Tag Archives: 54

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 54

14 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 54“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Allah menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-A’raaf: 54)

Allah memberitahukan bahwa Allah adalah Rabb yang telah menciptakan alam ini: langit, bumi dan juga seisinya dalam enam hari. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh beberapa ayat di dalam al-Qur’an. Keenam hari itu adalah; hari Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Di dalamnya-lah seluruh penciptaan diselesaikan dan di dalamnya pula Adam as. diciptakan.

Para ahli tafsir berbeda pendapat, apakah setiap hari dari keenam hari tersebut sama seperti hari-hari yang ada pada kita sekarang ini ? Ataukah setiap hari itu sama dengan seribu tahun, sebagaimana yang telah dinashkan oleh Mujahid dan Imam Ahmad bin Hanbal. Dan hal itu diriwayatkan dari riwayat adh-Dhahhak dari Ibnu ‘Abbas.

Sedangkan hari Sabtu di dalamnya tidak terjadi penciptaan, karena ia merupakan hari ketujuh. Dan dari itu Pula hari itu dinamakan hari Sabtu, yang berarti pemutusan/penghentian.

Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Abu Hurairah ra, di mana ia berkata: Rasulullah pernah menarik tanganku seraya bersabda:
“Allah menciptakan tanah pada hari Sabtu, Allah menciptakan gunung-gunung di bumi itu pada hari Ahad, menciptakan pepohonan di bumi itu pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang dibenci pada hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu, menyebarluaskan binatang pada hari Kamis dan menciptakan Adam setelah Ashar pada hari Jum’at sebagai ciptaan terakhir pada saat paling akhir dari hari Jum’at, yaitu antara waktu Ashar sampai malam.”

(Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim bin al-Hajjaj dalam Shahih Muslim dan Imam an-Nasa’i, dari Hajjaj Ibnu Muhammad al-A’war, dari Ibnu Juraij, yang di dalamnya mengandung pengertian tujuh hari, sedangkan Allah sendiri telah menyebutkan “dalam enam hari”. Oleh karena itu Imam al-Bukhari dan beberapa huffazh berpendapat mengenai hadits ini dan menilainya berasal dari Abu Hurairah, dari Ka’ab al-Ahbar, bukan sebagai hadits marfu’. Wallahu a’lam.)

Sedangkan firman-Nya lebih lanjut: tsummas tawaa ‘alal ‘arsy (“Kemudian Allah bersemayam di atas ‘Arsy.”) Mengenai firman Allah Ta’ala ini, para ulama mempunyai pendapat yang sangat banyak sekali. Di sini bukan tempat pemaparannya. Tetapi dalam hal ini kami menempuh jalan para ulama salafus shalih, yaitu Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan imam-imam lainnya, baik yang terdahulu maupun yang hidup pada masa berikutnya. Yaitu dengan membiarkannya seperti apa adanya, tanpa adanya takyif (mempersoalkan kaifiatnya/hakikatnya), tasybih (penyerupaan) dan ta’thil (penolakan).

Dan setiap makna dhahir yang terlintas pada benak orang yang menganut paham musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka makna tersebut terjauh dari Allah, karena tidak ada sesuatu pun dari ciptaan Allah yang menyerupai-Nya. Seperti yang difirmankan-Nya yang artinya berikut ini:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Allahlah yang Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)

Tetapi persoalannya adalah seperti apa yang dikemukakan oleh para imam yang di antaranya adalah Na’im bin Hammad al-Khuza’i guru al-Bukhari, ia mengatakan: “Barangsiapa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia kafir. Dan barangsiapa mengingkari sifat yang telah Allah berikan untuk diri-Nya sendiri, berarti ia juga telah kafir.” Dan tidaklah apa-apa yang telah disifatkan Allah Ta’ala bagi diri-Nya sendiri dan oleh Rasul-Nya merupakan suatu bentuk penyerupaan. Barangsiapa yang menetapkan bagi Allah, setiap apa yang disebutkan oleh ayat-ayat al-Qur’an yang jelas dan hadits-hadits shahih, dengan pengertian yang sesuai dengan kebesaran Allah, serta menafikan segala kekurangan dari diri-Nya, berarti ia telah menempuh jalan petunjuk.

