Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat
“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: ‘Ya Rabbku, kalau Engkau kehendaki tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Mu, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (QS. 7:155) Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada-Mu.” (al-A’raaf: 155)
Ibnu ‘Abbas, Qatadah, Mujahid dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa mereka ditimpa gempa bumi karena mereka tidak mau melepaskan diri/meninggalkan kaumnya dalam penyembahan terhadap anak lembu di samping tidak mencegah mereka. Dasar pendapat ini adalah ucapan Musa as:
A fataHlikunaa bimaa fa’alas sufaHaa-u minnaa (“Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami?”)
Dan firman-Nya: in Hiya illaa fitnatuka (“Itu tidak lain hanyalah cobaan dari-Mu”) Maksudnya (hal itu) adalah ujian dan cobaan dari-Mu. Demikian dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Abul `Aliyah, ar-Rabi’ bin dan beberapa ulama salaf dan khalaf lainnya, tidak ada makna lain selain Maksud dari perkataan Musa adalah: “(Tidaklah) semua urusan melainkan berada di tangan-Mu dan segala keputusan hanyalah milik-Mu semata, yang Engkau kehendaki pasti akan terjadi. Engkau sesatkan siapa saja Engkau kehendaki dan Engkau tunjuki siapa saja yang Engkau kehendaki. Tidak ada yang dapat memberi petunjuk bagi siapa yang Engkau sesatkan dan tidak ada yang dapat menyesatkan siapa yang Engkau tunjuki. Tidak ada yang dapat memberi kepada siapa yang Engkau cegah dan tidak akan ada seorang pun yang dapat menghalangi apa yang Engkau beri. Semua kerajaan adalah niilik-Mu semata. Semua ketetapan, perintah dan penciptaan adalah hak-Mu.”
Dan firman Allah Ta’ala: anta waliyyunaa faghfirlanaa warhamnaa anta khairul ghaafiriin (“Engkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya.”) Al-ghafru berarti penutupan dan penghapusan hukuman atas dosa. Disandingkannya kata ar-rahmah dengan al-ghafru dalam ayat tersebut dimaksudkan, bahwa ia tidak akan melakukan hal yang sama pada masa yang akan datang.
Wa anta khairul ghaafiriin (“Dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya.”) Maksudnya, tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Waktubnaa fii HaadziHid dun-yaa hasanataw wa fil aakhirati (“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat.”) Maksud do’a ini yaitu, penggalan do’a yang pertama untuk menghindari apa yang ditakutkan, sedang penggalan yang ini untuk mencapai apa yang diinginkan: Waktubnaa fii HaadziHid dun-yaa hasanataw wa fil aakhirati (“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat.”) Maksudnya yaitu, pastikan dan tetapkanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat.
Mengenai penafsiran kata al-hasanah telah diuraikan sebelumnya dalam surat ai-Bagarah ayat 201.
Firman-Nya: innaa Hudnaa ilaika (“Sesungguhnya kami kembali [bertaubat] kepada-Mu.”) Artinya, kami bertaubat dan kembali kepada-Mu. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Abul `Aliyah, adh-Dhahhak, Ibrahim at-Taimi, as-Suddi, Qatadah dan beberapa ulama lainnya. Demikian pula maknanya menurut bahasa.
&
Tinggalkan Balasan