Tag Archives: 56

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 55-56

14 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 55-56“Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. 7:55) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. Dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. 7:56)” (al-A’raaf: 55-56)

Allah Tabaaraka wa Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya supaya berdo’a kepada-Nya, yaitu do’a untuk kebaikan mereka di dunia dan akhirat mereka. Di mana Allah berfirman: ud’uu rabbakum ta-dlarru’aw wa khufyatan (“Berdo alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.”) Ada yang mengatakan, maksudnya dengan merendahkan diri dan penuh ketenangan, serta suara lembut. Yang demikian itu adalah seperti firman Allah Ta’ala yang artinya berikut ini: “Dan sebutlah nama Rabbmu dalam hatimu.” (QS. Al-A’raaf: 205)

Dan dalam ash-Shahihain (kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dart Abu Musa al-Asy’ari, ia mengatakan, orang-orang mengangkat suara mereka sambil berdo’a. Kemudian Rasulullah : bersabda:
“Hai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo’a kepada Rabb yang tuli dan tidak juga jauh. Sesungguhnya yang kalian seru itu adalah Mahamendengar lagi sangat dekat.”

Abdullah Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Mubarak bin Fadhalah, dari al-Hasan, ia berkata, “Dahulu adakalanya seseorang hafal seluruh isi al-Qur’an, tetapi orang-orang tidak mengetahuinya. Ada juga seseorang yang sangat pandai dalam banyak ilmu fiqih, tetapi orang-orang pun tidak menyadarinya. Dan sampai-sampai adakalanya seseorang mengerjakan shalat yang panjang di rumahnya sedangkan ia memiliki tamu, tetapi para tamu itu tidak mengetahuinya. Dan kami telah menyaksikan beberapa kaum yang tidak ada suatu amal di muka bumi ini yang mereka mampu mengerjakannya secara sembunyi-sembunyi, lalu menjadi terang-terangan selamanya. Dan sesungguhnya pada zaman dahulu kaum muslimin berusaha keras dalam berdo’a, sedangkan suara mereka tidak terdengar melainkan hanya bisik-bisik antara mereka dengan Rabb mereka. Yang demikian itu karena Allah telah berfirman: ‘Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.’ Hal itu karena Allah menyebutkan seorang hamba yang shalih (Zakaria) yang Allah ridha pada perbuatannya, Allah berfirman, ‘Yaitu ketika ia berdo’a kepada Rabbnya dengan suara yang lembut.’” (QS. Maryam: 3)

Ibnu Juraij berkata: “Mengangkat suara, berseru dengan suara keras dan berteriak di dalam do’a adalah makruh hukumnya. Dan diperintahkan untuk berendah diri dan tenang.”

Kemudian diriwayatkan dari ‘Atha’ al-Khurasani, dari Ibnu ‘Abbas, mengenai firman Allah Ta’ala: innaHuu laa yuhibbul mu’tadiin (“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”) Yaitu dalam do’a dan juga dalam hal-hal lainnya.

Mengenai firman Allah Ta’ala: innaHuu laa yuhibbul mu’tadiin (“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”) Abu Mijlaz mengatakan, yaitu dengan tidak meminta kedudukan para Nabi, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“Akan ada suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam do’a dan bersuci.” (Demikian pula hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari `Affan, juga dikeluarkan oleh Abu Dawud dari Musa bin Isma’il, dari Hammad bin Salamah, dari Sa’id bin Iyas al-Jurairi, dari Abu Na’amah, dan namanya adalah Qais bin ‘Abayah al-Hanafi al-Bashri. Dan hadits tersebut berisnad hasan la ba’sa bihi [haditsnya bisa dipakai]. Wallahu a’lam.)

Firman Allah selanjutnya: wa laa tufsiduu fil ardli ba’da ishlaahiHaa (“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.”) Allah Ta’ala melarang dari melakukan perusakan dan hal-hal yang membahayakannya, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Karena jika berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik dan setelah itu terjadi perusakan, maka yang demikian itu lebih berbahaya bagi umat manusia. Maka Allah Ta’ala melarang hal itu, dan memenintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah, berdo’a dan merendahkan diri kepada-Nya, serta menundukkan diri di hadapan-Nya. Maka Allah pun berfirman: wad’uuHu khaufaw wathama’an (“Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut [khawatir tidak diterima] dan harapan [akan dikabulkan].”) maksudnya, takut memperoleh apa yang ada di sisi-Nya berupa siksaan, dan berharap pada pahala yang banyak dari sisi-Nya.

