Arsip | 09.20

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 22-26

14 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 22-26“Dan (ingatlah) hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik, ‘Di manakah sembahan-sembahan kalian yang dahulu kalian katakan (sekutu-sekutu Kami ) ? ” Kemudian tiadalah fitnah mereka kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan) sumbatan telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, ‘AlQur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu.’ Mereka melarang (orang lain) mendengarkan AlQur’an, dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya; dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tetap tidak menyadari.” (al-An’aam: 22-26)

Allah Swt. berfirman menceritakan keadaan orang-orang musyrik:
Wa yauma nahsyuruHum jamii’an (“Dan [ingatlah], di hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya (Al An’am: 22)

Yakni pada hari kiamat nanti, lalu Allah menanyai mereka tentang berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang mereka sembah-sembah itu selain Allah, seraya berfirman:
Aina syurakaa-umul ladziina kuntum taz’umuun (“Di manakah sembahan-sembahan kalian yang dahulu kalian katakan (sekutu-sekutu Kami)?” (Al An’am: 22)

Ayat ini sama dengan ayat lain yang terdapat di dalam surat Al-Qasas yang artinya:
“Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, ‘Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kalian katakan? ” (Al-Qasas: 62)

Firman Allah Swt: tsumma lam takun fitnatuHum (“Kemudian tiadalah fitnah mereka [Al An’am: 23) Yakni alasan mereka.

Illaa an qaaluu, wallaaHi rabbinaa maa kunnaa musyrikiin (“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’”) (Al An’am: 23)

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firmanNya:
tsumma lam takun fitnatuHum (“Kemudian tiadalah fitnah mereka [Al An’am: 23) Yakni hujjah mereka. Dan menurut Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas disebutkan alasan mereka. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.

Menurut Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas , disebutkan jawaban mereka. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Ad-Dahhak.

Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Illaa an qaaluu, wallaaHi rabbinaa maa kunnaa musyrikiin (“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’”) (Al An’am: 23)

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa tiadalah jawaban mereka ketika Kami menguji mereka, yakni alasan yang mereka kemukakan tentang kemusyrikan yang pernah mereka lakukan itu.

Illaa an qaaluu, wallaaHi rabbinaa maa kunnaa musyrikiin (“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’”) (Al An’am: 23)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’ id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Ar-Razi. Dari Amr ibnu Abu Qais, dari Mutarrif, dari Al-Minhal, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki yang langsung bertanya kepadanya mengenai makna firman-Nya:

wallaaHi rabbinaa maa kunnaa musyrikiin (“‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’”) (Al An’am: 23)

Ibnu Abbas menjawab, adapun mengenai firman-Nya:
wallaaHi rabbinaa maa kunnaa musyrikiin (“‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’”) (Al An’am: 23) Maka sesungguhnya mereka ketika melihat bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang shalat, maka mereka mengatakan, “Marilah kita ingkari.” Ketika mereka hendak mengingkarinya, maka Allah mengunci mulut mereka sehingga tidak dapat berbicara, dan tangan serta kaki merekalah yang bersaksi; mereka tidak dapat menyembunyikan suatu peristiwa pun dari Allah. Maka apakah di dalam qalbumu sekarang masih terdapat sesuatu? Sesungguhnya tiada sesuatu pun dari AlQur’an melainkan diturunkan suatu keterangan mengenainya, tetapi kalian tidak mengerti takwilnya.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan orang-orang munafik. Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat ayat ini Makkiyyah, sedangkan orang-orang munafik baru ada dalam periode Madaniyyah, dan ayat yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik adalah dalam surat Al-Mujadilah, yaitu firman-Nya yang artinya:

“(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya [bahwa mereka bukan orang musyrik].” (Al-Mujadilah: 18), hingga akhir ayat.

