Arsip | Fiqih Sunnah RSS feed for this section

Fiqh-us-Sunnah by Sayyid Saabiq

21 Mar

Volume 1: Purification and Prayer

 

Purification
Ablution (Wudu’)
Ghusl, the complete ablution
Tayammum, the dry ablution
Menstruation
Prayer
Azhan, call to prayer
Prerequisites of the Prayer
Obligatory acts of prayer
Sunnah acts of prayer

 

Volume 2: Supererogatory Prayer

 

Supererogatory Prayers
Nonstressed Sunnah Prayers (As-Sunan Ghair Al-Mu’akkadah)
The Witr Prayer
The Late Night Prayer, tahajjud (qiyam al-Layil)
The Special Prayers during the Month of Ramadan (Tarawih)
The Duha prayer
Salatul Istikharah
Salatul Tasbih
Salatul Hajah, the prayer for need
Salatul Taubah, the prayer of penitence
Salatul Kasuf, prayer of the solar and lunar eclipse
Salatul Istisqa, prayer for rain
The Prostration During the Qur’anic Recitation
The Prostration of Thankfulness (Sajdat ush-Shukr)
Prostrations of forgetfulness during the prayer
Congregational Prayer
The Mosques
Places where offering prayer is prohibited
The Sutrah or partition in front of one who is praying
What is allowed during the prayer
Actions which are disliked during the prayer
Actions which invalidate the Salah
Making (Qada’) for missed salah
The prayer of a person who is ill (Salatul Marid)
The prayer during times of fear or danger (Salatul Khauf)
The prayer of a traveler
Combining two prayers
Salatul Jumu’ah (the Friday Prayer)
Id prayers (Salatul ‘Idain)

 

Volume 3: Zakaat and Fasting

 

Zakah in Islamic Jurisprudence
Monetary holdings subject to zakah
Zakah on plants and fruit
Zakah on Animals
Zakah on Buried Treasure and Precious Minerals
Zakah on Wealth Extracted from the Sea
The Recipients of Zakah
Zakat ul-Fitr
Zakat ut-Tatawwu or Voluntary Sadaqah
Fasting (As-siyam)
The Fast of Ramadan
The Forbidden Days to Fast
Voluntary Fasts
The Manners of Fasting
Acts That are Permissible During the Fast
Actions that Void the Fast
Making Up Missed Days of Ramadan
Night of Qadr
I’tikaf or Seclusion in the Mosque

 

Volume 4: Funerals and Dhikr

 

Sickness, Expiation of Sins
Contemplation of death and preparation for it by good deeds
Al-Kafan (The Shroud)
Funeral Prayers (Salatul Janazah)
Burial
Azh-zhikr (remembrance of Allah)
Supplications

 

Volume 5: Hajj and ‘Umrah

Pilgrimage: a general definition, its excellence and prerequisites
The ability to perform hajj – what does it imply?
The hajj of the Prophet (peace be upon him)
Mawaquit: Fixed Times and Places For Ihram
Ihram
Talbiyah
What is permitted to a Muhrim
Restrictions of Ihram
Killing a game in the state of Ihram
Sacred precincts of Makkah and Madinah (Haram Makkah wa Madinah)
Tawaf or Circumambulation around Ka’bah
Sa’i between Safa and Marwah
Staying at Mina and Arafat
Umrah

Shalat Sunnah Sebelum Maghrib

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, bahwa Nabi saw. bersabda: “Bershalatlah sebelum Maghrib, bershalatlah sebelum Maghrib,” dan pada kali yang ketiga beliau bersabda: “Bagi siapa yang suka.” Beliau bersabda demikian karena khawatir kalau-kalau akan dianggap sunnah muakaddah oleh orang-orang.

Dalam riwayat Ibnu Hibban Nabi saw. shalat dua rakaat sebelum Maghrib.

Juga riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, katanya: “Kami shalat dua rakaat sebelum Maghrib dan Rasulullah saw. melihat perbuatan kami, tetapi tidak menyuruh dan tidak pula melarangnya.”

