Arsip | 01.17

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 50-51

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 50-51“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni Surga: ‘Limpahkanlah kepada kami sedikit air, atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu’ Mereka (penghuni Surga) menjawab: ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir, (QS. 7:50) (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau dan kehidupan dunia telah menipu mereka.’ Maka pada hari itu (Kiamat ini), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (QS. 7:51)” (al-A’raaf: 50-51)

Allah memberitahukan mengenai kehinaan para penghuni Neraka, dan juga permintaan mereka akan minuman dan makanan dari para penghuni Surga. Diberitahukan juga bahwa mereka tidak diberi apa yang mereka minta.

Mengenai firman Allah: wa naadaa ash-haabun naari ash-haabal jannati an afiidluu ‘alainaa minal maa-i au mimmaa razaqakumullaaHu (“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni Surga: ‘Limpahkan kepada kami air atau apa yang telah diberikan Allah kepadamu.’”) As-Suddi mengatakan: “Yakni makanan.”
Sedangkan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Mereka meminta makanan dan minuman kepada para penghuni Surga.”

Ats-Tsauri mengatakan dari ‘Utsman ats-Tsaqafi, dari Sa’id bin Jubair, mengenai ayat ini, ia berkata: “Seseorang berseru kepada ayahnya atau saudaranya seraya berteriak: ‘Aku telah terbakar, karenanya curahkan kepadaku sedikit air.’ Maka dikatakan kepada mereka (para penghuni Surga): ‘Jawablah mereka.’ Maka mereka pun berkata: innallaaHa harrama Humaa ‘alal kaafiriin (“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu bagi orang-orang yang kafir.”)

Selanjutnya Allah menyifati orang-orang kafir dengan apa yang mereka jadikan perilaku selama di dunia, yaitu tindakan mereka menjadikan agama sebagai permainan belaka, serta tertipunya mereka oleh dunia, perhiasan dan kemewahannya, sehingga mereka lupa akan amal untuk akhirat yang telah diperintahkan kepada mereka.

Dan firman-Nya: fal yauma nansaaHum kamaa nasuu liqaa-a yaumiHim Haadzaa (“Maka pada hari [Kiamat] ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.”) Artinya, Allah memperlakukan mereka sebagaimana perlakuan mereka yang melupakan, karena Allah tidak menyimpang dari ilmu-Nya sedikit pun dan tidak pula Ia melupakannya.

Sebagaimana yang Allah firmankan yang artinya berikut ini: “Di dalam sebuah kitab, Rabbku tidak akan salah dan tidak pula lupa.” (QS. Thaahaa: 52). Apa yang Allah firmankan ini adalah sebagai balasan timbal-balik.
As-Suddi mengatakan: “Kami abaikan mereka dari rahmat, sebagaimana mereka dahulu telah mengabaikan untuk beramal guna menghadapi pertemuan pada hari ini.”

Dalam hadits shahih disebutkan bahwasannya Allah Ta’ala berfirman kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak: “Bukankah Aku telah menikahkanmu? Bukankah Aku telah memuliakanmu? Dan bukankah Aku telah menundukkan buat kalian unta, kuda dan memberimu kesempatan untuk memimpin dan bersenang-senang?” Maka si hamba itu berkata: “Benar.” Kemudian Allah bertanya: “Apakah kamu mengira akan bertemu dengan-Ku?” Si hamba itu menjawab: “Tidak.” Dan Allah Ta’ala pun berfirman: “Maka pada hari ini Aku akan melupakanmu, sebagaimana kamu telah melupakan-Ku.” (HR. Muslim dalam kitab [bab] az-Zuhud [2947])

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 48-49

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 48-49“Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: ‘Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.’ (QS. 7:48) (Orang-orang di atas A’raaf bertanya kepada penghuni Neraka): ‘Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah.’ (Kepada orang mukmin itu dikatakan): ‘Masuklah ke dalam Surga, tidak ada kekbawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.’ (QS. 7:49)” (al-A’raaf: 48-49)

