Tag Archives: 51

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 50-51

12 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 50-51“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni Surga: ‘Limpahkanlah kepada kami sedikit air, atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu’ Mereka (penghuni Surga) menjawab: ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir, (QS. 7:50) (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau dan kehidupan dunia telah menipu mereka.’ Maka pada hari itu (Kiamat ini), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (QS. 7:51)” (al-A’raaf: 50-51)

Allah memberitahukan mengenai kehinaan para penghuni Neraka, dan juga permintaan mereka akan minuman dan makanan dari para penghuni Surga. Diberitahukan juga bahwa mereka tidak diberi apa yang mereka minta.

Mengenai firman Allah: wa naadaa ash-haabun naari ash-haabal jannati an afiidluu ‘alainaa minal maa-i au mimmaa razaqakumullaaHu (“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni Surga: ‘Limpahkan kepada kami air atau apa yang telah diberikan Allah kepadamu.’”) As-Suddi mengatakan: “Yakni makanan.”
Sedangkan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Mereka meminta makanan dan minuman kepada para penghuni Surga.”

Ats-Tsauri mengatakan dari ‘Utsman ats-Tsaqafi, dari Sa’id bin Jubair, mengenai ayat ini, ia berkata: “Seseorang berseru kepada ayahnya atau saudaranya seraya berteriak: ‘Aku telah terbakar, karenanya curahkan kepadaku sedikit air.’ Maka dikatakan kepada mereka (para penghuni Surga): ‘Jawablah mereka.’ Maka mereka pun berkata: innallaaHa harrama Humaa ‘alal kaafiriin (“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu bagi orang-orang yang kafir.”)

Selanjutnya Allah menyifati orang-orang kafir dengan apa yang mereka jadikan perilaku selama di dunia, yaitu tindakan mereka menjadikan agama sebagai permainan belaka, serta tertipunya mereka oleh dunia, perhiasan dan kemewahannya, sehingga mereka lupa akan amal untuk akhirat yang telah diperintahkan kepada mereka.

Dan firman-Nya: fal yauma nansaaHum kamaa nasuu liqaa-a yaumiHim Haadzaa (“Maka pada hari [Kiamat] ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.”) Artinya, Allah memperlakukan mereka sebagaimana perlakuan mereka yang melupakan, karena Allah tidak menyimpang dari ilmu-Nya sedikit pun dan tidak pula Ia melupakannya.

Sebagaimana yang Allah firmankan yang artinya berikut ini: “Di dalam sebuah kitab, Rabbku tidak akan salah dan tidak pula lupa.” (QS. Thaahaa: 52). Apa yang Allah firmankan ini adalah sebagai balasan timbal-balik.
As-Suddi mengatakan: “Kami abaikan mereka dari rahmat, sebagaimana mereka dahulu telah mengabaikan untuk beramal guna menghadapi pertemuan pada hari ini.”

Dalam hadits shahih disebutkan bahwasannya Allah Ta’ala berfirman kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak: “Bukankah Aku telah menikahkanmu? Bukankah Aku telah memuliakanmu? Dan bukankah Aku telah menundukkan buat kalian unta, kuda dan memberimu kesempatan untuk memimpin dan bersenang-senang?” Maka si hamba itu berkata: “Benar.” Kemudian Allah bertanya: “Apakah kamu mengira akan bertemu dengan-Ku?” Si hamba itu menjawab: “Tidak.” Dan Allah Ta’ala pun berfirman: “Maka pada hari ini Aku akan melupakanmu, sebagaimana kamu telah melupakan-Ku.” (HR. Muslim dalam kitab [bab] az-Zuhud [2947])

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim ayat 49-51

24 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Ibrahim
Surah Makkiyyah; surah ke 14: 52 ayat

tulisan arab alquran surat ibrahim ayat 49-51“Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. (QS. 14:49) Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka, (QS. 14:50) agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang usahakan. Sesungguhnya Allah Mahacepat hisab-Nya. (QS. 14:51)” (QS. Ibrahim: 49-51)