Dan firman-Nya: yughsyil lailan naHaara yathlubuHuu ha-tsii-tsan (“Allah menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.”) Artinya, kegelapan malam menghilangkan cahaya siang dan cahaya siang melenyapkan gelapnya malam. Masing-masing dari keduanya mengikutinya dengan cepat, tidak ada yang terlambat satu dari yang lainnya. Tapi jika salah satu pergi pasti yang lainnya akan muncul dan begitu sebaliknya.

Oleh karena itu, Allah Tabaaraka wa Ta ala berfirman: yathlubuHuu ha-tsii-tsaw wasy syamsa wal qamara wan nujuuma musakhkharaatim bi amriHi (“Yang mengikutinya dengan cepat. dan [Allah juga menciptakan] matahari, bulan dan bintang-bintang [yang masing-masing] tunduk kepada perintah-Nya.”)

Di antara para ulama ada yang menashabkan (membaca dengan harakat fathah) dan ada juga yang merafa’nya (membaca dengan harakat dhammah). Keduanya mempunyai makna yang berdekatan. Artinya, bahwa semuanya itu berada dalam kendali dan kehendak-Nya. Oleh karena itu, Allah memperingatkan: alaa laHuu khalqu wal amru (“Ingatlah, mencipta dan memerintah itu hanya hak Allah.”) Maksudnya, Allah mempunyai kekuasaan dan kendali. tabaarakallaaHu rabbul ‘aalamiin (“Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yunus ayat 53-54

5 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Yunus
Surah Makkiyyah; surah ke 10: 109 ayat

tulisan arab alquran surat yunus ayat 53-54Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (adzab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: ‘Ya, demi Rabbku, sesungguhnya adzab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya).’ (QS. 10:53) Dan kalau setiap diri yang dhalim (musyrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan adzab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. 10:54)” (Yunus: 53-54)

Allah berfirman, bahwasanya mereka akan mencari berita darimu (Muhammad): ahaqqun Huwa (“Benarkah [adzab yang dijanjikan] itu?”) Maksudnya, hari Kiamat dan kebangkitan dari kubur setelah mayat-mayat menjadi debu; qul ii wa rabbii innaHuu lahaqquw wa maa antum bimu’jiziin (“Katakanlah: ‘Ya, demi Rabbku, sesungguhnya adzab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput [daripadanya].’”) Maksudnya, keberadaanmu menjadi debu tidaklah membuat Allah tidak mampu (sulit) untuk mengembalikanmu, sebagaimana Allah menjadikanmu ada dari tidak ada, maka: “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Allah menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.”) (QS. Yaasiin: 82)

Ayat ini (QS. Yunus: 53) tidak ada kesamaan dalam al-Qur’an kecuali pada dua ayat lainnya. Allah Ta’ala menyuruh Rasul-Nya untuk bersumpah dengan nama-Nya atas orang yang mengingkari hari Kiamat, dalam Surat Saba’: “’Dan orang-orang kafir berkata: ‘Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami.’ Katakanlah: ‘Pasti datang, demi Rabbku sungguh ia akan mendatangi kalian.’”) (Saba’: 3)

Dan dalam Surat at-Taghaabun:
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: ‘Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’ Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghaabun: 7)

Kemudian Allah Ta’ala memberi kabar, bahwa sesungguhnya jika Kiamat telah datang, orang yang kafir lebih senang jika adzab Allah itu ditebus dengan emas sepenuh bumi; wa asarrun nadaamata lammaa ra-awul ‘adzaaba wa qudliya bainaHum bilqisthi (“Dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan adzab itu, dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil.”) Maksudnya, dengan haq. Wa Hum laa yudh-lamuun (“Sedang mereka tidak dianiaya.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 54-55

27 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 54-55“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.’ Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.’ (QS. 12:54) Berkata Yusuf. ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’ (QS. 12:55)” (Yusuf: 54-55)

Allah memberitakan tentang raja setelah ia memastikan bahwa Yusuf as. bebas dari tuduhan dan dirinya bersih dari apa yang dikatakan orang-orang terhadapnya. Raja mengatakan: iituunii biHii astakh-lish-Hu linafsii (“Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapai kepadaku.”) maksudnya ia akan kujadikan orang yang dekat denganku dan dijadikan sebagai penasehatku.