Allah berfirman memberitahukan mengenai celaan keras, yang disampaikan oleh penghuni A’raaf terhadap orang-orang dari para tokoh orang-orang musyrik, yang mengenal mereka di Neraka dari tanda-tanda yang ada pada mereka: maa aghnaa ‘ankum jam’ukum (“Tidaklah memberi manfaat kepadamu kumpulanmu.”) Maksudnya, jumlah kalian yang banyak. Wa maa kuntum tastakbiruun (“Dan apa yangselalu kamu sombongkan itu.”) Maksudnya, banyaknya jumlah kalian dan kumpulan kalian, tidak dapat menyelamatkan kalian dari adzab Allah. Akan tetapi kalian akan menuju ke tempat di mana kalian mendapat siksaan.

Firman-Nya: wa Haa-ulaa-il ladziina aqsamtum laa yanaaluHumullaaHu birahmatin (“[Orang-orang di atas A’raaf bertanya kepada para penghuni Neraka]: `Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?’”) ‘Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, yaitu penghuni A’raaf.

Udkhulul jannata laa khaufun ‘alaikum wa laa antum tahzanuun (“Masuklah ke dalam Surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak pula kalian bersedih hati.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 46-47

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 46-47“Dan di antara keduanya (penghuni Surga dan Neraka) ada batas; dan di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk Surga: ‘Salaamun ‘alaikum.’ Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). (QS. 7: 46) Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni Neraka, mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, jangan Engkau tempatkan kami bersama-sama dengan orang-orang yang dhalim itu.’ (QS. 7: 47)” (al-A’raaf: 46-47)

Setelah Allah menyebutkan perbincangan antara para penghuni Surga dengan penghuni Neraka, Allah mengingatkan bahwa di antara Surga dan Neraka terdapat dinding pembatas yang menghalangi para penghuni Neraka untuk sampai ke Surga.

Ibnu Jarir mengatakan, itulah dinding yang oleh Allah disebutkan melalui firman-Nya yang artinya: “Kemudian di antara mereka diberikan dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al-Hadiid: 13). Dan itulah al-A’raaf yang telah difirmankan Allah: wa ‘alal a’raafi rijaalun (“Dan di atas A’raaf itu ada orang-orang.”)

Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari as-Suddi, mengenai firman Allah Ta’ala: wa baina Humaa hijaab (“Dan di antara keduanya ada Batas,”) ia mengatakan: “Itulah dinding yang juga bernama al-A’raaf.”

Mujahid mengatakan: “Al-A’raaf adalah dinding pembatas antara Surga dan Neraka, yaitu dinding yang mempunyai pintu.”
Ibnu Jarir mengemukakan: “Al-A’raaf adalah jamak dari ‘urf.”
Menurut masyarakat Arab, setiap dataran tinggi di muka bumi disebut sebagai ‘urf, Jengger ayam jantan disebut ‘urf karena ketinggiannya.

Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu ‘Uyainah menceritakan kepada kami, dari ‘Abdullah bin Abi Yazid, ia pernah mendengar bahwa Ibnu ‘Abbas berkata: “Al-A’raaf adalah sesuatu yang tinggi menonjol.”

Ats-Tsauri mengatakan dari Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Al-A’raaf adalah dinding seperti jengger ayam jantan.”
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, “Al-A’raaf bentuk jamak, artinya adalah bukit antara Surga dan Neraka, di sana orang-orang yang berdosa ditahan di antara Surga dan Neraka.”

Dalam riwayat yang lain disebutkan, juga dari Ibnu ‘Abbas: “Al-A’raaf adalah dinding antara Surga dan Neraka.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh adh-Dhahhak dan Para ahli tafsir lainnya.
Sedangkan as-Suddi mengatakan: “Dinamakan al-A’raaf karena tempatnya tinggi, sebab penghuninya dapat menyaksikan orang-orang.”