Kemudian Allah berfirman: inna rahmatallaaHi qariibum minal muhsiniin (“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”) artinya rahmat-Nya diperuntukkan bagi orang-orang yang berbuat baik yang mengikuti berbagai perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku itu untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raaf: 156)

Dan dalam surah al-A’raaf ayat 56 itu, Allah menggunakan kata “qariibun” dan bukan “qariibatun” karena kata “rahmat” itu mengandung tsawab [pahala] atau karena rahmat itu disandarkan kepada Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman: qariibum minal muhsiniin (“Amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik”)

Mathar al-Warraq mengatakan: “Tuntutlah janji Allah dengan mentaati-Nya, karena Allah telah menetapkan bahwa rahmat-Nya sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik (taat).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yunus ayat 55-56

6 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Yunus
Surah Makkiyyah; surah ke 10: 109 ayat

tulisan arab alquran surat yunus ayat 55-56“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya). (QS. 10:55) Allahlah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. 10:56)” (Yunus: 55-56)

Allah memberi kabar, bahwa sesungguhnya la adalah pemilik langit dan bumi dan bahwa janji-Nya adalah benar, pasti, tidak diragukan lagi, dan bahwa Dia adalah Yang menghidupkan dan Yang mematikan, kepada-Nyalah kembalinya para makhluk. Bahwasanya yang mampu untuk itu adalah Dzat yang Mahamengetahui terhadap apa yang terpisah dari badan dan tercerai-berainya badan di berbagai tempat di bumi, lautan dan gurun pasir yang tandus.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud ayat 53-56

30 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Huud
Surah Makkiyyah; surah ke 11: 123 ayat

tulisan arab alquran surat huud ayat 53-56“Kaum ‘Aad berkata: ‘Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan ilah-ilah kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayaimu. (QS. 11:53) Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian ilah kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.’ Huud inenjawab: ‘Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian, bahwa sesungguhnya aku berlepas-diri dari apa yang kamu persekutukan, (QS. 11:54) dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu-dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. (QS. 11:55) Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Allahlah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.’ (QS. 11:56)” (Huud: 53-56)

Allah memberi kabar, bahwa mereka berkata kepada Nabi mereka: maa ji’tanaa bibayyinati (“Kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata.”) maksudnya, dengan dalil dan bukti atas apa yang kamu dakwahkan. Wa maa nahnu bitaarikii aaliHatinaa ‘an qaulika (“Dan kami sekali-sekali tidak akan meninggalkan ilah-ilah kami karena perkataanmu.”) Maksudnya, hanya dengan ucapanmu: “Tinggalkanlah ilah-ilah itu” lalu kami meninggalkannya?

Wa maa nahnu laka bimu’miniin (“Dan kami sekali-sekali tidak akan mempercayaimu”) Tidak akan membenarkan. In naquulu illa’taraaka ba’dlu aaliHatinaa bisuu-in (“Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian ilah kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.”) Mereka berkata: “Kami tidak menyangka kecuali bahwa sebagian ilah kami telah menimpamu dengan membuatmu gila dan membuat kerusakan pada akalmu disebabkan laranganmu untuk beribadah kepadanya dan penghinaanmu terhadapnya.”

Innii usyHidullaaHa wasyHaduu annii barii-um mimmaa tusyrikuuna min duuniHii (“Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah oleh kalian, bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari segala sekutu-sekutu dan berhala-berhala itu.”) fakiiduunii jamii’an (“Sebab itu jalankanlah tipu dayamu semua kepadaku.”) maksudnya lakukanlah tipu daya itu oleh kalian dan oleh tuhan-tuhanmu, jika kalian berada di pihak yang benar. Tsumma laa tundhiruun (“Dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.”) maksudnya sekejap mata pun.

Firman-Nya: innii tawakkaltu ‘alallaaHi rabbii wa rabbakum maa min daabbatin illaa Huwa aakhidzum binaashiyatiHaa (“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Rabbku dari Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Allahlah yang memegang ubun-ubunnya.”) Maksudnya, di bawah kekuasaan-Nya dan perintah-Nya. Allahlah Hakim yang Mahaadil, yang tidak ada kedhaliman dalam hukum-Nya, karena sesungguhnya Allah berada di atas jalan yang lurus.