Hafidh berkata dalam kitab al-Fath bahwa dalil-dalil yang tersebut itu menunjukkan keutamaan meringankan sunnah sebelum maghrib tadi sebagaimana juga shalat sunnah fajar.

&

Shalat Sunnah Maghrib

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Sesudah shalat Maghrib disunnahkan melakukan shalat sunah dua rakaat sebagaimana tersebut dalam hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw. tidak pernah meninggalkannya.

SURAH-SURAH YANG DIBACA DALAM SHALAT SUNNAH MAGHRIB

Yakni disunnahkan membaca “Qul yaa ayyuHal kaafiruun” sesudah al-Faatihah dalam rakaat pertama dan surah “Qul HuwallaaHu ahad” dalam rakaat kedua.

Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Rasanya tidak dapat saya hitung betapa seringnya saya mendengar Rasulullah saw. dalam kedua rakaat shalat sunnah sesudah shalat Maghrib dan kedua rakaat sunnah sebelum Fajar, membaca surah Qul yaa ayyuHal kaafiruun dan Qul HuwallaaHu ahad.” (HR Ibnu Majah dan Turmudzi yang manganggapnya sebagai hadits hasan)

Demikian pula disunnahkan supaya shalat sunnah ini dikerjakan di rumah masing-masing berdasarkan sebuah hadits dari Mahmud bin Lubaid, katanya: Rasulullah saw. mendatangi bani Abdul Asy-hal. Di sana beliau shalat Maghrib dan terus pula shalat sunnah sesudah Maghrib itu. Kemudian beliau bersabda: “Kerjakanlah kedua rakaat shalat Maghrib ini di rumahmu masing-masing.” (HR Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Nasa’i)

Selain itu, juga ada keterangan-keterangan yang lalu yang menjelaskan bahwa beliau saw. selalu shalat sunnah sesudah Maghrib itu di rumahnya.

&

Shalat Sunnah Dua Rakaat Sebelum ‘Isya

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadits dari Abdullah bin Mugaffal bahwa Nabi saw. bersabda: “Antara kedua adzan itu ada shalat sunnah, di antara kedua adzan itu ada shalat sunnah.” Ketika beliau bersabda untuk ketiga kalinya, disambungnya dengan: “Untuk siapa saja yang suka.”

Demikian pula berdasarkan hadits Ibnu Hibban dari Ibnu Zubair bahwa Nabi saw bersabda: “Tiada suatu shalat fardlu pun, melainkan sebelumnya itu tentu ada dua rakaat sunnah.”

&

Shalat Sunnah Dua Rakaat atau Empat Rakaat Sebelum ‘Ashar

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Banyak hadits mengenai soal ini tetapi menjadi buah perbincangan, hanya karena banyak jalannya itu, maka yang sebagian dapat menguatkan yang lain, di antaranya adalah hadits Ibnu Umar, katanya: Rasulullah saw. bersabda: “Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat sunnah sebelum ‘Ashar empat rakaat.” (HR Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi)

Oleh Turmudzi dianggap sebagai hadits hasan, juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan dianggapnya sebagai hadits shahih, demikian pula oleh Ibnu Khuzaimah.

Hadits yang lain ialah yang menerangkan: Bahwa Nabi saw. mengerjakan shalat sunnah sebelum ‘Ashar empat rakaat, pada tiap-tiap dua rakaat beliau membaca salam untuk Malaikat Muqarrabin, para Nabi dan semua yang mengikutinya dari kaum Muslimin dan Mukminin.” (HR Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah dan Turmudzi yang menganggapnya sebagai hadits hasan)

Adapun menyingkat sunah sebelum ‘Ashar itu menjadi dua rakaat saja, maka dalilnya ialah umumnya sabda Nabi saw. yang berbunyi: “Di antar dua adzan itu ada shalat sunnah.”