Allah berfirman: tubaddalul ardlu ghairal ardli was samaawaatu (“Yaitu pada hari [ketika] bumi diganti dengan bumi yang lain dan [demikian pula] langit.”) dan makhluk semuanya keluar untuk menghadap Rabbnya, maka kamu hai Muhammad pada hari itu akan melihat orang-orang yang berdosa oleh sebab kekafiran dan kerusakan mereka: muqarraniina (“Diikat bersama-sama dengan belenggu.”) Maksudnya, antara yang satu dengan lainnya, dikumpulkan dengan kelompok lain yang sama di antara mereka.

Al-ashfad adalah tali (belenggu) sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, al-A’masy dan `Abdurrahman bin Zaid dan ini adalah yang masyhur dalam bahasa Arab. `Amr bin Kultsum berkata:
Mereka kembali dengan membawa pakaian dan tawanan.
Dan kami kembali dengan raja-raja yang diikat.

Firman Allah: saraabiiluHum min qathiraan (“Pakaian mereka adalah dari pelangkin”) maksudnya, pakaian yang mereka kenakan terbuat dari ter, yaitu bahan yang digunakan untuk mengecat unta. Qatadah mengatakan, “qathiran” itu adalah bahan yang paling lekat dengan api.

Ibnu `Abbas mengatakan: “Qathiran adalah kuningan yang meleleh.” Mungkin ia membacanya: “SaraabiiluHum min qathran,” yaitu pakaian mereka dari kuningan panas yang panasnya telah mencapai puncak. Makna ini juga diriwayatkan dari Mujahid, `Ikrimah, Sa’id bin Jubair, al-Hasan dan Qatadah.

Wa taghsyaa wujuuHa Humun naar (“Dan muka mereka ditutup oleh api neraka,”) seperti firman Allah yang artinya: “Muka mereka dibakar api neraka dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.” (QS. Al-Mu’minuun: 104)

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Malik al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Ada empat perkara pada umatku yang berasal dari (adat) Jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan yaitu; membanggakan keturunan, melecehkan nasab, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang, meratapi mayit (dengan suara yang keras). Perempuan yang meratapi mayit dengan suara keras itu, jika tidak bertaubat sebelum meninggal, maka pada hari Kiamat akan dibangkitkan sedang dia dalam keadaan memakai pakaian dari qathiran (ter) dan baju dari penyakit kudis.” (HR. Muslim)

Firman Allah Ta’ala: liyajziyallaaHu kulla nafsim maa kasabat (“Agar Allah memberikan balasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan.”) pada hari Kiamat, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Agar Allah membalas orang-orang yang berbuat jahat dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Najm: 31)

innallaaHa sarii’ul hisaab (“Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”) Ada kemungkinan seperti firman Allah yang artinya: “Telah dekat kepada manusia hari penghisaban amalan mereka, sedang mereka dalam kelalaian lagi berpaling daripadanya,” (QS. Al-Anbiyaa’: 1)

Ada kemungkinan pula bahwa waktu Allah dalam menghisab hamba-Nya itu cepat selesai karena Allah mengetahui segala sesuatu dan tidak ada yang tersembunyi sama sekali, semua makhluk ini menurut kekuasaan Allah seperti satu orang saja di antara mereka, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu sekalian dari kubur itu melainkan hanyalah seperti menciptakan dan membangkitkan satu jiwa saja.” (QS. Luqman: 28). Inilah makna dari pendapat Mujahid.

Sarii’ul hisaab (“Sangat cepat hisabnya,”) hisab artinya ihsha’ (perhitungan). Ada kemungkinan juga bahwa makna yang dimaksud adalah kedua-duanya. WallaHu a’lam

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 51-55

18 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 51-55“Allah berfirman: ‘Janganlah kamu menyembah dua ilah; sesungguhnya Dialah Rabb Yang Mahaesa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.’ (QS. 16:51) Dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah (QS. 16:52) Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. (QS. 16:53) Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripadamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain), (QS. 16:54) biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya). (QS. 16:55)” (an-Nahl: 51-55)

Allah Ta’ala memberitahukan bahwasanya Dia adalah Rabb yang tiada Ilah melainkan hanya Dia semata, dan sesungguhnya tidak selayaknya ibadah itu dilakukan kecuali hanya untuk-Nya semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Sebab, Dia adalah Pemilik dari Pencipta segala sesuatu dan juga Pemeliharanya.