Falammaa kallamaHuu (“Tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia,”) maksudnya, raja berbicara dengan Yusuf dan mengenal serta melihat pandaian, mengetahui profil, akhlak, dan kesempurnaannya, raja berkata: innakal yauma ladainaa makiinun amiin (“Sesungguhnya kamu [mulai] hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya di sisi kami”) maksudnya, sesungguhnya engkau sekarang telah mendapatkan kedudukan dan kepercayaan di sisi kami.

Lalu Yusuf as. menjawab: ij’alnii ‘alaa khazaa-inil ardli innii hafiidhun ‘aliim (“Jadikanlah aku bendaharawan negara [Mesir], sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengalaman [berpengetahuan].”) la memuji dirinya sendiri. Hal ini boleh bila diperlukan, sedangkan pihak lain tidak mengetahui kelebihannya.

la menyebutkan bahwa dirinya hafiidh artinya penyimpan yang dapat dipercaya, `aliim artinya memiliki pengetahuan dan mengerti tugas yang diembannya.

Syaibah bin Ni’amah mengatakan, maksudnya menjaga apa yang engkau titipkan padaku dan mengetahui tahun-tahun paceklik itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Ia minta pekerjaan tersebut karena ia tahu kemampuan dirinya di samping bahwa pekerjaannya itu mendatangkan maslahat bagi orang banyak. Ia meminta dijadikan bendaharawan gudang, yaitu piramid tempat menyimpan hasil bumi sebagai persediaan untuk menghadapi tahun-tahun paceklik yang sulit seperti yang diceritakannya, sehingga ia dapat berbuat dengan cara yang lebih hati-hati, lebih baik, dan lebih tepat bagi mereka.

Sang raja pun mengabulkan permintaannya, karena senang kepadanya dan sebagai penghormatan baginya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman:

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 51-55

18 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 51-55“Allah berfirman: ‘Janganlah kamu menyembah dua ilah; sesungguhnya Dialah Rabb Yang Mahaesa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.’ (QS. 16:51) Dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah (QS. 16:52) Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. (QS. 16:53) Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripadamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain), (QS. 16:54) biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya). (QS. 16:55)” (an-Nahl: 51-55)

Allah Ta’ala memberitahukan bahwasanya Dia adalah Rabb yang tiada Ilah melainkan hanya Dia semata, dan sesungguhnya tidak selayaknya ibadah itu dilakukan kecuali hanya untuk-Nya semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Sebab, Dia adalah Pemilik dari Pencipta segala sesuatu dan juga Pemeliharanya.

Wa laHud diinu waashiban (“Dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya.”) Ibnu `Abbas, Mujahid, `Ikrimah, Maimun bin Mihran, as-Suddi, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan: “Yakni, untuk selama-lamanya.”

Dari Ibnu `Abbas juga: “Yakni wajib.” Mujahid mengatakan: “Yakni, murni hanya karena-Nya. Artinya, ibadah itu hanya ditujukan kepada-Nya semata, dari semua makhluk yang ada di langit dan bumi.” Mengenai ungkapan Mujahid tersebut, maka ia termasuk dalam bab tuntutan, yakni, takutlah kalian untuk menyekutukan diri-Ku, dan tulus ikhlaskan ketaatan hanya untuk-Ku. Yang demikian itu seperti firman-Nya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 3)

Kemudian Dia memberitahukan bahwa Dia adalah Pemilik manfaat dan mudharat. Dan bahwasanya segala macam rizki, kenikmatan, kesehatan, dan kemenangan yang ada pada hamba-hamba-Nya adalah anugerah-Nya yang Dia limpahkan kepada mereka sekaligus sebagai bentuk kebaikan-Nya kepada mereka.