&

Mengkodlo Kedua Shalat Sunnah Dhuhur

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Dari ‘Aisyah: “Bahwa Nabi saw. jikalau ketinggalan shalat empat rakaat sebelum dhuhur, maka dikerjakannya itu sesudah shalat Dhuhur.” (HR Turmudzi dan katanya hadits ini hasan lagi gharib)

Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Aisyah, katanya: “Rasulullah saw. apabila ketinggalan shalat sunnah empat rakaat sebelum dhuhur, maka dikerjakannya sesudah mengerjakan sunnah dua rakaat sehabis Dhuhur.” (Perlu diketahui bahwa shalat-shalat sunnah rawatib sebelum shalat fardlu itu waktunya terus berlangsung sampai habisnya waktu shalat fardlu yang bersangkutan).

Uraian di atas adalah yang berkenaan dengan qadla shalat sunnah rawatib qabliyah (sebelum fardlu). Adapun yang berkenaan dengan qadla shalat rawatib ba’dliyah (sesudah fardlu), maka dapatlah dikemukakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ummu Salmah, katanya: Rasulullah saw. shalat Dhuhur, kemudian kedatangan harta. Beliau pun duduk membagi-bagikan harta itu sehingga terdengarlah suara muadzdzin untuk shalat ‘ashar. Kemudian beliau mengerjakan shalat ‘ashar dan setelah selesai lalu kembali ke rumahku, karena hari itu adalah gilirannya di tempatku. Rasulullah saw. terus shalat dua rakaat yang ringan sekali. Saya pun bertanya: “Shalat apakah dua rakaat tadi wahai Rasulallah? Apakah anda menerima perintah baru?” Rasulullah saw. lalu menjawab: “Tidak, ini hanya sebagai ganti kedua rakaat yang biasa saya kerjakan sesudah Dhuhur. Tadi saya sibuk membagikan harta sampai datanglah waktu shalat ‘Ashar. Maka saya tidak suka meninggalkan kedua rakaat tadi.” (HR Bukhari, Muslim serta Abu Daud dengan lafadz yang lain)

Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Ummu Salmah bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah anda akan mengqadla seperti anda tadi, apabila ketinggalan?” Beliau saw. menjawab: “Tidak.” (Tetapi perlu diketahui bahwa riwayat ini dlaif)

&

Memisah antara Shalat Fardlu dengan Shalat Sunnah

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Sunnah memisah antara shalat fardlu dengan shalat sunnah sekedar cukup satu shalat. Dari seseorang yang termasuk shahabat Nabi saw: Bahwa Rasulullah saw. shalat ‘Ashar dan setelah selesai ada seseorang yang berdiri untuk mengerjakan shalat sunnah. Hal ini dilihat oleh Umar dan iapun berkata: “Duduklah dahulu. Sesungguhnya yang menyebabkan kerusakan Ahlulkitab dahulu ialah karena mereka tidak suka memisah antara shalat fardlu dengan shalat sunnahnya.” Rasulullah saw. lalu bersabda: “Benar ucapan Umar bin Khaththab itu.” (HR Ahmad dengan sanad yang shahih)

&

Keutamaan Shalat Witir dan Hukumnya

17 Feb

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Shalat witir adalah shalat sunnah muakkad yang dianjurkan serta disemangatkan benar-benar oleh Rasulullah saw.

Dari ‘Ali ra. katanya: Sebenarnya witir itu bukanlah fardlu sebagaimana shalat-shalat lima waktu yang diwajibkan. Hanya saja Rasulullah saw. setelah berwitir pernah bersabda: “Wahai Ahlul Qur’an, kerjakanlah shalat Witir sebab Allah itu witir (Mahaesa) dan suka sekali kepada yang ganjil.” (HR Ahmad dan Ash-habus Sunan oleh Turmudzi dianggap sebagai hadits hasan, sedangkan Hakim yang meriwayatkannya juga, menganggapnya sebagai hadits shahih)

Adapun pendapat Imam Abu Hanifah bahwa shalat Witir itu wajib, maka itu adalah pendapatyang lemah. Ibnu Mundzir berkata: “Tidak pernah saya mengetahui seorang pun yang menyetujui pendapat Abu Hanifah dalam hal ini.”