Wa laHud diinu waashiban (“Dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya.”) Ibnu `Abbas, Mujahid, `Ikrimah, Maimun bin Mihran, as-Suddi, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan: “Yakni, untuk selama-lamanya.”

Dari Ibnu `Abbas juga: “Yakni wajib.” Mujahid mengatakan: “Yakni, murni hanya karena-Nya. Artinya, ibadah itu hanya ditujukan kepada-Nya semata, dari semua makhluk yang ada di langit dan bumi.” Mengenai ungkapan Mujahid tersebut, maka ia termasuk dalam bab tuntutan, yakni, takutlah kalian untuk menyekutukan diri-Ku, dan tulus ikhlaskan ketaatan hanya untuk-Ku. Yang demikian itu seperti firman-Nya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 3)

Kemudian Dia memberitahukan bahwa Dia adalah Pemilik manfaat dan mudharat. Dan bahwasanya segala macam rizki, kenikmatan, kesehatan, dan kemenangan yang ada pada hamba-hamba-Nya adalah anugerah-Nya yang Dia limpahkan kepada mereka sekaligus sebagai bentuk kebaikan-Nya kepada mereka.

Tsumma idzaa massakumudl-durru fa ilaiHi taj-aruun (“Dan bila kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan.”) Maksudnya, hal itu
seperti yang kalian ketahui bahwasanya tidak ada satu pihak pun yang mampu menghapuskan mudharat itu kecuali hanya Dia semata. Dan pada saat darurat, kalian berlindung kepada-Nya, memohon kepada-Nya, terus-menerus berharap kepada-Nya, serta meminta pertolongan kepada-Nya.

Dia berfirman: tsumma idzaa kasyafadl dlurra ‘ankum idzaa fariiqum minkum birabbiHim yusyrikuun. Liyakfuruu bimaa aatainaaHum (“Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripadamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain). Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka.”)

Ada yang mengatakan: “Huruf laam di sini dimaksudkan sebagai laamul ‘aaqibah (yang berarti akibat).” Ada juga yang menyatakan bahwa laam itu adalah laam ta’lil (sebab), dengan pengertian, hal itu Kami biarkan mereka mengingkari, yakni menutupi dan menolak bahwa semuanya itu adalah nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Dialah yang telah melimpahkan berbagai nikmat kepada mereka, dan yang menghilangkan berbagai kesengsaraan dari diri mereka.

Selanjutnya, Allah Ta’ala mengancam mereka seraya berfirman: fatamatta’uu (“Maka bersenang-senanglah kalian,”) maksudnya, berbuatlah sekehendak hati kalian dan bersenang-senanglah dengan apa yang ada pada kalian dalam waktu yang tidak lama; fasaufa ta’lamuun (“Kelak kamu akan mengetahui,”) yaitu, akbat perbuatan kalian tersebut.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 49-52

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 49-52“Dan mereka berkata: ‘Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?’ (QS. 17:49) Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50) atau suatu kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.’ Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’ Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’ Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: ‘Kapan itu (akan terjadi)?’ Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat,’ (QS. 17:51) yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS. 17:52)” (al-Israa’: 49-52)

Allah berfirman seraya menceritakan tentang orang-orang kafir yang mengingkari terjadinya hari akhirat, dengan nada mengingkarinya mereka mengajukan pertanyaan: a idzaa kunnaa ‘idhaaman wa rufaatan (“Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur.”) Yakni, menjadi tanah.
Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid. `Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu `Abbas, yakni menjadi debu.