Al-Walid bin Muslim berkata dari Shafwan bin `Amr, dari Aifa’ bin Abdul Kala’i, sesungguhnya dalam firman Allah Ta’ala: maa min daabbatin illaa Huwa aakhidzum binaashiyatiHaa inna rabbii ‘alaa shiraathim mustaqiim (“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Rabbku dari Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Allahlah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus,”) dia berkata: “Maka Allah menarik ubun-ubun hamba-hamba-Nya, lalu Allah menuntun orang mukmin sehingga Allah lebih sayang kepadanya daripada sayangnya seorang ayah terhadap anaknya, dan Allah Ta’ala berfirman, “Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)terhadap Rabbmu yang Mahapemurah.” (QS. Al-Infithaar: 6)

Dakwah dan tantangan Huud as. terhadap berhala-berhala mereka memuat hujjah (bukti) yang nyata dan dalil yang pasti atas kebenaran apa yang didatangkan kepada mereka dan atas kebathilan perbuatan mereka yang berupa peribadahan kepada berhala-berhala yang tidak memberi manfaat dan tidak juga membuat bahaya, akan tetapi berhala-berhala itu adalah benda mati yang tidak mendengar dan tidak melihat, tidak melindungi dan tidak melawan, yang berhak untuk diibadahi hanyalah Allah raja, tidak ada sekutu bagi-Nya, yang kerajaan ada di tangan-Nya dan Allahlah yang mengatur, tidak ada sesuatu apa pun kecuali berada di bawah kerajaan-Nya, ketentuan-Nya dan kekuasaan-Nya, maka tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah dan tidak ada Rabb selain-Nya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 56-57

27 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat

tulisan arab alquran surat yusuf ayat 56-57“Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir, (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS. 12:56) Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. (QS. 12:57)” (Yusuf: 56-57)

Allah berfirman: wa kadzaalika makkannaa liyuusufa fil ardli (“Dan demikianlah Kami memberi kedudukan pada Yusuf di bumi”) maksudnya negeri Mesir; yatabawwa-u minHaa haitsu yasyaa-u (“Pergi ke mana saja yang ia kehendaki [di bumi Mesir itu].”)

As-Suddi dan `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Bebas berbuat apa saja di sana menurut apa yang ia kehendaki.” Ibnu Jarir berkata: “la bebas bertempat tinggal di mana saja yang ia inginkan, setelah mengalami kesempitan, penjara dan tawanan.”

Nushiibu birahmatinaa man nasyaa-u wa laa nadlii’u ajral muhsiniin (“Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki, dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,”) maksudnya, Kami tidak menyia-nyiakan kesabaran Yusuf dalam menghadapi perlakuan buruk dari saudara-saudaranya dan kesabarannya di penjara karena ulah isteri al-‘Aziz. Karena itu Allah Ta’ala setelah itu memberinya kedamaian, kemenangan, dan dukungan.

Wa lal ajrul aakhirati khairul lil ladziina aamanuu wa kaanuu yattaquun (“Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.”) Allah
memberitahukan bahwa yang disediakan untuk Yusuf as. di akhirat nanti lebih besar, lebih banyak, dan lebih agung daripada kekuasaan dan kewibawaan yang diberikan kepadanya di dunia, sebagaimana firman Allah tentang Sulaiman:

“Inilah anugerah Kami, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) tanpa pertanggunganjawab, dan sebenarnya dia itu mempunyai kedudukan yang dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik” (QS. Shaad: 39-40)

Maksudnya, Yusuf as. diangkat oleh raja Mesir, ar-Rayyan bin al-Walid menjadi menteri di negeri tersebut menggantikan orang Mesir yang telah membelinya, yaitu suami dari wanita yang merayunya. Raja Mesir ini masuk Islam di tangan beliau, demikian pendapat Mujahid.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 56-60

18 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 56-60“Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rizki yang telah Kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan. (QS. 16:56) Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). (QS. 16:57) Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. (QS. 16:58) ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. 16:59) Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi; dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. 16:60)” (an-Nahl: 56-60)

Allah Ta’ala memberitahukan tentang berbagai keburukan dan kejelekan orang-orang musyrik yang menyembah patung-patung, berhala-berhala dan sekutu-sekutu lainnya selain Allah tanpa ilmu pengetahuan. Mereka mempersembahkan kepada berhala-berhala itu satu bagian dari apa yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka. Di mana mereka berkata: “’Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami.’ Maka sajian-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan sajian-sajian yang diperuntukan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.” (QS. Al-An’aam: 136)

Maksudnya, mereka mempersembahkan satu bagian kepada ilah-ilah bersamaan dengan Allah juga, dan mereka letakkan di sampingnya. Sehingga Allah Ta’ala bersumpah dengan menyebut diri-Nya sendiri yang Mahamulia bahwa Dia akan menanyakan kepada mereka mengenai berbagai hal yang telah mereka ada-adakan, untuk selanjutnya Dia akan membalas mereka dengan balasan yang berlipatganda, yaitu di Neraka Jahannam. Dia berfirman: tallaaHi latus-alunna ‘ammaa kuntum taftaruun (“Sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.”)

Setelah itu, Allah Ta’ala memberitahukan tentang mereka bahwa mereka telah menjadikan para Malaikat sebagai hamba wanita yang pada hakikatnya mereka adalah hamba-hamba Allah yang Mahapengasih, bahkan menjadikan mereka sebagai anak-anak perempuan Allah. Lalu mereka menyembah para Malaikat bersamaan dengan penyembahan kepada-Nya.