Terjadi perbedaan ungkapan para ahli tafsir mengenai A’raaf, siapakah mereka itu. Namun demikian, semua (pendapat) itu saling berdekatan, yang kembali kepada satu makna, yaitu mereka itu adalah kaum yang kebaikan dan keburukannya sama. Demikian yang dinashkan oleh Hudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Ibnu Masud, serta ulama-ulama lainnya balk dari kalangan salaf maupun khalaf rahimahumullah.

Dan firman Allah: ya’rifuuna kullam bisiimaaHum (“Yang masing-masing dari dua golongan itu Baling mengenal dengan tanda-tanda mereka.”) ‘Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Para penghuni Surga dikenal dengan putihnya wajah mereka. Sedangkan para penghuni Neraka dikenal dengan hitamnya wajah mereka.”

Ma’mar mengatakan dari al-Hasan, bahwa ia pernah membaca ayat ini: lam yadkhuluuHaa wa Hum yathma’uun (“Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera [memasukinya]”) Ia berkata: “Allah tidak menjadikan keinginan besar dalam hati mereka, melainkan karena Allah menginginkan kemuliaan bagi mereka.”
Dan Qatadah mengatakan: “Allah telah memberitahu kalian mengenai keinginan mereka yang besar.”

Dan firman Allah berikutnya: wa idzaa shurifat abshaaruHum tilqaa-a ash-haaban naari qaaluu rabbanaa laa taj’alnaa ma’al qaumidh dhaalimiin (“Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni Neraka, mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama orang-orang yang dhalim itu.”) Adh-Dhahhak mengatakan dari Ibnu `Abbas, “Bahwa penghuni A’raaf itu jika mereka memandang ke arah penghuni Neraka, di mana mereka mengenal penghuni Neraka itu, maka mereka mengatakan: ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama orang-orang yang dhalim.’”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 44-45

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 44-45“Dan penghuni-penghuni Surga berseru kepada penghuni-penghuni Neraka (dengan mengatakan): ‘Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Rabb kami menjanjikan kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (adzab) yang Rabb kamu menjanjikannya (kepadamu)?’ Mereka (penduduk Neraka) menjawab: ‘Betul.’ Kemudian seorang penyeru (Malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: ‘Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dhalim.’ (QS. 7:44) (Yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat. (QS. 7:45)” (al-A’raaf: 44-45)

Allah memberitahukan apa yang dikatakan oleh para penghuni Surga kepada para penghuni Neraka, sebagai celaan dan penghinaan, yaitu ketika mereka telah menempati tempat mereka masing-masing: an qad wajadnaa maa wa’adanaa rabbunaa haqqan (“Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Rabb kami menjanjikannya kepada kami.”) Kata “an” (bahwa) di sini menerangkan ucapan yang mahdzuf (tidak tertulis). Dan kata “qad” (sungguh) dalam ayat tersebut berfungsi sebagai tahgiq (penekanan).

Artinya, mereka berkata kepada para penghuni Neraka: “Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yang pernah dijanjikan oleh Rabb kami. Apakah kalian juga benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Rabb kalian kepada kalian.” Maka mereka pun menjawab: “Ya.”

Demikian juga Rasulullah pemah mencela kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dalam perang Badar, beliau berseru: “Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai ‘Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah [-dan beliau menyebut para pimpinan Quraisy-], apakah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan oleh Rabb kalian itu benar? Sesungguhnya aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Allah kepadaku itu benar.” Kemudian Umar pun menegur Rasulullah saw.: “Ya Rasulullah, bagaimana engkau mengajak bicara orang-orang yang telah menjadi bangkai?” Maka Rasulullah pun bertutur: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku itu dari mereka, tetapi hanya saja mereka tidak dapat menjawab.” (Muttafaqun alaih (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan firman Allah selanjutnya: fa adzdzana mu-adzdzinum bainaHum (“Kemudian seorang penyeru [Malaikat] mengumumkan di antara kedua golongan itu.”) Maksudnya, seorang pemberitahu memberitahukan dan seorang penyeru menyerukan: al la’natullaaHi ‘aladh-dhaalimiin (“Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dhalim.”) Maksudnya, ditimpakan kepada mereka.