Tsumma idzaa massakumudl-durru fa ilaiHi taj-aruun (“Dan bila kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan.”) Maksudnya, hal itu
seperti yang kalian ketahui bahwasanya tidak ada satu pihak pun yang mampu menghapuskan mudharat itu kecuali hanya Dia semata. Dan pada saat darurat, kalian berlindung kepada-Nya, memohon kepada-Nya, terus-menerus berharap kepada-Nya, serta meminta pertolongan kepada-Nya.

Dia berfirman: tsumma idzaa kasyafadl dlurra ‘ankum idzaa fariiqum minkum birabbiHim yusyrikuun. Liyakfuruu bimaa aatainaaHum (“Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripadamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain). Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka.”)

Ada yang mengatakan: “Huruf laam di sini dimaksudkan sebagai laamul ‘aaqibah (yang berarti akibat).” Ada juga yang menyatakan bahwa laam itu adalah laam ta’lil (sebab), dengan pengertian, hal itu Kami biarkan mereka mengingkari, yakni menutupi dan menolak bahwa semuanya itu adalah nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Dialah yang telah melimpahkan berbagai nikmat kepada mereka, dan yang menghilangkan berbagai kesengsaraan dari diri mereka.

Selanjutnya, Allah Ta’ala mengancam mereka seraya berfirman: fatamatta’uu (“Maka bersenang-senanglah kalian,”) maksudnya, berbuatlah sekehendak hati kalian dan bersenang-senanglah dengan apa yang ada pada kalian dalam waktu yang tidak lama; fasaufa ta’lamuun (“Kelak kamu akan mengetahui,”) yaitu, akbat perbuatan kalian tersebut.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 54-55

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 54-55“Rabbmu lebih mengetahui tentang kamu. Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki dan Dia akan mengazabmu, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka. (QS. 17:54) Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian para Nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur (kepada) Dawud. (QS. 17:55)” (al-Israa’: 54-55)

Allah berfirman: rabbukum a’lamu bikum (“Rabbmu lebih mengetahui tentang kamu.”) Wahai sekalian manusia, Aku (Allah) lebih mengetahui siapa di antara kalian yang berhak mendapatkan hidayah, dan siapa pula orang yang tidak berhak mendapatkannya.

Iy yasya’ yarhamakum (“Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki.”) Yakni, jika menghendaki Dia akan menjadikan kalian taat dan kembali kepada-Nya. Au iy yasya’ yua’adzdzibkum wa maa arsalnaaka (“Dan Dia akan mengadzabmu, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu,”) hai Muhammad; ‘alaiHim wakiilan (“Untuk menjadi penjaga bagi mereka.”) Maksudnya, tetapi Aku mengutusmu sebagai pemberi peringatan. Barangsiapa mentaatimu, maka ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadamu, maka ia akan masuk neraka.

Dan firman-Nya: wa rabbuka a’lamu biman fis samaawaati wal ardli (“Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang [ada] di langit dan di bumi.”) Yakni tingkatan mereka dalam ketaatan dan kedurhakaan.

Wa laqad fadl-dlalnaa ba’dlan nabiyyiina ‘alaa ba’dlin (“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian para Nabi itu atas sebagian yang lain.”) Dan yang terakhir ini tidak bertentangan dengan apa yang ditegaskan dalam kitab ash-Shahihain, bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian saling mengutamakan (melebihkan) di antara para Nabi.”

Yang dimaksudkan dengan pengutamaan dalam ayat di atas adalah pengutamaan dalam batas ashabiyah (kefanatikan), bukan tuntutan dalil. Jika ada dalil yang menunjukkan sesuatu, maka harus diikuti. Tidak ada ikhtilaf bahwa para Rasul itu lebih utama daripada para Nabi. Dan Ulul `Azmi dari mereka adalah lebih utama dari mereka secara keseluruhan.