A innaa lamab’uutsuuna khalqan jadiidan (“Apakah benar kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”) Yakni pada hari Kiamat, setelah kami hancur dan jadilah kami tidak berwujud. Lalu Allah menyuruh Rasulullah agar memberikan jawaban kepada mereka, di mana Dia berfirman: qul kuunuu hijaaratan au hadiidan (“Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi.’”) Karena keduanya (batu dan besi) merupakan dua hal yang lebih kuat daripada
tulang dan tanah. Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”)

Ibnu Ishaq menceritakan dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ibnu `Abbas mengenai hal tersebut, maka ia menjawab: ‘Yaitu kematian.’”

`Athiyyah juga meriwayatkan dari Ibnu `Umar, dalam menafsirkan ayat ini, ia berkata: “Seandainya kalian itu mati, niscaya Aku (Allah) akan menghidupkan kalian semua.” Dan hal itu berarti, seandainya kalian dalam keadaan mati, niscaya jika menghendaki Allah Ta’ala akan menghidupkan kalian, karena tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya jika Dia sudah menghendaki.

Dan mengenai firman Allah: Au khalqam mimmaa yakburu fii shuduurikum (“Atau kejadian yang sangat besar dalam pikiranmu.”) Mujahid mengemukakan: “Yakni langit, bumi dan gunung.”

Dalam tafsir yang diriwayatkan dari Imam Malik, dari az-Zuhri, mengenai firman-Nya ini, Nabi bersabda, Malik berkata, mereka berkata, yaitu kematian.

Dan firman Allah Ta’ala: fasayaquuluuna may yu’iidunaa (“Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’”) Maksudnya, siapakah yang akan menghidupkan kita kembali jika kami sudah menjadi batu atau besi atau makhluk lain yang sangat kokoh?

Qulil ladzii fatharakum awwala marratin (“Katakanlah: ‘Yang telah menciptakanmu pada kali yang pertama.’”) Yaitu Yang telah menciptakan kalian, padahal kalian belum pernah ada sebelumnya. Setelah itu kalian menjadi manusia yang tersebar dimana-mana. Maka sesungguhnya Dia mampu untuk menghidupkan kalian kembali meskipun kalian telah berubah menjadi bentuk apa pun dan dalam keadaan bagaimana pun, Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Dan Dialah yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagiNya.” (QS. Ar-Ruum: 27)

Firman Allah Ta’ala selanjutnya: fasayunghidluuna ilaika ru-uusaHum (“Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu.”) Ibnu `Abbas dan Qatadah berkata: “Mereka menggerakkan kepala mereka sebagai bentuk pengejekan.”

Apa yang dikemukakan oleh keduanya itulah yang diketahui oleh bangsa Arab sebagai bagian dari bahasa mereka, karena kata al-in ghaadl berarti gerakan dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah.

Dan firman Allah Ta’ala: fayaquuluuna mataa Huwa (“Dan berkata: ‘Kapan itu [akan terjadi]?’”) Yang demikian itu merupakan pemberitahuan tentang mereka atas penolakan mereka akan terjadinya kebangkitan. Dan firman-Nya: qul ‘asaa ay yakuuna qariiban (“Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.”) Maksudnya, berhati-hatilah karena yang demikian sudah sangat dekat dengan kalian, dan itu pasti akan mendatangi kalian. Dan semua yang akan datang itu pasti tiba.

Firman-Nya lebih lanjut: yauma yad’uukum (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu,”) yakni, Rabb yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Dan panggilan itu hanya sekali perintah saja supaya bangkit. Tiba-tiba orang-orang pun keluar dari dalam bumi, sebagaimana yang difirmankan Nya: yauma yad’uukum fatastajibuuna bihamdiHi (“Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.”) Maksudnya, kalian semua menyahut sebagai jawaban terhadap perintah-Nya sekaligus sebagai bentuk ketaatan terhadap kehendak-Nya.