Di dalam surat ini disebutkan pula hal yang berkenaan dengan mereka melalui firmanNya: undhur kaifa kadzabuu ‘alaa anfusiHim wa dlalla ‘anHum maa kaanuu yaksibuun (“Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.”) (Al An’am: 24)

Ayat ini semakna dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya yang artinya:
“Kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Manakah berhala-berhala yang selalu kalian persekutukan, (yang kalian sembah) selain Allah?’ Mereka menjawab, ‘Mereka telah hilang lenyap dari kami.’” (Al-Mumin: 73-74), hingga akhir ayat.

Firman Allah Swt.: wa minHum may yastami’u ilaika wa ja’alnaa ‘alaa quluubiHim akiinatan ay yafqaHuuHu wa fii aadzaaniHim waqraw wa iy yarau kulla aayatil laa yu’minuu biHaa (“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan [bacaan]mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka [sehingga mereka tidak] memahaminya, dan [kami letakkan] sumbatan di telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda [kebenaran], mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.”) (Al-An’am: 25)

Yakni mereka berdatangan untuk mendengarkan bacaanmu, tetapi hal itu tidak ada manfaatnya barang sedikit pun bagi mereka, karena Allah Swt. telah meletakkan tutupan di atas hati mereka hingga mereka tidak dapat memahami Al Qur’an. Dan Allah meletakkan sumbatan pada telinga mereka sehingga mereka tidak dapat mendengarkan hal yangbermanfaat bagi diri mereka, seperti yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam ayat lainnya yang artinya:

“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan.” (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat.

Firman Allah Swt.: wa iy yarau kulla aayatil laa yu’minuu biHaa (“Dan jika pun mereka melihat segala tanda [kebenaran], mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.”) (Al-An’am: 25) Yakni walaupun mereka telah melihat ayat-ayat, dalil-dalil, hujjah-hujjah yang jelas, dan bukti-bukti yang nyata, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Mereka sama sekali tidak mempunyai pemahaman dan tidak mempunyai kesadaran. Perihalnya sama seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya yang artinya:
“Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal: 23)

Firman Allah Swt : hattaa idzaa jaa-uuka yujaadiluunakum (“Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu.”) (Al-An’am: 25) Yakni menentangmu dan membantah kebenaranmu dengan kebatilan.

yaquulul ladziina kafaruu in Haadzaa illaa asaathiirul awwaliin (“Orang-orang kafir itu berkata, ‘Al-Qur ‘an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu’”) (Al An’am: 25)
Yakni tiada lain yang kamu bawa ini hanyalah diambil dari kitab-kitab orang-orang yang terdahulu dan dinukil dari mereka.

Firman Allah Swt.: wa Hum yanHauna ‘anHu wa yan-auna ‘anHu (“Mereka melarang [orang lain] mendengarkan AlQur’an, dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. (Al-An’am: 26)

Sehubungan dengan makna lafaz yanHauna ‘anHu, ada dua pendapat:

Pendapat pertama mengatakan, makna yang dimaksud ialah mereka melarang orang lain mengikuti kebenaran, membenarkan Rasul, dan taat kepada Al-Qur’an. Dan makna yan-auna ‘anHu yakni menjauhkan mereka dari Al Qur’an. Dengan demikian, berarti mereka menggabungkan dua perbuatan yang kedua-duanya buruk, yakni mereka tidak mau mengambil manfaat dan tidak menyeru seorang pun untuk mengambil manfaat.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

wa Hum yanHauna ‘anHu (“Mereka melarang [orang lain] mendengarkan AlQur’an,”) (Al-An’am: 26) Yakni mereka menjauhkan manusia dari Nabi Muhammad Saw. agar mereka tidak beriman kepadanya.

Muhammad ibnul Hanafiyyah mengatakan, dahulu orang-orang kafir Quraisy tidak pernah mendatangi Nabi Saw. dan melarang orang lain untuk mendatanginya. Hat yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Pendapat inilah yang lebih jelas (lebih kuat) dan yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Pendapat kedua diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari orang yang pernah mendengarnya dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:

wa Hum yanHauna ‘anHu (“Mereka melarang [orang lain] mendengarkan AlQur’an,”) (Al-An’am: 26) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Talib, ia melarang orang-orang mengganggu Nabi Saw. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Qasim ibnu Mukhaimirah, Habib ibnu Abu Sabit, Ata ibnu Dinar, dan lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Talib.

