Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan
I’jaz [kemukjizatan] adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz [sesuatu yang melemahkan].
Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan ini adalah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mu’jizat adalah sesuatu yang luar biasa yang disertai dengan tantangan dan selamat dari perlawanan.
Al-Qur’anul Karim digunakan oleh Nabi untuk menantang orang-orang Arab tetapi mereka tidak sanggup menghadapinya, padahal mereka sedemikian tinggi tingkat fashaahah dan balaghah-nya. Hal ini tiada lain karena al-Qur’an adalah mu’jizat.
Rasulullah saw. telah meminta orang-orang Arab menandingin al-Qur’an dalam tiga tahapan:
1. Menantang mereka dengan seluruh al-Qur’an dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tangangan yang mengalahkan kemampuan mereka secara padu melalui firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.’” (al-Israa’: 88)
2. Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari al-Qur’an dalam firman-Nya:
“Ataukah mereka mengatakan: ‘Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu,’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.’ Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah,” (Huud: 13-14)
3. Menantang mereka dengan satu surah saja dari al-Qur’an, dalam firman-Nya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan: ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah: ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.’” (Yunus: 38)
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (al-Baqarah: 23)
Orang yang mempunyai sedikit saja pengetahuan tentang sejarah bangsa Arab dan sastra bahasanya, tentu akan mengetahui faktor-faktor bagi diutusnya Rasulullah yang meninggikan bahasa Arab, menghaluskan tutur katanya dan mengumpulkan ragam dialeknya yang paling banyak dari pasar-pasar sastra dan perlombaan puisi dan prosa. Sehingga muara selokan-selokan fasahah dan peredaran kalam yang retorik berakhir pada bahasa Quraisy, dengan bahasa mana al-Qur’an diturunkan.
Selain itu bangsa Arab mempunyai kebanggaan diri yang mereka unggul-unggulkan atas bangsa-bangsa lain dengan congkak dan sombong, sehingga menjadi perumpamaan di dalam sejarah yang mencatat “kejayaan” mereka karena pertempuran dan peperangan hebat yang dinyalakan oleh api kesombongan dan kecongkakan.
Bangsa seperti mereka, dengan terpenuhinya potensi kebahasaan dan kekuatan retorika yang dinyalakan oleh semangat kesukuan dan dikobarkan oleh tungku fanatisme, andaikata telah dapat menandingi al-Qur’an tentu hal demikian akan menjadi buah bibir dan beritanya akan tersiar di setiap generasi.
Sebenarnya mereka telah menelaah ayat-ayat kitab, membolak-baliknya dan mengujinya dengan metode yang mereka gunakan untuk menguntai puisi dan prosa, namun mereka tidak mendapatkan jalan untuk menirunya atau celah-celah untuk menghadapinya.
Sebaliknya yang meluncur dari mulut mereka adalah kebenaran yang membuat mereka bisu secara spontan ketika ayat-ayat al-Qur’an menggoncangkan hati mereka, seperti yang terjadi pada Walid bin Mughirah.
Dan di saat mereka sudah tidak sanggup lagi berdaya upaya, mereka melemparkan kepada al-Qur’an itu kata-kata yang membingungkan: “Al-Qur’an ini adalah sihir yang dipelajari, karya penyair gila atau dongengan bangsa purbakala.”
Mereka tidak dapat menghindar lagi di hadapan kelemahan dan kesombongannya selain harus menyerahkan leher kepada pedang; seakan-akan keputusasaan yang mematikan telah memindahkan para penderitanya dari pandangan mereka terhadap kehidupan panjang dan umur panjang ke saat kematian, sampai akhirnya mereka menyerah pada kematian yang mendadak. Dengan demikian terbuktilah sudah kemukjizatan al-Qur’an tanpa diragukan lagi.
Mendengarkan al-Qur’an juga merupakan hujjah yang pasti: “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah.” (at-Taubah: 6).
Aspek-aspek mukjizat yang dikandungnya pun melebihi segala mukjizat kauniyah terdahulu dan tidak membutuhkan semua itu:
“Dan orang-orang kafir Mekah berkata: ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allah. dan Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata.’ Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (al-Ankabut: 50-51)
Kelemahan orang Arab untuk menandingi al-Qur’an padahal mereka memiliki faktor-faktor dan potensi untuk itu, merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan bahasa Arab di masa bahasa itu berada pada puncak kemajuan dan kejayaannya.
Kemukjizatan al-Qur’an bagi bangsa-bangsa lain tetap berlaku di sepanjang zaman dan akan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar. Misteri-misteri yang disingkapkan oleh ilmu pengetahuan modern hanyalah sebagian dari fenomena hakekat-hakekat tinggi yang terkandung dalam misteri alam wujud yang merupakan bukti bagi eksistensi Pencipta dan Perencananya. Dan inilah yang dikemukakan secara global atau diisyaratkan oleh al-Qur’an. Dengan demikian, al-Qur’an tetap merupakan mukjizat bagi seluruh umat manusia.
&