Dalam ketiga posisi tersebut, mereka telah melakukan kesalahan yang sangat besar sekali. Kemudian mereka menisbatkan kepada Allah bahwa Dia memiliki anak, padahal Dia sama sekali tidak akan mempunyai anak. Selanjutnya, mereka memberikan pembagian yang curang tentang itu, yakni anak perempuan, sedang mereka sendiri tidak menyenangi anak perempuan itu, sebagaimana yang Dia firmankan: “Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.” (QS. An-Najm: 21-22)

Firman-Nya di sini: wa yaj’aluuna lillaaHil banaatu subhaanaHu (“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah,”) yakni suci dari ucapan dan tipu daya mereka.

Firman-Nya: wa laHum maa yasytaHuun (“Dan untuk mereka sendiri [mereka tetapkan] apa yang mereka sukai [yaitu anak-anak laki-laki].”) Maksudnya, mereka memilihkan untuk diri mereka sendiri anak laki-laki dan menghindarkan anak perempuan dari diri mereka, yang justru mereka menisbatkannya kepada Allah. Mahatinggi Allah, setinggi-tingginya dari apa yang mereka katakan itu. Sesungguhnya:

Idzaa busy-syira ahaduHum bil untsaa dhalla wajHuHuu muswaddan (“Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan [kelahiran] anak perempuan, hitamlah [merah padamlah] mukanya,”) karena merasa sangat sedih atas kesengsaraan yang mereka terima.

Wa Huwa kadhiim (“Dan dia sangat marah.”) Dalam keadaan diam karena kesedihan yang teramat mendalam yang dia rasakan. Yatawaaraa minal qaum (“Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak.”) dia merasa benci untuk dilihat oleh orang-orang,

Min suu-i maa busysyira biHii ayumsikuHuu ‘alaa Huunin am yadus suHuu fit turaab (“Disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah [bidup-hidup]?”) Maksudnya, kalaupun dia membiarkan anak perempuan itu hidup, maka akan dibiarkan dalam keadaan hina, tidak diberi warisan dan tidak juga mendapat perhatian, dan lebih cenderung mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan.

am yadus suHuu fit turaab (“Ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah [hidup-hidup]?”) Maksudnya, dia akan menguburkan anak perempuan itu dalam keadaan hidup, sebagaimana yang telah mereka lakukan dahulu pada masa Jahiliyyah. Apakah pantas orang yang mempunyai rasa benci seperti itu dan menghindarkan ,diri mereka darinya, tetapi mereka justru menjadikannya anak Allah?

Alaa saa-a maa yahkumuun (“Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”) Maksudnya, sungguh sangat buruk apa yang telah mereka katakan itu dan teramat buruk pula pembagian itu serta buruk pula apa yang mereka nisbatkan kepada Allah.

Firman-Nya: lil ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati matsalus sauu’ (“Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk.”) Yakni, kekurangan itu justru dinisbatkan kepada mereka. Wa lillaaHi matsalul a’laa (“Dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi.”) Maksudnya, kesempurnaan yang mutlak dari segala sisi dan kesempurnaan itu dinisbatkan kepada-Nya: wa Huwal ‘aziizul hakiim (“Dan Dia lah Yang Mahaperkasa dan Mahabijaksana.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Israa’ Ayat 56-57

13 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Israa’
(Memperjalankan di Malam Hari)
Surah Makkiyyah; surah ke 17: 111 ayat

tulisan arab alquran surat al israa ayat 56-57“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (ilah) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya.’ (QS. 17:56) Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (QS. 17:57)” (al-Israa’: 56-57)

Allah berfirman: qul (“Katakanlah,”) hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah. Ud’ul ladziina ja’amtum min duuniHi (“Panggillah mereka yang kamu anggap [ilah] selain Allah,”) yakni berupa berhala dan sekutu, lalu bersandarlah kepada mereka. Sesungguhnya mereka itu: Falaa yamlikuuna kasyfadl-dlurii ‘ankum (“Tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu.”) Yakni secara keseluruhan.

Wa laa tahwiilan (“Dan tidak pula memindahkannya.”) Maksudnya, mereka tidak mampu memindahkan kesulitan kalian kepada orang lain. Dengan kata lain, yang mampu melakukan hal itu adalah Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, penciptaan dan perintah hanya berada di tangan-Nya.