Kemudian Allah menyifati mereka dengan firman-Nya: alladziina yashudduuna ‘an sabiilillaaHi wa yabghuunaHaa ‘iwajan (“Yaitu orang-orang yang menghadang-halangi dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok.”) Maksudnya, menghadang manusia dari mengikuti jalan dan syari’at Allah, serta apa yang telah dibawa para Nabi-Nya. Selain itu, mereka juga menginginkan agar jalan-Nya itu bengkok, sehingga tidak diikuti oleh seorang pun.

Wa Hum bil aakhirati kaafiruun (“Dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.”) Artinya, mereka kafir terhadap pertemuan dengan Allah di alam akhirat. Maksudnya, mereka ingkar dan mendustakan hal itu, tidak membenarkan dan tidak mempercayainya. Oleh karena itu, mereka tidak pernah peduli dengan kemungkaran yang mereka lakukan, baik berupa ucapan maupun perbuatan, karena mereka tidak takut kepada hisab dan siksaan yang akan ditimpakan kepada mereka. Mereka itu adalah orang yang paling buruk dalam ucapan maupun perbuatan.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 42-43

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 42-43“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni Surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. 7:42) Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (Surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang Rasul-Rasul Rabb kami, membawa kebenaran.’ Dan diserukan kepada mereka: ‘Itulah Surga yang telah diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.’ (QS. 7:43)” (al-A’raaf: 42-43)

Setelah Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang sengsara, kemudian Allah menyambungnya dengan menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, di mana Allah berfirman: wal ladziina aamanuu wa’amilush shaalihaati (“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan aumal-amal shalih.”) Yaitu, hati-hati mereka beriman dan mereka pun mengerjakan amal shalih dengan seluruh anggota tubuh mereka. Yang demikian itu bertolak belakang dengan ayat: ulaa-ikal ladziina kafaruu biaayaatillaaHi wastakbaruu ‘anHaa (“Mereka adalah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, dan menyombongkan diri terhadapnya.”)

Di sini Allah mengingatkan bahwa beriman dan beramal dengannya merupakan suatu hal yang mudah, karena Allah telah berfirman: laa nukallifu nafsan illaa wus’aHaa ulaa-ika ash-haabul jannati Hum fiiHaa khaaliduuna. Wa naza’naa maa fii shuduuriHim min ghillin (“Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Mereka itulah para penghuni Surga, mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka.”) Yaitu berupa kedengkian dan kebencian.

Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari, yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Jika orang-orang yang beriman telah selamat dari Neraka, maka mereka akan ditahan di atas jembatan yang terdapat di antara Surga dan Neraka. Di sana mereka akan diqishash untuk setiap perbuatan dhalim yang pernah terjadi di antara sesama mereka ketika di dunia, sehingga jika telah bersih, mereka diizinkan untuk masuk Surga. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya salah seorang di antara mereka lebih mengenal/mengetahui terhadap rumahnya yang berada di Surga daripada terhadap tempat tinggalnya di dunia.” (HR. Al-Bukhari)

Qatadah mengatakan, ‘Ali ra. pernah berkata: “Aku benar-benar berharap supaya aku, ‘Utsman, Thalhah dan az-Zubair termasuk orang-orang yang oleh Allah disebut dalam firman-Nya ini: Wa naza’naa maa fii shuduuriHim min ghillin (“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka.”)

Oleh karena itu, setelah mereka diberikan warisan berupa Surga, maka: nuuduu an tilkumul jannatu uurits-tumuuHaa bimaa kuntum ta’maluun (“Diserukan kepada mereka: ‘Itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.’”) Maksudnya, disebabkan oleh amal perbuatan kalian, kalian mendapatkan rahmat sehingga kalian bisa masuk Surga dan kalian dapat menempati tempat-tempat kalian sesuai dengan amal perbuatan kalian.