`Ali bin Abi Thalhah bercerita, dari Ibnu `Abbas: “Kalimat fatastajiibuuna bihamdiHi, yakni menjawab terhadap perintah-Nya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Juraij.
Sedangkan Qatadah mengemukakan: “Yaitu mereka menjawab sesuai dengan ma’rifat dan ketaatan terhadap-Nya.”

Sebagian mereka ada yang mengatakan: “Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya.” Yakni, bagi-Nya segala puji dalam keadaan bagaimana pun.

Dan firman-Nya: wa tadhunnuuna (“Dan kamu mengira,”) yakni, pada hari kalian bangkit dari kubur kalian; il labitstum (“Bahwa kamu tidak berdiam,”) yakni di dunia; illaa qaliilan (“Kecuali sebentar saja.”) Seperti firman Allah Ta’ala: “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Naazi’aat: 46)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal Ayat 50-51

9 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfaal
(Harta Rampasan Perang)
Surah Madaniyyah; surah ke 8: 75 ayat

tulisan arab alquran surat al anfaal ayat 50-51“Kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir, seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): ‘Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar.” (Tentulah kamu akan merasa ngeri) (QS. 8:50) Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya. (QS. 8 : 51) (al-Anfaal: 50-51)

Allah berfirman: “Hai Muhammad, jika engkau melihat dengan nyata keadaan ketika para Malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir, niscaya engkau akan menyaksikan suatu perkara yang sangat besar lagi dahsyat mengerikan, di mana mereka dipukuli wajah dan bagian belakang mereka, seraya mengatakan kepada mereka: wa dzuuquu ‘adzaabal hariiq (“Rasakanlah siksa yang membakar.”)

Ibnu Juraij menceritakan dari Mujahid: adbaaraHum (“Belakang mereka”) berarti bokong mereka.” Ia mengatakan: “Hal itu terjadi dalam perang Badar.”

Redaksi ayat ini, meskipun sebab turunnya adalah (pada) perang Badar, tetapi ia berstatus umum, mencakup setiap orang kafir. Oleh karena itu Allah Ta’ala tidak mengkhususkan bagi orang-orang yang ikut perang Badar, justru Allah berfirman: wa lau taraa idz yatawaffal ladziina kafarul malaa-ikatu yadl-ribuuna wujuuHaHum wa adbaaraHum (“Kalau kamu melihat ketika para Malaikat mencabut jiwa orang-oiang yang kafir, seraya memukul muka dan belakang mereka.”)

Dan dalam surat tentang peperangan juga disebutkan hal yang sama. Hal itu telah dikemukakan sebelumnya dalam surat Aal-An’aam, yaitu firman-Nya yang artinya: “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang yang dhalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya [sambil berkata], ‘Keluarkanlah nyawa kalian.’” (QS. Al-An’aam: 93)

Maksudnya, para Malaikat itu mengulurkan tangan mereka untuk memukul mereka atas perintah dari Rabb mereka, di mana mereka benar-benar kesulitan dan nyawa mereka pun tidak mau keluar dari jasad. Oleh karena itu dikeluarkan melalui tekanan-tekanan. Dan para Malaikat itu menyampaikan berita mengerikan tentang adzab dan murka dari Allah. Oleh Karananya, Allah memberitahukan bahwa para Malaikat mengatakan kepada mereka: “Rasakanlah adzab yang membakar.”

Dan firman-Nya: dzaalika bimaa qaddamat aidiikum (“Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri.”) Maksudnya, balasan tersebut disebabkan oleh perbuatan buruk yang pernah mereka kerjakan semasa hidup di dunia. Semogaa Allah Jalla wa ‘Alaa membalas kalian dengan balasan tersebut.

Wa annallaaHa laisa bidhallaamil lil ‘abiid (“Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya.”) Maksudnya, Allah tidak akan mendhalimi seorang pun dari makhluk-Nya. Bahkan justru Allahlah yang Mahabijaksana dan Mahaadil, di mana Allah Ta’ala tidak akan berbuat dhalim, Allah Mahasuci, Mahaterjaga dari sifat-sifat kurang, Mahakaya dan Mahaterpuji.