Menurut riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah bahwa Almukhdiji (salah seorang dari suku Kinanah), diberi tahu oleh seorang dari golongan shahabat Anshar yang bernama Abu Muhammad bahwa witir itu wajib.

Almukhdiji lalu pergi menemui ‘Ubadah bin Shamit dan menyampaikan bahwa Abu Muhammad mengatakan witir adalah wajib. Seketika itu juga ‘Ubadah bin Shamit berkata: “Salah Abu Muhammad! Saya sendiri pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Shalat lima waktu itu telah diwajibkan oleh Allah Yang Mahatinggi dan Mahaluhur. Barangsiapa yang mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikitpun karena menganggapnya enteng, maka Allah Yang Mahatinggi dan Mahaluhur itu berjanji akan memasukkannya ke dalam surga. Adapun barangsiapa yang tidak mengerjakannya. Kalau Allah menghendaki akan disiksa-Nya, atau kalau tiak akan diampuni-Nya.”

Menurut riwayat Bukhari dan Muslim dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shalat lima waktu itu telah diwajibkan oleh Allah dalam sehari semalam.” Kemudian ada seorang Badui bertanya: “Apakah ada kewajiban atas diri saya selain itu?” Beliau saw. menjawab: “Tidak, kecuali kalau engkau suka melakukan yang sunnah.”

&

Surah-Surah yang Dibaca dalam Shalat Sunnah Fajar

27 Jan

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Dalam melakukan shalat sunnah fajar itu disunnahkan pula membaca surah-surah sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw. Di antara hadits-hadits yang menerangkannya adalah:

Dari ‘Aisyah ra. katanya: “Rasulullah saw. itu dalam kedua rakaat shalat fajar membaca surah ‘Qul yaa ayyuHal kaafiruun’ dan ‘Qul HuwallaaHu ahad’, serta dibacanya perlahan-lahan [tidak dikeraskan suaranya].” (HR Ahmad dan Thahawi)

Dan dari ‘Aisyah pula bahwa Nabi saw. bersabda: “Kedua shalat itu ialah sebaik-baik surah.” Beliau membaca surah ‘Qul yaa ayyuHal kaafiruun’ dan ‘Qul HuwallaaHu ahad’ dalam masing-masing rakaat fajar itu.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Dari Jabir diterangkan bahwa ada seseorang yang shalat sunnah sebelum shubuh dan dalam rakaat pertama ia membaca surah ‘Qul yaa ayyuHal kaafiruun sampai selesai.
Maka bersabdalah Nabi saw.: “Inilah hamba yang mengenal Rabb-nya.” dan dalam rakaat yang penghabisan ia membaca ‘Qul HuwallaaHu ahad’ sampai habis. Nabi saw. bersabda pula: “Inilah hamba yang beriman kepada Rabb-nya.” Thalhah berkata: “Oleh karena itulah saya gemar membaca kedua surah itu dalam kedua rakaat ini.” (HR Ibnu Hibban dan Thahawi)