Sa’id ibnu Abu Hilal mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua paman Nabi Saw. yang berjumlah sepuluh orang. Mereka adalah orang-orang yang paling keras dalam membela Nabi Saw. secara terang-terangan, juga orang-orang yang paling keras dalam memusuhi Nabi Saw. secara diam-diam. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

wa Hum yanHauna ‘anHu (“Mereka melarang [orang lain] mendengarkan AlQur’an,”) (Al-An’am: 26) Yaitu mereka melarang orang-orang membunuhnya (Nabi Muhammad Saw.).

wa yan-auna ‘anHu (“dan mereka sendiri menjauhkah diri darinya.”) (Al An’am: 26) Yakni menjauhkan diri darinya.

Wa iy yuHlikuuna illaa anfusaHum wa maa yas’uruun (“dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari.”) (Al-An’am: 26)
Artinya, tiadalah yang mereka binasakan dengan perbuatan itu melainkan diri mereka sendiri; dan tiadalah akibatnya kecuali menimpa mereka, sedangkan mereka tidak menyadari.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 17-21

14 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 17-21“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah, ‘Allah.’ Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. ‘Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya]. Apakah sesungguhnya kalian mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?’ Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui.’Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah).’ Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah). Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.” (al-An’aam: 17-21)

Allah Swt. memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Yang memiliki kemudaratan dan kemanfaatan. Dan bahwa Dialah yang mengatur makhlukNya menurut apa yang Dia kehendaki, tiada yang menanyakan tentang keputusanNya, dan tiada yang dapat menolak ketetapanNya.

Wa iy yamsaskallaaHu bidlurrin falaa kaasyifa laHuu illaa Huwa, wa iy yamsaska bikhairin fa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir (“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu.”) (Al-An’am: 17)

Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang lain yang artinya:

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu…” (Fatir: 2), hingga akhir ayat.

Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering berdoa dengan menyebutkan kalimat berikut:

“Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang engkau cegah dan tiadalah memberikan manfaat terhadap Engkau kedudukan orang yang mempunyai kedudukan.”

Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: wa Huwal qaaHiru fauqa ‘ibaadiHi (“Dan Dialah Yang berkuasa atas sekalian hamba-hambaNya.”) (Al-An’am: 18) Yakni Dialah Tuhan yang menyerah kepada-Nya semua diri, tunduk kepada-Nya semua orang yang perkasa, tunduk kepadanya semua wajah, segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya, tunduk kepada-Nya semua makhluk, dan tunduk patuhlah segala sesuatu kepada keagungan, kebesaran, ketinggian, dan kekuasaan-Nya; serta kecillah segala sesuatu di hadapan-Nya, semuanya berada di bawah kekuasaan dan hukum-Nya.

Wa Huwal hakiim (“Dan Dialah Yang Mahabijaksana.”) (Al-An’am: 18) Yakni dalam semua perbuatan-Nya. Al khabiir (“lagi Maha Mengetahui.”) (Al-An’am: 18)

Segala sesuatu yang pada tempat dan kedudukannya masing-masing. Karena itu, Dia tidak memberi kecuali kepada orang yang berhak; dan tidak mencegah kecuali terhadap orang yang berhak untuk dicegah. Kemudian Allah SwT berfirman:

Qul ayyu syai-in akbaru syaHaadatan (“Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’”) (Al-An’am: 19) Yakni siapakah di antara semuanya yang paling kuat persaksiannya?

qulillaaHu, syaHiidum bainii wa bainakum (“Katakanlah, ‘Allah.’ Dia menjadi saksi antara aku dan kalian.”) (Al-An’am: 19) Yakni Dialah Yang mengetahui apa yang aku sampaikan kepada kalian dan apa yang kalian katakan kepadaku.

