DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
Sungguh ajaib, di hari kemenangan besar ini Abu Sofyan merupakan orang pertama kali memperingatkan kaumnya dari usaha melakukan perlawanan kepada Rasulullah saw , dan pelopor ornag-orang yang masuk ke dalam agama Allah secara berduyun-duyun pada hari itu. Padahal Abu Sofyan adalah penggerak dan pemimpin utama setiap peperangan yang dilancarkan Mekkah terhadap Rasulullah saw di masa jahiliyah.
Barangkali hikmah Ilahiyah menghendaki penaklukan Mekkah tanpa peperangan sama sekali dan tunduknya para penduduk Mekkah kepada Rasulullah saw, padahal mereka pernah mengucir dan menyiksanya tanpa perjuangan berat atau petualangan dari kaum Muslimin. Maka terjadilah Islamnya Abu Sofyan sebelum yang lainnya, setelah pertemuannya dengan Rasulullah saw di marru Zahran, agar ia kembali kepada kaumnnya di mekkah kemudian mencabut gagasan peperangan dri benak mereka dan mengkondisikan suasana Mekkah untuk suatu kedamaian ynag menguburkan kehidupan Jahiliyah dan kemusyrikan, kemudian menggantinya dengan kehidupan tauhid dan Islam.
Di antara bentuk pendahuluan untuk hal di atas adalah pernyataaan Rasulullah saw :“Barangsiapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sofyan ia selamat.“ Pernyataan ini dikeluarkan oleh Rasulullah saw setelah Abu Sofyan menyatakan diri masuk Islam, disamping untuk mengikat hatinya kepada Islam dan meneguhkannya. Anda tentunya tahu bahwa Islam berarti penyerahan diri (istislam) kepada rukun-rukun Islam baik yang bersifat amaliah atau pun I‘tidaiyah. Kemudian seornag Muslim harus memperkokoh keimanan di dalam hatinya, melalui komitmennya secara terus-menerus kepada prinsipprinsip dan rukun-rukun Islam. Diantara faktor yang akan memotivasi seseorang untuk tetap komitmen ialah penjinakan yang dilakukan kaum Muslimin terhadap hatinya dengan berbagai sarana dan cara yang dibolehkan, sampai akar-akar keimanandi hatinya menjadi kuat dan keislamannya pun mantap tak mudah dihempas oleh badai kehidupan.
Hikmah ini tidak disadari oleh sebagian sahabat Anshar ketika mereka mendengar Rasulullah saw mengumumkan :“Barangsiapa masuk ke rumah Abu Sofyan ia selamat“, sehingga mereka mengira bahwa Rasulullah saw mengatkan demikian dan memberikan pengampunan karena rasa cintanya kepada negeri dan kaumnya.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa ketika Nabi saw mengumumkan hal tersebut, sebagian orang-orang Anshar berkata kepada sebagian yang lain :“Ia telah terpengaruh oleh rasa cintanya kepada kampung halamannya dan kasih sayang terhadap keluarganya.“ Abu Hurairah ra melanjutkan : Kemudian wahyu turun.
Jika wahyu sedang diturunkan kami biasa mengetahuinya dan tidak ada seorang pun di antara kami yang berani mengangkat kepalanya kepada Rasulullah saw sampai wahyu itu selesai diturunkan. Tidak lama kemudian Rasulullah saw berkata :“Hai kaum Anshar!“ Mereka menjawab :“Kami sambut panggilanmu wahai Rasulullah!“ Nabi saw melanjutkan :“Kalian telah mengatkan bahwa ia (Nabi saw) telah terpengaruh oleh rasa cintanya kepada kampung halamanya.“ Sabda Nabi saw : :“Tidak! Sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku telah berhijrah kepad aAllah dan kepada kalian. Aku hidup di tengah-tengah kalian dan aku akan mati di tengah-tengah kalian.“
Kemudian mereka datang kepada Rasulullah saw sambil menangis dan berkata :“Demi Allah, kami tidak mengatakan itu kecuali karena rasa cemburu kami kepada Allah dan Rasul-Nya.“
Demikianlah apa yang kami katakan tentang perbedaan antara Islam dan Iman. Perbedaan inilah yang menghilangkan kemusyrikan di sekitar proses Islamnya Abu Sofyan ra. Seperti anda tahu, ketika Nabi saw bertanya kepadanya :“Belum tibakah saatnya bagi anda untuk menyadari bahwa aku adalah Rasul Allah?, ia menjawab : „Demi Allah, mengenai hal yang satu ini sampai sekarang di dalam diriku masih ada sesuatu ynag mengganjal.“ Kemudian Abbas ra berkata kepadanya :“Celaka kamu! Masuklah Islam dan bersaksilah bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, sebelum lehermu dipenggal.“ Saat itu baru Abu Sofyan mengucapkan syahadat secara benar.