Ulul `Azmi itu berjumlah lima orang yang disebutkan di dalam dua ayat Al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Ahzaab, di mana Allah berfirman: “Dan ingatlah ketika, Kami mengambil perjanjian dari para Nabi dan darimu sendiri, dari Nuh, Ibrahim, Musa dan `Isa putera Maryam.” (QS. AI-Ahzaab: 7)

Tidak ada ikhtilaf bahwa Nabi Muhammad yang paling utama dari para Nabi secara keseluruhan. Dan setelah beliau adalah Ibrahim, lalu Musa dan kemudian`Isa’ as. Demikianlah yang masyhur. Hal itu telah kami jelaskan dengan dalil-dalilnya yang lengkap di beberapa pembahasan.

Dan firman-Nya: wa aatainaa daawuuda zabuuran (“Dan Kami berikan Zabur [kepada Dawud].”) Sebagai peringatan akan keutamaan dan kemuliaannya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abudari Nabi,di mana beliau bersabda: “Dawud sangat cepat dalam membaca al-Qur’an. Ia pernah menyuruh menyiapkan binatang kendaraannya, lalu dipasangkan pelana pada binatangnya tersebut, lalu ia berhasil menyelesaikan membaca al-Qur’an sebelum pelana itu selesai dipasang. Yang dimaksud dengan al-Qur’an di sini adalah kitab Zabur.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal Ayat 53-54

9 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfaal
(Harta Rampasan Perang)
Surah Madaniyyah; surah ke 8: 75 ayat

tulisan arab alquran surat al anfaal ayat 53-54“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. 8:53) (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya, serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Rabbnya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang dhalim. (QS. 8:54)” (al-Anfaal: 53-54)

Allah memberitahukan tentang keadilan-Nya yang sempurna dalam ketetapan hukum-Nya. Di mana Allah tidak akan merubah nikmat yang dikaruniakan kepada seseorang, melainkan karena dosa yang dilakukannya. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Allah. ” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dan firman-Nya: kada’bi aali fir’auna (“[Keadaan mereka] serupa dengan keadaan Fir aun dan pengikut pengikutnya.”) Yaitu, seperti apa yang Allah lakukan terhadap Fir’aun dan para pengikutnya, serta orang-orang yang seperti mereka, ketika mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Allah binasakan mereka, disebabkan karena dosa-dosa mereka dan Allah cabut kembali nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada mereka, seperti kebun-kebun, mata air, hasil pertanian, simpanan harta benda dan kedudukan yang mulia, serta nikmat yang sedang mereka rasakan. Dalam hal ini, Allah tidak mendhalimi mereka, tetapi justru merekalah orang-orang yang dhalim.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 54

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 54“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telab menjadikan anak lembu (sesembahanmu), maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalab lebih baik bagimu pada sisi Rabb yang menjadikanmu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.” (QS. 2:54)

Mengenai firman Allah: “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sebagai sembahamu),” al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, Musa berkata demikian ketika hati mereka telah tersesat dengan menyembah anak lembu, hingga Allah swt. berfirman:
“Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata: ‘Sungguh jika Rabb kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami. “‘ (QS. Al-‘Araaf: 149).

Kata Hasan al-Bashri, hal itu ketika Musa berkata:
“Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menzhalimi dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sesembahanmu).”

Mengenai firman-Nya, fatuubuu ilaa baari-ikum (“Maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu,”) Abu al-Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Rabi’ bin Anas mengatakan, yaitu kepada penciptamu.

Firman-Nya, ilaa baari-ikum (“Kepada Rabb yang menjadikanmu,”) menurut penulis (Ibnu Katsir) mengandung peringatan akan besarnya kejahatan yang mereka lakukan. Artinya, bertaubatlah kalian kepada Rabb yang telah menciptakan kalian, setelah kalian menyembah yang lain bersama-Nya.

Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam menceritakan, ketika Musa as. kembali kepada kaumnya, di antara mereka ada tujuh puluh orang laki-laki yang beruzlah (mengasingkan diri) bersama Harun dan tidak menyembah anak lembu, maka Musa berkata kepada mereka (kaumnya); “Berangkatlah menuju janji Rabb kalian.” lalu mereka pun berkata: “Hai Musa, apakah kami masih bisa bertaubat?” Musa menjawab: “Masih, faqtuluu anfusakum, khairul lakum ‘inda baari-ikum fataaba ‘alaikum (“Bunuhlah diri kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian di sisi Rabb yang telah menjadikan kalian, sehingga Dia pun akan menerima taubat kalian.”Maka mereka pun melepaskan pedang dari sarungnya, dan mengeluarkan alat-alat potong juga pisau-
pisau. Lalu Allah pun mengirim kabut kepada mereka, lalu mereka saling mencari-cari dengan tangannya masing-masing, lalu saling membunuh. Ada seseorang berhadapan dengan bapaknya atau saudaranya, lalu membunuhnya sedangkan ia dalam keadaan tidak mengetahuinya. Pada saat itu mereka saling berseru, “Semoga Allah memberikan rahmat kepada hamba yang bersabar atas dirinya sampai ia mendapatkan ridha-Nya.” Akhimya mereka yang terbunuh gugur sebagai syuhada’, sedangkan orang-orang yang masih hidup diterima taubatnya.

Kemudian ia membaca firman-Nya, fa taaba ‘alaikum innaHuu Huwat tawwaabur rahiim (“Maka
Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia Mahamenerima taubat lagi Mahapenyayang.”)

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 52-54

2 Mar

Tafsir Al-Qur’an Surah Ali ‘Imraan (Keluarga ‘Imraan)
Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat

tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 52-54“Maka tatkala `Isa mengetahui keingkaran mereka [Bani Israil] berkatalah dia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk [menegakkan agama] Allah?’ Para hawariyyun [sahabat-sahabat setia] menjawab: ‘Kamilah penolong-penolong [agama] Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. (QS. 3:52) Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti Rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi [tentang keesaan Allah.’ (QS. 3:53) Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. 3:54)

Allah swt. berfirman, falammaa ahassa ‘iisaa (“Maka tatkala `Isa mengetahui,”) yaitu mengetahui ketetapan hati mereka untuk ingkar dan terus menerus dalam kesesatan, maka `Isa pun berkata, man anshaarii ilallaaH (“Siapakah yang akan menjadi penolong penolongku untuk [menegakkan agama] Allah?”) Mujahid berkata: “Maksudnya, siapakah yang mengikutiku menuju jalan Allah.”

Sufyan ats-Tsauri dan yang lainnya berkata: “Maksudnya, siapakah orang-orang yang menjadi penolongku bersama Allah?” Akan tetapi, apa yang diungkapkan Mujahid lebih tepat. Dan lahiriyah dari ayat ini menunjukkan, bahwa `Isa menghendaki orang-orang yang menolongnya dalam berdakwah kepada jalan Allah. Dan demikianlah, maka segolongan dari Bani Israil pun tertarik untuk beriman kepadanya, maka mereka pun mendukung dan menolongnya serta mengikuti nur yang diturunkan bersamanya.

Oleh karena itu, Allah swt. memberitakan mengenai keadaan mereka, dengan berfirman, qaalal hawaariyyuuna nahnu anshaarullaaHi aamannaa billaahi wasy-Had bi-annaa muslimuun. Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta wat taba’nar rasuula faktubnaa ma’asy-syaaHidiin (“Para hawariyyun [sahabat-sahabat setia] menjawab: “Kamilah penolong ponolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah. Dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, karena itu masukkanlah kami dalam golongan orang orang yang menjadi saksi [tentang keesaan Allah].”)

Menurut pendapat yang benar, al-hawariy adalah penolong. Sebagaimana ditegaskan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa Rasulullah saw. mengajak orang-orang pada peristiwa Ahzab, maka tampillah az-Zubair, lalu ketika beliau menganjurkan mereka lagi, maka tampillah az-Zubair. Kemudian Nabi bersabda: “Setiap Nabi mempunyai penolong (hawariy), sedangkan penolongku adalah az-Zubair.”

Mengenai firman-Nya, faktubnaa ma’asy-syaaHidiin (“Karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi [tentang keesaan Allah],”) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu `Abbas ra. ia berkata: “Yaitu ke dalam golongan umat Muhammad.” Dan isnad riwayat ini adalah jayyid.