Wa uuhiya ilayya Haadzal qur-aanu li-undzirakum biHii wa mam balagh (“Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].”) (Al-An’am: 19) Yakni Al-Qur’an merupakan peringatan bagi orang yang Al-Qur’an sampai kepadanya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain yang artinya:

“Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (Huud: 17)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki’, Abu Usamah, dan Abu Khalid, dari Mus a ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka’b sehubungan dengan firman-Nya:

Wa mam balagh (“dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].” (Al-An’am: 19) Bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an, maka seakan-akan dia melihat Nabi Saw. Menurut Abu Khalid ditambahkan “dan berbicara dengan Nabi Saw.”

Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui jalur Abu Ma’syar, dari Muhammad ibnu Ka’b yang mengatakan bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al Qur’an, maka sungguh Nabi Muhamma d Saw. telah menyampaikannya kepada dia.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman Allah Swt :
li-undzirakum biHii wa mam balagh (“supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].”) (Al-An’am: 19) Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:

“Sampaikanlah (Al Our’an ) dari Allah. Maka barang siapa yangtelah sampai kepadanya suatu ayat dari Kitabullah (AlQur’an), berarti telah sampai kepadanya perintah Allah.”

Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan, suatu keharusan bagi orang yang mengikuti Rasulullah Saw. melakukan dakwah seperti dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., dan memberi peringatan dengan peringatan yang telah disampaikannya.

Firman Allah Swt.: a innakum latasyHaduuna (“Apakah sesungguhnya kalian mengakui.”) (Al An’am: 19) Hai orang-orang musyrik.
Anna ma’allaaHi aaliHatan ukhraa. Qul laa asyHad (“bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah? Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui.’”) (Al An’am: 19)

Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya yang artinya:
“Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka.” (Al An’am: 150)

Firman Allah Swt.: qul inna maa Huwa ilaaHuw waahiduw wa inna niii barii-um mimmaa tusyrikuun (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan [dengan Allah].’”) (Al An’am: 19)

Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal Ahli Kitab, “Mereka mengenal nabi yang Aku datangkan kepada mereka ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri melalui kabar dan berita yang ada pada mereka dari para rasul dan para nabi yang terdahulu. Karena sesungguhnya semua rasul telah menyampaikan berita gembira akan kedatangan Nabi Muhammad Saw. yang disertai dengan penyebutan sifat-sifatnya, ciri-ciri khasnya, negeri tempat tinggalnya, tempat hijrahnya, dan sifat-sifat umatnya.” Karena itu, pada ayat berikutnya disebutkan:

Alladziina khasiruu anfusaHum (“Orang-orang yang merugikan dirinya.”) (Al An’am: 20) Yakni mengalami kerugian yang sangat fatal.
faHum laa yu’minuun (“Mereka itu tidak beriman.”) (Al An’am: 20) Kepada perkara yang jelas dan gamblang ini, yaitu berita gembira yang telah disampaikan oleh para nabi dan yang telah diisyaratkan sejak zaman dahulu hingga saat pemunculannya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:

wa man adh-lamu mim maniftaraa ‘alallaaHi kadziban au kadzdzaba bi-aayaatiHi (“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya?”) (Al An’am: 21)

Yakni tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat kedustaan terhadap Allah, lalu ia mengakui bahwa dirinya diutus oleh Allah, padahal Allah tidak mengutusnya. Kemudian tidak ada orang yang lebih aniaya daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, hujah-hujah-Nya, bukti-bukti-Nya, dan dalil-dalil-Nya.

innaHuu laa yuflihudh dhaalimuun (“Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.”) (Al An’am: 21) Yakni orang ini, orang itu, orang yang membuat buat kedustaan, dan orang yang berdusta, semuanya tidak beruntung.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 12-16

14 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 12-16“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?’ Katakanlah, ‘Kepunyaan Allah.’ Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman. Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang hari. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Katakanlah, ‘Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku
diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku.’ Barang siapa yang dijauhkan azab darinya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata.” (al-An’am: 12-16)

Allah Swt. memberitahukan bahwa diri-Nya-lah yang memiliki langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, dan bahwa Dia telah menetapkan kasih sayang atas diri-Nya Yang Mahasuci. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur Al A’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah setelah selesai menciptakan makhluk, maka Dia menulis di dalam kitab yang ada di sisi-Nya di atas ‘Arasy, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.’”