Oleh karena itu di dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah, dari Abu Dzar dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kedhaliman atas diri-Ku sendiri dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zhalim… Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya hal itu merupakan amal perbuatan kalian, yang akan Aku perhitungkan untuk kalian. Barangsiapa mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain dari itu (keburukan), maka hendaklah ia tidak mencela melainkan dirinya sendiri.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu Allah berfirman:

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 48-51

2 Mar

Tafsir Al-Qur’an Surah Ali ‘Imraan (Keluarga ‘Imraan)
Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat

tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 48-51“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya al-Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil. (QS. 3:48) Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabb-mu, yaitu aku membuat untukmu dari tanah berbentuk burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit kusta; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumabmu. Sesunggubnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu,jika kamu sungguh-sungguh beriman. (QS. 3:49) Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabb-mu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (QS. 3:50) Sesungguhnya Allah, Rabb-ku dan Rabbmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus”. (QS. 3:51)

Allah memberitahukan mengenai kesempurnaan berita gembira yang disampaikan Malaikat kepada Maryam. Tentang puteranya, `Isa as. dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah, mengajarkan kepadanya al-Kitab dan Hikmah, serta Taurat dan Injil.” Lahiriyah ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan kitab di sini adalah tulis-menulis, sedangkan hikmah telah diterangkan pada pembahasan surat al-Baqarah. Sedang Taurat maksudnya adalah kitab yang diturunkan kepada Musa bin `Imran, dan Injil adalah hafal kedua kitab ini.

Firman-Nya, wa rasuulan ilaa banii israa-iil (“Dan [sebagai] Rasul kepada bani Israil,”) yang berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari ‘Rabb-mu, yaitu aku membuat untukmu dari tanah berbentuk burung, kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah.” Demikianlah `Isa menciptakan bentuk sebuah burung yang terbuat dari tanah liat, lalu meniupnya, dan kemudian burung itu, dengan disaksikan banyak orang, terbang dengan sebenar-benarnya dengan seizin Allah yang mana Allah menjadikan hal itu sebagai mukjizat baginya yang menunjukkan bahwa Dia benar-benar mengutusnya.

Firman-Nya, abri-ul akmaHa (“Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya.”) Yaitu orang yang dilahirkan dalam keadaan buta, karena yang demikian itu merupakan mukjizat yang amat hebat dan sangat menantang. Wal abrasha (“Dan orang yang berpenyakit kusta,”) yaitu penyakit yang sudah dikenal (kusta).

Wa uhyil mautaa bi-idznillaaH (“Dan aku hidupkan orang mati dengan seizin Allah.”) Mayoritas ulama berpendapat: “Allah telah mengutus setiap Nabi sesuai dengan keadaan zamannya.” Yang dominan pada zaman Nabi Musa as. adalah sihir dan pengagungan tukang sihir. Maka Allah mengutusnya dengan disertai mukjizat yang membelalakkan mata dan membingungkan para penyihir. Dan ketika mereka meyakini bahwa mukjizat itu berasal dari Allah, maka mereka berbondong-bondong memeluk Islam hingga akhirnya menjadi hamba Allah yang berbakti.

Sedangkan `Isa as. diutus oleh Allah pada masa yang marak dengan ahli kedokteran dan pakar ilmu alam. Maka `Isa pun datang ke tengah-tengah mereka dengan membawa mukjizat yang tidak ada lagi seorang pun mampu mencapainya, kecuali mendapat dukungan dari Pembuat syari’at. Dokter mana yang sanggup menghidupkan benda mati, atau menyembuhkan orang buta sejak lahir atau orang yang menderita penyakit kusta, serta membangkitkan orang yang berada di dalam kuburnya yang terikat dengan amal perbuatannya hingga hari Kiamat?

