Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah; surah ke 6: 165 ayat
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buabnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah baknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 6: 141) Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkab-langkab syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu, (QS. 6: 142)” (al-An’aam: 141-142)
Allah berfirman, menjelaskan bahwa Dialah Pencipta segala tanaman, buah-buahan, dan binatang temak yang semuanya itu diperlakukan oleh orang-orang musyrik sesuai dengan pemikiran mereka yang rusak, dan mereka membaginya menjadi beberapa bagian serta mengelompokkannya menjadi beberapa kelompok, lalu dari kesemuanya itu ada yang mereka jadikan haram dan ada yang mereka jadikan halal.
Maka Allah berfirman: wa Huwal ladzii ansya-a jannaatim ma’ruusyaatiw wa ghaira ma’ruusyaatin (“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung.”)
Mengenai firman Allah di atas, `Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu `Abbas: “Ma’ruusyaat berarti yang tinggi.” Sedangkan dalam suatu riwayat, ma’ruusyaat adalah sesuatu yang dijadikan tinggi oleh manusia, dan ghairu ma’ruusyaat berarti buah-buahan yang tumbuh (liar) baik di pegunungan maupun di daratan.”
`Atha’ al-Khurasani mengatakan dari Ibnu `Abbas: “Ma’ruusyaat berarti pohon anggur yang diberi anjang-anjang (penopang), sedangkan ghairu ma’ruusyaat berarti puncak anggur yang tidak diberi anjang-anjang.”
Mengenai firman-Nya: mutasyaabihaw wa ghaira mutasyaabihan (“Yang serupa dan tidak sama.”) Ibnu Juraij berkata, “Yaitu yang serupa dalam pandangan mata tetapi berbeda rasanya.”
Sedangkan mengenai firman-Nya: kuluu min tsamariHii idzaa atsmara (“Makanlah dari buahnya [yang bermacam-macam itu] bila dia berbuah.”) Muhammad bin Ka’ab berkata: “Yaitu buah kurma dan anggur.”
Wa aatuu haqqaHu yauma hashaadiHi (“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya.”) Mengenai firman-Nya ini, `Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu `Abbas: “Yaitu zakat yang diwajibkan pada hari penimbangan hasilnya dan setelah diketahui jumlah timbangannya tersebut.”
Masih mengenai firman-Nya itu, `Atha’ bin Abi Rabah berkata: “Yaitu dengan memberikan sedikit dari hasil panennya kepada orang-orang yang hadir pada hari itu, bukan berupa zakat.”
Sedangkan ulama lainnya berkata, “Hal ini sebelumnya merupakan suatu yang wajib, tetapi setelah itu dinasakh (diganti) dengan sepersepuluh atau setengah dari sepersepuluh (seperduapuluh).” Demikian itu yang diceritakan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu `Abbas, Muhammad bin al-Hanifah, Ibrahim an-Nakha’i, al-Hasan, as-Suddi, `Athiyyah al-`Aufi, dan yang lainnya. Dan ini pula yang menjadi pilihannya (Ibnu Jarir).
Mengenai hal ini penulis katakan, “Pendapat yang menyebut hal ini dinasakh masih perlu ditinjau kembali, karena pada asalnya hal itu telah menjadi suatu hal yang wajib, kemudian dijelaskan secara rinci takaran dan jumlahnya yang harus dikeluarkan. Para ulama mengatakan bahwa hal itu terjadi pada tahun kedua dari Hijrah, wallahu a’lam.”
Wa laa tusrifuu innaHuu laa yuhibbul musrifiin (“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”) Mengenai firman-Nya ini, Ibnu Jarir memilih pendapat `Atha’ yang menyatakan, “Bahwa hal itu merupakan larangan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.”
Tidak diragukan lagi bahwa tidak berlebih-lebihan dalam segala sesuatu itu adalah benar, tetapi wallahu a’lam secara lahiriyah redaksi ayat yang berbunyi:
“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan mengeluarkan zakatnya). Dan janganlah kamu berlebih-lebihan,” menunjukkan kembali kepada masalah memakan(nya). Maksudnya, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam makan karena dapat berbahaya bagi pikiran dan tubuh. Sebagaimana halnya firman Allah yang artinya:
“Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.” (QSI Al-A’raaf: 31).
Dalam Shahih al-Bukhari terdapat sabda Rasulullah sebagai penjelas:
“Makan, minum, dan berpakaianlah dengan tidak berlebih-lebihan dan sombong.”
Hadits tersebut berkenaan dengan larangan berlebihan dalam makan, wallahu a’am.
Firman Allah: wa minal an’aami hamuulataw wa farsyan (“Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih.”)
Dengan pengertian, Allah telah menciptakan binatang ternak yang dapat dijadikan sebagai binatang tunggangan dan ada juga yang dapat disembelih.
Menurut suatu pendapat, bahwa yang dimaksud dengan hamulah adalah unta yang digunakan untuk mengangkut, sedangkan farasy adalah binatang yang lebih kecil darinya.
‘Abdurrahman bin Zaid al-Aslam berkata, “Hamulah adalah binatang yang kalian jadikan sebagai tunggangan, sedangkan farasy adalah binatang yang kalian dapat makan dan peras air susunya. Domba bukan binatang tunggangan tetapi dapat dimakan dagingnya, dan kulitnya dapat dijadikan selimut dan permadani.”
Pendapat yang dikemukakan`Abdurrahman dalam menafsirkan ayat tersebut adalah pendapat yang baik, yang dikuatkan oleh firman Allah yang artinya:
“Allahlah yang menjadikan binatang ternak untukmu. Sebagian untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan. Dan (ada lagi) manfaat-manfaat yang lain pada binatang ternak itu untuk kamu dan supaya kamu mencapai suatu keperluan yang tersimpan dalam hati dengan mengendarainya. Dan kamu dapat diangkut dengan mengendarai binatang-binatang itu dan dengan mengendarai bahtera. Dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya), maka tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang manakah yang kamu ingkari.” (QS. Al-Mukmin: 79-81)
Firman-Nya: kuluu mimmaa razaqakumullaaHu (“Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu.”) Yaitu buah-buahan, tanaman, dan binatang ternak. Semuanya itu telah diciptakan Allah dan dijadikan sebagai rizki bagi kalian semua.
Wa laa tattabi’uu khuthuwaatisy syaithaani (“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-Iangkah syaitan.”) Yaitu jalan dan perintahnya, seperti yang telah diikuti oleh orang-orang musyrik yang telah mengharamkan buah-buahan dan tanaman yang diberikan Allah kepada mereka, dengan semata-mata mengada-ada terhadap Allah.
innaHuu lakum (“Sesungguhnya ia bagimu.”) Sesungguhnya, wahai sekalian manusia, syaitan itu bagi kalian adalah; ‘aduwwum mubiin (“Musuh yang nyata.”) Yaitu jelas dan tampak sekali permusuhannya.
&
Tinggalkan Balasan