Mengenai firman Allah Ta’ala: Ud’ul ladziina ja’amtum min duuniHi (“Panggillah mereka yang kamu anggap [ilah] selain Allah,”) Al-`Aufi bercerita dari Ibnu `Abbas, ia berkata: “Dulu, orang-orang musyrik berkata, ‘Kami menyembah para Malaikat, `Isa dan `Uzair.’ Dan yang mereka seru (untuk memohon) itu adalah Malaikat, `Isa dan `Uzair.”

Firman Allah Ta’ala: ulaa-ika yad’uuna (“Orang-orang yang mereka seru itu.”) Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Mahran al-A’masy, dari Ibrahim, dari Abu Mu’ammar, dari `Abdullah mengenai firman Allah Ta’ala: ulaa-ika yad’uuna yad’uuna ilaa rabbiHimul wasiilata (“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka,”) ia berkata, yakni beberapa orang dari bangsa jin mereka disembah, lalu kemudian mereka masuk Islam.

Dan dalam riwayat yang lain, ia berkata: “Ada beberapa orang dari bangsa manusia yang menyembah beberapa orang dari bangsa jin, lalu jin itu memeluk Islam, sedang mereka tetap berpegang teguh pada agama mereka.

Dan kata al-wasilah di sini berarti taqarrub, sebagaimana yang dikatakan Qatadah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: ayyuHum aqrabu (“Siapa diantara mereka yang lebih dekat [kepada Allah].”)

Firman Allah: wa yarjuuna rahmataHu wa yakhafuuna ‘adzaabaHu (“Dan [mereka] mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya.”) Suatu ibadah tidak sempurna kecuali disertai dengan rasa takut dan harapan. Dengan rasa takut, maka akan terhindar dari berbagai larangan, dan dengan harapan akan memperbanyak ketaatan.

Dan firman-Nya: inna ‘adzaaba rabbika kaana mahdzuuran (“Sesungguhnya adzab Rabbmu adalah suatu yang [harus] ditakuti.”) Maksudnya, seorang muslim harus benar-benar berhati-hati dan takut terjatuh ke dalam adzab-Nya. Semoga Allah melindungi kita darinya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal Ayat 55-57

9 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfaal
(Harta Rampasan Perang)
Surah Madaniyyah; surah ke 8: 75 ayat

tulisan arab alquran surat al anfaal ayat 55-57“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak berirnan. (QS. 8:55) (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya). (QS. 8:56) Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai-beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. 8:57)” (al-Anfaal: 55-57)

Allah memberitahukan, bahwa seburuk-buruk apa yang berjalan di muka bumi ini adalah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman. Mereka adalah orang-orang yang setiap kali mengadakan perjanjian, mereka selalu melanggar perjanjiannya dan setiap kali menegaskan keimanan, mereka mengabaikannya.

waHum laa yattaquun (“Dan mereka tidak takut.”) Maksudnya, mereka sama sekali tidak takut kepada Allah dalam melakukan perbuatan dosa.
Fa immaa tatsqafannakum fil harb (“Jika engaku menemui mereka dalam peperangan.”) Yakni, kalian dapat memenangkan dan mengalahkan mereka dalam peperangan; fa syarrid biHim man khalfaHum (“Maka cerai-beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan [menumpas] mereka.”) Maksudnya, timpakanlah siksaan kepada mereka.

Demikian itulah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, al-Hasan al-Bashri, adh-Dhahhak, as-Suddi, `Atha’ al-Khurasani dan Ibnu `Uyainah. Maknanya adalah, berikanlah siksaan yang keras dan bersikap kasarlah dalam melakukan penyerangan, supaya musuh-musuh yang lain, baik dari kalangan bangsa Arab maupun (selain mereka) menjadi takut dan agar yang demikian itu menjadi pelajaran bagi mereka.

La’allaHum yadzdzakkaruun (“Supaya mereka mengambil pelajaran.”) As-Suddi mengatakan: “Agar mereka berhati-hati dan tidak melakukan pengingkaran, sehingga mereka tidak ditimpa hal yang serupa.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 55-56

17 Feb

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 55-56
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 55-56“Kemudian ia membaca firman-Nya, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia Mahamenerima taubat lagi Mahapenyayang. “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: ‘Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. (QS. Al-Baqarah: 55) Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudab kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 56)

Allah berfirman, “Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, yaitu ketika Aku membangkitkan kalian setelah peristiwa datangnya petir. Di mana kalian meminta untuk dapat melihat-Ku secara nyata dan kasat mata, suatu permintaan yang tidak akan sanggup kalian tanggung,dan juga makhluk sejenis kalian.”

Berkenaan dengan firman-Nya, “Dan ingatlah ketika kamu berkata, ‘Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Artinya, melihat-Nya secara jelas (kasat mata). Masih mengenai penggalan firman-Nya, “Sampai kami melihat Allah dengan terang” Qatadah dan Rabi’ bin Anas mengatakan: “Yaitu kasat mata.”

Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas: “Bahwa mereka itulah tujuh puluh orang yang dipilih oleh Musa as. Mereka berjalan bersama Musa hingga akhirnya mereka mendengar sebuah firman, maka mereka pun berkata, `Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan nyata.’ Kemudian, lanjut Rabi’ bin Anas, mereka mendengar suara yang menyambar, dan mereka pun mati.”

Marwan bin al-Hakam mengatakan dalam pidato yang disampaikannya dari atas mimbar di Makkah: “Petir berarti suara keras dari langit.”

Mengenai firman-Nya, “Karena itu kamu disambar ash-Sha’iqah.” As-Suddi mengatakan: “Ash-Sha’iqah berarti api.”

Dan mengenai firman Allah, “Sedang kamu menyaksikan, “Urwah bin Ruwaim mengatakan: “Sebagian dari mereka ada yang disambar petir, dan sebagian lainnya menyaksikan peristiwa tersebut. Kemudian sebagian dari mereka dibangkitkan dan sebagian lainnya disambar petir (bergantian).”

Dan as-Suddi mengenai firman-Nya, “Karena itu kamu disambar petir, ” mengatakan: “Maka mereka pun mati, lalu Musa as bangkit dan menangis seraya memanjatkan do’a, “Ya Rabbku, apa yang harus aku katakan kepada Bani Israil jika aku kembali kepada mereka, sedang Engkau telah membinasakan orang-orang terbaik di antara mereka. Jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami.” (QS. Al-A’raaf: 155).

Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa bahwa 70 orang yang bersamanya itu telah menyembah anak lembu. Lalu Allah menghidupkan mereka sehingga mereka bangun dan hidup seorang demi seorang dan satu lama lain saling menyaksikan, bagaimana mereka hidup kembali.

Kata as-Suddi selanjutnya: “Itulah makna firman Allah Ta’ala: Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudab kamu mati, supaya kamu bersyukur.’”

Rabi’ bin Anas mengatakan: “Kematian mereka itu merupakan hukuman bagi mereka, lalu dibangkitkan kembali hingga datang ajal hidupnya.”
Hal senada juga disampaikan oleh Qatadah.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Waaqi’ah (13)

3 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Waaqi’ah (Hari Kiamat)
Surah Madaniyyah; surah ke 56: 96 ayat

Firman Allah: wa ammaa in kaana ash-haabil yamiin (“Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan.”) maksudnya sedangkan jika orang yang berada dalam keadaan sakaratul maut itu termasuk dari golongan kanan,
Fasalaamul laka min ash-haabil yamiin (“Maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.”) maksudnya para malaikat akan menyampaikan kabar gembira kepada mereka. malaikat itu berkata kepada salah seorang dari mereka: “Keselamatan bagimu.” Dengan kata lain: “Tidak ada larangan bagi kalian, engkau menuju keselamatan, engkau termasuk golongan kanan.”
Qatadah dan Ibnu Zaid berkata: “Selamat dari adzab Allah dan disampaikan keselamatan kepadanya oleh para malaikat Allah.” Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Ikrimah: “Diberikan salma oleh Malaikat kepadanya dan diberitahukan bahwa ia termasuk golongan kanan.”
Ungkapan ini merupakan makna yang baik dan hal itu sama dengan firman Allah yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 30-32)

Imam al-Bukhari mengatakan bahwa makna “fasalaamul laka” (maka salam sejahtera bagimmu) yaitu disampaikan salam kepadamu bahwa kamu termasuk golongan kanan. Dan kata “an” dihilangkan sehingga yang tersisa adalah maknanya. Dan bisa juga menjadi doa baginya. Dan Ibnu Jarir telah menceritakan hal itu demikian dari penduduk Arab dan yang cenderung kepadanya. wallaaHu a’lam.

Firman Allah: Wa ammaa in kaana minal mukadzdzibiinadl dlaalliina. Fanuzulum min hamiimin, watashliyatul jahiim (“Dan adapun jika ia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka.”) maksudnya adapun apabila yang mengalami sakaratul maut itu termasuk orang-orang yang mendustakan kebenaran lagi sesat dan menyimpang dari petunjuk:
Fanuzulum min hamiim (“maka dia mendapat hidangan dari air yang mendidih”) yakni cairan panas yang akan melelehkan isi perut dan kulit-kulit mereka.
Watashliyatu jahiim (“Dan dibakar di dalam neraka.”) maksudnya akan ditetapkan [tempat] baginya di dalam neraka yang akan meliputi mereka dari semua arah.

Firman Allah: inna Haadzaa laHuwa haqqul yaqiin (“Sesungguhnya [yang disebutkan] ini adalah suatu keyakinan yang benar.”) maksudnya kabar ini merupakan kebenaran yang meyakinkan, yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, dan tidak seorang pun dapat menghindarkan diri darinya.