Demikian juga dengan Muhammad saw. yang diutus pada masa yang dipenuhi oleh ahli bahasa, sastrawan, dan penyair. Maka beliau diberi Kitab oleh Allah yang mana seandainya jin dan manusia bersatu untuk membuat kitab yang sama, atau dengan sepuluh surat sepertinya, atau satu surat saja yang menyerupainya, niscaya mereka tidak akan pernah sanggup melakukan hal itu, selamanya, meskipun antara satu dengan yang lainnya saling tolong-menolong. Yang demikian itu tidak lain karena firman Allah tidak akan pernah serupa dengan perkataan makhluk-Nya, selamanya.

Firman-Nya, wa unabbi-ukum bimaa ta’kuluuna wa maa taddakhiruuna fii buyuutikum (“Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. “Yakni aku akan memberitahukan kepada kalian apa yang dimakan salah seorang di antara kalian sekarang dan apa yang disimpan di dalam rumahnya untuk esok hari. Inna fii dzaalika (“Sesungguhnya pada yang demikian itu,”) yaitu pada semuanya itu, la aayatal lakum (“Adalah suatu tanda [kebenaran kerasulan] bagimu,”) artinya tanda kebenaranku dalam membawa ajaran kepada kalian.

In kuntum mu’miniina. Wa mushaddiqal limaa baina yadayya minat tauraati (“Jika kamu sungguh sungguh beriman. Dan [aku datang kepadamu] membenarkan Taurat.”) Yaitu menetapkan dan menegaskannya.

Wa uhilla lakum ba’dlal ladzii hurrima ‘alaikum (“Dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu.”) Ini menunjukkan bahwa `Isa menasakh (menghapus) sebagian syari’at Taurat. Inilah pendapat yang benar dari dua pendapat yang ada. Wallahu a’lam ed.

Dan di antara ulama ada yang berpendapat, bahwa `Isa tidak menasakh sedikit pun dari Taurat. Tetapi menghalalkan bagi mereka sebagian apa yang telah mereka perselisihkan karena salah, dan menyingkap bagi mereka tabir penutup hal tersebut. Sebagaimana firman-Nya dalam ayat yang lain: wa li-ubayyina lakum ba’dlal ladzii takhtalifuuna fiiHi (“Dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya.”) (QS. Az-Zukhruf: 63) Wallaahu a’lam.

Lalu Dia berfirman, wa ji’tukum bi-aayatim mir rabbikum (“Dan aku datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda [mukjizat] dari Rabb-mu.”) Yaitu dengan hujjah dan bukti atas kebenaranku terhadap apa yang aku katakan kepada kalian.

Fat taqullaaHa wa athii’uun. innallaaHa rabbii wa rabbukum fa’buduuHu (“Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Sesungguhnya Allah, Rabbku dan Rabbmu, karena itu sembahlah Dia.”) Artinya, aku dan kalian sama, menghambakan diri dan tunduk serta khusyu’ kepada Nya. Haadzaa shiraatum mustaqiim (“Inilah jalan yang lurus.”)

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 51-53

17 Feb

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 51-53
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 51-53“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empatpuluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Baqarar: 51) Kemudian sesudah itu Kami ma’afkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. (QS. 2:52) Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 2:53)

Allah berfirman: “Ingatlah berbagai nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, yaitu berupa ampunan yang Ku-berikan kepada kalian atas tindakan kalian menyembah anak sapi setelah kepergian Musa untuk waktu yang ditentukan Rabb-Nya, yaitu setelah habis masa perjanjian selama 40 hari.” Itulah perjanjian yang disebutkan dalam Surat al-A’raaf dalam firman-Nya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa tiga puluh hari dan Kami menambahnya dengan sepuluh hari.” (QS. Al-A’raaf: 142).

Ada pendapat yang menyatakan, yaitu bulan Dzulqa’dah penuh ditambah dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi setelah mereka bebas dari kejaran Fir’aun dan selamat dari tenggelam ke dasar laut.