Pengertian semacam itu sesuai dengan sabda Rasulullah dalam hadits yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ketahuilah, bahwasanya amal salah seorang di antara kalian tidak akan memasukkannya ke dalam Surga.” Para Sahabat bertanya: “Termasuk juga engkau, ya Rasulullah?” Beliau saw. menjawab: “Tidak juga aku, kecuali jika Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 40-41

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 40-41“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk Surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS. 7:40) Mereka mempunyai tikar tidur dari api nereka dan di atas mereka ada selimut (api nereka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zhalim. (QS. 7:41)” (al-A’raaf: 40-41)

Firman Allah: laa tufattahu laHum abwaabus samaa-i (“Sekali-sekali tidak dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka.”) Ibnu Juraij mengatakan: “Pintu-pintu langit itu tidak dibuka untuk amal perbuatan mereka dan juga ruh-ruh mereka.” Di dalam hal ini terdapat penggabungan antara dua pendapat. Wallahu a’lam.

Firman Allah Ta’ala: walaa yadkhuluunal jannata hattaa yalijul jamalu fii sammil khiyaath (“Dan tidak pula mereka masuk Surga, sehingga unta masuk ke lubang jarum.”) Demikian itulah yang dibaca dan ditafsirkan oleh jumhur ulama, yaitu unta. Ibnu Mas’ud mengatakan: “Yaitu unta jantan, anak unta betina.” Sedangkan dalam sebuah riwayat disebutkan: “Yaitu unta jantan pasangan (suami) unta betina.”

Al-Hasan al-Bashri mengatakan: “Sehingga seekor unta dapat masuk ke dalam lubang jarum.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abut `Aliyah dan adh-Dhahhak.

Dan firman Nya: laHum min jaHannama miHaadun (“Mereka mempunyai tikar tidur dari api Neraka.”) Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Yaitu alas tidur.”
Wa min fauqiHim ghawaasy (“Dan di atas mereka ada selimut [api Neraka]”) Dia mengatakan: “Yaitu, kain selimut.” Hal yang senada juga dikemukakan oleh adh-Dhahhak bin Muzahim dan juga as-Suddi.

Wa kadzaalika najzidh dhaalimiin (“Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang dhalim.”)

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 38-39

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 38-39“Allah berfirman: ‘Masuklah kamu sekalian ke dalam Neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam Neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya, berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: ‘Ya Rabb kami, mereka inilah yang telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat-ganda dari Neraka.’ Allah berfirman: ‘Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipatganda akan tetapi kamu tidak mengetahui.’ (QS. 7:38) Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian: ‘Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan.’ (QS. 7:39)” (al-A’raaf: 38-39)

Allah berfirman, memberitahukan apa yang Allah katakan kepada orang-orang musyrik, yang telah mengada-ada terhadap Allah Ta’ala, dan mendustakan ayat-ayat-Nya: udkhuluu fii umamin (“Masuklah kamu sekalian ke dalam Neraka bersama umat-umat”) Yaitu umat-umat yang seperti kalian dan juga bersifat seperti kalian.

Qad khalat min qablikum (“Yang telah terdahulu sebelummu.”) Yaitu dari umat-umat terdahulu yang kafir. Minal jinni wal insi fin naari (“Dari kalangan jin dan manusia ke dalam Neraka.”) Kalimat ini bisa berarti sebagai ganti dari firman-Nya: fii umamin (“Ke dalam umat-umat”) Maksudnya yaitu bersama umat-umat.