Fasabbih bismirabbikal ‘adhiim (“Maka bertasbihlah dengan [menyebut] nama Rabbmu Yang Mahabesar.”)

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Jauhani, ia bercerita bahwa ketika turun [wahyu] kepada Rasulullah saw. : Fasabbih bismirabbikal ‘adhiim (“Maka bertasbihlah dengan [menyebut] nama Rabbmu Yang Mahabesar.”) beliu bersabda: “Jadikanlah ia bacaan dalam rukuk kalian.”
Dan ketika turun “sabbihisma rabbikal a’laa (“Maka sucikanlah Rabbmu yang Mahatinggi”) Rasulullah saw. bersabda: “Jadikanlah ia bacaan dalam sujud kalian.”
Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan ibnu Majah.

Dan di akhir kitabnya, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan dan sangat berat dalam timbangan, serta sangat dicintai oleh Allah Yang Mahapenyayang: “SubhaanallaaHi wa bihamdiHii” (Mahasuci Allah dan segala puji hanya bagi-Nya) dan “SubhaanallaaHil ‘adhiim” (Mahasuci Allah Yang Mahaagung)

Hadits yang sama juga diriwayatkan oleh al-Jama’ah [para perawi hadits] kecuali Abu Daud dari hadits Muhammad bin Fudhail dengan sanadnya.

selesai

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Waaqi’ah (12)

3 Jan

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Waaqi’ah (Hari Kiamat)
Surah Madaniyyah; surah ke 56: 96 ayat

tulisan arab alquran surat al waaqi'ah ayat 83-87“83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, 84. Padahal kamu ketika itu melihat, 85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat, 86. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? 87. kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (al-Waaqi’ah: 83-87)

Allah berfirman: falau laa idzaa balaghatil hulquum (“Maka, mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan.”) yakni ruh. Kata alhulquum berarti tenggorokan. Dan maksudnya adalah ketika menghadapi kematian [sakaratul maut]. Oleh karena itu disini Allah berfirman: wa antum hiina-idzin tandhuruuna (“Padahal kamu lebih dekat kepadany daripada kamu.”) yakni dengan para malaikat Kami, walaa killaa tubshiruuna (“Tetapi kamu tidak melihat”) artinya kamu sekalian tidak melihat mereka.

Falau laa in kuntum ghaira madiiniina. Rarji’uunaHaa (“Maka, mengapa jika kamu tidak dikuasai [oleh Allah], kamu tidak mengembalikan nyawa itu?”) artinya, mengapa kalian tidak mengembalikan nyawa yang telah sampai di tenggorokan itu ke tempatnya semula di dalam tubuh, jika kalian tidak dikuasai oleh Allah?

Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yang dimaksud dengan madiiniina adalah orang-orang yang dihisab.” Dan hal yang sama juga diriwayatkan dari Mujahid, ‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, adh-Dhahhak, as-Suddi, dan Abu Harzah.

Mengenai firman-Nya: Falau laa in kuntum ghaira madiiniina. (“Maka, mengapa jika kamu tidak dikuasai [oleh Allah]”) Sa’id bin Jubair dan al-Hasan al-Bashri mengatakan: “Yakni tidak mempercayai bahwa kalian akan dihisab, dibangkitkan dan diberi balasan. Karenanya, kembalikanlah nyawa itu, jika kalian termasuk orang-orang yang benar.

tulisan arab alquran surat al waaqi'ah ayat 88-96“88. Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), 89. Maka Dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan. 90. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan, 91. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. 92. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, 93. Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih, 94. dan dibakar di dalam Jahannam. 95. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. 96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.” (al-Waaqi’ah: 88-96)

Ini tiga keadaan yang dialami oleh manusia ketika menghadapi sakaratul maut. Bisa saja ia termasuk dari golongan orang-orang yang didekatkan atau termasuk golongan yang berada di bawah golongan sebelumnya dari golongan ash-haabul Yamiin [golongan kanan] atau termasuk golongan yang mendustakan kebenaran, menyimpang dari petunjuk dan tidak mengetahui perintah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Dia berfirman: fa ammaa in kaana (“Adapun jika dia,”) yakni orang yang menghadapi sakaratul maut, minal muqarrabiina (“termasuk orang-orang yang didekatkan [kepada Allah]”) yakni mereka mengerjakan semua kewajiban dan sunnah, meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dimakruhkan serta sebagian hal-hal mubah, farauhuw wa raihaanuw wa jannatu na’iim (“Maka dia memperoleh ketentraman dan rizky serta surga kenikmatan.”) maksudnya mereka mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Para malaikat memberitahukan hal itu kepada mereka pada saat menjelang kematiannya.