Firman Allah Swt.: layajma’annakum ilaa yaumil qiyaamati laa raiba fiiHi (“Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya.”) (Al-An’am: 12)

Huruf lam yang terdapat pada lafaz layajma ‘annakum merupakan pendahuluan dari qasam (sumpah). Allah bersumpah dengan menyebut nama diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menghimpun semua hamba-Nya:

Ilaa miiqaati yaumim ma’luum (“di waktu tertentu pada hari yang dikenal.”) (Al-Waqi’ah: 50)

Yaitu hari kiamat yang tiada keraguan padanya, yakni yang keberadaannya tidak diragukan lagi di kalangan hamba-hamba-Nya yang mukmin. Adapun hamba-hamba Allah yang ingkar dan mendustakannya, mereka tenggelam ke dalam keraguannya tentang kejadian hari tersebut.

Ibnu Murdawaih mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ahmad ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhsan ibnu Atabah Al-Yamani, dari Az Zubair ibnu Syabib, dari Usman ibnu Hadir, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai wuquf di hadapan Tuhan semesta alam, “Apakah di tempat ini terdapat air?” Maka Rasulullah Saw. menjawab:

“Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya di tempat itu benar-benar ada air. Dan sesungguhnya kekasih-kekasih Allah benar-benar mendatangi telaga-telaga para nabi. Dan Allah memerintahkan kepada tujuh puluh ribu malaikat yang di tangan mereka tergenggam tongkat-tongkat dari api untuk mengusir orang-orang kafir dari telaga-telaga para nabi itu.”

Hadis ini berpredikat gharib. Menurut yang ada pada Imam Turmuzi disebutkan seperti berikut:

“Sesungguhnya setiap nabi itu mempunyai telaga, dan aku berharap telaga milikku adalah yang paling banyak didatangi mereka.”

Firman Allah Swt.: alladziin khasiruu anfusaHum (“Orang-orang yang merugikan dirinya.”) (Al An’am: 12) Yakni kelak di hari kiamat. FaHum laa yu’minuun (“Mereka itu tidak beriman.” (AI-An’am: 12) Yakni mereka tidak percaya dengan adanya hari kembali dan mereka tidak takut akan adanya pembalasan yang keras di hari itu. Kemudian Allah Swt. berfirman:

Wa laHuu maa sakana fil laili wan naHaari (“Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang ada pada malam dan siang hari.” (Al-An’am: 13) Dengan kata lain, semua makhluk hidup yang ada di langit dan di bumi adalah hamba hamba Allah dan makhlukNya; semuanya berada di bawah kekuasaan, pengaturan, dan pengendalian-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia.

Wa Huwas samii’ul ‘aliim (“Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”) (Al-An’am: 13) Yakni Maha Mendengar semua ucapan hamba hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui semua gerakan, semua yang terpendam di dalam qalbu mereka, dan semua yang mereka rahasiakan.

Kemudian Allah Swt. berfirman kepada hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.—yang diutusnya dengan membawa ajaran tauhid yang agung dan syariat yang lurus. Allah memerintahkannya untuk menyeru manus ia ke jalan Allah yang lurus. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:

Qul a ghairallaaHi attakhidzu waliyyan faathiris samaawaati wal ardli (“Katakanlah, ‘Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi?’”) (Al-An’am: 14)

Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang artinya:
“Katakanlah, ‘Maka apakah kalian menyuruh aku menyembah selain Allah hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?’” (Az-Zumar: 64) Makna yang dimaksud ialah ‘aku tidak akan menjadikan pelindung selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, karena sesungguhnya Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dan yang mengadakan keduanya tanpa contoh lebih dahulu’.