Firman-Nya: “Dan ingatlah ketika Kami memberikan al-Kitab kepada Musa.” Yaitu kitab Taurat. Dan “wal furqaan” yaitu kitab yang membedakan antara yang haq dan yang batil, dan [membedakan pula antara] petunjuk dan kesesatan. La’allakum taHtaduun (“agar kalian mendapat petunjuk”). Peristiwa itu juga terjadi ketika mereka berhasil keluar dari laut, sebagaimana yang ditunjukkan oleh konteks dalam ayat yang terdapat dalam surah al-A’raaf, juga firman-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al-Kitab (Taurat) kepada Musa sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia, petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.” (QS. Al-Qashash: 43).

Ada yang berpendapat, “wa” pada ayat tersebut adalah “zaidah” (tambahan), dan artinya, “Kami telah memberikan kepada Musa Kitab al-Furqan. Namun pendapat ini gharib (aneh). Ada juga pendapat yang menyatakan, “wawu “itu adalah “wawu athaf” (kata sambung meskipun bermakna sama). Sebagaimana yang diungkapkan seorang penyair:

Dia menyerahkan kulit kepada orang yang akan mengukirnya
Ternyata kata-katanya hanya dusta dan bualan

Jadi dusta dalam syair di atas juga bermakna kebohongan.

&

51. Adz-Dzaariyaat

28 Nov

Pembahasan Tentang Surat-Surat Al-Qur’an (Klik di sini)
Tafsir Ibnu Katsir (Klik di sini)

Surat Adz Dzaariyaat terdiri atas 60 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Ahqaaf. Dinamai Adz Dzaariyaat (angin yang menerbangkan), diambil dari perkataan Adz Dzaariyaat yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Allah bersumpah dengan angin, mega, bahtera, dan malaikat yang menjadi sumber kesejahteraan dan pembawa kemakmuran. Hal ini meng- isyaratkan inayat Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Pokok-pokok isinya:
1. Keimanan:
Bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di dalam syurga sebagai balasan ketaatan bagi orang yang bertakwa; manusia dan jin dijadikan Allah untuk beribadah kepada-Nya; Allah sebagai pemberi rezki; neraka sebagai balasan bagi orang- orang kafir.

2. Hukum-hukum:
Larangan mempersekutukan Allah dengan selain-Nya; perintah berpaling dari orang-orang musyrik yang berkepala batu dan memberikan peringatan dan pengajaran kepada orang-orang mukmin; pada harta kekayaan seseorang terdapat hak orang miskin.

3. Kisah-kisah:
Ibrahim a.s. dengan malaikat yang datang ke rumahnya; Musa a.s. dengan Fir’aun; kaum ‘Ad dan Tsamud; Nuh a.s. dengan kaumnya.

4. Dan lain-lain :
Segala sesuatu diciptakan Allah dengan berpasang-pasangan; pada diri manusia sendiri terdapat tanda-tanda kebesaran Allah.
Surat Adz Dzaariyaat menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan penegasan adanya hari berbangkit, balasan yang diterima orang mukmin dan kafir di akhirat. Kemudian dikemukakan kisah beberapa orang nabi dan kaumnya sebagai bujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar jangan bersedih hati terhadap sikap kaumnya yang keras kepala dan selalu mendustakannya.

Hubungan surat Adz Dzaariyaat dengan surat Ath Thuur
1. Surat Adz Dzaariyaat dimulai dengan ancaman kepada orang-orang kafir dan nikmat-nikmat yang diterima orang-orang mukmin kelak, sedangkan surat Ath Thuur dimulai dengan ancaman pula dan diiringi dengan menerangkan nikmat yang diterima orang-orang mukmin, akan tetapi ancaman dan nikmat-nikmat ini dalam surat Ath Thuur diterangkan dengan lebih jelas.
2. Sama-sama dimulai dengan sumpah Allah dengan menyebutkan ciptaan- ciptaan-Nya.
3. Sama-sama mengandung perintah kepada Rasulullah SAW supaya berpaling dari orang-orang musyrik yang berkepala batu dan alasan-alasan serta dalil-dalil keesaan Allah dan adanya hari berbangkit.