Dari Ibnu ‘Abbas ra. katanya: “Rasulullah saw. dalam kedua rakaat shalat fajar membaca; maksudnya bahwa Nabi saw. pada rakaat pertama setelah al-Fatihah membaca ayat berikut: Quuluu aamannaa billaaHi wa maa unzila ilainaa wa maa unzila ilaa ibraahiima wa ismaa’iila wa ishaaqa wa ya’quuba wal asbaathi, wa maa uutiya muusaa wa ‘iisaa wa maa uutiyan nabiyyuuna mir rabbiHim laa nufarriqu baina ahadim minHum wa nahnu laHuu muslimuun. [Kami percaya kepada Allah dan kepada apa-apa yang diturunkan kepada kami, juga yang diturunkan kepada Nabi-Nabi: Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yakub dan anak-anaknya serta cucu-cucunya; Musa dan Isa dan yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Rabb mereka. tiadalah kami membedakan seseorang pun di antara mereka dan kepada Allah kami menyerahkan diri.” (al-Baqarah: 136)]
Sedang dalam rakaat kedua ialah:
Qul yaa aHlal kitaabi ta’aalau ilaa kalimatin sawaa-im bainanaa wa bainakum allaa na’buda illallaaHa, wa laa nusyrika biHii syai-an, wa laa yattakhidza ba’dlunaa ba’dlan arbaabam min duunillaaHi, fa in tawallau faquulusyHaduu bi annaa muslimuun. [Katakanlah: Hai ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), marilah kembali kepada kalimat yang serupa di antara kami dengan kalian, yaitu supaya kita tidak menyembah kecuali kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun dan janganlah sebagian kita mempertuhan yang lain kecuali Allah. Dan apabila mereka mengabaikan seruan itu, maka katakanlah: Saksikanlah oleh kamu sekalian bahwa kami ini benar-benar Muslimin.”] (Ali ‘Imraan: 64)

Juga dalam riwayat Abu Daud dari Ibnu Abbas diterangkan bahwa Rasulullah saw. dalam rakaat pertama membaca: Quuluu aamaannaa billaaHi….[al-Baqarah: 136] dan dalam rakaat kedua membaca: falammaa ahassa ‘iisaa minHumul kufra qaala man anshaarii ilallaaHi, qaalal hawaariyyuuna nahnu anshaarullaaHi aamannaa billaaHi wasyHad bi annaa muslimuun. [Maka ketika Nabi Isa telah merasakan kekafiran mereka ia pun berkata: ‘Siapakah yang akan membelaku dalam menegakkan agama Allah?’ Kaum Hawari menjawab: ‘Kamilah yang akan menjadi pembela Allah. Kami telah beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa Kami adalah Muslimin yang sebenarnya.” (surah Ali ‘Imraan: 52)

Boleh pula dalam kedua rakaat sunnah Fajar itu seseorang menyingkat dengan hanya membaca surah al-Fatihah saja dengan alasan hadits riwayat ‘Aisyah yang telah disebutkan, yang menerangkan bahwa berdirinya Nabi saw. itu hanyalah sekedar cukup untuk membaca al-Fatihah.

&

Shalat Sunnah Fajar

27 Jan

Fiqih Sunnah; Sayyid Sabiq

Keutamaan shalat sunnah Fajar.
Banyak hadits yang menjelaskan betapa besar keutamaannya menjaga dan tetap melakukan shalat sunnah fajar itu.

Dari ‘Aisyah yang diterima dari Nabi Muhammad saw. dalam menerangkan keutamaan shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat fajar, sabdanya: “Kedua rakaat itu lebih saya sukai daripada dunia seluruhnya.” (HR Ahmad, Muslim dan Turmudzi)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Jangan engkau tinggalkan kedua rakaat sunnah fajar itu, meskipun kamu dikejar oleh tentara berkuda.” (HR Abu Daud, Baihaqi dan Thahawi)

Pengertian hadits ini adalah hendaknya dua rakaat sunnah fajar itu jangan sekali-sekali ditinggalkan sekalipun waktu dikejar oleh musuh.

Dari ‘Aisyah katanya: Rasulullah saw. dalam mengerjakan shalat-shalat sunnah itu tidak serajin dalam mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Abu Daud)

Dari ‘Aisyah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Kedua rakaat sunnah fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, Muslim, Turmudzi, dan Nasa’i)

Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah, katanya: Saya tidak pernah melihat Nabi saw. begitu rajin dan cepatnya mengerjakan suatu kebaikan, sebagaimana rajin dan cepatnya melakukan dua rakaat sebelum fajar.”

&