Muhkam dan Mutasyabih dalam Arti Umum

9 Mar

Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan

Menurut bahasa muhkam berasal dari kata-kata: hakamtud daabbata wa ahkamtu; yang artinya saya menahan binatang itu. Kata al hukm berarti memutuskan antara dua hal atau perkara. Maka hakim adalah orang yang mencegah yang dhalim dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang hak dengan yang bathil dan antara kebenaran dan kebohongan.

Dikatakan: hakamtu safiiHa wa hakamtuHu; artinya saya memegang kedua tangan orang dungu. Juga dikatakan: hakamtud daabbata wa hakamtuHaa; artinya saya memasang “hikmah” pada binatang itu. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali yang dipasang pada leher binatang itu. Ini mengingatkan bahwa ia berfungsi untuk mencegahnya agar tidak bergerak secara liar. Dari pengertian inilah lahir kata hikmah, karena ia dapat mencegah pemiliknya dari hal-hal yang tidak pantas.

Muhkam berarti [sesuatu] yang dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya.

Dengan pengertian inilah Allah mensifati al-Qur’an bahwa seluruhnya adalah muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya yang artinya:

“Aliif laam raa’. [Inilah] sebuah kitab yang ayat-ayatnya di-muhkam-kan, dikokohkan serta dijelaskan secara rinci, diturunkan dari sisi [Allah] Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu.” (Huud: 1)

“Aliif laam raa’. Inilah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung hikmah.” (Yunus: 1)

“Al-Qur’an itu seluruhnya muhkam” maksudnya al-Qur’an itu kata-katanya kokoh, fasih [indah dan jelas] dan membedakan antara yang hak dan yang bathil dan antara yang benar dengan yang dusta. Inilah yang dimaksud dengan al-ihkam al-‘amm atau muhkam dalam arti umum.

Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yaitu bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan syubhah adalah keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Allah berfirman: wa utuu biHii mutasyaabiHan (al-Baqarah: 25). Maksudnya sebagian buah-buahan syurga itu serupa dengan sebagian yang lain dalam hal warna, tidak dalam hal rasa dan hakekat.

Dikatakan pula mutasyabih adalah mutamashil [sama] dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan yang kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain.

Dengan pengertian inilah Allah mensifati al-Qur’an bahwa seluruhnya adalah mutasyabih, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: allaaHu nazzala ahsanal hadiitsi kitaabam mutasyaabiHam matsaaniya (az-Zumar: 23)

Dengan demikian, maka al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabih, maksudnya al-Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutasyabih dalam arti umum.

Masing-masing muhkam dan mutasyabih dengan pengertian secara mutlak atau umum sebagaimana di atas ini tidak menafikan atau kontradiksi satu dengan yang lain. Jadi, pernyataan “Al-Qur’an itu seluruhnya muhkam” adalah dengan pengertian itqan [kokoh, indah] yakni ayat-ayatnya serupa dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain.

Hal ini karena “Kalam yang muhkam dan mutqam” berarti makna-maknanya sesuai sekalipun lafadz-lafadznya berbeda-beda. Jika al-Qur’an memerintahkan sesuatu hal maka ia tidak akan memerintahkan kebalikannya di tempat lain, tetapi ia akan memerintahkannya pula atau yang serupa dengannya. Demikian pula dalam hal larangan dan berita. Tidak ada pertentangan dan perselisihan dalam al-Qur’an.

Firman-Nya: “Dan seandainya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya.” (an-Nisaa’: 82)

&

Tinggalkan komentar