Wa Huwa yuth’imu walaa yuth’amu (“Padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan.”) (Al-An’am: 14) Yakni Dialah Yang memberi rezeki kepada makhluk-Nya, padahal Dia tidak memerlukan mereka, karena Allah Swt. telah berfirman yang artinya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Az-Zariyat: 56)

Sebagian ulama ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu: Wa Huwa yuth’imu walaa yuth’amu (“Padahal Dia memberi makan dan tidak pernah makan.”)

Yakni Dia tidak pernah makan. Di dalam hadits Suhail ibnu Abu Saleh dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa pernah seorang Ansar dari kalangan penduduk Quba mengundang Nabi Saw. ke suatu jamuan makan yang dibuatnya, maka kami berangkat bersama Nabi Saw. untuk memenuhi undangannya. Setelah Nabi Saw. selesai makan dan mencuci kedua tangannya, maka Nabi Saw. membaca doa berikut:

doa rasulullah setelah makan“Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan dan tidak pernah makan, telah memberikan anugerah kepada kami hingga kami mendapat petunjuk telah memberi kami makan dan minum, dan telah memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, dan semua ujian baikyang Dia timpakan kepada kami. Segala puji bagi Allah dengan tidak meninggalkan Tuhanku, tidak merasa cukup, tidak ingkar, dan tidak dapat lepas dari-Nya Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan memberi kami minum, memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, memberi kami petunjuk dari kesesatan, memberi kami penglihatan dari kebutaan, dan mengutamakan kami di atas kebanyakan makhluk yang telah diciptakan-Nya dengan keutamaan yang sesungguhnya; segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”

Firman Allah Swt.: qul innii umirtu an akuuna awwala man aslama (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri [kepada Allah].’”) (Al-An’am: 14)

Yakni dari kalangan umat ini.

Walaa takuunanna minal musyrikiina. Qul innii akhaafu in ‘ashaitu rabbii ‘adzaaba yaumin ‘adhiim (“Dan jangan sekali-kali kalian termasuk golongan orang-orang musyrik. Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.’”) (Al An’am: 14-15) Yakni kelak di hari kiamat.

May yush-raf ‘anHu (“Barang siapa dijauhkan azab darinya.”) (Al-An’am: 16) Yakni azab dipalingkan atau dijauhkan darinya.

Yauma-idzin faqad rahimtaHu (“pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya.”) (Al-An’am: 16) Yakni berkat rahmat Allah kepadanya.

Wa dzaalikal fauzul mubiin (“Dan itulah keberuntungan yang nyata.”) (Al-An’am: 16) Ayat ini semakna dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang artinya:

“Barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)

Yang dimaksud dengan istilah alfauz ialah memperoleh keuntungan dan tidak rugi.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 7-11

14 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 7-11“7. Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” 8. dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?” dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentulah selesai urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun). 9. dan kalau Kami jadikan Rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan Dia seorang laki-laki dan (kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri. 10. dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, Maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka Balasan (azab) olok-olokan mereka. 11. Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (al-An’am: 7-11)

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal kaum musyrikin dan keingkaran serta ke sombongan mereka terhadap perkara yang hak, dan sikap menantang mereka terhadap perkara yang hak.

Wa lau nazzalnaa ‘alaikal kitaaban fii qirthaasin falamasuuHu bi aidiiHim (“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri.”) (Al-An’am: 7)

Yakni mereka melihat turunnya kitab itu dengan mata kepala mereka sendiri, lalu mereka memegangnya.