Firman-Nya: kullamaa dakhalat ummatul la’anat ukhtaHaa (“Setiap umat masuk [ke dalam neraka] ia mengutuk kawannya [yang menyesatkan]”) seperti yang dikatakan khalilullah, Ibrahim as.: “Kemudian pada hari kiamat kelak, sebagian kamu mengingkari sebagian yang lain.” (Al-‘Ankabuut: 25)

Dan firman-Nya lebih lanjut: hattaa idzad daarakuu fiiHaa jamii’an (“Sehingga apabila mereka masuk semuanya”) maksudnya mereka sudah berkumpul semuanya di dalam Neraka. Qaalat ukhraaHum li uulaaHum (“Orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka berkata kepada orang-orang yang telah masuk ter-dahulu.”) Maksudnya, orang-orang yang paling akhir masuk ke dalam Neraka, yaitu para pengikut orang-orang yang telah masuk pertama kali. Mereka inilah yang menjadi panutan, karena mereka lebih jahat daripada para pengikut mereka, sehingga mereka memasuki Neraka sebelum mereka. Lalu orang-orang yang jadi pengikut mengadukan mereka ini kepada Allah Ta’ala pada hari Kiamat kelak, karena mereka itulah yang telah menyesatkan mereka dari jalan yang lurus.

Mereka berkata: rabbanaa Haa-ulaa-i adlalluunaa fa aatiHim ‘adzaaban dli’fam minan naari (“Ya Rabb kami, mereka inilah yang telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipatganda dari Neraka.”) Maksudnya, lipatgandakanlah hukuman kepada mereka.

Dan firman-Nya: qaala likulli dli’fun (“Allah berfirman: ‘Masing-masing mendapat [siksaan] yang berlipatganda.’”) Maksudnya, Kami telah melakukan hal itu dan Kami akan memberikan balasan sesuai dengan amal perbuatannya.

Kemudian: wa qaalat uulaaHum li ukhraaHum (“Orang-orang yang telah masuk terdahulu di antara mereka pun berkata kepada orang-orang yang masuk kemudian.”) Maksudnya mereka yang menjadi panutan, berkata kepada para pengikutnya. Famaa kaana lakum ‘alainaa min fadl-lin (“Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami.”) As-Suddi mengatakan: “Artinya kalian telah tersesat sebagaimana yang kami alami.”

Fadzuuqul ‘adzaaba bimaa kuntum taksibuun (“Maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu kerjakan.”) Yang demikian itu sama seperti firman Allah yang artinya: “’Ketika kamu menyuruh kami supaya kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.’ Kedua belah pihak menyatakan penyesalan ktika mereka menyaksikan adzab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Saba’: 33)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 37

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 37“Maka siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya. Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (Malaikat) untuk mengambil nyawanya, (diwaktu itu) utusan Kami bertanya: ‘Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu ibadahi selain Allah?’ Orang-orang musyrik itu menjawab: ‘Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami.’ Dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang kafir.” (QS. al-A’raaf: 37)

Allah berfirman: faman adhlamu mim maniftaraa ‘alallaaHi kadziban aw kadzdzaba bi-aayaatiHi (“Maka siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya?”) Artinya, tidak ada seorang pun yang lebih dhalim dari orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya yang telah diturunkan.

Ulaa-ika yanaaluHum nashiibuHum minal kitaabi (“Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab.”) Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna penggalan ayat tersebut.

Al-‘Aufi mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: “Mereka akan ditimpa apa yang telah ditetapkan kepada mereka dan ditetapkan bagi orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, bahwa wajah mereka berwarna hitam legam.”
Mujahid mengatakan: “Yaitu apa yang telah dijanjikan bagi mereka berupa kebaikan maupun keburukan.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh Qatadah, adh-Dhahhak, serta ulama lainnya, yang juga menjadi pilihan Ibnu Jarir.

Masih mengenai firman Allah Ulaa-ika yanaaluHum nashiibuHum minal kitaabi (“Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab.”) Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Yaitu amal perbuatan, rizki dan umurnya.” Hal senada juga dikatakan oleh ar-Rabi’ bin Anas dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Pendapat tersebut memiliki kekuatan makna. Dan konteks ayat pun menunjukkan hal tersebut, yaitu firman-Nya: hattaa idzaa jaa-atHum rusulanaa yatawaffaunaHum (“Sehingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami [para Malaikat] untuk mengambil nyawanya.”)

