungguhnya Allah Ta’ala dengan keadilan-Nya dan kebijaksanaan-Nya telah mengadzab mereka, itulah sebabnya Allah berfirman: inna rabbaka fa’-‘aalul limaa yuriid (“Sesungguhnya Rabbmu berbuat terhadap apa yang Dia kehendaki.”) Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Allah tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanya.” (QS. Al-Anbiyaa’: 23)
Di sini, Allah Ta’ala menenteramkan hati dan menetapkan maksud dengan firman-Nya, ‘athaa’an ghaira majdzuudz (“Sebagai karunia yang tiada putus putusnya”) Telah ada hadits dalam ash-shahihain:
“Kematian didatangkan dengan bentuk kambing yang indah rupanya, kemudian ia disembelih antara surga dan neraka, kemudian dikatakan; ‘Wahai ahli surga, kekal-lah, tidak ada kematian. Dan wahai ahli neraka, kekal-lah tidak ada kematian.’”
Dan di dalam shahihain juga:
“Maka dikatakan; `Wahai ahli surga, sesungguhnya kamu akan hidup dan tidak akan mati selama-lamanya dan kamu akan selalu muda dan tidak akan tua selama-lamanya dan kamu akan sehat dan tidak sakit selama-lamanya dan kamu akan (merasa) menikmati dan tidak akan (merasa) kesulitan selama-lamanya.” (HR. Muslim, kitab al Jannah bab fii Dawaam na’iimi Ahlil Jannah)
bersambung
Tinggalkan Balasan