Selanjutnya Allah swt. memberitahu mengenai sekelompok pemuka Bani Israil yang bermaksud menyerang `Isa as, berbuat jahat dan menyalibnya, ketika mereka telah bersekongkol terhadapnya, kemudian melaporkannya kepada raja yang pada saat itu berkuasa, dan dia adalah seorang-raja yang kafir, bahwasanya ada seorang yang menyesatkan rakyat, melarang mereka mentaati sang raja, merusak rakyat, memutuskan hubungan antara orang tua dengan anaknya, dan lain-lainnya dari yang mereka tuduhkan dan lontarkan seperti tuduhan dusta dan anak haram, sehingga mereka berhasil memancing amarah sang raja. Raja itu pun mengirim pasukan untuk mencari dan menangkap ‘Isa untuk selanjutnya disalib dan disiksa.

Ketika pasukan tersebut mengepung rumahnya, dan mereka mengira telah berhasil menangkapnya, ternyata Allah menyelamatkannya dari kepungan mereka. Allah mengangkatnya dari lubang dinding rumah itu ke langit, dan kemudian Dia menjadikan salah seorang yang berada di dalam rumah itu serupa dengannya. Ketika pasukan itu memasuki rumahnya pada kegelapan malam, mereka meyakini bahwa ia adalah `Isa, lalu mereka menangkap, menyiksa dan menyalibnya serta menaruh duri pada kepalanya. Hal itu merupakan suatu bentuk tipu daya dari Allah terhadap mereka. Karena sesungguhnya, Dia telah menyelamatkan Nabi-Nya dan mengangkatnya dari hadapan mereka, meninggalkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan, namun mereka yakin telah berhasil dalam misi pencariannya itu. Dan Allah menanamkan dalam hati mereka kekerasan dan pembangkangan terhadap kebenaran sebagai konsekuensi bagi mereka, serta menimpakan kehinaan kepada mereka, yang tidak akan pernah lepas dari mereka hingga hari Kiamat kelak.

Oleh karena itu Dia berfirman, wa makaruu wa makarallaaH. wallaaHu khairul maakiriin (“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”)

&

54. Surah Al-Qamar

28 Nov

Pembahasan Tentang Surat-Surat Al-Qur’an (Klik di sini)
Tafsir Ibnu Katsir (Klik di sini)

Surat Al Qamar terdiri atas 55 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesedah surat Ath Thaariq. Nama Al Qamar (bulan) diambil dari perkataan Al Qamar yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Pada ayat ini diterangkan tentang terbelahnya bulan sebagai mukjizat Nabi Muhammad s.a.w.

Pokok-pokok isinya :
1. Keimanan:
Pemberitaan bahwa datangnya hari kiamat sudah dekat, semua yang ada pada alam adalah dengan ketetapan Allah; kehendak Allah pasti berlaku; tiap-tiap pekerjaan manusia dicatat oleh malaikat.
2. Kisah-kisah:
Kisah kaum yang mendustakan rasul-rasul di masa dahulu, seperti kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud dan Fir’aun.
3. Dan lain-lain:
Orang-orang kafir dikumpulkan di akhirat dalam keadaan hina dan akan menerima balasan yang setimpal; celaan terhadap orang-orang yang tidak memperhatikan ayat- ayat Al Quran.
Surat Al Qamar mengandung hal-hal yang berhubungan dengan janji dan ancaman Allah, keadaan umat-umat dahulu yang mendustakan rasul-rasul mereka agar menjadi pelajaran bagi umat-umat yang datang kemudian, ancaman kepada orang-orang kafir bahwa mereka akan diazab pada hari kiamat dan balasan diterima oleh orang-orang yang takwa di akhirat nanti.

HUBUNGAN SURAT AL QAMAR DENGAN SURAT AR RAHMAAN

1. Surat Al Qamar menerangkan keadaan orang-orang kafir di neraka dan keadaan orang-orang mukmin di syurga secara garis besarnya, sedang surat Ar Rahmaan menerangkan secara agak luas.
2. Surat Al Qamar menyebutkan azab yang ditimpakan kepada umat-umat dahulu yang mendurhakai nabi-nabi mereka, sedang surat Ar Rahmaan menyebutkan nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.