Kemusykilan ynag mungkin timbul itu dapat dihilangkan dengan penjelasan yang telah anda ketahui, bahwa yang dituntut di dunia dari seorang musyrik atau kafir bukanlah kemantapan iman secara sempurna di dalam hatinya pada saat ia diharapkan masuk ke dalam Islam.
Pada saat seperti itu ia hanya dituntut menyerahkan (istislam) diri dan lisannya kepada agama Allah kemudian untuk mentauhidkan Allah dan mengakui kenabian Rasul- Nya serta segala sesuatu ynag dibawanya dari Allah. Adapun keimanannya, maka ia akan tumbuh setelah itu seiring dengan kesinambungan komitmennya kepada Islam.
Itulah sebabnya Allah berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia :
„Orang-orang Arab Badui itu berkata :“Kami telah beriman.“ Katakanlah (kepada mereka) :“Kamu belum beriman, tetepi katakanlah kami telah tunduk, karena iman belum masuk ke dalam hatimu.“ (QS al-Hujurat : 14)
Oleh sebab itu pula, pada saat peperangan seorang Muslim tidak boleh menganggap Islamnya salah seorang di antara orang-orang kafir di tengah pertempuran sebagai sekedar takut dari pedang atau ingin mendapatkan pampasan atu menampakkan sesuatu yang tidak diyakininya, betatapun tanda-tanda yang membuktikannya. Sebab, yang dituntut darinya bukan langsung membersihkan apa yang ada di dalam hatinya tetapi memperbaiki (isslah) apa yang nampak. Oleb sebab itu Allah menegur tindakan sahabat Rasulullah saw yang membunuh seseorang yang telah menyatakan keislamannya dalam suatu pertempuran karena keislamannya itu dinilai sekedar takut pedang :
„Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kami mengatakan kepada orang yang mengucapkan „salam“ kepadamu :“Kamu bukan seorang Mukmin, (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS An-Nisa‘ : 94)
Perhatikanlah bagaimana Allah mengingatkan mereka tentang keadaan mereka dahulu ketika baru masuk Islam. Kebanyakan mereka pada waktu itu seperti orang yang keislamannya tidak mereka akui sekarang. Kemudian Allah mengaruniakan nikmat-Nya kepada mereka sehingga keislaman mereka menjadi baik dan bersih, seiring dengan pengalamannya yang terus-menerus terhadap hukum-hukum Islam.
Diantara kebijaksanaan Rasulullah saaw setelah Abu Sofyan menyatakan keislamannya ialah memerintahkan Abbas supaya membawanya ke mulut lembah tempat lewatnya tentara-tentara Allah, agar dia bisa menyaksikan dengan kedua matanya bagaimana besarnya kekuatan Islam dan orang-orang yang dahulu berhijra dari Mekkah sebagai orang-orang yang tertindas! Disamping agar pelajaran ini menjadi penguat pertama bagi keisalaman dan peneguh bagi aqidahnya.
Maka Abu Sofyan pun menyaksikan parade militer pasukan demi pasukan dengan penuh ketakjuban sehingga ia beberapa kali menoleh kepada Abbas ra seraya berkata (sebagai orang yang masih dipengaruhi oleh sia-sia pemikiran Jahiliyah) : „Kemenakanmu kelak akan menjadi maharaja besar.“
Kemudian Abbas ra menyadarkan dari sisa-sisa kelalaiannya terdahulu seraya berkata : „Wahai Abu Sofyan, itu bukan kerajaan melainkan kenabian.“ Kerajaan apakah yang ia maksudkan ? Ia pernah menampik kerajaan, harta kekayaan dan kedudukan ketika semua itu kalian tawarkan kepadanya di Mekkah dahulu, padahal ketika itu ia tengah mengalami penderitaan dan penyiksaan dair negerinya hanya karena ia menukar kerajaan dari yang kalian tawarkan kepadanya dengan kenabian yang diserukannya agar kalian mengimaninya ? Sesungguhnya ia adalah kenabian !
Itulah ungkapan yang dikehendaki oleh hikmah Ilahiyah melalui lisan Abbas ra, sehingga menjadi jawaban abadi sampai hari Kiamat atas setiap orang yang menuduh dakwah Nabi saw sebagai dakwah yang ingin merebut kekuasaan atau menginginkan kerajaan atau ingin menghidupkan Nasionalisme. Ungkapan ini menjadi tema utama bagi kehidupan Rasulullah saw dari awal hingga akhir kehidupannya. Setiap saksi berbicara bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyampaikan Risalah Allah kepada ummat manusia, bukan untuk mendirikan kerajaan bagi dirinya sendiri di muka bumi.
&