Laqaalal ladziina kafaruu in Haadzaa illaa sihrum mubiin (“Tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.’”) (Al-An’am: 7)

Hal ini semakna dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang kesombongan mereka terhadap hal-hal yang kongkret, yaitu melalui firman-Nya yang artinya:

“Dan jika seandainya Kami membutuhkan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, “Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir.” (Al-Hijr: 14-15)

Dan sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya yang artinya:

“Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan, ‘Itu adalah awan yang bertindih-tindih.” ((Ath-Thuur: 44)

Firman Allah Swt.: wa qaaluu lau laa unzila ‘alaiHi malak (“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya [Muhammad] malaikat?’”) (Al-An’am: 8)

Yakni sebagai juru pemberi peringatan bersamanya. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya:

Wa lau anzalnaa malakal laqudliyal amru tsumma laa yundharuun (“Dan kalau Kami turunkan [kepadanya] malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh [sedikit pun].”) (Al-An’am: 8)

Yakni seandainya diturunkan malaikat kepadanya untuk mereka, niscaya akan datang kepada mereka azab dari Allah, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya yang lain yang artinya:

“Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.” (Al-Hijr: 8)

“Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa.” (Al-Furqan: 22), hingga akhir ayat.

Mengenai firman Allah Swt.: wa lau ja’alnaaHu malakal laja’alnaaHu rajulaw wa lalabasnaa ‘alaiHim maa yalbisuun (“Dan kalau Kami jadikan rasul itu seorang malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki; dan [kalau Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki], tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.”) (Al-An’am: 9)

Yakni seandainya Kami turunkan bersama dengan rasul manusia seorang rasul malaikat. Dengan kata lain, seandainya Kami kirimkan kepada manusia seorang rasul dari malaikat, niscaya dia berupa seorang laki-laki agar mereka dapat berkomunikasi dengannya dan mengambil manfaat darinya. Dan seandainya memang demikian, niscaya perkaranya akan meragukan mereka, sebagaimana mereka pun ragu terhadap diri mereka sendiri dalam menerima rasul manusia. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya yang artinya:

“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul.” (Al-Isra: 95)

Maka merupakan rahmat Allah Swt. kepada makhlukNya. Dia mengutus kepada setiap jenis makhluk, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, agar dia dapat menyeru mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya dalam berkomunikasi dan bertanya jawab . Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain yang artinya:

“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan (jiwa) mereka.” (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa seandainya datang kepada mereka seorang malaikat, maka tidaklah dia mendatangi mereka melainkan dalam bentuk (rupa) seorang laki-laki. Karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat melihat malaikat dalam bentuk aslinya, mengingat malaikat diciptakan dari nur (cahaya).

Wa lalabasnaa ‘alaiHim maa yalbisuun (“tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.”) (Al-An’am: 9)

Yakni niscaya Kami membingung-bingungkan atas mereka apa yang mereka bingung-bingungkan atas diri mereka sendiri. Menurut Al-Walibi, makna ayat ialah “dan tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka”.

Firman Allah Swt.: wa laqadistuHzi-a birusulim min qablika fa haaqal ladziina sakhiruu minHum maa kaanuu biHii yastaHzi-uun (“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. (Al An’am: 10)

Makna ayat ini mengandung hiburan yang ditujukan kepada Nabi Saw dalam menghadapi reaksi kaumnya yang mendustakannya. Juga mengandung janji baginya dan bagi orang-orang yang beriman kepadanya, bahwa akan diperoleh kemenangan akibat yang baik di dunia dan akhirat. Kemudian Allah Swt. berfirman:

Qul siiruu fil ardli tsummandhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin (“Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu!’”) (Al-An’am: 11)

Yakni pikirkanlah oleh kalian sendiri dan lihatlah apa yang telah ditimpakan oleh Allah terhadap generasi generasi terdahulu, yaitu mereka yang mendustakan rasul-rasul-Nya dan mengingkarinya. Mereka ditimpa oleh azab, pembalasan, dan siksaan di dunia, di samping adzab pedih yang telah menunggu mereka di hari kemudian. Dan bagaimanakah Kami selamatkan rasul-rasul Kami beserta hamba hamba Kami yang mukmin.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 4-6