Firman Allah selanjutnya: hattaa idzaa jaa-atHum rusulanaa yatawaffaunaHum (“Sehingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami [para Malaikat] untuk mengambil nyawanya.”) Allah Ta’ala memberitahukan bahwa para Malaikat apabila mencabut nyawa orang-orang musyrik, maka para Malaikat itu mengejutkan mereka dan membawa arwah mereka ke Neraka seraya bertanya kepada mereka, “Di manakah berhala-berhala yang kalian jadikan sekutu bagi Allah Ta’ala dalam kehidupan dunia, yang kalian mintai pertolongan dan kalian sembah selain Allah? Panggillah mereka supaya menyelamatkan kalian dari apa yang kalian alami sekarang ini!”

Maka orang-orang musyrik pun menjawab: dlalluu ‘annaa (“Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami.”) Artinya, mereka telah hilang dan lenyap dari kami sehingga kami tidak dapat berharap lagi kebaikan dan manfaat mereka.

Wa syaHidu ‘alaa anfursiHim (“Dan mereka mengakui terhadap diri mereka.”) maksudnya mereka berikrar dan mengakui terhadap diri mereka sendiri: annaHum kaanuu kaafiruun (“bahwa mereka adalah orang-orang kafir”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 34-36

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 34-36“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. 7:34) Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripadamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 7:35) Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 7:36)” (al-A’raaf: 34-36)

Allah berfirman: wa likulli ummatin (“Tiap-tiap umat memiliki”) yaitu kurun dan generasi; ajalun fa idzaa jaa-a ajaluHum (“Batas waktu tertentu. Jika telah datang kepada mereka waktu tersebut.”) yakni batas waktu yang telah ditentukan kepada mereka. laa yasta’khiruuna saa’ataw walaa yastaqdimuun (“Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sedikit pun dan tidak dapat pula memajukannya.”)

Kemudian Allah mengingatkan anak cucu Adam, bahwa Allah akan mengutus kepada mereka para Rasul, yang menceritakan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan menyampaikan berita gembira serta peringatan. Dimana Allah berfirman: fa manit taqaa wa ash-lahaa (“Barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan,”) yaitu meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan berbuat ketaatan,

Falaa khaufun ‘alaiHim walaa Hum yahzanuuna. Wal ladziina kadzdzabuu bi-aayaatinaa wastakbaruu ‘anHaa (“Maka tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya.”) Maksudnya, hati mereka mendustakan ayat-ayat itu dan mereka sombong untuk mengerjakannya; ulaa-ika ash-haabun naari Hum fiiHaa khaaliduun (“Mereka itu adalah para penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 33

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 33“Katakanlah: ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui”. (QS. al-A’raaf: 33)

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra. is berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang lebih cemburu dari Allah, karena itu Allah mengharamkan semua perbuatan keji yang tampak maupun yang sembunyi. Dan tidak ada seorang pun yang lebih suka dipuji dari Allah.” (HR. Ahmad; Hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam “ash-Shahihain” [kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim])

Sedangkan mengenai pembicaraan perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi telah diuraikan sebelumnya pada Surat al-An’aam.

Dan firman-Nya: wal itsma wal baghya bighairil haqqi (“Dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.”) As-Suddi mengatakan, “al-itsmu” (perbuatan dosa) adalah kemaksiatan dan “al-baghyu” adalah pelanggaran terhadap orang lain tanpa alasan yang benar, maka Allah mengharamkan semuanya itu.

Firman Allah Ta’ala selanjutnya: wa an tusyriku billaaHi maa lam yunazzil biHii sulthaanan (“Dan [mengharamkan] mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu.”) Maksudnya, melarang kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya dalam beribadah kepada-Nya.

Wa an taquuluu ‘alallaaHi maa laa ta’lamuun (“Serta [mengharamkan] mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.”) Yaitu berupa tindakan mengada-ada dan kedustaan, seperti dakwaan bahwa Allah mempunyai anak dan lain-lainnya, yang kalian tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu.

Bersambung