‘Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas ra. tentang firman-Nya: farauhun; ia berkata: “Yakni istirahat dan tenang.” Demikian pula yang disampaikan oleh Mujahid: “Ar-rauh berarti istirahat.” Abu Harzah berkata:”Yakni istirahat di dunia.” Sa’id bin Jubair dan as-Suddi mengatakan: “Ar-rauh berarti kebahagiaan.” Dan dari Mujahid: farauhuw wa raihaan; yakni surga dan kesejahteraan. Sedangkan Qatadah mengatakan: “Rauhun berarti rahmat.”

Semua pendapat di atas saling berdekatan dan benar. Karena barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan didekatkan, maka ia akan mendapatkan semua itu, yaitu rahmat, ketenangan, ketentraman, kebahagiaan, kegembiraan dan rizky yang baik. Wa jannatu na’iim (“Dan surga kenikmatan”) Abul ‘Aliyah mengatakan: “Tidak seorang pun dari orang-orang yang didekatkan meninggal dunia sehingga dibawakan kepadanya dahan dari ketentraman surga, lalu ruhnya dicabut di dalamnya.” Muhammad bin Ka’ab mengatakan: “Tidaklah seorang meninggal dunia sehingga ia mengetahui apakah dirinya termasuk penghuni surga ataukah penghuni neraka.” dan telah dikemukakan beberapa hadits tentang sakaratul maut pada pembahasan tafsir firman Allah Ta’ala dalam surah Ibrahim ayat 27.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ummu Hani’ ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah kita saling berkunjung jika kita telah meninggal dunia, dan apakah sebagian kami saling melihat sebagian lainnya?” maka Rasulullah saw. menjawab: “Ruh [jiwa] itu akan menjadi seekor burung yang hinggap pada sebatang pohon sehingga jika hari kiamat tiba, maka setiap jiwa akan masuk ke dalam jasadnya.”

Di dalam hadits di atas terdapat kabar gembira bagi setiap orang mukmin. Dan kata “Ya’liqu” berarti makan. Dan keshahihan hal tersebut diperkuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, dari Malik bin Anas, dari az-Zuhri, dari ‘Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik, dari ayahnya, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya ruh orang mukmin itu berupa seekor burung yang bergelantungan di pepohonan surga sampai Allah mengembalikannya kepada jasadnya kelak pada hari Dia membangkitkannya.”
Sanad hadits di atas sangat agung dan matannya pun sangat baik.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesunggguhnya ruh-ruh para syuhada’ [orang-orang yang mati syahid] itu berada di dalam perut burung hijau yang beterbangan di taman-taman surga sekehendak hatinya, kemudian kembali ke pelita-pelita yang bergelantungan di ‘Arsy.” (al-Hadits)

Imam Ahmad meriwayatkan, ‘Affan memberitahu kami, Hamam memberitahu kami, ‘Atha’ bin as-Sa’ib memberitahu kami, ia bercerita: “Hari pertama kali di mana aku mengetahui ‘Abdurrahman bin Abi Laila, aku melihat orang yang sudah tua dengan rambut putih dan jenggot di atas keledai sedang ia mengikuti jenazah, lalu aku mendengarnya berkata: ‘Aku diberitahu oleh fulan bin fulan yang mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang menyukai pertemuan dengan Allah, maka Allah menyukai pertemuan dengannya. Dan barangsiapa yang membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah pun membenci pertemuan dengannya.’”

Kemudian ia bercerita bahwa kemudian ada suatu kaum yang menangis. Maka ia bertanya: “Apa yang menjadikan kalian menangis?” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami membenci kematian.” Maka ia menjawab: “Bukan itu, tetapi jika ia tengah sakaratul maut: fa ammaa in kaana minal muqarrabiina farauhuw wa raihaanuw wa jannatu na’iim (“Adapun jika dia [orang yang mati] termasuk yang didekatkan [kepada Allah], maka dia memperoleh ketentraman dan rizky serta surga kenikmatan.”) karenanya jika ia diberikan kabar gembira mengenai hal itu, ia menyukai pertemuan dengan Allah swt. dan Allah lebih menyukai pertemuan dengannya.
Wa ammaa in kaana minal mukadzdzibiinadl dlaalliina. Fanuzulum min hamiimin, watashliyatul jahiim (“Dan adapun jika ia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka.”) dan jika ia diberi kabar tentang hal itu, ia membenci pertemuan dengan Allah, dan Allah lebih membenci pertemuan dengannya.”

Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dan di dalam kitab Shahih, terdapat shahid terhadap makna ‘Aisyah ra.

Bersambung ke bagian 13