14 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 4-6“Dan tidak ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustakannya). 5. Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, Maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan. 6. Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, Padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, Yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (al-An’am: 4-6)

Allah berfirmn menceritakan perihal orang-orang musyrik yang mendustakan Allah dan ingkar kepada-Nya, bahwa mereka itu apabila kedatangan suatu ayat, yakni tanda dan mukjizat serta hujjah yang menunjukkan akan keesaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya yang mulia, sesungguhnya dengan serta merta mereka berpaling darinya; mereka tidak memandangnya dengan sebelah mata pun dan sama sekali tidak mempedulikannya . Untuk itulah Allah Swt. berfirman:

Faqad kadzdzabuu bilhaqqi lammaa jaa-aHum fasaufa ya’tiiHim ambaa-u maa kaanuu biHii yastaHzi-uun (“Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak [Al Qur’an], tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka [kenyataan dari] berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan.”) (Al An’am: 5)

Hal ini mengandung ancaman dan peringatan yang keras terhadap perbuatan mereka yang mendustakan perkara yang hak, bahwa pasti akan sampai kepada mereka berita apa yang mereka dustakan itu, dan mereka pasti akan menjumpai akibatnya serta pasti akan merasakan akibat kedustaannya itu.

Kemudian Allah Swt. berfirman menasihati mereka seraya memperingatkan mereka akan datangnya azab dan pembalasan di dunia yang menimpa mereka, seperti halnya apa yang telah menimpa orang-orang dari kalangan umat-umat terdahulu yang perbuatannya serupa dengan perbuatan mereka. Padahal mereka lebih kuat, lebih banyak jumlahnya, serta lebih banyak harta benda dan anak-anaknya, juga lebih berkuasa serta lebih tinggi kebudayaannya daripada mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

Alam yarau kam aHlaknaa min qabliHim min qarnim makkannaaHum fil ardli maa lam numakkil lakum (“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal [generasi itu] telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepada kalian.”) (Al-An’am: 6)

Yakni mereka lebih banyak memiliki harta benda, anak-anak, bangunan-bangunan, kedudukan yang kuat, pengaruh yang luas, dan bala tentara. Dalam firman selanjutnya disebutkan:

Wa arsalnas samaa-a ‘alaiHim midraaran (“dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka.”) (Al-An’am: 6)

Yang dimaksud dengan midraaran ialah hujan yang diturunkan kepada mereka secara berangsur-angsur.

Wa ja’alnal anHaara tajrii min tahtiHim (“dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka.”) (Al-An’am: 6)

Yakni Kami perbanyak turunnya hujan atas mereka dan sumber-sumber air sebagai istidraj dan memuaskan mereka.

Fa aHlaknaaHum bidzunuubiHim (“Kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri.”) (Al-An’am: 6)
Yakni disebabkan dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat.

Wa ansya’naa mim ba’diHim qarnan aakhariin (“dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.”) (Al-An’am: 6)
Yakni setelah generasi yang pertama dilenyapkan dan kami jadikan mereka sebagai bagian dari sejarah.

Yakni generasi lain untuk Kami uji lagi, ternyata generasi yang baru ini melakukan amal perbuatan yang serupa dengan pendahulu mereka; akhirnya mereka dibinasakan pula, sama seperti para pendahulunya. Karena itu, hati-hatilah kalian, hai orang-orang yang diajak bicara, jangan sampai menimpa kalian apa yang pernah menimpa mereka. Tiadalah kalian menurut Allah lebih kuat daripada mereka. Dan Rasul yang kalian dustakan itu adalah lebih mulia bagi Allah ketimbang rasul mereka. Karena itu, kalian adalah orang-orang yang lebih utama untuk mendapat azab dan penyegeraan; siksaan ketimbang mereka, seandainya saja tidak ada kelunakan dan kebaikanNya.

&