Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 123-124

18 Des

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 123-124“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya. (QS. 6:123) Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah.’ Allah lebih mengetahui di mana Allah menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras, disebabkan mereka selalu membuat tipu daya. (QS. 6:124)” (al-An’aam: 123-124)

Allah berfirman, “Wahai Muhammad, sebagaimana Kami telah menjadikan di negerimu penjahat-penjahat, para pemimpin, serta penyeru kepada kekufuran dan menghalangi jalan Allah, dan (menyeru) kepada penentangan, dan permusuhan kepadamu, demikian pula para Rasul sebelummu, mereka mendapatkan cobaan-cobaan seperti itu, kemudian kesudahan yang baik bagi mereka.”

Firman-Nya: akaabira mujrimiiHaa liyamkuruu fiiHaa (“Penjahat penjahat yang terbesar, agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu.”) Ibnu Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu `Abbas, ia berkata: “Kami menjadikan orang-orang jahat berkuasa atas mereka, lalu mereka berbuat jahat di negeri itu. Jika mereka telah melakukan hal itu, maka Kami pun membinasakan mereka dengan adzab.”

Mujahid dan Qatadah berkata: akaabira mujrimiiHaa (“Penjahat penjahat yang terbesar-[nya].”) Maksudnya adalah, pembesar-pembesarnya (negeri tersebut). Menurut penulis (Ibnu Katsir), “Demikianjuga firman-Nya yang artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus menyampaikannya.’ Dan mereka berkata: ‘Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu), dan kami sekali-kali tidak akan diadzab.’” (QS. Saba’: 34-35).

Yang dimaksud dengan “tipu daya” di sini adalah seruan mereka kepada kesesatan dengan memperindah kata-kata dan juga perbuatan.

Sedangkan firman-Nya: wa maa yamkuruuna illaa bi-anfusiHim wa maa yasy-‘uruun (“Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.”) Artinya, akibat tipu daya dan penyesatan mereka terhadap orang lain yang mereka sesatkan itu, tidak akan kembali kecuali kepada diri mereka sendiri.

Firman-Nya: wa idzaa jaa-atHum aayatun qaaluu lan nu’mina hattaa nu’ta mitsla maa uutiya rusulullaaH (“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah.’”) Yakni, jika datang kepada mereka ayat, bukti, dan hujjah yang pasti, maka mereka mengatakan:
lan nu’mina hattaa nu’ta mitsla maa uutiya rusulullaaH (“Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah.”) Maksudnya, sehingga datang kepada kami Malaikat-Malaikat membawakan risalah dari Allah, sebagaimana para Malaikat itu telah membawanya kepada para Rasul, sebagaimana firman Allah jallaa wa ‘Alaa yang artinya:

“Berkatalah orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami: ‘Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau [mengapa] kita [tidak melihat] Rabb kita?’” (Al-Furqaan: 21).

Firman-Nya: allaaHu a’lamu haitsu yaj’alu risaalataHu (“Allah lebih mengetahui di mana Allah meletakkan tugas kerasulan.”) artinya Allah lebih mengetahui kemana risalah [tugas kerasulan] itu ditempatkan, dan siapa hamba-Nya yang layak mengembannya, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Dan mereka berkata: ‘Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang (yang) besar
dari salah satu dari dua negeri (Makkah dan Tha-if) ini?’ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu?” (QS. Az-Zukhruf: 31-32).

Padahal mereka mengakui keutamaan, kemuliaan, nasab, kesucian keluarga, tempat di mana Rasulullah dididik dan dibesarkan, -semoga Allah melimpahkan shalawat kepada beliau, juga bershalawat kepada beliau para Malaikat, serta orang-orang yang beriman kepadanya-, sampai mereka menyebut beliau sebelum menerima wahyu sebagai “al-amin.”

Hal itu juga diakui oleh pemimpin orang-orang kafir, Abu Sufyan, yaitu ketika dia ditanya oleh Heraclius, seorang raja Romawi: “Bagaimana nasabnya di tengah-tengah kalian?” Abu Sufyan menjawab: “Di kalangan kami, dia adalah seorang yang bernasab terhormat.” Lebih lanjut Heraclius menanyakan: “Apakah kalian menuduhnya pendusta sebelum dia menyampaikan dakwahnya itu?” “Tidak,” jawabnya. (Dan seterusnya).

Kesucian sifat-sifat beliau inilah yang dijadikan dalil oleh raja Romawi atas kebenaran kenabiannya, serta kebenaran ajaran yang dibawanya.

Imam Ahmad berkata dari Watsilah bin al-Alqa’ bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari keturunan Ibrahim, memilih Bani Kinanah dari anak-anak Isma’il, memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari kaum Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim.” (Hadits seperti ini hanya diriwayatkan oleh Muslim dari hadits al-Auza’i, dia adalah `Abdurrahman bin `Amr, Imam kaum muslimin di Syam).

Disebutkan dalam ash-Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
“Aku diutus pada masa terbaik dari masa kehidupan bani Adam [setelah berlalu] masa demi masa, sehingga aku diutus dimana aku berada.”

Firman Allah: sayushiibul ladziina ajramuu shaghaarun ‘indallaaHi wa ‘adzaabun syadiid (“Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras.”) Ini merupakan ancaman yang sangat keras dan tegas dari Allah, bagi orang yang angkuh mengikuti dan mematuhi Rasul-Rasul-Nya terhadap apa yang dibawa mereka, bahwa pada hari Kiamat kelak di hadapan Allah, dia akan ditimpa kehinaan yang abadi, dikarenakan mereka telah menyombongkan diri di dunia, maka Allah menimpakan siksa kepada mereka sebagai kehinaan pada hari Kiamat kelak.

Seperti firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk Neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60).
Artinya, mereka sangat hina, rendah dan tidak berharga.

Firman Allah: wa ‘adzaabun syadiidum bimaa kaanuu yamkuruun (“Dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.”) Karena seringkali tipu daya itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan halus, maka mereka pun mendapatkan adzab yang sangat keras dari Allah pada hari Kiamat kelak, sebagai balasan yang setimpal.

Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan, dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
“Akan diberi tanda bagi setiap orang yang berkhianat sebuah bendera pada pantatnya pada hari Kiamat kelak, lalu dikatakan: ‘Inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan.’”

Hikmah dari hal tersebut adalah karena pengkhianatan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yang tidak terlihat oleh orang lain, maka pada hari Kiamat kelak akan terlihat sebagai tanda yang jelas pada pelakunya, akibat perbuatannya.

&

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: